Anda di halaman 1dari 12

  Canang Sari

1.1.1  Ceper
Ceper merupakan sebagai alas dari sebuah canang, yang memiliki bentuk segi empat.
Ceper adalah sebagai lambang angga-sarira (badan), empat sisi dari pada ceper sebagai
lambang/nyasa dari Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra.

1.1.2 Beras
Beras atau wija sebagai lambang Sang Hyang Ātma , yang menjadikan badan ini bisa
hidup. Beras/wija sebagai lambang benih, dalam setiap insan/kehidupan diawali oleh benih
yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berwujud Ātma

1.1.3 Porosan
Porosan terbuat dari daun sirih, kapur/pamor, dan jambe atau gambir sebagai
lambang/nyasa Tri-Premana dan Tri Kaya.

1.1.4 Tebu dan pisang.


Di atas sebuah ceper telah diisi dengan beras, porosan, dan juga diisi dengan seiris tebu
dan seiris pisang. Tebu atapun pisang memiliki makna sebagai lambang amrtha. Setelah kita
memiliki badan dan jiwa yang menghidupi badan kita, dan tri Pramana yang membuat kita
dapat memiliki aktivitas, dengan memiliki suatu aktivitaslah kita dapat mewujudkan Amrtha
untuk menghidupi badan dan jiwa ini. Tebu dan pisang adalah sebagai lambang/ nyasa
Amrtha yang diciptakan oleh kekuatan Tri Pramana dan dalam wujud Tri Kaya.

1.1.5.Sampian Uras.
Sampian uras dibuat dari rangkaian janur yang ditata berbentuk bundar yang
biasanya terdiri dari delapan ruas atau helai, yang melambangkan roda kehidupan dengan
Astaa iswaryanya/delapan karakteristik yang menyertai setiap kehidupan umat manusia.)

1.1.6. Bunga
Bunga adalah sebagai lambang/nyasa, kedamaian, ketulusan hati.
Di dalam kita menjalani roda kehidupan ini hendaknya selalu dilandasi dengan ketulusan hati
dan selalu dapat mewujudkan kedamaian bagi setiap insan.

1.1.7. Kembang Rampai.


Kembang rampai akan ditaruh di atas susunan/rangkaian bunga-bunga pada suatu
canang, kembang rampai memiliki makna sebagai lambang/nyasa kebijaksanaan. Dari kata
kembang rampai memiliki dua arti, yaitu: kembang berarti bunga dan rampai berarti macam-
macam, sesuai dengan arah pengider-ideran kembang rampai di taruh di tengah sebagai
simbol warna brumbun, karena terdiri dari bermacam-macam bunga. Dari sekian macam
bunga, tidak semua memiliki bau yang harum, ada juga bunga yang tidak memiliki bau,
begitu juga dalam kita menjalani kehidupan ini, tidak selamanya kita akan dapat menikmati
kesenangan adakalanya juga kita akan tertimpa oleh kesusahan, kita tidak akan pernah dapat
terhindar dari dua dimensi kehidupan ini. Untuk itulah dalam kita menata kehidupan ini.
Untuk itulah dalam kita menata kehiupan ini hendaknya kita memiliki kebijaksanaan.
http://sanjayafamily.blogspot.com/2010/10/canang-sari.html

1.2              Daksina
Daksina adalah tapakan dari Hyang Widhi, dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga
merupakan perwujudan-Nya. Daksina juga merupakan buah daripada yadnya. Hal ini dapat
kita lihat pada berbagai upacara yang besar, di mana kita lihat banyak sekali ada daksina.
Kalau kita lihat fungsi daksina yang diberikan kepada yang muput karya (Pedanda atau
Pemangku), sepertinya daksina tersebut sebagai ucapan tanda "terima kasih" kepada sekala-
niskala. Begitu pula kalau daksina itu kita haturkan kehadapan Hyang Widhi sebagai
pelengkap aturan kita dan sembah sujud kita atas semua karunia-Nva
Daksina sebagai lambang Bhuana Sthana Hyang Widhi Wasa nampak dalam bahan-
bahan yang membentuk daksina tersebut. Beberapa unsur penting yang membentuk Daksina,
yaitu :
1.2.1        Bebedogan, dibuat dari daun janur yang sudah hijau yang bentuknya bulat panjang serta ada
batas pinggirnya pada bagian atasnya. Bebedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat
dilihat dengan jelas.

1.2.2        Serobong Daksina, disebut juga sebagai Serobong Bebedogan dibuat juga dari daun janur
yang sudah hijau tanpa tepi maupun dibawahnya. Serobog Daksina ini menjadi lapisan pada
bagian tengah dari bebedogan, segala bahan daksina ini masuk kedalam serobong daksina.
Serobong daksina ini lambang Akasa yang tanpa tepi.

1.2.3        Tampak, dibuat dari empat potong helai janur berbentuk seperti kembang teratai bersegi
delapan. Bentuk tampak ini melambangkan arah atau kiblat mata angin yang mengarah pada
delapan penjuru. Pada dasar daksina diisi tetampak dari janur sebagai tanda Swastika, yang
mempunyai makna semoga baik, juga sebagai dasar dari pengider. Ke atas menuju Ida Sang
Hyang Widhi dan ke samping menuju arah kehidupan alam sekitar, tetampak dibubuhi beras
sejumput.

1.2.4        Telor itik/telor bebek, dibungkus dengan Urung Ketipat Taluh. Telor itik yang dibungkus
ketipat taluh ini lambang Bhuana alit yang menghuni bumi ini. Telur itik juga sebagai
lambang dari sifat-sifat satwam.

1.2.5        Beras, beras merupakan simbolis dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan umat
manusia di alam raya ini.

1.2.6        Benang Tukelan (benang Bali) adalah sebagai simbolis dari penghubung Jiwataman yang
tidak akan berakhir samapai terjadinya pralina. Sebelum pralina atman yang berasal dari
paratman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai
moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.

1.2.7        Uang Kepeng, berjumlah 225 kepeng adalah simbol Bhatara Brahma yang merupakan inti
kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Angka 225 itu kalau dijumlahkan
menjadi angka sembilan angka suci lambang Dewata nawa sanga yang berada di sembilan
penjuru alam Bhuana Agung.

1.2.8        Pisang, Tebu dan Kekojong, adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian
dari alam ini,. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.

1.2.9        Porosan dan Kembang, porosan adalah lambang pemujaan pada Hyang Tri Murti. Sedangkan
kembang adalah lambang niat suci dalam beryajna pada Hyang Tri Murti. Tujuan bakti pada
Hyang Tri Murti agar manusia mendapatkan tuntunan dalam menciptakan sesuatu yang patut
diciptakan dari Hyang Brahma. Tuntunan dari Hyang Visnu pada saat memelihara sesuatu
yang aptut dan wajar untuk dipelihara. Dari Hyang Rudra untuk menuntun umat manusia saat
meniadakan sesuatu yang patutdan wajar dihilangkan.

1.2.10    Gegantusan, unsur upakara ini lambang didunia ini mahluk lahir berulang-ulang sesuai
dengan tingkatan karmanya.

1.2.11    Pesel-peselan dan Bija Ratus, unsur upakara ini merupakan lambang hidup bersama di dunia
ini untuk menyatukan berbagai bibit. Bija Ratus adalah lambang suatu kerjasama dalam
menelorkan suatu ide bersama. Sebelum ide bersama itu muncul sebagai suatu kesepakatan.
Setiap pihak wajib mengeluarkan ide-idenya. Ide-ide inilah yang di sebut bija yang harus
diratus menjadi satu ide bersama.

1.2.12    Kelapa, sebagai unsur yang paling utama dalam Banten Daksina. Buah kelapa dari kulit
dengan seluruh isinya adalah lambang Bhuana Agung. Unsur-unsur buah kelapa itu
semuanya melambangkan sapta patala dan sapta loka. Mengapa buah kelapa yang dipakai
daksina harus dikupas dan dibersihkan kulitnya hingga kelihatan batoknya. Serabut kelapa itu
adalah lambang pengikat indria. Karena Daksina itu lambang Bhuana Agung Sthana Hyang
Widhitentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat. Karunia Hyang
widhi akan dapat kita capai apabila kita mampu melepaskan diri dari ikatan indria. Kitalah
yang harus mengikat indria sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang bijaksana.

1.3         Banten Peras

Banten “Peras” bertujuan untuk mengesahkan dan atau meresmikan suatu upacara
yang telah diselenggarakan secara lahir bathin. Secara lahiriah, banten Peras telah
diwujudkan sebagai sarana dan secara bathiniah dimohonkan pada persembahannya.
Disebutkan juga bahwa, banten Peras, dari kata “Peras” nya berkonotasi “Perasaida” artinya
“Berhasil”. Dalam pelaksanaan suatu upacara keagamaan, bilamana upakaranya tidak disertai
dengan Banten Peras, maka penyelenggaraan upacara itu dikatakan “Tan Paraside”,
maksudnya tidak akan berhasil atau tidak resmi/sah. Makna banten peras tersebut adalah
sebagai lambang kesuksesan. Artinya dalam banten peras tersebut terkemas nilai-nilai berupa
konsep hidup sukses. Konsep hidup sukses itulah yang ditanamkan ke dalam lubuk hati
sanubari umat lewat natab banten peras. Dalam banten peras itu sudah terkemas suatu
pernyataan dan permohonan untuk hidup sukses serta konsep untuk mencapainya.
Dalam Lontar “Yadnya Prakerti” disebutkan bahwa Peras dinyatakan sebagai
lambang Hyang Triguna Sakti demikian juga halnya dalam penyelenggaraan “Pamrelina
Banten” disebutkan Peras sebagai “Pamulihing Hati” artinya kembali ke Hati, yaitu suatu
bentuk Sugesti bagi pikiran telah berhasil melaksanakan suatu keinginan serta mencapai
tujuan yang diharapkan. Dan banten Peras terdiri dari beberapa komponen/ bagian berupa
Jejahitan / Reringgitan / Tetuasan, antara lain :
1.3.1        Taledan / Tamas / Ceper
Sebagai dasar dari semua bagian jejahitannya, pemakaian taledan sebanyak 2 lembar, yang
mana taledan pertama hanya dibingkai/sibeh yaitu dibawah dan atas (arahnya sama).
Sedangkan taledan satunya lagi berbingkai (sibeh) keseluruhan sisinya. Makna dari Tamas
lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda).
Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga).

1.3.2        Tampelan, Benang Tukelan dan Uang


Ini berupa dua lembar sirih yang telah diisi pinang dan kapur diletakkan berhadapan lalu
dilipat dan dijahit, disebut Tampelan atau Base Tampelan disatukan meletakkannya dengan
Benang Tukelan warna putih dan Uang. Makna dari Tampelan ini adalah (poros – pusat)
yang merupakan lambang tri murti. Makna dari Benang Tukelan adalah kesucian dan alat
pengikat sifat satwam, merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan
diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar, pandangan yang benar,
pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar. Dan Makna dari Uang adalah lambang dari
Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber
kehidupan.

1.3.3 Tumpeng
Dibagian depan dari Base Tampelan, Benang Tukelan dan Uang diletakkan Tumpeng Dua
buah (simbol rwa bhineda – baik buruk) lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani,
mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka
kekuatan Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus
disatukan baru bisa berhasil (Prasidha), Tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam
meniadakan unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju
kepada Tuhan. Tumpeng terbuat dari nasi yang dibentuk mengkerucut besarnya seukuran
kojong terbuat dari janur dan daun pisang. Fungsi dari Tumpeng adalah sebagai suguhan
kehadapan Hyang Widhi. Bentuk kerucut yang letak lancipnya di atas adalah melambangkan
Tuhan itu Tunggal adanya dan tempatnya tinggi di atas tiada terbatas, yang oleh umat-Nya
akan dituju dengan jalan pemusatan pikiran yang suci melalui pengendalian hawa nafsu.

1.3.3        Rerasmen
Rerasmen (lauk pauk) terdiri dari kacang-kacangan yang digoreng, saur, sambal ikan
(telur, ayam, teri), terung, kecarum, mentimun dan lainnya disesuaikan dengan Desa Kala
Patra. Sebagai alasnya dapat dipergunakan Tangkih / Celemik atau Ceper kacang yang
ukurannya lebih kecil dari Ceper canang. Pada suatu daerah dipergunakan sebagai tempat
Rerasmen adalah Kojong Rangkada yaitu berupa satu taledan berbentuk segitiga ukurannya
agak besar dan didalamnya diletakkan empat buah kojong janur masing-masing dijahit agar
tidak terlepas. Memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan
semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani). Mengenai sisi pokok
Rerasmen yaitu : Kacang dan Ikan, dalam Lontar “Tegesing Sarwa Banten” dijelaskan
sebagai berikut :
Kacang nga ; ngamedalang pengrasa tunggal, komak nga; sane kekalih sampun masikian.
Artinya :
Kacang-kacangan itu menyebabkan perasaan menjadi satu, Kacang Komak yang terbelah dua
itupun melambangkan kesatuan.

Ulam nga; iwak nga; ebe nga; rawos sane becik rinengo
Artinya :
Ulam itu ikan yang dipakai sebagai Rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk
didengarkan.
1.3.4        Buah
Dibagian belakang tumpeng dan rerasmen diletakkan buah-buahan seperti mangga, apel,
salak atau bisa buah-buahannya disesuaikan dengan keadaan setempat. Dalam Lontar
“Tegesing Sarwa Banten” disebutkan sebagai berikut :
Sarwa Wija nga; sakalwiring gawe, nga; sane tatiga ngamedalang pangrasa hayu,
ngalangin ring kahuripan.
Artinya :

Segala macam dan jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan, yaitu perbuatan
yang tiga macam (Tri Kaya Parisudha), yang menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat
memberikan penerangan pada kehidupan.
1.3.5        Jajan
Jajan ada banyak jenis dan macamnya. Penggunaannya juga disesuaikan dengan jenis banten
yang akan disajikan. Jajan untuk banten Peras, dipergunakan Jaja Begina, Uli, Dodol, Wajik,
Bantal, Satuh dan lainnya. Untuk jajan ini ditegaskan dalam Lontar “Tegesing Sarwa Banten”
sebagai berikut :
Gina/ bagina nga; wruh, Uli abang putih nga; Iyang apadang nga; patut ning rama rena,
Dodol nga; pangan, pangganing citta satya, Wajik nga; rasaning sastra, Bantal nga;
pahalaning hana nora, Satuh nga; tempani, tiru, tiruan.
Artinya :
Gina lambang mengetahui, Uli merah/putih adalah lambang kegembiraan yang terang, bhakti
terhadap guru Rupaka, Dodol lambang pikiran menjadi setia, Wajik adalah lambang
kesenangan akan belajar sastra, Bantal adalah lambang hasil dari kesungguhan dan tidak
kesungguhan hati, Satuh lambang dari patut ditirukan, Satuh sama dengan patuh.

1.3.6        Sampyan Peras


Berupa sampyan khusus yang dipergunakan hanya untuk Peras, disebut juga “Sampyan
Metangga”, jenisnya ada 2 macam yaitu : pertama berbentuk kecil dan sederhana yang biasa
dipergunakan pada banten sorohan dan kedua bentuknya agak besar yang dipergunakan pada
pejati wujudnya bertingkat, karena itulah disebut sampyan metangga. Dalam Lontar
“Tegesing Sarwa Banten” disebutkan : Sampyan nga; ulahakena, tegesnia pelaksanane,
artinya : segala perbuatan. Perlengkapan dari sampyan ini adalah porosan dengan sirih, kapur
dan pinang. Dimana porosan secara keseluruhan mencerminkan saktinya Tri Murthi. Buah
pinang disebut juga dengan “Sedah Woh” disebutkan dalam Lontar “Tegesing Sarwa Banten”
sebagai berikut :
Sedah woh nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matutalam Lontar “Tegesing Sarwa
Banten” sebagai berikut :
Sedah woh nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang
mitra, kasih kumasih.
Artinya :
Sirih dan pinang itu perlambang dari yang membuatnya kesejahteraan dan kerahayuan,
berawal dari dasar pemikirannya yang baik, cocok dengan keadaannya, bersaudara dalam
keluarga, bertetangga dan berkawan.
Demikianlah adanya arti dan makna daripada beberapa bagian dari banten Peras.
Dalam kehidupan keagamaan Peras sebagai sarana persembahan rasa bhakti dan hormat umat
manusia kehadapan Hyang Widhi, yang berfungsi sebagai sarana untuk mensahkan dan atau
meresmikan dan juga sebagai ungkapan hati untuk memohon kehadapan Hyang Widhi atas
keberhasilan suatu tujuan.
Dalam setiap akhir persembahan dari Peras ini, dilakukanlah “Natab Peras” dan
dengan menarik beberapa bagian dari tiga lembar janur yang dilipat ujungnya saat
menjahitnya dengan posisi dijajarkan dan dijahit pada alas banten Peras.

1.4  Banten Sesayut

Banten sesayut hampir sama dengan banten tetebasan, bedanya hanya berisi nasi isehan, 1
ekaor ayam panggang, jajan dan buah-buahan. Banten ini bermakana suatu permohonan atau
harapan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, agar apa yang kita harapkan dalam yanjna itu
bisa terkabulkan. Banten sesayut atu tetebasan ini banyak jenisnya, seperti sesayut prayascita
luwih, sesayut saraswati, sesayut merta dewa, sesayut sida karya, sesayut sida purna, sesayut
langgeng sakti, dan yang lainnya. Dan adapun jenis-jenis banten Sesayut antara lain: Sesayut
prayascita sakti, Sesayut Saraswati, Sesayut Mertha Dewa, Sesayut Sida Karya, Sesayut Sida
Purna, dan Sesayut Langgen Amukti Sakti.

1.4.1 Sesayut prayascita sakti


Terdiri dari sebuh kulit sesayut (bentuk bulat terbuat dari daun kelapa). Diisi tulng
agung (dibawahnya berbentuk tamas dan diatasnya berbentuk cili). Di dalamnya diisi nasi
serta lauk-pauk. Disusun dengan sebuah tumpeng yang diisi sebuah bunga teratai putih.
Disekelilingnya diisi 11 buah penek kecil, 11 buah kewangen, 11 buah tipat kukur/tipat
gelantik, 11 buah tulung kecil, peras kecil, pasucian, penyeng, kelungah kelapa gading, lis,
bebuu, sampian nagasari, canang burat wangi, serta dilengkapi dengan jajan, buah-buahan
dan lauk-pauk.

1.4.2 Sesayut Saraswati


Terdiri dari sebuah kulit sesayut, diisi penek warna merah, penenk warna putih, dan penek
warna hitam. Masing-masing sebuah dan dilengkapi dengan lauk-pauk, pisang, buah-buahan,
jajan, tebu, samiapian nagasari, penyeneng, dan canang burat wangi atau canang yang
lainnya.

1.5  Banten Ajuman

Banten Ajuman yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum,


menghormat, sujud kepada Hyang Widhi). Soda/ajuman dipakai sarana untuk memuliakan,
mengagungkan Hyang Widhi dan lambang keteguhan/kokoh. Adapun bagian-bagian banten
Ayuman.
1.5.1 Tamas atau Taledan
Tamas atau taledan, tamas lambang cakra (symbol kekosongan yang murni/ananda). Taledan
merupakan lambang catur marga yaitu empat jalan untuk menghubungkan diri dengan
Tuhan. (bhakti marga, karma marga, jnana marga, dan raja marga). Sebagai sarana
memuliakan Hyang Widhi (ngajum).

1.5.2 Buah pisang, Jajan, Dan Buah-buahan


Merupakan persembahan hasil kerja keras dan rasa syukur kepada Ide Sang Hyang Widhi
Wasa, yang telah memberikan anugrahnnya kepada kita semua. Dan Sebagai sarana
memuliakan Hyang Widhi (ngajum).

1.5.3 Dan nasi berbentuk penek (bundar) 2 buah


Nasi penek (nasi yang sedimikian rupa tingginya kurang lebih 5 cm),
s e h i n g g a  berbentuk bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan
atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol
Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar manusia tetap eksis. Bila ditujukan
kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning,
yang disebut Ajuman putih kuning.

1.5.4 Rerasmen/lauk-pauk yang dialasi Tri Kona


Yang berisi berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor,
terung, timun, daun kemangi (kecarum), garam, dan sambal. Yang merupakan
simbol/makan, dari Bhuana Agung yang diperembahkan. Dan sebagai sarana memuliakan
Hyang Widhi (ngajum).

1 . 5 . 5   Sampyan plaus/petangas/Sampian Soda


Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga
berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia
harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan banyak
mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.  Dan dapat pula
diartikan sampyan itu sebagai keteguhan hati.

1.5.6 Canang sari/Canang Genten


Canang sari yaitu inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada
Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu
Lutuk Alit). Dan Canang sari adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau
melengkapi setiap sesajen/persembahan, segala Upakāra yang dipersiapkan belum disebut
lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari.

1.6              Banten Pejati

Pejati berasal bahasa Bali, dari kata “jati” mendapat awalan “pa”. Jati berarti
sungguh-sungguh, benar-benar. Banten pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana
untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan
melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan
keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam
Pañca Yajña. Adapun unsur-unsur banten pejati, yaitu:

1.6.1        Daksina Unsur-unsur yang membentuk daksina:


1.        Alas bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan
sedikit panjang serta ada batas pinggirnya . Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang
dapat dilihat dengan jelas.
2.        Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina ;terbuat dari janur/slepan yang dibuta
melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang
Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum
Abadi tuhan )
3.        Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah.
Tampat adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos.
4.        Beras; lambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini.
Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva
5.        Porosan; terbuat dari daun sirih, kapur dan pinang diikat sedemikian rupa sehingga menjadi
satu, porosan adalah lambang pemujaan
6.        Benang Tukelan; adalah simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka
dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan
juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya
Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus
mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan
kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
7.        Uang Kepeng; adalah lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk
menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
8.        Telor Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar
kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga
lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma
Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira.
9.        Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari
ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya.
10.    Gegantusan; yang terbuat dari kacan-kacangan dan bumbu-bumbuan, adalah lambang sad
rasa dan lambang kemakmuran.
11.    Papeselan yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang
Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian
lambang Mahadeva, daun salak lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva.
Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
12.    Buah Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki. § Buah kluwek/Pangi; lambang
pradhana / kebendaan / perempuan.
13.    Kelapa; simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari
tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke
dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang
Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras
lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala.
Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur
loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka,
Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering
lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan
hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi
tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa
adalah lambang pe ngikat indria.
14.    Sesari; sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
15.    Sampyan Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona;
Utpeti, Sthiti dan Pralina.
16.    Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan
dari indria-indria

1.6.2        Banten Peras Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:


1.      Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; berisi aled/ kulit peras, kemudian disusun di atasnya beras,
benang, base tampel/porosan, serta uang kepeng/recehan. Diisi buah-buahan, pisang, kue
secukupnya, dua buah tumpeng, rerasmen/lauk pauk yang dialasi kojong rangkat, sampyan
peras, canang sari. Pada prinsipnya Banten Peras memiliki fungsi sebagai permohonan agar
semua kegiatan tersebut sukses (prasidha)
2.      Aled/kulit peras, porosan/base tampel, beras, benang, dan uang kepeng; merupakan lambang
bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar,
ucapan yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.
3.      Dua buah tumpeng; lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani, mengapa dua tumpeng
karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusa dan
Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru bisa
berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur
materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.
4.      Tamas; lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang
murni/ananda). § Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga)
5.      Kojong Ragkat, tempat lauk pauk; memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan
harus dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)
6. Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya,
merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari
Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.

1.6.3        Banten Ajuman/Soda Yang menjadi unsur-unsur banten Ajuman/Soda:


1.      Alasnya tamas/taledan/cepe; berisi buah, pisang dan kue secukupnya, nasi penek dua buah,
rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan plaus/petangas, canang
sari. Sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud
kepada Hyang Widhi)
2.      Nasi penek adalah nasi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk bundar dan
sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan
Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar
manusia tetap eksis.
3.      Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga
berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia
harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan banyak
mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.

1.6.4        Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang membentuk ketupat kelanan:


Alasnya tamas/taledan atau ceper, kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya,
enam buah ketupat, rerasmen/lauk pauk + 1 butir telor mateng dialasi tri kona/
tangkih/celemik, sampyan palus/petangas, canang sari.
Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai
oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan
terkendalinya Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.

1.6.5        Penyeneng/Tehenan/Pabuat Yang membentuk Penyeneng:


Jenis jejaitan yang di dalamnya beruang tiga masing-masing berisi beras, benang,
uang, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan, adalah jejahitan yang berfungsi
sebagai alat ntuk nuntun, menurunkan Prabhawa Hyang Widhi, agar Baliau berkenan hadir
dalam upacara yang diselenggarakan. Panyeneng dibuat dengan tujuan untuk membangun
hidup yang seimbang sejak dari baru lahir hingga meninggal.
Ruang 1, berisi Nasi aon adalah lambang dari dewa Brahma sebagai pencipta alam
semesta ini dan merupakan sarana untuk menghilangkan semua kotoran (dasa mala)
Ruang 2 berisi beras benang dan uang, lambang dari dewa Visnu yang memelihara
alam semesta ini, beras adalah sumber makanan manusia, uang adalah alat transaksi untuk
melangsungkan kehidupan, benang sebagai penghubung antara manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Hyang Widhi.
Ruang 3 berisi bunga, daun kayu sakti (dapdap), yang ditumbuk dengan kunir dan
beras, melambangkan dewa Siva dalam prabhawaNya sebaga Isvara dan Mahadeva yang
senantiasa mengarahkan manusia dari yang tidak baik menuju benar, meniadakan (pralina)
Adharma dan kembali ke jalan Dharma.
Bagian atas dari Penyeneng ini ada jejahitan yang menyerupai Ardhacandra = Bulan,
Windu = Matahari, dan Titik = bintang dan teranggana (planet yang lain).

1.6.6 Pesucian Pesucian terdiri dari :


Sebuah ceper /taledan yang berisi tujuh bua tangkih kecil yang masing-masing
tangkih berisi: Bedak (dari tepung), Bedak warna kuning (dari tepung berwarna kuning),
Ambuh (kelapa diparut/ daun kembang sepatu dirajang), Kakosok (rengginang yang dibakar
hingga gosong), Pasta (asem/jeruk nipis), Minyak Wangi, Beras. Di atasnya disusun sebuah
jejahitan yang disebut payasan (cermin, sisir dan petat) terbuat dari janur.
1.             Pada intinya pesucian merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyucikan Ida Bhatara
dalam suatu upacara keagamaan
2.             Secara instrinsik mengandung makana filosofis bahwa sebagai manusia harus senantiasa
menjaga kebersihan phisik dan kesucian rohani (cipta , rasa dan karsa), karena Hyang Widhi
itu maha suci maka hanya dengan kesucian manusia dapat mendekati dan menerima karunia
Beliau

1.6.7        Segehan
Secara etimologi Segehan artinya Suguh (menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada
Bhuta Kala, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran,
perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah
diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatik dari libah tersebut.
Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan
Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh
emosional.
Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin
dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk
menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing
ngaletehin).
Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara
ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang
merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat
masegeh adalah agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar tempat
itu menjadi hilang/mati.

Banten Pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu


1.        Peras kepada Sanghyang Isvara
2.        Daksina kepada Sanghyang Brahma
3.        Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
4.        Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva

2            Mantram dalam banten


2.1.1   Mantram Canang Sari
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Oṁ shri Deva Devi Sukla ya namah svaha
2.1.2   Mantram Daksina

Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)


Oṁ Siva sutram yajna pavitram paramam pavitram
Prajapatir yogayusyam
Balam astu teja paranam
Guhyanam triganam trigunatmakam

2.1.3        Mantram Banten Peras

Om Suddha bumi suddha akasa


Om Suddha dewa suddha manusa
Om Siddhir astu tad astu
Om Ksama sampurna ya namah swaha

Kristalisasi Sekte Siva Siddhanta dalam banten diatas


Dalam pembahasan banten di atas diantaranya Canang sari, Peras, Daksine,, Sesayut,
Ajuman dan pejati. Dalam setaip unsure-unsur pokok banten terseburt terdapat unsure-unsur
penyatuan sekte-sekte ke dalam penyatuan sekte siva sidhanta.

Anda mungkin juga menyukai