A. Sarana Persembahyangan
Sarana persembahyangan tak terwujud misalnya; keyakinan atau kepercayaan (Sradha) dan mantra atau
pujya. Sarana ini hanya dapat kita rasakan dan didengarkan melalui ucapan.
Sarana persembahyangan berwujud misalnya; canang sari, kwangen, bunga, api atau dupa, air(tirtha)
dan bija(wija).
1) Canang Sari
Canang adalah pada dasarnya sebagai wujud dari perwakilan kita untuk menghadap kepada-Nya. Bila
diartikan lebih mendalam makna banten canang adalah:
1. Sebagai simbul perjuangan manusia yang selalu mohon petunjuk dan bantuan dari Ida Sang Hyang
Widhi.
2. Menumbuhkan pikiran yang jernih serta tulus, karena pikiran merupakan sumber segalanya tercermin
berupa perbuatan dan perkataan.
Canang sari adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap
sesajen/persembahan. Canang sari sebagai lambang angga sarira serta hidup dan kehidupan, yaitu:
a. Ceper
Ceper adalah sebagai lambang angga-sarira (badan), empat sisi dari pada ceper sebagai lambing dari
Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra, Panca Buddhindriya, Panca Karmendriya. Keempat itulah yang
membentuk terjadinya Angga-sarira (badan wadag) ini.
b. Beras
Beras sebagai lambang benih dalam setiap insan/kehidupan diawali oleh benih yang bersumber dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang berwujud Ātma.
c. Porosan
Sebuah Porosan terbuat dari daun sirih, kapur/pamor, dan jambe atau gambir sebagai lambing Tri-
Pramana, Bayu, Sabda, dan Idep (perbuatan, perkataan, pikiran).
e. Sampian Uras
Sampian uras melambangkan roda kehidupan dengan Astaa iswaryanya/delapan karakteristik yang
menyertai setiap kehidupan umat manusia.
f. Bunga
g. Kembang Rampai
Kembang rampai memiliki dua arti, yaitu: kembang berarti bunga dan rampai berarti macam-macam,
sesuai dengan arah pengider-ideran kembang rampai di taruh di tengah sebagai simbol warna brumbun,
karena terdiri dari bermacam-macam bunga.
h. Lepa
Lepa atau boreh miyik adalah sebagai lambang sikap dan prilaku yang baik.
i. Minyak wangi
1) Kwangen
Kalau dikaitkan dengan huruf suci, kwangen merupakan sejenis upakara simbol “Omkāra”. Adapun
unsur kangen tersebut antara lain:
a. Kojong kewangen
Lekukan kojong kewangen melambangkan “Arda Candra”, badan kojong melambangkan “Suku
Tunggal”.
b. Pelawa
Porosan silih asih simbol dari kedekatan umat dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
d. Sampian kewangen
e. Pis bolong
Uang kepeng simbol dari “Windu” (O), yaitu penyatuan Siwa Budha.
2) Bunga
Bunga sebagai simbul Tuhan diletakkan di ujung cakupan tangan pada saat menyembah dan sesudahnya
bunga tersebut diletakkan di atas kepala atau disumpangkan di telinga.
Bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga dipakai mengisi sesajen. Bunga perlambang ketulus
ikhlasan dan kesucian hati untuk menghadap pada sang pencipta.
3) Dupa
Api/Dupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga berbau harum dan menyala sebagai
lambang Agni dan berfungsi sebagai:
a. Api Berfungsi Sebagai Saksi Saat Umat Hindu melaksanaka Upacara Agama.
Api Berfungsi Sebagai Pembasmi Segala Kekotoran Dan Pengusir Roh Jahat.
4) Air (Tirtha)
Menurut jenisnya air yang dipakai dalam persembahyangan air dibedakan atas dua macam yaitu:
1. Air untuk pembersihan secara pisik.
b. Tirta Yang Didapat Dengan Cara Memohon Kepada Tuhan Yang Maha Esa beserta Segala
Manifestasinya.
Jenis-jens tirtha yang digunakan dalam upacara Panca Yadnya adalah sebagai berikut :
a) Tirtha Pembersihan, Untuk Membersihkan Umat Yang Akan Melaksanakan Upakara Dan
Menyucikan Berbagai Macam Upakara.
b) Tirtha Pengelukatan, Untuk Membersihkan Dan Menyucikan Para Umat Dan Upakara Yang Akan
Dipersembahkan, Agar Kotoran Dan Segala Letehnya Menjadi Suci.
c) Tirtha Wangsuhpada, Amertha Dai Tuhan Dan Para Dewata, Yang Dapat Dimihin Oleh Umat.
d) Tirtha Pemanah, Dimohon Dari Mata Air Yang Biasanya Digunakan Dalam Upacara Pitra Padnya.
e) Tirtha Penembak, Dibuat Oleh Para Sulinggih, Pendeta Atau Sang Dwijati Untuk Upacara Pitra
Yadnya.
f) Tirtha Pengentas, Dibuat Oleh Para Sulinggih Dalam Rangka Upacara Kematian Pitra Yadnya.
Bija adalah biji beras yang direndam dalam biji cendan, yang merupakan simbol atau lambang dari
kehidupan sebagai benih dari Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan bhasma (gandhaksa) adalah lambang
peleburan dosa atau kekotoran yang terdapat dalam tubuh manusia. Bija dianggap sebagai simbol benih
yang suci anugrah dari Tuhan dalam wujud Ardhanaresvari. Pemakaian pada saat selesai sembahyang
akan diletakkan diantar kedua kening. Tempat ini dianggap sebagai tempat mata ketiga (cudamani).
Penempatan bija di sini diharapkan menumbuhkan dan memberi sinar-sinar kebijaksanaan kepada
orang yang bersangkutan. Yang diletakkan di pangkal tenggorokan sebagai simbol penyucian dengan
harapan agar mendapatkan kebahagiaan. Kemudian ditelan sebagai simbol untuk menemukan kesucian
rohani dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan hidup.
B. Hari Raya Memuja TUHAN
Di dalam kerangka dasar agama Hindu hari raya keagamaan atau Rerahinan itu adalah merupakan
bagian dari upacara atau Ritual.
Kajeng Kliwon = 15 hari sekali = Memuja Hyang siwa, segehan pada hyang Durgha dewi. Di bawah pada
Sang Hyang Buchari, Sang Kala Buchari, Sang Durgha Bucari
Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka,
yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian
yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati
karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan
hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
2. Hari Raya Siwa Ratri.
Siwarâtri berarti malam renungan suci atau malam peleburan dosa. Hari Siwarâtri jatuh pada
Purwanining Tilem ke VII (Kapitu), ada hari ini kita melakukan puasa dan yoga samadhi dengan maksud
untuk memperoleh pengampunan dari Hyang Widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidya
(kegelapan).
1) Utama, melaksanakan:
2) Madhya, melaksanakan:
a. Upawasa.
b. Jagra.
1. Gunung
Sampai saat ini umat Hindu masih memiliki pandangan dan keyakinan bahwa gunung adalah tempat
atau linggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta istha-dewata dan Roh suci leluhur.
2. Lingga
Lingga adalah lambang Siwa. Lingga dan gunung menurut keyakinan umat Hindu, keduanya digunakan
sebagai lambang alam semesta, tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
3. Candi
Dilihat dari bentuknya, candi melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannnya, atap candi
melambangkan alam atas (Swah Loka) badan candi melambangkan alam tengah atau alam antara (Bwah
Loka), dan kaki candi melambangkan alam bawah (Bhur Loka). Candi merupakan salah satu karya
manusia yang menurut pandangan umat Hindu adalah simbol alam semesta
4. Meru
Meru merupakan simbol atau lambang andha bhuwana (alam semesta), tingkatan atapnya
melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan mikrokosmos).Berdasarkan
penjelasan dari Lontar Andha Bhuwana, dapat kita jabarkan bahwa Meru adalah lambang alam semesta
sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manefestasinya. Meru adalah
lambang gunung Maha Meru, gunung merupakan lambang alam semesta sebagai lingih atau sthana Ida
Sang Hyang Widhi Wasa beserta manefestasinya secara objektif.
5. Padmasana
Padmasana berasal dari kata Padma dan Asana. Padma berarti bunga teratai dan asana berarti tempat
duduk. Padmasana adalah tempat duduk dari bunga teratai. Dalam pandangan umat Hindu, padmasana
diartikan sebagai simbolis alam semesta sebagai sthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dibangun
dalam bentuk bangunan yang menjulang tinggi. Padmasana itu adalah lambang dari gunung Maha Meru
yang juga sebagai simbol alam semesta tempat bersthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
6. Pura
Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berdasarkan fungsinya,
Pura sebagai tempat suci umat Hindu dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a) Pura Jagat (umum) adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang
Widhi Wasa beserta segala macam prabhawanNya.
b) Pura Kawitan (khusus) adalah pura yang berungsi sebagai tempat suci untuk memuja Atma Sidha
Dewata (roh suci leluhur.)
Berdasarkan karakterisasi dan fungsi dari masing – masing pura, maka keberadaan pura tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat macam, antara lain sebagai berikut :
Pura ini memiliki ciri umum sebagai tempat pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan
segala manifestasiNya. Pura ini merupakan tempat pemujaan umum bagi seluruh umat Hindu, yang
disebut Pura Kahyangan Jagat. Adapun yang termasuk Pura Kahyangan Jagat adalah : Pura Sad
Kahyangan, Pura Dang Kahyangan, dan pelinggih – pelinggih Penyawagan.
b. Pura Territorial
Pura ini memiliki ciri – ciri kesatuan wilayah sebagai tempat pemuja suatu desa pakraman/adat. Pura
territorial ini juga disebut Pura Kahyangan Desa. Ciri khas suatu desa pakraman/adat adalah memiliki
tiga pura yang disebut Pura Kahyangan Tiga. Pura Kahyangan Tiga adalah tempat suci umat Hindu yang
difungsikan untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya
atau manifestasinya sebagai Tri Wisesa atau Tri Murti. Jenis Pura yang tergolong Kahyangan Tiga itu
adalah sebagai berikut :
c. Pura Desa atau Pura Bale Agung
Pura Desa atau Pura Bale Agung merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang
Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma.
d. Pura Puseh
Pura Puseh merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang widhi Wasa dalam
manifestasinya sebagai Dewa Wisnu.
e. Pura Dalem
Pura Dalem merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam
prabhawanya sebagai Dewa Siwa. Pura Prajapati merupakan tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dalam prabhawanya sebagai Sang Hyang Prajapati.
Pura Swagina adalah tempat suci umat Hindu untuk melakukan pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa beserta manifestasiNya.
Sumber :
http://phdi.or.id/artikel/arti-sarana-persembahyangan
http://anankwiryadi.blogspot.co.id/2009/11/sarana-persembahyangan-sarana.html
http://www.lenteradharma.com/2015/11/makna-kwangen-dalam-persembahyangan.html
http://dharmainyomanarya.blogspot.co.id/2014/08/blog-post.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Nyepi
https://panbelog.wordpress.com/tag/buda-kliwon-sinta/
https://lovehindubali.wordpress.com/hari-raya-agama-hindu/berdasarkan-pawukon/hari-budha-kliwon-
wuku-sinta-disebut-pagerwesi/
http://www.puragunungsalak.com/2014/04/buda-kliwon-gumbreg.html
http://hery-purnayasa.blogspot.co.id/2012/04/budha-kliwon-wuku-dungulan.html
http://sejarahharirayahindu.blogspot.co.id/2012/05/buda-kliwon-pegat-tuakan.html
https://kepemangkuanekajati.blogspot.co.id/2015/12/tumpek-landep.html
http://www.senaya.web.id/rainan.php
http://cakepane.blogspot.co.id/2015/01/upacara-dewa-yadnya-berdasarkan-pawukon.html
http://rah-toem.blogspot.co.id/2012/11/hari-suci-memahami-perhitungan-hari.html
http://ceritadewata.blogspot.co.id/2011/07/makna-penampahan-galungan.html
http://documents.tips/documents/hari-raya-galungan-dan-kuningan.html
http://wira-hady.blogspot.co.id/2014/01/bentuk-bentuk-fungsi-dan-pelestarian.html