“ nai'nam
chhindanti sastrani
”
na chai'nam kledayanty apo
na soshayati marutah
Bhagawad Gita (II,23)[3]
Bhagawad Gita (II,24)[3] ”
Bhagawad Gita (II,25)[3] ”
Atman tidak dapat menjadi subyek atau objek dan tindakan atau
pekerjaan.[2] Atman tidak terpengaruh akan perubahan-perubahan yang
dijalani maupun dialami pikiran, hidup dan jasad atau badan jasmani.
[2]
Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun
Atman tetap langgeng untuk selamanya. [2]
ATMA TATTVA
“aham atma gudakeda, sarwabhutasyaathi, aham adis camadhyam ca, bhutanam anta eva ca”
artinya :
O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah
permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.
Dari kutipan sloka diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa atman itu
merupakan bagian dari Tuhan ( Sang Hyang Widi ). Bila Tuhan diibaratkan lautan maka
atman itu hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari
maka atman itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan asal
atman sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu atma yang tertinggi. Atman berasal
dari Tuhan maka pada akhirnya atman kembali kepadanya. Seperti halnya setitik uap
air laut yang kembali kelaut saat hujan turun, seperti dalam buku yang berjudul Sudirga
yang di tulis oleh Ida Bagus.
Jivatman adalah atman yang telah masuk kedalam tubuh (wadah), memberikan
kekuatan dan hidup. Dan apabila mati atman akan keluar daru tubuh (wadah) dan
disebut Roh.
Dalam hubungannya dengan maya, atman itu seolah – olah “terkurung” atau
terbelenggu. Sehingga atman memiliki tiga fungsi, yaitu :
a) Sebagai sumber hidup citta dan sthula sariranya makluk. Citta adalah alam pikiran,
meliputi pikiran atau akal, perasaan kemauan inderanya dan instuisi. Sedangkan sthula
sarira adalah badan wadah seperti darah, daging, tulang, lender, otot, sumsum, otak,
dan sbagainya.
b) Bertanggung jawab atas baik buruk atau amal dosa dari segala karmanya makluk yang
bersangkutan.
c) Menjadi tenaga hidup dari suksma sariranya makluk yang bersangkutan,(Sudirga, Ida
Bagus)
Sama halnya yang ada dalam modul srada yang menyebutkan ada tiga fungsi atman
yaitu sebagai sumber hidup, sebagai yang bertanggung jawab atas karmawasana setiap
manusia dan sebagai pemberi tenaga kehidupan.
2.3 Sifat – Sifat Atman
Atman merupakan bagian dari Tuhan / tunggal adanya dengan Tuhan. Seperti
halnya Tuhan yang memiliki sifat – sifat khusus, atman juga mempunyai sifat –sifat,
seperti yang tertuang dalam Kitab Bhagawad Gita, yakni :
Ia tidak pernah lahir dan juga tidak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti
ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak mati pada saat
badan jasmani ini mati.
Senjata tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak dapat
mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.
Sesungguhnya dia tidak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat dikeringkan dan
dibasahi; Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak bergerak, dan abadi
selamanya.
Dia tidak dapat diwujudkan dengan kata – kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan,
tak berubah – ubah; karena itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tak
perlu berduka.
( Bhagawadgita II.13 )
Sebagaimana halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa tua
demikian juga dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan tergoyahkan.
( Bhagawadgita II.14 )
“ matra-sparas tu kaunteya
sitosna-sukha-dukha-dah,
agamapayino nityas
tams titiksasva bharata”.
artinya :
( Bhagawadgita II.31 )
“ sarva-bhuta-sthitam yo mam
bhajaty ekatvam asthitah,
sarvatha vartamano ‘pi
sa yogi mayi vartate”.
artinya :
Dia yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insane, dengan tujuan manunggal,
yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau bagaimanapun cara
hidupnya.
( Bhagawadgita VI.32 )
“ atmaupamyena sarvatra
samam pasyati yo ‘rjuna,
sukham va yadi va duhkham
sa yogi paramo matah”.
artinya :
Yogi yang dianggap tertinggi adalah yang melihat dimana – mana sama atman itu
sebagai atman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun duka.
( Slokantara 27-53 )
“ ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,
na bhawanti samacara yatha badarakantakah.
artinya :
Lahir dari perut ibu yang sama dan diwaktu yang sama, tetapi kelakuannya tidak akan
sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang lainnya, sebagai berbedanya
duri belatung yang satu dengan yang lainnya.
( Bhisma Parwa )
“ kadi rupa Sang Hyang Aditya an prakasakan iking sarwa loka mangkana ta sang Hyang atma
an prakasakan iking sira marganyam wenang maprawartti.
artinya :
Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah atma menerangi
badan. Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
Berdasarkan uraian sloka – sloka Bhagawad Gita diatas dapat kita simpulkan
sifat – sifat atman sebagai berikut :
8. acala berarti tidak bergerak, sanatana berarti selalu sama dan kekal,
Jiwa perorangan tidak bisa dipandang sebagai khayalan belaka dari Brahman,
karena jiwa adalah Brahman. Hanya saja Brahman disini menampakan dirinya dengan
sarana tambahan ( upadhi ), yang konsekuensinya Brahman dibatasi oleh sarana itu
sendiri. Atman adalah Brahman seutuhnya sehingga atman mempunyai sifat yang sama
dengan Brahman, yaitu berada dimana – mana, tanpa terikat ruang dan waktu, maha
tahu, tidak berbuat dan tidak menikmati. Dalam kehidupan sehari – hari ada
keanekaragaman perorangan yang disebabkan oleh Avidya. Dalam keadaan avidya
manusia tidak dapat membedakan dirinya yang sebenarnya dengan sarana – sarana
tambahan ( upadhi ). Avidya atau ketidaktahuan mengakibatkan manusia mengalami
segala macam penderitaan. Karma wasana juga termasuk dalam upadhi, sehingga
karma wasana juga menyebabkan manusia menjadi avidya.
Visistadvaita Vedanta menyatakan bahwa atman adalah bagian dari Brahman.
Ibarat sebiji buah delima, buah delima merupakan Brahman, sedangkan biji-bijinya
merupakan atman. Jivatman benar – benar bersifat pribadi dan secara mutlak nyata
dan berbeda dengan Brahman. Sesungguhnya ia muncul dari Brahman dan tidak pernah
diluar Brahman, tetapi sekalipun demikian ia menikmati keberadaan pribadi dan akan
tetap merupakan sesuatu kepribadian selamanya. Setiap jiwa memperoleh badan
( tubuh ) sesuai dengan karmawasananya. Saat moksa jiwa tidak murni bersatu dengan
Brahman, karena masih ada identitas sehingga jiwa hanya tinggal di Vaikuntha sebagai
pelayan Brahman.