Anda di halaman 1dari 11

Makalah Agama Hindu

Sembahyang Menurut Hindhu (Bali)

Nama : Ni Wayan Anika Ayu NIM : 100010092 Kelas : A101

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer STMIK STIKOM Bali 2010/2011

A. Latar Belakang Di zaman globalisasi ini, uang seakan lebih berkuasa daripada nilai-nilai keagamaan yang ada. Masyarakat lebih bersemangat untuk mencari sebanyak-banyaknya, sebaliknya ketika dihadapkan dengan kewajiban sebagai seorang umat beragama, masyarakat seakan enggan melaksanakannya. Padahal, jika kita telaah lagi, semua yang kita miliki, capai saat ini adalah semua berasal dari-NYA. Selain itu, masyarakat juga dihadapkan pada realita kerancuan atau kebigungan akan menjalankan kewajiban umat Bergama itu sendiri. Sembahyang, siapapun pasti pernah melakukannya. Namun pernahkah anda berfikir, Sudah benarkah mantram-mantram yang kita ucap?, Sudah benarkah cara sembahyang yang kita lakukan?.

B. Pembahasan Cara Sembahyang. 1. Puja Trisandya dilaksanakan tiga kali sehari karena menurut Lontar Niti Sastra, kita sebagai penganut Hindu Sekte Siwa Sidanta memuja Matahari (Surya) sebagai keagungan dan ke-maha kuasaan Hyang Widhi. Matahari juga sumber energi atau sumber kehidupan. Pemujaan itu dimulai pagi-pagi menyongsong terbitnya matahari (sekitar jam 05.30), siang hari tepat jam 12.00 ketika Bumi berada dalam posisi yang menerima panas Matahari maksimum, dan sore hari ketika matahari menjelang tenggelam (sekitar jam 18.30). Trisandya terdiri dari dua kata yaitu Tri artinya tiga, Sandya artinya sembahyang. Jadi Trisandya artinya sembahyang tiga kali sehari. Puja Trisandya diucapkan secara lengkap keenam baitnya, karena tiga bait pertama adalah puja-puji kepada Hyang Widhi, dan tiga bait terakhir adalah permohonan ampun dan kepasrahan kepada-Nya. Bait pertama disebut Mantram Gayatri, dapat digunakan dalam waktu sempit/ penting misalnya sebelum berangkat (starter) kendaraan, ketika akan menyeberang sungai, menjelang dan setelah kelahiran bayi, mendoakan orang sakit agar lekas sembuh, dll. Setelah mengucapkan Puja Trisandya, sembahyang Kramaning Sembah.

2. Maturan sehari-hari (pagi setelah masak) disebut me-saiban. Bantennya sederhana, yaitu canang sari berisi semua jenis makanan yang dimasak hari itu. Tempat-tempat maturan saiban diatur dalam Manawa Dharmasastra Tritiyo Dhyayah sloka ke 68: PANCA SUNA GRHASTHASYA CULLI PESANYU PASKARAH,

KANDANI CODA KUMBHASCA BADHYATE YASTU WAHAYAN


Artinya: Seorang kepala keluarga mempunyai lima macam tempat penyembelihan yaitu tempat masak, batu pengasah, sapu, lesung dan alunya, tempayan tempat air dengan pemakaian mana ia diikat oleh belenggu dosa.

Maksudnya di lima tempat itu keluarga telah melakukan pembunuhan secara sengaja atau tidak sengaja terhadap mahluk-mahluk hidup yang dapat dilihat mata maupun tidak; karena Hindu mengenal kepercayaan Ahimsa maka pembunuhan itu adalah dosa. Selanjutnya sloka ke 69: TASAM KRAMENA SARWASAM NISKRTYASTHAM MAHARSIBHIH, PANCA KIRPTA MAHAYAJNAH PRATYAHAM GRHAMEDHINAM. Artinya: Untuk menebus dosa yang ditimbulkan oleh pemakaian kelima alat itu para Maha Rsi telah menggariskan untuk para kepala keluarga agar

setiap harinya melakukan Panca Yadnya.


Yang dimaksud Panca Yadnya setiap hari adalah mesaiban, selain kelima tempat itu sebagai perwujudan Bhuta Yadnya, juga ke Pelinggih Dewa-Dewi: Padmasari, Kemulan Rong 3, dll. sebagai Dewa Yadnya.

Pelinggih Maha Rsi Mpu Kuturan: Manjangan Sluang, Taksu (Linggih Dewi Saraswati), dll. sebagai Rsi Yadnya, Pelinggih Hyang Kompiang sebagai Pitra Yadnya, dan setelah itu barulah segenap keluarga makan sebagai wujud Manusa Yadnya. Pelinggih seperti: Pengerurah, Jero Gede, Sedahan Karang, dll. adalah pelinggih Bhatara Kala. Pelinggih di Kamar Suci seperti Dewa Ayu Melanting, Pejenengan, dll. adalah simbol Dewa-Dewi, sedangkan pelangkiran di kamar tidur adalah pelinggih Kanda Pat (saudara di niskala). Urut-urutan mesaiban, mulai dari pelinggih-pelinggih: Dewa, Rsi, Pitra, Manusa, dan Bhuta. 3. Mesaiban di masing-masing pelinggih/ tempat pembunuhan seperti diuraikan di atas, dan sembahyang boleh dilakukan hanya di depan Piasan. 4. Mantram ketika maturan boleh dengan sesontengan bagi Walaka, namun bagi Ekajati dan Dwijati, minimal menggunakan Puja Tribhuwana. 5. Ketika sembahyang konsentrasi pikiran seperti arti kata-kata Puja Trisandya dan Kramaning sembah sebagai berikut:

PUJA TRISANDYA

OM BUR BUWAH SWAH TAT SAWITUR WARENYAM BARGO DEWASYA DIMAHI DIYOYONAH PRACODAYAT

Hyang Widhi yang berada di alam bumi, langit dan sorga Itulah Tuhan yang amat mulia Hamba pusatkan perhatian pada sinar-Mu yg. cemerlang Semoga memberikan semangat pada pikiran hamba

OM NARAYANA EWEDAM SARWAM YAD BUTAM YACO BAWIYAM

Semuanya adalah ciptaan-Mu Yang telah ada maupun yang akan ada Tuhan yang bebas dari noda, kotoran, dan perubahan (kekal abadi) Tuhan yang Esa, suci, dan tak tergambarkan Tuhan tiada yang kedua atau yang lain Engkaulah Siwa yang pengasih, Mahadewa yang Agung Iswara penguasa yang tertinggi Brahma pencipta, Wisnu pemelihara, Rudra pralina Sebagai jiwa alam semesta Tuhan, hamba ini papa, perbuatan hamba papa Jiwa hambapun papa Mohon Engkau melindungi hamba Agar hamba menjadi suci lahir batin

NISKALANGKO NIRANJANO NIRWIKALPO NIRAKYATAH SUDO DEWO EKO NARAYANA NA DWITIO ASTI KASCIT OM TWAM SIWAH TWAM MAHADEWAH ISWARAH PARAMESWARAH BRAHMA WISNUSCA RUDRASCA PURUSAH PARIKIRTITAH OM PAPOHAM PAPA KARMAHAM PAPAATMA PAPASAMBAWAH TRAHI MAM PUNDARIKAKSA SABAHYA BIANTARA SUCI

OM KSAMASWA MAM MAHADEWA SARWAPRANI HITANGKARA MAM MOCA SARWA PAPEBYAH PALAYASWA SADA SIWA OM KSANTAWIYAH KAYIKO DOSAH KSANTAWYO WACIKO MAMA KSANTAWYO MANASO DOSAH TAT PRAMADAT KSAMASWA MAM OM SANTI, SANTI, SANTI, OM

Tuhan, ampunilah hamba Engkau yang membahagiakan semua mahluk Ampunilah semua dosa hamba Lindungilah hamba, oh Tuhan Tuhan, ampunilah dosa perbuatan hamba Ampunilah dosa kata-kata hamba Ampuni pula dosa pikiran hamba Semua kelalaian hamba itu, ampunilah Semoga sejahtera, ya Tuhan

KRAMANING SEMBAH

OM ATMA TATTWATMA SUDA MAM SWAHA OM ADITISYA PARAMJOTI RAKTA TEJA NAMO STUTE SWETA PANGKAJA MADIASTA BASKARAYA NAMO STUTE

OM NAMA DEWA ADISTANAYA SARWA WYAPI WAI SIWAYA PADMASANA EKAPRATISTAYA ARDANARESWARIYAI NAMO NAMAH

OM ANUGRAHA MANOHARA DEWA DATA NUGRAHAKA ARCANAM SARWA PUJANAM NAMAH SARWA NUGRAHAKA

DEWA DEWI MAHASIDI YAJNANGA NIRMALATMAKA LAKSMI SIDISCA DIRGAYUH NIRWIGNA SUKA WERDISCA OM DEWA SUKSMA PARAMACINTYA YA NAMAH SWAHA

Tuhan, sucikanlah batin hamba Tuhan, bagai sinar surya yang maha hebat Yang bersinar merah Yang berada ditengah-tengah teratai putih Hamba menyembahmu Tuhan yang bersemayam di tempat yang tinggi Engkau adalah Siwa yang berada dimana-mana Yang bersemayan diatas bunga teratai Engkau juga Ardanareswari, hamba menyembahmu Engkau yang memikat pemberi anugrah Anugrah dari Tuhan Puja-puji semuanya Hamba menyembahmu pemberi anugrah Tuhan yamg maha kuasa Yang beryadnya dan maha suci Pemberi kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur Pemberi kebebasan, kegembiraan dan kemajuan Tuhan, junjunganku Yang tak terpikirkan, maha tinggi dan gaib.

Ketika

bersembahyang

tidak

meminta

sesuatu

kepada-Nya,

selain

mengucapkan doa-doa seperti tersebut di atas. Perhatikanlah makna Kekawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut: HANA MARA JANMA TAN PAPIHUTANG BRATA YOGA TAPA SAMADI ANGETEKUL AMINTA WIRYA SUKA NING WIDHI SAHASAIKA, BINALIKAKEN PURIH NIKA LEWIH TINEMUNIYA LARA, SINAKITANING RAJAH TAMAH INANDEHANING PRIHATI Artinya: Adalah orang yang tidak pernah melaksanakan brata tapa yoga samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara murka/ ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati.

Itu berarti pula bahwa Hyang Widhi mengasihi dan memberkati hamba-Nya yang melaksanakan brata tapa yogi samadi terus menerus tanpa mengharap pahala.

D. Referensi http://stitidharma.org/cara-bersembahyang/ http://stitidharma.org/search/cara%2Bsembahyang%2Bsehari-hari http://stitidharma.org/bersembahyang-yang-baik-dan-benar/

Anda mungkin juga menyukai