PROV.SULAWESI UTARA
PERSEMBAHYANGAN
OM SWASTYASTU
Umat Hindu serta para pendengar setia RRI Manado yang berbahagia dimanapun berada, kita
berjumpa kembali dalam siaran mimbar agama Hindu. Pada mimbar kali ini kita akan membahas arti
dan fungsi api dalam persembahyangan
Sebagaimana kita ketahui bersama dalam setiap kegiatan persembahyangan Hindu selalu
menggunakan sarana api. Namun dalam pemahamannya banyak yang salah kaprah. Mungkin karena
kurang pengetahuannya ataupun karena ada maksud lainnya. Semoga dengan penjelasan ini umat
Hindu semakin memahami arti dan fungsi api dalam persembahyangan. Api dalam istilah agama
Hindu disebut apui,agni,wahni. Api sebagai sumber kehidupan Dewanya Brahma. Sifat api
adalahmenerangi atau menyinari dan dharmanya adalah membakar. Matahari adalah sumber api
yang terbesar. Api adalah salah satu unsur alam,dipakai sebagai sarana persembahyangan dan sarana
upacara keagamaan.
Umat Hindu ,pendengar yang berbahagia dimanapun saudara berada. Dalam fungsinya sebagai sarana
persembahyangan kita akan bahas satu persatu fungsi api itu.
Dalam kitab suci Rg Weda mandala I disebutkan Agni sebagai purohita atau pendeta sebagai
berikut:
Om Agni mite purohitam yajnasya dewa mrt wijam hotaram ratna dhatanam.
Artinya :
Mantra diatas sangat jelas menunjukkan bahwa api adalah pendeta pemimpin upacara yadnya.
2. Api sebagai perantara pemuja dan yang dipuja
Dalam Bhagawad Gita IV.24 dan 25,dijelaskan api sebagai sarana upacara untuk
menghubungkan pemuja dengan Brahman,sebagai berikut:
Brahmagnao brahmanahutam
Artinya:
Kepada Brahman persembahan itu, Brahman adalah mentega, persembahan api adalah
Brahman,Huta adalah Brahman ,hanya kepada Brahmanlah ia harus menghadap dengan meditasi
atas karya Brahman
Artinya:
Beberapa Yogi memuja Dewata,yang lainnya mempersembahkan sesajen itu kepada api Brahman
sebagai yajna.
Kedua sloka Bhagawad Gita ini menggunakan api sebagai penghubung antara umat pemuja
dengam Brahman yang dipuja,yang dilambangkan dengan api. Kalau seorang Yogin dapat langsung
melakukan persembahan dengan kekuatan yoganya,umat kebanyakan yang masih awam dalam
meditasi spiritual mewujudkan Brahman dengan lambang api dan sesajen,dipersembahkan kepada
api simbolis,Brahman tersebut. Jadi disini api itu benar-benar difungsikan sebagai sarana antara
pemuja dengan yang dipuja.
Dalam kidung warga sari yang biasa dipergunakan umtuk persembahyangan umat Hindu di Bali ada
dijelaskan tentang penggunaan asap pedupan untuk menghubungkan diri dengan Dewa-Dewa
manifestasi Tuhan. Kidung warga sari itu adalah:
Asep menyan majegau,cendana nuur Dewane,mangda ida gelis turun,mijil saking luhuring
langit,sampun medabdaban sami,maring giri meru reko,ancangan sedulur,sami pada ngiring
Artinya:
Asap dari ( pembakaran ) menyan,majegau dan cendana memohon Dewata,supaya beliau segera
turun,benar dari atas langit,semua sudah dipersiapkan di gunung semeru umat semua mengiringi
Dari pupuh di atas tampak jelas bahwa asapnya api dari pembakaran menyan majegau dan
cendana yang berbau harum itu berfungsi sebagai lambang untuk menghubungkan diri dengan
Dewa-Dewa sebagai manifestasi Tuhan
Fungsi api sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja yang
dipentingkan adalah asap api yang berbau harum itu berhembus ke atas,luluh ke angkasa
Penggunaan api sebagai lambang pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat
diwujudkan dengan berbagai bentuk. Bentuk-bentuk penggunaan api sebagai pembasmi segala
kekotoran dan pengusir roh jahat tentunya tidak sama dilakukan oleh umat Hindu di seluruh dunia.
Mengenai bentuk-bentuk itu,merupakan budaya agam yang tentunya diciptakan oleh para ahli
agama dan budayawan dan disertai pula oleh rihaniawan Hindu. Membuat bentuk itu tentunya
tidak boleh sembarangan,karena ini adalah menuangkan suatu nilai filsafat agama yang merupakan
wahyu Tuhan kedalam bentuk budaya-budaya agama. Perbedaan bentuk memang dibenarkan oleh
hokum penerapan agama Hindu yang disebut Desa,Kala,Patra dan Guna ( tempat,waktu,keadaan
dan bakat pembawaan manusia ) umat Hindu saudara pendengar yamg budiman disini akan
dijelaskan beberapa diantara penerapan bentuk-bentuk api sebagai pembasmi kotoran dan
pengusir roh jahat: api linting pada upacara nyambutin berfungsi untuk melepaskan si bayi dari
“leteh”atau “mala”. Hal ini tampak jelas dalam puja pengantar pengelepas aon sebagai berikut:
Pakulun Bhatara Brahma,Bhatara Wisnu,Bhatara Iswara,manusa ira sianu anglepas aon ipun ira
Bhatara tga,pakulun anyude letuh ipun,teka suda teka suda,teka suda,lepas malan ipun.
Artinya
Bentuk lain dari api sebagai pengusir roh jahat adalah “api tetimpug”. Api tetimpug dibuat dari tiga
batang bambu yang masih muda dan hijau,lalu diikat menjadi satu diisi sampian sasap. Kalau
bambu itu dibakar nantinya akan menimbulkan suara meledak.ledakan itu diharapkan dapat
mengusir roh jahat dah menimbulkan pengaruh positif. Api tetimpug digunakan antaralain ketika
upacara mebiakaonatau pekala-kalaan,upacara mekekelud (bhuta yadnya) untuk menghilangkan
cuntaka atau sebel Karena kematian,dan lain sebagainya.
Di ceritakan di sorga ada rapat para Dewa,rapat dipimpin oleh Dewa Siwa. Dalam
rapattersebut,ikut pula hadir Dewa Surya. Dewa Surya penampilannya sangat simpatik dan
menarik perhatian Dewa Siwa. Karena penampilan Dewa Surya yang sangat simpatik itu akhirnya
Dewa Siwa menganugrahkan kepada Dewa Surya untuk mewakili dirinya di dunia. Sebagai sakai
segala kehidupan isi alam semesta. Disamping itu Dewa Surya diperbolehkan memakai nama Dewa
Siwa di depan nama Dewa Surya. Semenjak itu Dewa Surya memakai nama Siwa-Raditya. Karena
Dewa Siwa menganugrahkan nama kepada Dewa Surya untuk mewakili diriNya di dunia maka
Dewa Suryapun mengangkat Dewa Siwa sebagai guruNya. Itulah sebabnya Dewa Siwa bergelar
Bhatara Guru.
Mitologi Siwagama diatas melukiskan bahwa matahari adalah ciptaan Tuhan untuk menjadi saksi
atau menerangi kehidupan manusia di dunia ini. Konsepsi inilah yang dipakai dasar setiap upacara
agama ( panca yadnya ) selalu dibuatkan sanggah surya yang diletakkan di sudut yang mengarah
kepada gunung atau matahari terbit. Sanggah surya ini sering disebut sanggah pesaksi. Fungsinya
adalah sebagai lambang stana Dewa Siwa-Raditya yang menjadi saksi upacara agama.
Pendengar yang budiman,akhirnya kalau kita hubungkan sumber-sumber kitab suci tentang
penggunaan api sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya,memang
sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda-beda. Disinilah letak keluesan ajaran Hindu yang
tidak kaku pada bentuk penampilan,tetapi yang diutamakan adalah masalah isi dalam bentuk searah
dengan kitab Weda.
Pendengar,umat hindu dimanapun berada waktu jua yang memisahkan kita, mohon maaf bila ada
kasalahan dalam penyampaian mimbar ini, semoga apa yang telah disampaikan dapat bermanfaat
bagi perkembangan ajaran hindu.