Anda di halaman 1dari 13

Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas waktu yang diberikan pada saya untuk

membawakan dharma wacana pada kesempatan ini. Mengingat hari ini adalah rahinan saraswati,
untuk itu saya mengambil tema “MAKNA HARI RAYA SARASWATI” . Kenapa mengambil
tema ini, karena seiring perkembangan zaman saya melihat utamanya pelajar sudah mulai kurang
memahami makna dari hari raya Sarawati ini.
Umat sedharma yang berbahagia,
Seharusnya kita bersyukur menjadi umat hindu, kenapa? Karena umat hindu banyak
memiliki hari suci keagamaan. Perayaan hari – hari suci keagamaan merupakan sarana untuk
menghaturkan rasa terima kasih dan bersyukur kehadapan Hyang Widhi Wasa. Salah satu hari suci
tersebut adalah Hari Saraswati yang datangnya setiap enam bulan sekali tepatnya sabtu umanis
Wuku watugunung . timbul pertanyaan dalam hati. Sudahkah kita bersyukur pada setiap Hari
Sarawati tiba?
Dalam perayaan hari raya Sarasvati hendaknya setiap umat merenung dan mencari
penyadaran kedalam diri sendiri. Karena jika sudah menemukan penyadaran dalam diri sendiri
maka itulah hakekat pengetahuan yang tertinggi. Berbicara tentang Saraswati, Beliau adalah
lambang suatu tingkat kesempurnaan dimana mengandung nilai – nilai : Satyam (Kebenaran),
Shivam (kemuliaan) dan Sundaram (keindahan). Karena tanpa adanya ketiga nilai ini maka
pengetahuan itu hambar seperti sayur tanpa garam.
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu unsur untuk meningkatkan tarap hidup manusia.
Betapa pentingnya ilmu pengetahuan itu bagi manusia sehingga di dalam ajaran Agama Hindu
diabadikan dalam bentuk simbolis Dewi Sarasvati. Sarasvati adalah sebuah nama suci untuk
menyebutkan sosok Dewi Ilmu Pengetahuan. Kata Sarasvati berasal dari kata “saras” dan “vati”.
Saras memiliki arti mata air, terus menerus atau sesuatu yang terus menerus mengalir. Sedangkan
kata vati berarti memiliki. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-
hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis meskipun tiap hari ditimba untuk
memberikan hidup pada umat manusia.
Umat sedharma yang berbahagia,
Di India maupun di Bali, Dewi Saraswati dilukiskan sebagai Dewi yang sangat cantik dan
bertangan empat yang masing-masing memegang Genitri , kropak, Wina dan Teratai serta
didekatnya, terdapat burung merak dan angsa. Semua lukisan (lambang) di atas merupakan suatu
simbol yang masing-masing memiliki makna :
1. Dewi yang cantik dan berwibawa menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang
amat menarik dan mengagumkan. Kecantikan Dewi Saraswati bukanlah kemolekan yang dapat
merangsang munculnya nafsu birahi.
Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. Karena itu dalam
Kakawin Niti Sastra ada disebutkan bahwa orang yang tanpa ilmu pengetahun, amat tidak menarik
biarpun yang bersangkutan muda usia, sifatnya bagus dan keturunan bangsawan. Orang yang
demikian ibarat bunga merah menyala tetapi tanpa bau harum sama sekali
2. Kropak ialah lambang dari sumber ilmu pengetahuan.
3. Genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang
atau alat untuk melakukan japa. Ber-japa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan
berulang-ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk
mendekatkan diri pada Tuhan. Ini berarti pula, ilmu pengetahuan yang mengajarkan menjauhi
Tuhan adalah ilmu yang sesat.
4. Wina yaitu sejenis alat musik, yang di Bali disebut rebab. Suaranya amat merdu dan melankolis.
Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat
tinggi.
5. Bunga Teratai/Lotus,mampu tumbuh dengan subur dan menghasilkan bunga yang indah walaupun
hidupnya di atas air yang kotor.Teratai melambangkan kesucian Hyang Widhi dan merupakan
simbul dari ilmu pengetahuan itu sangat suci.
6. Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi
dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun
makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan
yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah
dapat menguasai ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka.
Wiweka artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek dan
yang benar dengan yang salah.
7. Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan
adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan.

Umat sedarma yang berbahagia,


Dengan memiliki pengetahuan maka kita akan menjadi orang “tahu” atau mengetahui
berbagai hal baik tentang hakekat /keberadaan hidup itu sendiri, maupun cara/jalan semestinya
dilakukan dalam hidupnya. Maka jika kita tidak berpengetahuan, kita dipersaamakan dengan orang
buta masuk gua (sudah buta masuk gua pula alangkah gelapnya). Dalam kondisi seperti itu, jelas
kita akan banyak membuat kesalahan, yang artinya banyak membuat dosa dalam hidup. Atas dasar
pemahaman itu maka orang yang memiliki ilmu pengetahuan dijamin akan terhindar dari dosa.
Demikialah sedikit pesan dharma yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua. Apabila ada kata-kata saya yang kurang berkenan di hati umat sedharma sekalian saya
mohon maaf dan kehadapan Brahman saya mohon ampun. Karena pepatah mengatakan “tan hhana
wang sweta nulus” tidak ada manusia yang sempurna. Saya ucapkan terima ksih atas perhatiannya
dan saya akhiri dengan mantram puja santih.
Om śāntih śāntih śāntih om
Terima kasih saya ucapkan kepada pembawa acara atas waktu yang telah diberikan kepada saya.
Sebelumnya saya awali dengan salam panganjali
Om Swastyastu
Om avignamastu namosidham
Om sidhirastu tad astu ya namah svaha
Om anubadrah krtawo yantu wiswatah

Kepada Dewan Juri yang saya hormati,


Kepada Panitia dan Peserta Lomba Dharma Wacana yang saya hormati

Pertama marilah kita menghaturkan puja astungkara ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa karena atas asung krtawaranugrahaNya kita dapat menghadiri acara ini dengan keadaan
baik dan selamat.
Pada kesempatan ini saya akan membawa pesan dharma yang berjudul “Etika dalam Sembahyang”.

Umat sedharma yang saya hormati,


Kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pola atau tingkah laku yang
baik, sementara itu sembahyang terdiri atas dua kata “sembah” yang berarti sujud atau sungkem
yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan,
perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya
sikap pikiran dan “Hyang” berarti yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam
pemujaan , yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Di dalam bahasa sehari-hari kata sembahyang atau ‘’mebhakti” atau “maturan” disebut
“muspa” karena dalam persembahyangan itu lazim juga dilakukan dengan persembahan
kembang (puspa). Disebut “mebhakti” karena inti dari persembahan itu adalah penyerahan diri
setulus hati tanpa pamrih kepada Hyang Widhi.

Manfaat sembahyang adalah untuk memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi jernih,
sikap-sikap sembahyang seperti asana, Pranayama dan sikap duduk untuk padmasana,
siddhasana, sukhasana, dan bajrasana dapat membuat otot dan pernafasan menjadi bagus. Selain
untuk kesehatan, bersembahyang dan berdoa juga mendidik kita untuk memiliki sifat ikhlas,
karena apa yang ada di dalam diri dan di luar diri kita tidak ada yang kekal, cepat atau lambat
akan kita tinggalkan atau berpisah dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat meringankan
rasa penderitaan yang kita alami, karena kita telah paham benar akan kehendak Hyang Widhi.

Sembahyang dengan tekun akan dapat menghilangkan rasa benci, marah, dendam, iri hati
dan mementingkan diri sendiri, sehingga meningkatkan cinta kasih kepada sesama. Membenci
orang lain sama saja membenci diri sendiri karena Jiwatman yang ada pada semua makhluk
adalah satu, bersumber dari Tuhan, seperti yang diajarkan dalam ajaran Tat Twam Asi yang
artinya kamu adalah aku. Kemudian dengan sembahyang kita dimotivasi untuk melestarikan
alam, karena bersembahyang membutuhkan sarana yang berasal dari alam, seperti bunga, daun,
buah, dan air.
Sebagaimana tercantum pada Bhagavadgita IX.26
yang berbunyi:

Patram puspam phalam toyam,


Yo me bhaktya prayacchati,
Tad aham bhakty-upahrtam,
Asnami prayatatmanah.

Artinya:
siapapun yang sujud bakti kepada-Ku mempersembahan sehelai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima sebagai bakti persembahahan dari orang yang berhati
suci.
Dewan juri dan umat sedharma yang saya hormati,
Ada hal lain yang harus kita jaga ketika melaksanakan sembahyang terutama ketika
sembahyang dilaksanakan di Pura Kahyangan, yakni tingkah laku; dalam media Media
Hindu.com pada hari Jumat 5 januari 2018 menjelaskan tentang bagaimana sembahyang yang
baik dan benar di pura, bersembahyang perlu suasana yang hening, damai, dan sakral. Sedapat
mungkin usahakan agar anak-anak tidak ribut, berkelahi, menangis atau tertawa terbahak-bahak
di pura. Selagi bersembahyang ibu-ibu yang memomong anak dapat menitipkan anaknya di jaba
Pura kepada anggota keluarga yang lainnya, seterusnya diatur untuk bersembahyang bergiliran.
Dapat juga anak-anak dibawa bersembahyang asal diyakini tidak akan ribut di Pura. Wanita
dilarang masuk ke Pura dengan rambut terurai atau yang sering kita sebut megambahan karena
rambut wanita yang terurai simbol; marah,atau “nesti”. Semuanya bertentangan dengan hakekat
tujuan ke Pura. Keadaan sedang berkeringat banyak, berpakaian tidak layak, dalam keadaan
marah, sedih, atau terlalu gembira juga dilarang masuk ke Pura.
Berbicara mengenai bagaimana tata cara masuk ke Pura, dewasa ini lagi ngetren gadis-
gadis bahkan juga ibu-ibu pergi ke Pura memakai kebaya yang terbuat dari bahan tipis seperti
kaca sehingga dengan jelas terlihat busana dalamnya, dan bentuk tubuh yang menonjol juga
terlihat. Hal ini sangat bertentangan dengan norma Agama karena akan mengganggu konsentrasi
orang lain yang sedang bersembahyang.
Jika umat Islam bersembahyang dengan berusaha menutup auratnya sebanyak mungkin,
kenapa kita kok bersembahyang dengan menonjolkan aurat, malukan? Nah para remaja putri,
sadarlah, bersembahyang dengan pakaian yang baik dan sopan. Nanti ada tempatnya dan
waktunya di mana remaja putri dapat memamerkan kemolekannya. Tetapi jangan di Pura.
Kemudian hal yang paling sering terjadi yang dapat membuat suasana di dalam Pura
tidak tenang adalah ngobrol bahkan sambil ngegosip, padahal seharusya di dalam melaksanakan
sembahayang di Pura yang boleh berkumandang adalah suara genta atau bajra, suara sulinggih
yang melafalkan doa dan juga suara kidung. Namun kenyataannya hal ini jauh kalah dengan
suara obrolan umat terutama ketika pembagian tirta. Maka dalam kesempatan ini saya berpesan
janganlah kita melakukan hal itu, sebaiknya kita saling menjaga diri masing-masing sebab
obrolan-obrolan tanpa kita sadari dapat menyinggung perasaan orang lain. Dalam Nitisastra
sargah V. Bait 3 yang menyatakan bahwa:

Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta
manemu duhka, wasita nimitanta manemu mitra
Artinya : Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan, Karena berbiacara engkau
mendapat kematian, Karena berbicara engkau menemukan kesusahan, dan Karena berbicara pula
engkau mendapat sahabat.

Maka dari itu umat sedharma berhati-hatilah dalam berbicara sebab kata-kata yang kita
ucapkan bisa saja menyakiti orang lain, apabila ini terjadi di Pura tentu saja akan mengganggu
jalannya persembahyangan. Ada sebuah kutipan lagu yang dapat kita jadikan referensi untuk
meningkatkan sraddha dan bakti kita:
Yaitu lagu dari Ebiet G ade yang berjudul harus kita renungan
Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tegaklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat 2x

Anugerah dan bencana adalah kehendakNya


Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
Adalah Dia di atas segalanya....

Dewan juri dan umat sedharma yang saya hormati


Marilah kita sama-sama menjaga kesucian tempat ibadah kita, selain dengan cara
membersihkan lingkungannya juga penting untuk menjaga diri dari keinginan yang berlebihan,
pikiran yang tidak baik, ucapan serta etika dalam melaksanakan sembahyang di Pura sebagai
upaya meningkatkan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama juga
manusia dengan lingkungan sehingga Moksartham jagadhita ya ca iti dharma dapat kita raih.
Demikian dharma wacana yang dapat saya sampaikan. Semoga uraian Etika Dalam
Sembahyang dapat bermanfaat bagi kita semua. Saya mohon maaf apabila ada hal-hal yang
kurang berkenan selama penyampaian dharma wacana. Akhir kata saya tutup dengan salam
paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih, Om.


Om Swastyastu
Om avighnamastu nama sidham
Om sidhirastu tad astu swaha
Om narayana
Om saraswati jaya
Pinandita yang saya sucikan
Sebagai umat yang memiliki srada dan bhakti marilah kita mengucapkan puji dan syukur
kehadirat ida sang hyang widhi wasa atas asung kerta wara nugraha-Nya sehingga kita bisa
berkumpul ditempat yang kita sucikan ini
Umat sedharma yang berbahagia
Dewasa ini diera globalisasi banyak kita temui orang-orang yang tidak puas akan apa yang
dimilikinya,mereka hanya mengejar kesenangan duniawi dan selalu ingin menikmati kemewahan
dan memuaskan nafsu-nafsu didalam dirinya tanpa menanamkan rasa kepuasan dalam diri mereka
.Sehingga hal inilah yang mendasari saya untuk membawakan Dharma wacana yang berjudul
“ MENGENDALIKAN KEINGINAN DAN KEPUASAN DIDALAM DIRI “
Umat sedharma yang berbahagia

Sebelum saya memaparkan materi ini,pasti dalam benak kita timbul pertanyaan kenapa
manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya? Dan apa yang menyebabkan manusia
tidak pernah puas?yang menyebabkan manusia tidak puas dalam hidupnya adalah karena ia tidak
bisa mengekang hawa nafsu atau keinginan-keinginan didalam dirinya..Didalam samkhya yoga
dikatakan kita harus berusaha sungguh-sungguh agar mendapatkan pengetahuan atma dan dengan
demikian engkau akan memperoleh kebahagiaan abadi.Jangan biarkan diri kita terdorong oleh
bermacam-macam nafsu,karena hal ini dapat menjerumuskan kita pada jurang
penderitaan,Sebaiknya kita harus puas dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan.Sebagaiman
telah dijelaskan dalam bhati yoga ,Krsna menyebutkan ada 26 sifat mulia seorang abdi Tuhan
diantara sifat ini sifat merasa puas merupakan ciri khas yang penting dan menonjol pada seorang
bhakta .Hal ini berarti kita tidak hanya mengejar kesenangan duniawi saja namun selalu bisa
mengendalikan diri kita seperti dalam ajaran agama hindu mengendalikan diri dari keinginan –
keinginan itu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui panca yama bratha dan panca nyama
brata .Panca yama berata ini berarti lima macam cara untuk mengendalikan keinginan agar tidak
melalukan perbutan yang melangar susila.yang bagian-bagiannya dalah

· Ahimsa : Tidak melakukan kekerasan ,baik melalui pikiran,perkataan maupun perbuatan


· Brahmacari : Masa untuk menuntut ilmu pengetahuan
· Satya “selalu setia dan jujur sehingga orang akan senang berteman dengan kita
· Awyawarika : melakukan usaha menurut dharma
· Astainya :tidak mencuri harta benda orang lain
Sedangkan panca nyama bratha yaitu lima pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai
kesempurnaan dan kesucian yang salah satu pembagiannya adalah akroda (tidak marah ) Orang
yang ingin hidup tenang dan bahagia selalu berusaha untuk mengendalikan
keingiannya.Keinginan itu tak ubahnya dengan lalat,hinggap disana sebentar kemudian hinggap
disini juga sebentar .pindah dari satu benda kebenda yang lain ,apabila suatu keingianan
tidak tercapai maka timbullah kekecewaan..jika orang selalu mengendalikan pikiran maka hati
kita akan tenang dan tentram namun Jika kita mengutamakan harta dan segala kesenangan
duniawi maka kesengsaraan dan kehanjuran yang akan kita dapatkan.
Umat sedharma yang berbahagia
Hati manusia yang tidak pernah puas dapat diumpamakan dengan keranjang bambu yang
berlubang-lubang .Jika kita menimba air dari sumur dengan keranjang bambu yang berlubang
maka seluruh air sudah keluar melalui lubang sehingga tak setetes airpun akan tersisa untuk
menghilangkan dahaga. Begitu pula jika kita diliputi oleh nafsu,keinginan,dan keserakahan kita
akan mendapati seluruh rasa puas dalam diri sudah hilang sebelum sempat menikmati pemenuhan
keinginan .Satu nafsu akan menimbulkan nafsu yang lain disini saya contohkan Orang yang tidak
punya apa-apa sama sekali akan merasa bahagia dan puas bila mendapat uang sepuluh ribu tetapi
orang itu juga kan berpikir alangkah enaknya kalau ia mendapatkan uang seratus ribu begitu
seterusnya. selain itu juga ada manusia yang sudah diberikan kesempurnaan oleh tuhan masih
belum merasa puas dalam dirinya . Misalnya orang yang melakukan oprasi plastik dalam mukanya
yang bertujuan untuk membentuk wajahnya yang lebih cantik,kemudian oprasi ,badan misalnya
badan yang gemuk dan berlemak dioprasi sehingga menghasilkan bentuk badan yang indah dan
ideal serta angota tubuh yang lainnya sehingga kelihatan lebih menarik .Dengan
demikian akhirnya ia ingin dianggap sebagi orang yang penuh dengan kesempurnaan.seperti
halnya Tuhan ,Namun manusia tidak akan pernah mampu mencapai sifat ketuhanan apa lagi
dengan bantuan uang dan kekayaan sementara kemampuan manusia melampaui batas ,selain ingin
lebih bahkan tanpa memikirkan akibatnya.

Seperti kutipan sloka bhagawad gita III.39


Avrtam jnanam etena
Jnanino nityam vairina
Kama rupena kaunteya
Duspurenanalena ca
Artinya :
Tertutuplah ilmu pengetahuan kebajikan itu oleh nafsu yang tidak puas - puasnya pada
mereka,yang merupakan musuh utama,wahai arjuna.
Dari kutipan sloka diatas sangat jelas dikatakan bahwa apabila kita tidak bisa
menengendalikan nafsu-nafsu atau keinginan serta kepuasan dalam diri kita maka pengetahuan
kebajikan atau pengetahuan yang baik akan tertutup di dalam diri kita sehingganya hal Inilah yang
merupakan musuh utama didalam diri manusia
Dari uraian saya tadi dapat disimpulkan bahwa kita sebagai manusia hendaknya bisa
mengendalikan keinginan dan selalu bersyukur serta selalu merasa puas dengan apa yang telah
diberikan oleh tuhan ,karena tak ada satupun didunia ini yang kekal selain tuhan itu sendiri oleh
karena itu kita harus mengendalikan keinginan serta selalulah menanamkan rasa puas dalam diri
kita
Umat sedarma yang berbahagia
Mulai sekarang marilah kita berbenah diri dan selalu berbuat dharma serta binalah sifat-sifat luhur
dalam diri kita sehingga tuhan akan menuntun kita untuk mencapai hidup yang lebih baik
Umat sedharma yang berbahagia
demikianlah dharma wacana yang dapat saya bawakan pada kesempatan ini saya akhiri dharma
wacana ini dengan parama santi

Om shanti,,shanti,shanti om
Om Swastyatu

Yang saya hormati bapak dosen, serta teman-teman semua yang saya banggakan.
Marilah kita haturkan rasa anghayubagia kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas
asung kerta wara nugraha-Nya kita dapat berkumpul kembali disini dengan keadaaan sehat. Pada
kesempatan hari ini saya ijinkan saya menyampaikan pesan dharma yang berjudul “Karma Phala
sebagai penuntun hidup manusia”.

Teman-teman yang berbahagia


Seringkali kita semua mendengar tentang tentang kejadian-kejadian yang sangat mengerikan
seperti tsunami, gempa, longsor dan banyak lagi yang menyebabkan puluhan ribu nyawa
meninggalkan badannya. Tanpa kita sadari secara mendalam bahwa semua kejadian itu adalah
bagian dari karma yang telah kita semua lakukan dimasa lalu atau bahkan dimasa sekarang.

Hukum karma itu sangat lah berpengaruh terhadap kejadian-kejadian yang kita alami dalam
menjalani kehidupan ini, karena semua kejadian itu adalah hasil dari perbuatan kita yang
terdahulu.

Hukum karma itu seperti halnya kita menanam sebuah pohon yang nanti buahnya akan kita petik.
Seperti dijelaskan dalam kitab slokantara 68

“Karmaphala ngaran ika pahalaning gawe hala ayu”


Artinya :
Karma phala artinya akibat atau buah dari perbuatan buruk maupun baik. Sebagaimana sudah
menjadi hukum karma segala sebab pasti membawa akibat.

Para mahasiswa yang budiman,


Phala atau hasil dari perbuatan tidak selalu langsung kita rasakan atau kita petik. Ada yang kita
rasakan langsung, ada yang dirasakan kemudian hari, dan ada yang dinikmati pada kehidupan yang
akan datang. Bahkan hasil dari perbuatan kita yang terdahulu kita rasakan sekarang ini. Kita hidup
di dunia ini dan bertatap muka seperti sekarang ini adalah hasil dari perbuatan kita terdahulu.
Seperti halnya konsep karma phala yaitu :
1. Sancita Karma Phala : Hasil perbuatan terdahulu dirasakan sekarang.
2. Prarabdha Karma Phala : Hasil perbuatan sekarang dinikmati sekrang juga
3. Kriyamana Karma Phala : hasil perbuatan sekarang dinikmati dikehidupan yang akan datang.

Jadi, teman-teman sekalian cepat atau lambat kita semua akan merasakan hasil dari baik buruknya
perbuatan kita. Apabila kita sering berbuat tidak baik maka kita akan mendapat karma yang tidak
baik, begitu juga perbuatan baik yang kita lakukan maka hasilnya akan baik juga. Untuk itu
hendaknya kita semua menyadari bahwa baik atau buruknya kajadian yang kita hadapi adalah hasil
dari perbuatan kita dan harus kita syukuri.

Teman-teman yang berbahagia


Mulai saat ini kita harus memperbaiki perbuatan kita yang kurang baik agar kita dapat memeroleh
hasil yang baik. jangan pernah kita menyombongkan diri, iri, berbauat tidak baik kepada orang
lain karena itu hanya akan memciptakan hasil buruk untuk diri kita sendiri dimasa depan.
Belajarlah untuk selalu rendah hati dan sabar, karena buah dari kesabaran dan kerendah hati-an
dapat menghasilkan karma yang baik untuk diri kita. Seperti ucapan dari seorang tokoh sosialis
bernama Gobind Vasdev yang mengatakan

“ Belajarah untuk merendah sampai tak seorang pun dapat merendahkan mu, belajarlah mengalah
sampai tak seorang pun dapat mengalahkan mu”.

Terkadang kita memang merasa jengkel ketika kita dihina oleh orang lain, marah ketika difitnah
namun apakah kemarahan kita dapat menghilangkan fitnahan dan hinaan itu?
Ada sebuah cerita yang ditulis dalam buku berjudul Happynes Inside

“ada dua orang si A dan B, si A memiliki sifat sabar dan rendah hati dan si B bersifat pemarah,
keduaanya mendapatkan fitnahaan dari si C, mendengar fitnaahan itu si A yang penyabar hanya
menganggap si C sebagai orang gila dan tidak mau meladeni si C, dan si B yang pemarah dia
langsung mendatangi si C dan menghajarnya sampai mati karena tidak terima difitnah. Apa yang
terjadi selanjunya pada si A dan si B?

Si A yang hanya menganggap si C orang gila dia tetap bisa berkumpul dengan keluarganya dan
tersenyum bahagia tapi si B dia sekarang mendekam di jeruji besi karena telah membunuh si C
dan si C sendiri dia mati dengan sia-sia sebagai hasil dari perbuatanya”

Dari cerita itu dapat dapat kita ambil pelajaran bahwa sebagai manusia yang memiliki fikiran
hendaknya kita selalu berfikir panjang dalam setiap melakukan tindakan yang akan kita lakukan
agar kita tidak menyesal dikemudian hari.

Teman-teman se-Dharma yang berbahagia


Hendakanya kita sebagai mahasiswa STAH Dharma Nusantara dapat berbuat, berkata dan berfikir
yang baik agar kita selalu dalam kebaikan baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan
datang.

Mulailah dari sekarang untuk melakukan hal-hal yang baik agar masa depan kita dapat baik pula.

Kita haruslah selalu berpegang teguh pada kebenaran jangan sampai hati mu tergoyahkan oleh hal-
hal yang tidak benar.

Sekian pesan dharma yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat untuk kita semua dan semoga
kita selalu berbuat dalam kebaikan.

Hidup bagaikan menulis sebuah cerita, maka tulis lah cerita-cerita baik dalam hidup mu agar diri
mu dikenang sepanjang masa.

Saya tutup dengan paramasanti


Om, Santi Santi Santi Om
Om Swastyastu,
Om Awighnam Astu Namo Sidham,
Om Anobaddrah krattavoyantu wiswatah,
( Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru )

Pertama-tama, marilah kita menghaturkan puja astungkara kepada Ida sang Hyang Widhi Wasa
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asungkerta waranugrahaNya pada hari ini kita semua dapat
melaksanakan kegiatan Lomba Temu Karya Ilmiah khususnya dalam bidang dharma wacana ini
dengan keadaan yang tidak kurang suatu apapun.

Kedua, tidak lupa kita juga patut menghaturkan puji astuti bakti kepada para Maha Rsi, Empu,
dan para pujangga serta kepada para leluhur, yang telah memberikan jalan dan tuntunan sucinya
kepada kita semua sehingga dengan bekal itu semoga kita dapat mencapai Jagadhita dan Moksa.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan Dharma Wacana atau wacana suci tentang ajaran
agama Hindu yakni dengan tema TRI KAYA PARISUDHA.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Di zaman modern saat ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi yang bisa kita bilang
sangat canggih serta ramah lingkungan, tetapi itu akan tidak bisa disebut sebagai tehnologi
ramah lingkungan jika kecanggihan itu disalah gunakan oleh manusia itu sendiri. Perlu kita
ketahui bahwa, sebenarnya di Hindu sudah jauh lebih dulu mengenal tehnologi tersebut, hanya
saja dikemas dalam kemasan yang berbeda. Contohnya dizaman sekarang kita mengenal dengan
adanya internet, dalam internet itu banyak sekali situs-situs yang menarik perhatian kita, bahkan
ada juga orang yang hilang gara-gara situs itu, peristiwa ini sebenarnya mirip dengan kejadian
yang ada dalam cerita Itihasa yakni dalam Ramayana, yaitu adanya pusaka yang namanya pusaka
Cupu Manik Astagina milik Dewa Surya. Yang mana dalam pusaka ini kita juga bisa melihat
seluruh isi dunia ini hanya dengan membuka tutup pusaka itu. Namun hal ini juga
mengakibatkan bencana bagi manusia.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Sebenarnya kejadian semacam itu tidak akan terjadi jika kita sebagai umat manusia selalau
berpedoman kepada ajaran suci Weda. Dan didalam ajaran agama Hindu kita telah diajarkan
tantang pedoman suci untuk menjalani kehidupan ini, yaitu Tri Kaya Parisudha yang artinya tiga
perbuatan yang benar atau yang disucikan. Bagian dari Tri Kaya Parisudha ini adalah pertama,
Manacika Parisudha yang artinya berpikir yang suci atau yang benar, kedua, Wacika Parisudha
yang artinya berkata yang benar, dan ketiga Kayika Parisudha yang artinya berbuat yang benar.
Maksud berpikir, berkata, dan berbuat yang benar ini dianggap benar jika selalu mengacu pada
pandangan Dharma (kebenaran).
Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Untuk lebih jelasnya saya akan menguraikan bagian-bagian dari Tri Kaya Parusudha ini. Yang
pertama adalah Manacika Parisudha. Manacika Parisudha artinya adalah berpikir yang suci atau
yang benar. Kita sebagai umat Hindu dengan adanya pedoman hidup ini diharapkan mampu
menjaga kesucian pikiran kita yakni dengan ajaran dharma itu sendiri, sebab ada pepatah lama
mengatakan “dari telaga yang jernih mengalirlah air yang jernih pula”, maksudnya adalah jika
pikiran kita suci atau bijaksana maka perkataan dan perbuatan yang akan kita lakukan pasti akan
sejalan pula hal ini juga dijelaskan dalam sastra suci hindu yakni didalam Sarasamuccaya sloka
79 yang berbunyi sebagai berikut :
“Manasa nicayam krtva tato vaca vidhiyate,
Karmana pascat pradhanam vai manastatah.”
Artinya
“pikiranlah yang merupakan unsur yang menentukan, jika penentuan perasaan hati sudah
terjadi, maka mulailah orang berkata, atau melakukan perbuatan, oleh karena itu pikiranlah
yang menjadi pokok sumbernya”.
Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Jadi sloka tersebut mengandung makna bahwa semua yang kita lakukan adalah bersumber dari
pikiran kita jika kita mau disebut sebagai orang yang bijaksana maka kita harus bisa menjaga
pikiran kita dari godaan Sad Ripu dan lain sebagainya. Jadi itulah makna dari manacika
parisudha itu sendiri.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Selanjutnya bagian Tri Kaya Parisudha yang kedua adalah Wacika Parisudha. Wacika Parisudha
artinya berkata yang benar atau yang disucikan. Kita sebagai umat manusia yang sudah dibekali
akal pikiran harus selalu berusaha menjaga perkataan kita itu. Sebab jika perkataan itu kalau
tidak terkontrol pasti akan dapat menimbulkan bencana baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Contoh kasus nyata yang mungkin masih sangat kita ingat sampai sekarang yakni gara-gara
banyaknya beredar isu-isu yang tidak jelas kebenaranya menyebabkan terjadinya bentrokan
bahkan menyangkut tentang sara yaitu pasti kita tahu tentang kerusuhan yang pernah terjadi di
Lampung dan Sumbawa serta banyak lagi daerah yang lainya. Kasus itu sebenarnya bermula
karena banyaknya berita yang belum tentu kebenaranya, oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab telah memecah belah keharmonisan bangsa ini dengan jalan memprovokasi kita semua.
Maka dari itu saya mengajak semuanya, mari kita jaga ucapan kita jangan sembarangan dalam
berucap sebab ada pepatah mengatakan “mulutmu harimau mu” yang bisa-bisa akan
mencelakakan diri kita dan orang banyak. Berkenaan dengan itu didalam kitab Nitisastra sargah
V.3 menyebutkan sebagai berikut :
“Wasita nimittanta manemu laksmi,
Wasita nimittanta pati kapangguh,
Wasita nimittanta manemu duhka,
Wasita nimittanta manemu mitra”.
Artinya:
Dengan perkataan engkau akan mendapatkan bahagia,
Dengan perkataan engkau akan menemui kematian,
Dengan perkataan engkau mendapat kesengsaraan,
Dengan perkataan engkau akan mendapatkan teman.
Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia,

Jadi makna yang terkandung dari sloka yang diatas adalah perkataan itu adalah bagaikan sabetan
pedang, dan perkataan itu adalah ibarat tinta yang artinya apa yang kita ucapkan pasti akan
menimbulkan bekas atau akibat, oleh karena itu marilah kita jaga ucapan kita untuk
menumbuhkan keharmonisan diantara kita.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Setelah kita berbicara tentang pikiran dan perkataan yang baik marilah kita lanjutkan dengan
bagian Tri Kaya Parisudha yang ketiga yaitu Kayika Parisudha. Kayika Parirudha artinya adalah
berbuat yang benar atau yang disucikan. Dalam kehidupan ini kita mengenal antara perbuatan
yang kita disadari dan perbuatan yang tidak kita sadari. Kedua perbuatan ini tantunya pernah
kita lakukan.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Yang mana perbuatan itu dikatakan disadari apabila perbuatan yang kita lakukan itu telah
terkontrol oleh pikiran itu sendiri. Maksudnya perbuatan itu kita lakukan dengan dibawah
kesadaran kita, dan kita sudah mempertimbangkan perbuatan itu sebelumnya. Sedangkan
perbuatan yang tidak kita sadari maksudnya adalah perbuatan yang berada diluar pertimbangan
atau kesadaran kita. Contohnya jika kita bebicara dengan seorang Pedanda bahasa yang kita
gunakan adalah bahasa yang sesuai dengan Pedanda. Namun jika kita tidak mengerti tentang
etika itu mungkin secara tidak sadar kata-kata atau perbuatan kita akan menyalahi aturan dan hal
itu akan memalukan diri kita sendiri. Dalam ajaran agama hindu kita telah diajarkan tentang
susila, oleh sebab itu perbuatan kita haruslah bercermin pada tata susila atau etika yang ada dan
berkembang saat ini. Dengan kita mematuhi tatanan susila yang ada maka kehidupan yang
harmonis akan kita dapatkan. Karena perbuatan itu adalah implementasi dari pikiran dan ucapan
maka kita wajib dan harus selalu berusaha untuk mengontrol semua tingkah laku kita. Marilah
kita menjadi orang “Dhira” atau orang yang berilmu dan berbudi pekerti yang dapat menguasai
pikiran perkataan maupun perbuatan.
Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Implementasi dari ajaran Tri Kaya Parisudha selalu berpayung pada wiweka, yaitu kemampuan
untuk menimbang dan membedakan antara perbuatan yang baik dengan yang buruk serta antara
perbuatan yang salah dengan perbuatan yang benar. Karena tidak semua perbuatan baik itu itu
benar, dan sebaliknya tidak semua perbuatan yang buruk itu salah. Contohnya bernyanyi dengan
suara yang indah dan nyaring adalah baik untuk menghibur namun perbuatan itu bisa menjadi
salah ketika pada saat itu tetangga kita sedang sakit parah dan suara kita mengganggunya. Jadi
dengan demikian pikiran, perkataan dan perbuatan kita harus benar-benar dikendalikan dan harus
bisa menyesuaikan tempat dan situasinya.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Dari uraian yang telah saya sampaikan, maka dapat kita simpulkan bahwa apa yang kita perbuat
pasti membawa hasil itu buruk maupun baik. Bahkan berpikirpun kita akan membawa hasil.
Maka dari itu kita harus menguasai pikiran, perkataan dan perbuatan kita berdasarkan dharma
atau kebenaran jangan sebaliknya, pikiran atau sad ripu yang menguasai kita. Dengan menguasai
dan menanamkan pedoman hidup ini dalam lubuk hati maka awighnam astu kita akan selalu
memperoleh kebahagiaan dan kita akan menjadi manusia yang bijaksana.

Hadirin Umat Sedharma Yang Berbahagia

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, jika ada kurang lebihnya saya sebagai manusia biasa
sepatutnya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhirnya saya haturkan puja parama santi
Om Santih Santih Santih Om (semoga damai di hati di dunia dan damai selalu).

Anda mungkin juga menyukai