Anda di halaman 1dari 13

SRADDHA

SK. MEMAHAMI ATMAN SEBAGAI SUMBER HIDUP

1.1. PENGERTIAN ATMAN


Wyapi wyapaka nirwikara: Tuhan yg esa bersifat maha ada, maha kekal,
tanpa awal dan akhir
percikan-2 terkecil dari paramaatma (tuhan) yg berada disetiap mahluk
hidup. Atman 
roh yg memberi tenaga hidup Atman sering dsbt SWATMAN atau
JIWATMAN 
bagian dari Tuhan : sifatnya sngt gaib (Parama suksma), tidak pernah
mengalami kelahiran dan kematian (Na jayate naha niyamane) Atman 

1.2. FUNGSI ATMAN


• Sebagai sumber hidup citta (alam pikiran) dan stula sarira (badan wadag) dr
segala mahluk
• Bertanggung jawab atas baik buruk atau amal dosa perbuatan (karma) dr
segala mahluk
• Menjadi sumber hidup suksma sarira (badan halus) dari segala mahluk

1.3. SIFAT-2 ATMAN


Sifat-2 Atman mnrt Bhagavadgita adlh sbb:
• Achodya = tak terluka oleh senjata
• Adahya = tak terbakar oleh api
• Akledya = tak terkeringkan oleh angin
• Acesyah = tak terbasahkan oleh air
• Nitya = kekal abadi
• Sarwagatah = dimana-mana ada
• Sthanu = tak berpindah-pindah
• Acala = tak bergerak
• Sanatana = selalu sama
• Awyakta = tak dilahirkan
• Achintya = tak terpikirkan
• Awikara = tak berubah dan sempurna, tak laki-2 maupun perempuan

HUBUNGAN ATMAN DG RAGA


Perpaduan atman dengan raga menyebabkan manusia hidup yg jg dsbt
JIWARAGA, NAMARUPA.
NAMA = JIWA, RUPA = RAGA
Disetiap mahluk hidup, maka Atmanlah sumber hidupnya, sedangkan citta
dan stula sarira adlh alat untuk hidupnya
“ia yg berfikir bahwa jiwa adalah pembunuh dan ia yg berfikir bahwa jiwa
dapat dibunuh, kedua mereka ini tak mengetahui kebenaran yg sejati” jiwa ini
tdk dapat dibunuh.(bhagawadgita. II,19)
Atman > citta & stula sarira = sifat satwam
Atman < Stula sarira = bersifat rajah & tamah
Tri antah karana : Manas, Budhi, Ahamkara

1.4. HUBUNGAN ATMAN DG BRAHMAN


ATMAN : Tuhan yg terkurung dalam tiap-2 mahluk
Atman luput dr WISAYA (keadaan lahir, hidup, mati, sakit, dll)
Jiwa sbg sakti dr Atman, dpt kena WISAYA / indriya, sprt memfitnah,
mencaci dsb. Dapat ditekan oleh angga sprt sakit, merana, duka, dll.
Aham brahma asmi : aku adalah brahman
Brahman atman aikyam : Brahman dan atman itu tunggal
percikan Brahman (tuhan) yg terpisah. Shg Atman 
Perpisahan disebabkan oleh sifat Awidya (tidak tahu)
Karena awidya orang mudah terpengaruh oleh maya/bayangan khayal yg
menyebabkan kesenangan.
Sifat-2 Atman = sifat-2 Brahman & memenuhi alam semesta
Gelaran Tuhan yg terjadi dr kata Atman = 7 jenis tingkatan alam yg
ditempati-Nya = Sapta Atma / Sapta ongkara / Sapta pranawa

BAGIAN-2 SAPTA ATMA


Atma = bhur loka
Antaratma = bhuah loka
Paramatma = swah loka
Niratma = tapoloka
Adhyatma = jana loka
Niskalatma = maha loka
Suniyatma = satya loka

Perbedaan Atman dg Brahman


= atman merupakan percikan dr brahman, dan Brahman adlh sumber dr
Atman
Persamaan Atman dg Brahman
= sifatnya kekal abadi, abstrak dan gaib
Atman
Atman atau Atma (IAST: Ātmā, Sanskerta: आत्म‍)
dalam Hindu merupakan percikan kecil dari Brahman yang berada di
dalam setiap makhluk hidup.[1][2] Atman di dalam badan manusia disebut:
Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu yang menghidupkan manusia.
[1]
 Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam
semesta ini).[2] Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman.[2] Atman itu
berasal dari Brahman, bagaikan matahari dengan sinarnya.[1] Brahman
sebagai matahari dan atman-atman sebagai sinar-Nya yang terpencar
memasuki dalam hidup semua makhluk.[1]

Sifat-sifat Atman[sunting | sunting sumber]


Dalam Bhagavad Gita dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya
adalah:[3]

 Achedya: tak terlukai oleh senjata


 Adahya: tak terbakar oleh api
 Akledya:tak terkeringkan oleh angin
 Acesyah: tak terbasahkan oleh air
 Nitya: abadi
 Sarwagatah: di mana- mana ada
 Sthanu: tak berpindah- pindah
 Acala: tak bergerak
 Awyakta: tak dilahirkan
 Acintya: tak terpikirkan
 Awikara: tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun
perempuan.
 Sanatana: selalu sasanatanama

Atman dalam Bhagavad Gita[sunting | sunting sumber]


Berikut adalah beberapa kutipan sloka yang memuat sifat-sifat Atman
dalam Bhagavad Gita:
Sloka

“ nai'nam
chhindanti sastrani

na chai'nam kledayanty apo
na soshayati marutah

Senjata tidak dapat melukai Dia


dan api tidak bisa membakar- Nya
angin tidak dapat mengeringkan Dia
dan air tidak bisa membasahi- Nya

Bhagawad Gita (II,23)[3]

“ Achedyo 'yam adahyo 'yam


akledya 'soshya eva cha
nityah sarwagatah sthanur
achalo 'yam sanatanah

Dia tidak dapat dilukai, dibakar


juga tidak dikeringkan dan dibasahi
Dia adalah abadi, tiada berubah
tiada bergerak, tetap selama- lamanya.

Bhagawad Gita (II,24)[3] ”

“ Awyakto 'yam achintyo 'yam


Awikaryo 'yam uchyate
tasmad ewam widitasi 'nam
na 'nusochitum arhasi.

Dia dikatakan tidak termanifestasikan


tidak dapat dipikirkan, tidak berubah- ubah
dan mengetahui halnya demikian
engkau hendaknya jangan berduka.

Bhagawad Gita (II,25)[3] ”
Atman tidak dapat menjadi subyek atau objek dan tindakan atau
pekerjaan.[2] Atman tidak terpengaruh akan perubahan-perubahan yang
dijalani maupun dialami pikiran, hidup dan jasad atau badan jasmani.
[2]
 Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun
Atman tetap langgeng untuk selamanya. [2]

Empat Jalan menemukan Atman[sunting | sunting


sumber]
Untuk menemukan Atman yang tersembunyi di dalam diri manusia,
manusia harus melakukan Yoga.[4] Jika telah menemukan dan bersatu
dengan Atman, maka barulah manusia mencapai kebahagiaan sempurna.
[4]
 Yoga berfungsi menyatukan jiwa manusia dengan Atman, yang
tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam. [4] "Karena semua
latihan rohani India (yang dibedakan dengan latihan jasmani) sungguh
dimaksudkan untuk mencapai tujuan praktis ini...bagaimana caranya
mencapai Brahman dan hidup seperti Brahman." [5]
Ada empat jalan (yoga) untuk menemukan Atman, namun empat jalan
tersebut membawa kepada tujuan yang satu.[4] Manusia dapat memilih
salah satu dari empat jalan tersebut berdasarkan pribadi orang tersebut.
[4]
 Menurut analisis Hindu, pada umumnya ada empat tipe pribadi manusia
yaitu suka merenung, aktif, emosional, dan empiris (menekankan
pengalaman).[4]
Keempat jalan tersebut dimulai dari beberapa petunjuk penting mengenai
kesusilaan.[4] Karena tujuan akhir dari masing-masing jalan adalah untuk
menjernihkan permukaan diri kita agar dapat terlihat unsur keilahian yang
dibawahnya, maka tentu saja pribadi itu harus dibersihkan dari kotoran
moral yang besar.[4] Orang yang ingin melakukan yoga harus memulai
kebiasaan serta praktik hidup yang bermoral.[4]
Jalan melalui Pengetahuan / Jnana Marga
Yoga[sunting | sunting sumber]
Jalan melalui pengetahuan atau jnana yoga diperuntukkan bagi orang-
orang yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat. [4] Bagi orang
seperti itu, Hindu menawarkan serangkaian semadi dan pembuktian logis
yang dimaksudkan untuk meyakinkan si pemikir bahwa ada hal yang lebih
dari dirinya yang berhingga itu. [4]
Jalan untuk memperoleh pengetahuan ini terdiri dari tiga langkah yaitu
mendengar, berpikir, dan pengalihan. [4] Pertama adalah mendengar, yakni
mendengar ucapan dari orang-orang bijaksana, dan kitab-kitab suci.
[4]
 Tujuannya agar orang yang bersangkutan berkenalan dengan hipotesis
pokok bahwa di pusat jati dirinya terdapat sumber kehidupan yang tak
berhingga yang tidak dapat dipadamkan.[4] Langkah kedua adalah berpikir,
yaitu Atman yang tadinya berupa konsep kosong, diubah menjadi
kenyataan penting.[4] Langkah ketiga adalah pengalihan identifikasi dirinya
dengan roh abadi dengan mencoba membayangkan dirinya sebagai roh
abadi itu.[4] Ia harus melihat dirinya dari sudut pandang yang berbeda
seolah-olah ia adalah pribadi yang berbeda, karena memang dirinya
adalah fana dan hanya atman yang nyata.[4]
Jalan melalui Cinta[sunting | sunting sumber]
Jalan melalui cinta atau bhakti yoga berbeda dengan jnana yoga. [4] Dalam
jnana yoga gambaran tentang Tuhan bagaikan suatu samudera yang tak
berhingga dan berada di dasar diri kita.[4] Tuhan dibayangkan sebagai Diri
yang merembesi segala sesuatu yang sepenuhnya berada di dalam
manusia ataupun di luar manusia. [4] Tugas manusia adalah mengenal
persatuan diri dengan Tuhan, dan Tuhan bukan dipahami sebagai pribadi.
[4]
 Akan tetapi, bagi seseorang yang lebih mengutamakan cinta daripada
pikiran, Tuhan pastilah kelihatan berbeda dengan hal-hal tersebut.
[4]
 Pertama, bhakti akan menolak semua pandangan yang menyatakan
Tuhan adalah diri pribadinya, bahkan dirinya yang paling dalam, dan
berkeras bahwa Tuhan lain dari dirinya.[4] Alasannya, karena cinta
merupakan perasaan yang dicurahkan keluar.[4] Kedua, tujuan jnana
berbeda dengan bhakti.[4] Tujuannya bukanlah melihat kesatuan dirinya
dengan Tuhan, melainkan untuk memuja Tuhan dengan segenap
kemampuan yang ada pada dirinya.[4] Apa yang harus dilakukan adalah
mencintai Tuhan dengan setulus hati, mencintai dalam kehidupan,
mencintai hal lain karena Dia, dan mencintai-Nya tanpa pamrih apapun. [4]
Ada tiga cara pendekatan bhakti yang perlu diketahui yaitu:

 a. Japam, yaitu latihan menyebut nama Tuhan berulang-ulang kali. [4]


 b. Mendengungkan pergantian cinta, menunjukan kenyataan
bahwa ada berbagai jenis cinta, misalnya cinta anak-orang tua dan
suami-istri, dan lain-lain.[4] Cara ini mendorong orang yang melakukan
yoga mengalihkan semua cinta kepada Tuhan.[4]
 c. Pemujaan terhadap Tuhan menurut bentuk ideal seseorang.
[4]
 Menurut agama Hindu ada tingkatan-tingkatan cinta yang semakin
mendalam dan timbal balik.[4] Tahap pertama adalah sikap mereka
yang dilindungi terhadap si pelindung.[4] Tahap kedua adalah tahap
persahabatan, di mana Tuhan dipandang sebagai teman bahkan
teman sepermainan.[4] Tahap ketiga adalah sikap cinta orang tua di
mana Tuhan dipandang manusia sebagai anak. [4]
Jalan melalui Kerja[sunting | sunting sumber]
Jalan melalui kerja atau karma yoga ditujukan secara khusus bagi orang
yang berwatak aktif.[4] Kerja adalah pokok kehidupan manusia. Dorongan
bekerja bukanlah motivasi ekonomis, melainkan motivasi psikologis.
[4]
 Manusia akan merasa gelisah atau kehilangan semangat saat tidak
bekerja.[4] Jalan ini ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak
aktif. Jalan ini menggunakan kerja sebagai sarana untuk menuju Tuhan. [4]
Karma yoga mempunyai rute-rute alternatif tergantung pada pendekatan
kita, apakah dengan filosofis atau dengan sikap cinta. [4] Jadi karma yoga
dapat dipraktikkan dengan gaya jnana yoga (pengetahuan) atau bhakti
yoga (cinta).[4] Pekerjaan dapat menjadi wahana menuju Tuhan melalui
kedua hal tersebut, karena agama Hindu mengajarkan bahwa setiap
tindakan yang dilakukan pada dunia di luar kita mempunyai reaksi yang
sepadan di dalam diri pelakunya.[4] Setiap perbuatan yang manusia
lakukan untuk kepentingan kesejahteraan diri manusia akan menambah
satu lapisan ego yang semakin mempertebal jarak antara dirinya dan
Tuhan, baik yang dipahami di dalam diri maupun di luar diri. [4] Demikian
pula setiap tindakan yang dilakukan tanpa mengingat kepentingan diri
sendiri, akan mengurangi hambatan untuk mencapai Atman di dalam diri,
hingga akhirnya tidak ada hambatan yang mengaburkan hubungan
seseorang dengan Tuhan.[4]
Seorang yang menganut jalan karma yoga akan berusaha melakukan
setiap hal yang dihadapinya seakan-akan hal itu merupakan satu-satunya
tugas yang harus dikerjakannya.[4] Ia akan berusaha memusatkan
perhatiannya secara utuh dan mantap terhadap setiap tugas, dengan
menjauhkan segala bentuk ketidaksabaran, kegembiraan, ataupun usaha
yang sia-sia untuk melakukan atau mengingat berbagai hal lainnya dalam
waktu yang sama.[4] Ia akan berusaha sekuat tenaga, karena jika tidak
berarti ia telah menyerah kepada kemalasan yang merupakan sifat
mementingkan diri.[4]
Jalan melalui Latihan Psikologis[sunting | sunting sumber]
Jalan melalui latihan psikologis disebut juga raja yoga karena jenis yoga
ini mampu membawa orang ke taraf yang tinggi. [4] Satu-satunya syarat
yang diperlukan untuk menempuh raja yoga ini adalah dimilikinya suatu
dugaan kuat bahwa diri manusia sebenarnya jauh lebih mengagumkan
dari yang kita sadari saat ini.[4] Orang yang melakukan raja yoga akan
melakukan percobaan terhadap rohaninya sendiri dengan hipotesis bahwa
Atman ada di dalam lapisan-lapisan diri manusia. [4] Tujuan raja yoga
adalah untuk membuktikan keabsahan dari pandangan tentang lapisan-
lapisan ini.[4]
Tahap-tahap dari raja yoga ada delapan tingkat, namun dapat dibagi
menjadi empat bagian, yaitu:[6] a. Persiapan etis atau persiapan di bidang
kesusilaan, yaitu tidak membunuh atau membenci apapun juga, tidak
mencuri, tidak berbuat mesum, tidak berbuat curang, dan harus murni
secara batin.[6] b. Persiapan badani, yaitu orang harus menguasai gerak-
gerik, napas tubuh, serta perasaannya.[6] c. Merenung, yaitu orang harus
dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu supaya menjadi tenang.
Setelah tenang orang harus merenungkan sesuatu. [6] d. Samadhi, yang
menghapuskan perasaan adanya identitas. Tubuh dan pikiran menjadi
mati terhadap segala perangsang dari luar. Hanya sasaran yang
direnungkan itulah yang tinggal bersinar-sinar. [6]
Jika telah dapat mencapai tahap ini, maka ia telah mencapai tingkatan
moksa, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu adalah satu dan dengan
pengalamannya ia merealisasikan kesatuan itu. [6] Baginya hanya
Atman/Brahman saja yang kekal, sedangkan segala yang lain di dalam
dunia ini adalah maya atau tidak nyata.[6]

ATMA TATTVA

2.1 Pengertian Atman


            Atman adalah sinar suci atau bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha
Esa). Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas
mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua
makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita
menyebutkan sebagai berikut :

“aham atma gudakeda, sarwabhutasyaathi, aham adis camadhyam ca, bhutanam anta eva ca”
artinya :

O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah
permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.

            Dari kutipan sloka diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa atman itu
merupakan bagian dari Tuhan ( Sang Hyang Widi ). Bila Tuhan diibaratkan lautan maka
atman itu hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari
maka atman itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan asal
atman sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu atma yang tertinggi. Atman berasal
dari Tuhan maka pada akhirnya atman kembali kepadanya. Seperti halnya setitik uap
air laut yang kembali kelaut saat hujan turun, seperti dalam buku yang berjudul Sudirga
yang di tulis oleh  Ida Bagus.

Jivatman adalah atman yang telah masuk kedalam tubuh (wadah), memberikan
kekuatan dan hidup. Dan apabila mati atman akan keluar daru tubuh (wadah) dan
disebut Roh.

2.2 Fungsi Atman

          Dalam hubungannya dengan maya, atman itu seolah – olah “terkurung” atau
terbelenggu. Sehingga atman memiliki tiga fungsi, yaitu :

a)   Sebagai sumber hidup citta dan sthula sariranya makluk. Citta adalah alam pikiran,
meliputi pikiran atau akal, perasaan kemauan inderanya dan instuisi. Sedangkan sthula
sarira adalah badan wadah seperti darah, daging, tulang, lender, otot, sumsum, otak,
dan sbagainya.

b)   Bertanggung jawab atas baik buruk atau amal dosa dari segala karmanya makluk yang
bersangkutan.

c)     Menjadi tenaga hidup dari suksma sariranya makluk yang bersangkutan,(Sudirga, Ida
Bagus)

Sama halnya yang ada dalam modul srada yang menyebutkan ada tiga fungsi atman
yaitu sebagai sumber hidup, sebagai yang bertanggung jawab atas karmawasana setiap
manusia dan sebagai pemberi tenaga kehidupan.
2.3 Sifat – Sifat Atman

            Atman merupakan bagian dari Tuhan / tunggal adanya dengan Tuhan. Seperti
halnya Tuhan yang memiliki sifat – sifat khusus, atman juga mempunyai sifat –sifat,
seperti yang tertuang dalam Kitab Bhagawad Gita, yakni :

(Bhagawad Gita II.20)

“na jayate mriyate va kadacin


nayam bhutva bhavita van a bhuyah
ajo nitya sasvato yam purano
na hayate hayamane sarire” 
artinya :

Ia tidak pernah lahir dan juga tidak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti
ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak mati pada saat
badan jasmani ini mati.

(Bhagawad Gita II.23)

“nai nam chindanti sastrani


nai namdahati pawakah
na cai nam kledayanty apo
na sosayati marutah” 
artinya :

Senjata tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak dapat
mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.

(Bhagawad Gita II.24)

“acchedyo yam adahyo yam


akledyo sasya eva ca,
nittyah sarwagatah sthanur
acalo yam sanatanah”
artinya :

Sesungguhnya dia tidak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat dikeringkan dan
dibasahi; Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak bergerak, dan abadi
selamanya.

(Bhagawad Gita II.25)

“Avyakto yam acityo yam


avikaryo yam ucyate,
tasmad evam viditvainam
nanusocitum arhasi”
artinya :

Dia tidak dapat diwujudkan dengan kata – kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan,
tak berubah – ubah; karena itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tak
perlu berduka.

( Bhagawadgita II.13 )

“ dehino ‘smin yatha dehe


kaumaram yauvanam jara,
tatha dehantara-praptir
dhiras tatra na muhyati”.
artinya :

Sebagaimana halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa tua
demikian juga dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan tergoyahkan.

( Bhagawadgita II.14 )

“ matra-sparas tu kaunteya
sitosna-sukha-dukha-dah,
agamapayino nityas
tams titiksasva bharata”.
artinya :

Sesungguhnya, hubungan dengan benda- benda jasmaniah, wahai Arjuna, menimbulkan


panas dan dingin, senang dan duka, yang datang dan yang pergi, tidak kekal, terimalah
hal itu dengan sabar, wahai arjuna.

( Bhagawadgita II.31 )

“ sarva-bhuta-sthitam yo mam
bhajaty ekatvam asthitah,
sarvatha vartamano ‘pi
sa yogi mayi vartate”.
artinya :

Dia yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insane, dengan tujuan manunggal,
yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau bagaimanapun cara
hidupnya.

( Bhagawadgita VI.32 )

“ atmaupamyena sarvatra
 samam pasyati yo ‘rjuna,
sukham va yadi va duhkham
sa yogi paramo matah”. 
artinya :

Yogi yang dianggap tertinggi adalah yang melihat dimana – mana sama atman itu
sebagai atman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun duka.

( Slokantara 27-53 )

“ ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,
na bhawanti  samacara yatha badarakantakah.
artinya :

Lahir dari perut ibu yang sama dan diwaktu yang sama, tetapi kelakuannya tidak akan
sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang lainnya, sebagai berbedanya
duri belatung yang satu dengan yang lainnya.

( Bhisma Parwa )

“ kadi rupa Sang Hyang Aditya an prakasakan iking sarwa loka mangkana ta sang Hyang atma
an prakasakan iking sira marganyam wenang maprawartti.
artinya :

Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah atma menerangi
badan. Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.

Berdasarkan uraian sloka – sloka Bhagawad Gita diatas dapat kita simpulkan
sifat – sifat atman sebagai berikut :

1.    acchedya berarti tak terlukai senjata,

2.    adahya berarti tak terbakar oleh api,

3.    akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,

4.    acesya berarti tak terbasahkan oleh air,

5.    nitya berarti abadi,

6.    sarwagatah berarti ada di mana-mana,

7.    sathanu berarti tidak berpindah – pindah,

8.    acala berarti tidak bergerak, sanatana berarti selalu sama dan kekal,

9.    awyakta berarti tidak dilahirkan,

10. achintya berarti tak terpikirkan,

11. awikara berarti tidak berubah,


12. sanatana berarti selalu sama.

2.4 Atman menurut Advaita Vedanta

            Jiwa perorangan tidak bisa dipandang sebagai khayalan belaka dari Brahman,
karena jiwa adalah Brahman. Hanya saja Brahman disini menampakan dirinya dengan
sarana tambahan ( upadhi ), yang konsekuensinya Brahman dibatasi oleh sarana itu
sendiri. Atman adalah Brahman seutuhnya sehingga atman mempunyai sifat yang sama
dengan Brahman, yaitu berada dimana – mana, tanpa terikat ruang dan waktu, maha
tahu, tidak berbuat dan tidak menikmati. Dalam kehidupan sehari – hari ada
keanekaragaman perorangan yang disebabkan oleh Avidya. Dalam keadaan avidya
manusia tidak dapat membedakan dirinya yang sebenarnya dengan sarana – sarana
tambahan ( upadhi ). Avidya atau ketidaktahuan mengakibatkan manusia mengalami
segala macam penderitaan. Karma wasana juga termasuk dalam upadhi, sehingga
karma wasana juga menyebabkan manusia menjadi avidya.

2.5 Atman menurut Visistadvaita Vedanta

            Visistadvaita Vedanta menyatakan bahwa atman adalah bagian dari Brahman.
Ibarat sebiji buah delima, buah delima merupakan Brahman, sedangkan biji-bijinya
merupakan atman. Jivatman benar – benar bersifat pribadi dan secara mutlak nyata
dan berbeda dengan Brahman. Sesungguhnya ia muncul dari Brahman dan tidak pernah
diluar Brahman, tetapi sekalipun demikian ia menikmati keberadaan pribadi dan akan
tetap merupakan sesuatu kepribadian selamanya. Setiap jiwa memperoleh badan
( tubuh ) sesuai dengan karmawasananya. Saat moksa jiwa tidak murni bersatu dengan
Brahman, karena masih ada identitas sehingga jiwa hanya tinggal di Vaikuntha sebagai
pelayan Brahman.

2.6 Atman menurut Dvaita Vedanta

            Dalam sistem Dvaita Vedanta dikemukakan bahwa jiwa jumlahnya tidak


terhitung. Tiap jiwa berbeda dengan jiwa yang lainnya. Setiap jiwa memiliki
pengalaman, cacad dan sengsaranya sendiri. Jiwa – jiwa itu adalah kekal dan penuh
kebahagiaan, karena adanya hubungan dengan benda maka jiwa itu mengalami
penderitaan dan kelahiran yang berulang – ulang. Selama jiwa/atman tidak bebas dari
ketidak murnian, mereka masih tersesat dalam Samsara, mengembara dari satu
kelahiran ke kelahiran yang lainnya. Bila ketidak murnianya lepas mereka mencapai
moksa atau pembebasan, tetapi roh tidak mencapai kesamaan dengan Brahman, namun
hanya berhak melayani-Nya.
BAGIAN-2 SAPTA ATMA
Atma = bhur loka
Antaratma = bhuah loka
Paramatma = swah loka
Niratma = tapoloka
Adhyatma = jana loka Niskalatma = maha loka
Suniyatma = satya loka

Anda mungkin juga menyukai