Anda di halaman 1dari 2

DHARMA WACANA

JUDUL : MAKNA DAN TATA CARA PERSEMBAHYANGAN UMAT HINDU

Rekan-rekan Brahmacari yg berbahagia, persembahyangan merupakan salah satu


bukti nyata bagi seorang pemeluk agama dalam menjalankan agamanya. Persembahyangan
merupakan salah satu bentuk sraddha dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas
karunia yg dilimpahkan. Pada kesempatan ini, saya akan mengajak umat sedharma untuk
bersama-sama memahami makna dan tata cara persembahyangan dalam agama Hindu.
Rekan -rekan Brahmacari yg berbahagia, salah satu hakikat ini ajaran agama adalah
sembahyang. Sembahyang terdiri atas dua kata yakni sembah yg berarti sujud atau sungkem
yg dilakukan dengan cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan,
perasaan hati atau pikiran baik dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya
hanya sikap pikiran dan hyang berarti yg dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam
pemujaan, yaitu Tuhan Hyang Maha Esa.

Didalam bahasa sehari-hari kata sembahyang atau “mebhakti” atau “maturan”.


Disebut “muspa” karena dalam persembahyangan itu lazim juga dilakukan dengan
persembahan kembang (puspa). Disebut “mebhakti” karena inti dari persembahan itu
adalah penyerahan diri setulus hati tanpa pamrih kepada Hyang Widhi. Manfaat
sembahyang adlah untuk memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi jernih, sikap
sembahyang seperti asana (padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana) membuat
otot dan pernafasan menjadi bagus,. Selain untuk kesehatan, bersembahyang dan berdoa
juga mendidik kita untuk memiliki sifat ikhlas. Keikhlasan inilah yg dapat meringankan
penderitaan yg kita alami karena kita telah paham benar akan kehendak Hyang Widhi.
Bersembahyang juga dapat menentramkan jiwa karena adanya keyakinan bahwa Tuhan
selalu melindungi umat-Nya. Sembahyang dengan tekun akan dapat menghilangkan rasa
benci, marah, dendam, iri hati dan mementingkan diri sendiri, sehingga meningkatkan cinta
kasih kepada sesama. Membenci orang lain sama saja membenci diri sendiri karena
Jiwatman yg ada pada semua makhluk adalah satu, bersumber dari Tuhan, seperti yg
diajarkan dalam ajaran Tat Twam Asi.

Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir
seperti pakaian, bunga, dupa, sikap duduk, pengaturan nafas dan sikap tangan. Sedangkan
persiapan batin adalah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan
sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut :

1. Asuci laksana, yaitu membersihkan badan dengan mandi.


2. Pakaian, hendaknya memakai pakaian sembahyang yg bersih serta tidak
mengganggu ketenangan pikiran dan sesuai dengan Desa Kala Patra (waktu, tempat,
dan keadaan).
3. Bunga dan kwangen, yaitu lambang kesucian sehingga di usahakan memakai bunga
yg segar, bersih, dan harum.
4. Dupa, yaitu simbol Hyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Hyang
Widhi.
5. Tempat duduk hendaknya tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang dan
diusahakan beralaskan tikar dan sebagainya. Arah duduk adalah menghadap
pelinggih.
6. Sikap duduk dapat dipilih sesuai Desa Kala Patra dan tidak mengganggu ketenangan
hati. Ada empat yaitu padmasana, siddhasana, sukhasana, dan bajrasana.
7. Sikap tangan yg baik pada waktu sembahyang adalah “ cakupang kara kalih “, yaitu
kedua telapak tangan dikatupkan diletakkan di depan ubun-ubun. Bunga atau
kwangen dijepit pada ujung jari.

Hendaknya dalam melakukan persembahyangan kita awali dengan melakukan Puja


Trisandya. Setelah melakukan Puja Trisandya, kita lanjutkan dengan melaksanakan Panca
Kramaning Sembah yg bermakna sebagai berikut :

1. Sembah pertama dengan tangan kosong (puyung) yg intinya bertujuan untuk


memohon kesucian dan memusatkan pikiran.
2. Sembah kedua, ketiga dan keempat dengan memakai bunga dan kwangen dengan
tujuan penyampaian rasa hormat kepada Tuhan, penyampaian hormat kepada sifat
wujud-Nya dalam segala manifestasi-Nya dan kepada para Dewa, serta
penyampaian permohonan maaf dan permohonan anugrah.
3. Sembah kelima, yaitu sembah tangan kosong yg merupakan sembah penutup
sebagai rasa terima kasih atas rahmat-Nya dan mengantarkan kembali keaalam gaib.

Setelah melakukan persembahyangan, umat dipercikkan 3-7 kali di kepala, 3 kali


diminum dan tiga kali mencuci muka (meraup). Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan hati
umat menjadi bersih dan suci. Kemudian mewija atau mebija dilakukan setelah metirtha yg
merupakan rangkaian terakhir dari suatu persembahyangan. Wija atau bija adalah biji beras
yg dicuci dengan air atau air cendana. Bila dapat diusahakan beras galih, yaitu beras yg utuh
tidak patah (aksata). Wija atau bija adalah lambing kumara, yaitu putra atau wija Bhatara
Siwa. Jadi, mewija mengandung makna menumbuh kembangkan benih ke-siwa-an itu
didalam diri umat. Rekan-rekan Brahmacari yg berbahagia, demikianlah dharma wacana yg
dapat saya sampaikan. Dharma wacana ini dapat saya simpulkan bahwa persembahyangan
merupakan wujud bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan terlebih dahulu
melakukan penyucian diri sehingga persembahyangan bisa dilakukan dengan
berkonsentrasi. Semoga uraian makna dan tata cara persembahyangan umat Hindu dapat
bermanfaat bagi umat sedharma.

Anda mungkin juga menyukai