Anda di halaman 1dari 7

KONSEP KETUHANAN DALAM LONTAR GONG BESI

I Made Arya
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

ABSTRACT
Lontar Gong Besi is one of the referens of Hindus especially mazab shiva. Lontar is
written a mahakawi, as well as the rajakerta Hindu community in Bali, named Mpu Kuturan.
Many teachings can be learned from reading this ejection. Careful scrutiny, descriptions for the
description of the eons of Gong Gong found, the Concept of Godhead, the omnipotence of Bhatara
Dalem, Hyang Parameswara (ista Dewata) saktiya Siwa. The omnipotence of the soul becomes
the source of creation (utpati), the maintenance (stiti), and the power restores to its origin (pralina).
In the tradition of Hindu community life in Bali, the concept of the lontar cadence of Gong Wesi
is manifested in the form of worship, both at the village level of pakraman, and at the family
level. Sanggah/Studio as linggih (stana) Hyang Tunggal, Hyang Atma in Kamulan Tengen (right
room) is Bapanta, Paratma in Kemulan Kiwa (left room) is Ibunta, and Hyang Siwatma in
Kemulan Madya (living room) is raganta. Susunatma is meme, father and ragane go back to
Dalem become Hyang Tunggal. Conclusion, the concept of divinity in ejection Gong Wesi in the
religious social life of Hindu society in Bali.

Keywords:Lontar Gong Wesi, Concept of Godhead

I. PENDAHULUAN
Kekayaan yang paling mulia adalah bergelar Sang Hyang Catur Bogha. Sebutan
ajaran kebenaran dan ilmu pengetahuan yang Dewa dalam Veda dan lontar Gong Besi agak
ada dalam Veda, termasuk ilmu pengetahuan berbeda walaupun ada beberapa istilah
tertuang di dalam lontar-lontar yang sebutan/gelar ada yang sama, hal ini patut
mengandung antara lain: 1) berisi ajaran mendapat kajian lebih mendalam,
tattwa, 2) Ketuhanan, 3) Sosial Politik, sebagaimana maksud penulisan jurnal ini
4) Hukum, 5) Ekonomi, 6) Kesehatan / ingin menggali isi ajaran makna yang tersirat
obat-obatan (bhs. Bali: Tetamban), 7) dalam Tutur Gong Besi.
pendidikan etika, agama, 8) ritual, 9) hari
baik (padewasan), 10) seni dan arsitektur, II. PEMBAHASAN
provided by Jurnal STAHN MPU Kuturan Singaraja

dll.
View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk Konsep Ketuhanan adalah paham atau
CORE
brought to you by

Demikian pula lontar Gong Besi atau ajaran tentang dasar kepercayaan kepada
Tutur Gong Wesi yang disebut dengan Tuhan Yang Maha Esa beserta sifat-sifat
sebutan Ketatwaning Gong Besi Tuhan dan segala yang berhubungan dengan
mengungkapkan aspek tattwa Ketuhanan Tuhan itu sendiri. Pandangan Ketuhanan
dengan berbagai fungsi berbeda-beda dan dalam Veda adalah tunggal (Esa) bisa dipetik
berpindah-pindah sembilan belas kali dari dari mantram sloka Atharva Veda XIII.4.15.21
awal Dalem Kawi dengan sebutan Sang seperti di bawah ini :
Hyang Triodasa Sakti sampai terakhir di
Sanggar Kemimitan (Kemulan) yang

63
Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

“……………………………… palinggih Kemulan Rong Tiga di tiap


Artinya, perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap
Kepada yang mengetahui Tuhan itu hanya Desa Adat, dan Pembangunan Pura Kiduling
Satu saja. TIdak ada yang menyebut-Nya
Kreteg (Brahma), Pura Batumadeg (Wisnu),
sebagai yang kedua, ketiga, keempat;
dan Pura Gelap (Siwa), serta Padma Tiga di
juga tidak ada yang kelima, keenam,
ketujuh Ia dipanggil. Tidak yang Penataran Agung, di Besakih.
kedelapan, kesembilan; Ia melihat segala Apabila diteliti secara seksama apa
yang bernafas dan yang tidak bernafas yang tertuang dalam konsep Ketuhanan Tutur
kepada Nyalah tenaga penakluk kembali, Gong Besi, adalah sumber otentik dari
Ia hanya tunggal, pada-Nya semua Deva konsep pemujaan Tri Murti, yang bersumber
hanya satu saja. dari istilah Sanggar Kamimitan kemudian
menjadi Sanggar Paryyangan dan dipertegas
2.1 Lontar Gong Besi dalam Sanggar Paryyangan tersebut yang
Lontar Gong Besi disebut pula dengan dipuja adalah Ida Sanghyang Atma di
istilah Gong Wesi, lontar ini terdiri dari enam kamulan kanan adalah Bapanta, Ida
halaman ditulis dalam huruf/aksara Bali. Sanghyang Paratma, di kamulan kiri adalah
Dikatakan bahwa di provinsi Bali bahan Ibunta dan Ida Sanghyang Siwatma, di
naskah untuk karya naskah klasik disebut kamulan tengah adalah raganta; dan terakhir
lontar, yakni semacam papan dari kayu, kulit kembali ke Dalem adalah Sanghyang
maupun daun yang kemudian ditulis dengan Susudatma tiada lain meme, bapa, ragane
alat tulis tradisional (Baried Siti Baroroh, menjadi Sanghyang Tunggal; nunggalang
1985: 55). Lebih lanjut dikatakan bahwa rasa, yaitu sakit, sehat, dan mati semua
pada perkembangannya naskah tersebut berasal dan ditentukan oleh Bhatara Dalem,
kemudian ditulis di atas kulit kayu, kayu dan pulang ke bayu, sabda, idep.
dluwang (kertas yang m asih kasar). Bhatara Dalem adalah Tryodasa Sakti
Perkembangan berikutnya dluwang diganti sebagai Ista Dewata dengan gelar Hyang
dengan kertas dari eropa yang kualitasnya Parameswara, beliaulah yang menciptakan
lebih baik pada abad ke 18 dan ke 19. (utpati) yang disebut Bhatara Brahma di
Pura Desa, beliaulah sebagai pemelihara
2.2 Konsep Ketuhanan dalam Lontar Gong (stiti) dengan sebutan gelar Bhatara Wisnu
Besi berstana di Pura Puseh, dan beliau pula
Konsep Ketuhanan dalam ajaran sebagai kekuatan mengembalikan kepada
Agama Hindu adalah monotheissm yang asalnya (pralina) dengan sebutan gelar
polytheism yang artinya bahwa agama Hindu Iswara berstana di Pura Dalem.
mengajarkan kepada umatnya meyakini satu Kemudian J ro M angku I Wayan
tuhan yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa Suyasa mengatakan bahwa Beliau bergelar
namun dalam untuk menjaga keseimbangan Tryodasa Sakti juga tiada lain konsep Ista
alam semesta Tuhan memiliki manifestasi Dewata sebagai pradana, yang lebih
yang berbeda beda sesuai prabhawanya. terperinci atau lebih banyak dan lebih detail
Ajaran Ketuhanan dalam lontar Gong adalah wujud tiga belas kemahakuasaan
Besi bermula dari konsep Empu Kuturan Tuhan yang memiliki simbol aksara (huruf)
(abad 10-12), beliau mengintegrasikan sekte Sa – Ba – Ta – A – I ; Na – Ma – Si – Wa – Ya
sekte yang ada dan berkembang di Bali, – Ang – Ung – Mang.
melalui konsep Tri Murti (Brahma, Wisnu, Dalam lontar Siwa Tattwa dikatakan
Siwa). Konsep Trimurti dalam wujud simbol bahwa kemahakuasaan berdasarkan kiblat

64
KONSEP KETUHANAN DALAM LONTAR GONG ...(I Made Arya, 63-69)
arah mata angin yaitu berturut-turut sebagai nama Hyang Tryo Dasa Saksi. Dalam buku
berikut : Tukang Banten bahwa yang dimaksud dengan
Sa di timur : Hyang Iswara Hyang Tryo Dasa Saksi adalah Hening yang
Ba di selatan : Hyang Brahma memiliki makna khusuk, menyatunya sabda,
Ta di barat : Hyang Mahadewa bayu, idep yaitu keyakinan, kegagalan
A di utara : Hyang Wisnu manah Hyang Tryo Dasa Saksi meliputi:
I di tengah : Hyang Siwa Adhitya (matahari), Candra (bulan), Anila
Na di tenggara : Hyang Mahesora (angin), Agni (api), Apah (Air), Akasa
Ma di barat daya : Hyang Rudra (langit), Pertiwi (tanah), Atma (sang
Si di barat laut : Hyang Sangkara Hyang Atma), Yama (sabda), Ahas
Wa di timur laut : Hyang Sambu (rahina), Ratri (malam), Sandya (senja)
Ya di tengah : Hyang Siwa dan Dwaya (semeng/Pagi). Hyang Tryo
Ang di tengah : Hyang Siwatma Dasa Saksi bersthana di Pura Puseh. Pura
Ung di tengah : Hyang Sadasiwa Puseh kata Puseh adalah berasal dari kata
Mang di tengah : Hyang Paramasiwa puser yang berarti pusat.
Ciwa yang Tunggal (Siwaisme) Kata pusat mengandung makna
sebagai pusatnya kesejahteraan dunia yang
Sedangkan sebutan Hyang Tryodasa mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
Saksi adalah bukan atas nama bagi umat manusia, sehingga upacara-
kemahakuasaanNya akan tetapi selaku upacara yang berhubungan dengan kesuburan
upasksi (saksi) dalam kegiatan Panca Yajna/ dunia dilaksanakan di Puseh. Dewa Wisnu
upacara yajna, beliaulah yang diwujudkan sebagai Dewa pemelihara ciptaan Hyang
dalam banten, atau mantram pada saat Widi dalam seni arca digambarkan dengan
upacara berlangsung. Beliau selaku Agni, laksana atau ciri bertangan empat yang
Dewa Yang Agung, api suci yang Maha Suci masing-masing memegang, cakra, sangka
sebagaimana disebutkan dalam upanisad- dan buah atau kuncup teratai. Wahana adalah
upanisad. Garuda, sedangkan saktinya adalah Sri atau
Menurut Dewa Ketut Djareken Laksmi (Dewi Kebahagiaan). Mengenai
bahwa dalem kawi adalah Brahman itu denah dari Pura Puseh dapat dibagi atas dua
sendiri, Brahman adalah merupakan sumber bagian sebagaimana denah dari Pura Desa.
dari segala sumber kehidupan, Brahma Pembagian atas dua bagian tersebut adalah:
adalah sebagai Tri Purusa yaitu Utpeti, Sthiti halaman pertama atau disebut dengan jabaan
dan pralina alam semesta. Kata Dalem dari pura dan halaman kedua disebut jeroan
secara harafiah berarti jauh atau sulit dicapai. dari pura.
Disebut demikian karena dalam Pada halaman pertama terdapat
kenyataannya Dewa Siwa adalah sulit dicapai beberapa buah bangunan, seperti candi
oleh manusia karena beliau adalah niskala, bentar, bale kulkul, pawaregan, bale gong,
wyapi-wyapaka. apit lawang dan candi kurung. Mengenai
Berdasarkan dari keterangan informan fungsi dari bangunan-bangunan tersebut di
di atas maka dapat dicermati bahwa dalam atas adalah sama dengan bangunan-bangunan
Lontar Gong Besi mengajarkan Brahman yang terdapat pada halaman pertama dari
adalah merupakan sumber dari segala sumber Pura Desa. Pada halaman kedua atau jeroan
kehidupan yang ada di alam semesta ini baik pura terdapat pula beberapa buah bangunan
tentang kelahiran kehidupan dan kematian dengan fungsinya masing-masing seperti:
manusia. Beliau bersthana di Dalem dengan Sanggar Agung yaitu Bangunan suci ini

65
Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

pada bagian puncaknya terbuka yang Setelah bersthana di Pura Desa


berfungsi sebagai tempat memuja Hyang kemudian beliau bersthana di Bale Agung
Raditya/ Hyang Widi Wasa. Pada bagian dengan gelar Ida Bhagawati. Setel ah
puncaknya dibuat terbuka karena Hyang Widi bersthana di Bale Agung kemudian beliau
tidak terbatas, memenuhi alam semesta. bersthana di perempatan agung (catus pata)
Selanjutnya Meru Tumpang Lima atau Tujuh dengan gelar Ida Sang hyang Catur
atau Sebelas adalah Bangunan meru ini Bhuwana. catus pata adal ah daerah
berfungsi sebagai stana Dewa Wisnu yang bertemunya pengaruh yang datang dari empat
dipuja di Puseh. Di sini menjadi tanda tanya buah arah yang ada di sekitar dunia ini
kenapa meru, dipakai sebagai stana Dewa (timur, selatan, barat dan utara). Wujud
Wisnu dan kenapa tidak Gedong seperti di nyata sebuah catus pata adalah jalan simpang
Pura Desa dan Dalem. empat atau perempatan. Masyarakat Bali
Mengenai hal ini belum diketahui selaku kelompok masyarakat budaya dalam
dengan pasti, namun Meru itu dapat mengatur desa selaku daerah pemukiman
disimbolkan sebagai gunung yaitu Gunung dengan kelengkapannya seperti: pura, bale
Mahameru sebagai stana para Dewa. banjar, pasar, rumah, jalan, diatur dalam
Gunung dengan hutannya adalah merupakan satu tata ruang. Filosofis pengaturan tata
sumber mata air yang nantinya mengalir ruang tadi berdasarkan konsep catus pata dan
menjadi sungai-sungai. Air inilah yang luan teben, misalnya: pasar, wantilan, Pura
memberikan kesejahteraan sebagai Amerta Desa, rumah pembesar desa ditempatkan
kepada umat manusia. Setelah dari Puseh pada sudut-sudut dari catus pata. Setelah
beliau Hyang Tryo Dasa Saksi bersthana di beliau bersthana di perempatan agung
Pura Desa dengan gelar Hyang Tri kemudian beliau bersthana di pertigaan
Upasadana. Pura ini disebut dengan nama dengan gelar Ida Hyang Sapuh Jagat.
Pura Desa karena pura ini lazim ditempatkan Setelah bersthana di pertigaan beliau
di pusat desa yaitu pada salah satu sudut dari bersthana di Kuburan (setra) dengan gelar
catuspata (perempatan agung). Batara Durga, beliau adalah merupakan
Pura Desa menjadi tempat pusat sakti daewa siwa yaitu dewi Uma yang telah
kegiatan pelaksanaan upacara untuk dikutuk oleh Dewa Siwa akibat beliau dinilai
kepentingan desa seperti upacara Ngusaba tidak setia sehingga beliau menjadi raksasa
Desa, Pasamuhan Batara setelah upacara besar dengan gelar Hyang Durgha. Durga
melis yang dilaksanakan sebelum upacara sebagai saktinya Siwa dilukiskan sebagai
Panyepian. Pada beberapa daerah di Bali, Mahisasuramardini. la berdiri di atas seekor
Pura Desa disebut pula dengan nama Pura lembu yang ditaklukkan. Lembu ini adalah
Bale Agung. Nama ini kemungkinan diambil penjelmaan raksasa (asura) yang menyerang
dari nama bangunan Bale Agung yang Kahyangan dan dibasmi oleh Durga, Durga
terdapat pada bagian halaman pertama dari digambarkan bertangan 8, 10 atau 12,
pura tersebut. Pura Desa mempunyai denah masing-masing tangannya memegang
yang terbagi atas tiga bagian, tetapi lebih senjata. Arca Durga yang terkenal dari Bali
umum denah pertama dan kedua digabung adalah Durgamahisasuramardini.
menjadi satu, sehingga tampak mempunyai Setelah dari Setra Agung beliau
dua denah yaitu: Jaba sisi (halaman pertama) bersthana di pemuhunan (Tempat
dan jaba tengah (halaman kedua), dan jeroan pembakaran Mayat) dengan gelar sang
(halaman paling dalam). Hyang Bherawi yaitu perwujudan kemarahan
Dewa Siwa dengan kekuatannya untuk

66
KONSEP KETUHANAN DALAM LONTAR GONG ...(I Made Arya, 63-69)
memusnahkan segala isi Bhuwana Agung dan panti, semua piyasan, sakti di parhyangan/
Bhuwana Alit dengan wujud Dewa Siwa pura.
berambut api. Selanjutnya setelah dari Setelah dari gunung agung beliau
pemuhunan (pembakaran mayat) beliau bersthana pada jurang dan sungai, kali,
bersthana di penguluning setra dengan gelar menjadilah beliau Bhatari Gangga,
Hyang Prajapati namanya, Mrajapati adalah namanya, setelah dari sungai dan kali,
penghuni kuburan dan perempatan agung bersthanalah beliau di petak-petak sawah,
yang berhak merusak mayat yang ditanam menjadilah beliau Bhatari Uma di sawah,
melanggar waktu dewasa. Juga Ia boleh namanya setelah beliau dari sawah,
menganggu orang yang memberikan dewasa kemudian bersthanalah beliau di lumbung,
yang bertentangan dengan ketentuan upacara. menjadi beliau Dewi Sri, bersthana beliau
Prajapati adalah merupakan salah satu dari di antara tempat beras, menjadilah beliau
catur sanak yang berasal dari darah pada Hyang Tri Suci, setelah beliau dari tempat
kelahiran manusia yang berstana di selatan beras, menjadi Hyang Tri Suci, kemudian
demikian juga yang lainnya, Anggapati, berstanalah beliau di dapur, menjadilah
Banaspati, maupun Banaspati Raja. Kalau beliau Hynag Pawitra, saraswati namanya.
dilihat dari Bhuana Alit (diri manusia) catur Secara etimologi, kata Saraswati berasal dari
sanak ini erat kaitannya dengan organ-organ Bahasa Sansekerta yakni dari kata Saras yang
tubuh manusia seperti Anggapati (jantung, berart i “sesuatu yang mengalir” atau
dengan warna putih), Prajapati (hati) “ucapan”.
dengan warna merah, Banaspati (usus) Setelah beliau dari dapur, kemudian
dengan warna kuning, dan Banaspatiraja bersthanalah beliau di tungku, di tempat
(limpa, empedu) dengan warna hitam. tempayan, menjadilah beliau Hyang Tri
(lontar Kanda Pat) sekembalinya beliau dari Mertha (air, nasi, dan lauk) namanya,
penguluning setra kemudian bersthana setelah beliau dari tempayan, kemudian
beliau di segara (lautan) dengan gelar bersthanalah beliau di Sanghgar Kamimitan,
Hyang Mutering Bhuwana. Sanggar Kamimitan atau kawitan
Setelah dari segara kemudian beliau mempunyai karakter yang ditentukan oleh
bersthana di akasa menjadilah beliau Hyang adanyta ikatan (wit) atau asal leluhur yang
Taskarapati, Taskara pati adalah Suryapati, berdasarkan garis keturunan (genegologis).
Hyang Surya Pati dikenal dengan Dewa Suatu keluarga inti yaitu ayah ibu dan anak
Indra setelah beliau dari langit bersthanalah dalam istilah antropologi disebut keluarga
beliau di Gunung Agung, menjadilah Hyang batih yang mempunyai tempat pemujaan
Giri Putri namanya, ibunya gana namanya, yang disebut sanggah atau pemerajan.
putra beliau putra Bhatara Guru/Dewa Siwa, Disebutkan “kel uarga tersebut akan
Putra dari Dewa Siwa adalah Ganesa yang berkem bang dan bertambah banyak
digambarkan berkepala gajah dengan empat jumlahnya sehingga tempat pemujaannya
buah tangan, yang masing-masing pun ikut berkembang menjadi dadya atau
memegang mangkuk, patahan gading, tunggal sembah, pura dadya” (subagiastha,
aksamala (tasbih dengan 50, 81, atau 108 1995:376)
butir manik) dan kapak. Ganesa disembah Beliau bernama catur bhoga, aku
sebagai Dewa penyelamat dari segala berwujud laki-laki, berwujud wanita,
rintangan dan juga sebagai Dewa ilmu kemudian berwujud kotor, maka
pengetahuan. Beliau Bhatara Guru menjelmalah aku menjadi seorang manusia,
bersthana yang berada di sanggar penataran, aku bernama sang hyang tuduh, Sang Hyang

67
Volume 2, No. 1, Juli 2018 ISSN : 2598-6848

Tunggal, di Sanggar Parhyangan sthana kemoksaan senantiasa mengajarkan tentang


beliau, berwujud beliau Sang Hyang Atma, hubungan harmonis antara Bhuwana Agung
di Kemulan bagian kanan bapakmu, Sang dan Bhuwana alit. di dalam tatwa-tatwa
Pratma di kemulan kiri, itulah ibumu disebut dengan istilah-istilah Pasak Weko,
namanya, sang siwatma di kemulan bagian misalnya Panca Dewata di Bhuwana Agung
tengah beliau, susudhatma menjadi ibu yaitu: Iswara di timur, Brahma di selatan,
bapakmu, jiwamu kembali ke Dalem, Mahadewa di barat, Wisnu di utara, dan
menjadilah Sang Hyang Tunggal. Ciwa di tengah. Panca Dewa di Buwana Alit,
Menyatukan rasa namanya (sa berarti yaitu: Iswara di jantung, Brahma di hati,
sakit, sa berarti seger/sehat, sa juga berate Mahadewa di buah pinggang, Wisnu di
sariranmu/ tubuhmu, itulah Sang Prama empedu, dan Ciwa di paunduhan hati.
Wisesa, berasal dari Dalem Kawi, sehat Habislah ketatwaning dalem kawi,
datangnya dari Dalem, sakit juga dari Dalem, rahasiakanlah ini, sangatlah jarang sang
hidup juga dari Dalem, mati dari Dalem, pandita mengetahui asal mulanya Gong Besi,
sunya akan kembali ke sabda, bayu dan idep, maka tidaklah sempurna sang pandita jika
dalam tubuhmu, jeleh sabdamu/ tIdak mengetahui tentang Ketatwan Gong
perkataanmu, idep dan bayu dari Dalem, Besi, ada seratus ribu orang, dua orang
jika di dalam apah, bayu, teja, akasa, tidak pun tidak ada mengetahui, sepuluh ribu
ada yang menyamai kebaikannya dibanding orang, satu orangpun belum tentu tahu
dengan Dalem, sebab Hyang Pamutering tentang ketuturan Gong Besi namanya, inilah
Jagat namanya, itulah yang menyebabkan yang paling utama dan amat dirahasiakan isi
timbulnya perbedaan di Dalem, dari sanalah tattwanya ini.
kita memuja lahir hidup dan mati, yang
bernama Dalem. 2.3 Ketattwaning Gong Wesi, sebagai
Sebagaimana dalam tujuan akhir dari sumber ajaran penuntun umat manusia
Agama Hindu yang menyebutkan Moksantam untuk tetap teguh berprilaku diatas garis
Jagadhita adalah tujuan akhir ajaran Hindu. ketentuan Dharma atau kebenaran
untuk mencapai tujuan tersebut maka semua Ketentuan dharma dalam hal ini
dilakukan, dalam kehidupan rumah tangga berwujud petunjuk, pedoman hidup, tentang
maka timbul “ banjar” dari desa yang sradha dan bakti (iman dan takwa) agar
bertahan hingga sekarang. Di dalam filsafat menemukan kesukertan ring jagate
hidup mengajarkan hendaknya (kesejahteraan dan ketentraman di dunia ini).
mengharmoniskan diri dengan alam, berbeda Sebagaimana disebutkan dalam Tutur Gong
dengan ajaran barat: hendaknya menundukan Wesi tersebut di Pura Dalem berstana
alam. Menurut ajaran Hindu alam ini terdiri Bhatari Durga namanya, kemudian dalam
atas 5 unsur yang disebut lontar Kala Tattwa, Bhatari Durga setelah
“Pancamahabhata”, yaitu: Pertiwi (Zat dipotong taringnya bergelar Bhatara Kala
padat), Apas (Zat air), Teja (Sinar), (sebuah nama yang diberikan oleh Bhatara
Wahyu (Udara) Akasa (ether). Siwa). Bhatara Kala berkedudukan sebagai
Dunia dan segenap isinya berasal dari dewanya Watek Kala, Durga Pisaca, Danuja,
5 unsur tersebut, dari sinilah muncul Kingkara, Raksasa, dan berbagai bentuk
beberapa konsep bahwa Bhuwana Agung dan penyakit dan hama, segala macam racun yang
Buwana Alit bersumber satu yaitu: “Panca sangat ampuh. Kebenaran tentang hakekat
Mahabhuta” (Parisada Hindu Dharma, 1..68 Bhatara Kala disebut sebagai Sanghyang
: 12) Filsafat hindu yang lazim disebut Panca Mahabhuta; bahwa Sanghyang berarti
“Tutur Suksma” atau Tatwajhana.
68
KONSEP KETUHANAN DALAM LONTAR GONG ...(I Made Arya, 63-69)
yang memerintahkan; Panca adal ah Yajna, Bhuta Yajna, Rsi Yajna, Pitra Yajna dan
berjumlah lima; Bhuta adalah serba yang Manusa Yajna.
memangsa yaitu Bhuta, Kala, Durga, Pisaca, Melalui kegiatan yajna dan karmanya
Kangkira. Kesemuanya itu perwujudan manusia selaku umat beragama mampu
penyakit berbentuk Sasab, merana dan mewujudkan cita-citanya mencapai
gering; sasab adalah penyakit bagi kesejahteraan dan ketentraman lahir dan batin
tumbuhan; merana adalah penyakit bagi yang dalam bahasa Hindu disebut dengan
binatang dan gering adalah penyakit bagi “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”.
manusia; yang bisa menjadi hama, gerubug,
leyak, teluh tanjana, dan desti. Setiap tahun DAFTAR PUSTAKA
manusia kena upeti setiap sasih kesanga
sekitar bulan Maret-April, dikatakan dalam Mantik, Agus S. 1989. Upanisad Utama,
Lontar Kala Tattwa (5) bahwa untuk menjaga Yayasan Dharma Sarathi : Jakarta.
keselamatan jiwanya manusia maka tawur Arya, I Made. 1992. Prembon Banten. Lontar
kesanga, dimaksudkan untuk penebusan Koleksi Pribadi: Singaraja.
orang yang berbohong, berbuat kejahatan, Budha Gautama, Wayan. 2007. Tutur
dratikrama/tIdak sesuai dengan ketentuan Bhuwana Kosa, Paramita: Surabaya.
dharma, wajar Bhatara Kala menciptakan Ritzer, George. 2004. Teori Sosial
penyakit sebagaimana disebut di atas. Postmodern. Kreas i Wacana,
Hyang Siwa pula bernasehat tentang Yogyakarta.
pelaksanaan yajna, bahwa yajna adalah Maswinara, I Wayan. 1999. Rg Veda
merupakan penebusan dosa terhadap Hyang Samhita, Paramita: Surabaya.
yang menjatuhi hukuman kepada manusia Putra, I G. A. G. dan Sadia I Wayan, 2009.
yang sangat berdosa. Wrhaspati Tattwa. Paramita: Surabaya
Putra Kemenuh, Ida Pedanda. 1975. Arti
III. PENUTUP dan Fungsi Pelinggih. Semin ar I
Berdasarkan uraian di atas dapat Kesatuan Tafsir Aspek-Aspek Agama
disimpulkan sebagai berikut. Lontar Gong wesi Hindu di Amlapura
adalah salah satu referens umat Hindu di Bali, ______ 2008. Riwayat Merajan di Bali.
utamanya umat Hindu mazab siwa. Lontar ini Denpasar: Kayumas Agung
menguraikan kemahakuasaan siwa sebagai Lontar Kanda Pat (koleksi Pribadi)
istadewata umat Hindu, baik sebagai pencipta, Singgin Wikarman I Nyom an, 1982.
pemelihara, dan pelebur. Dalam tradisi umat Sanggah Kemul an. Bal i Agung:
Hindu di Bali, Konsep kemahakuasaan siwa Denpasar.
diwujudnyatakan dalam pemujaan rong tiga di Sura I Gede, dkk. 1988. Tattwa Jnana.
tingkat keluarga, dan di tingkat desa pakraman Paranata: Surabaya.
diwujudnyatakan dalam bentuk kahyangan
tiga. Pemahaman tentang konsep ketuhanan
siwa yang diwujudnyatakan dalam bentuk
pemujaan kepada Dewata, merupakan upaya
umat manusia untuk memenuhi tugas hidup
kerokhaniannya. Upaya memenuhi tuntutan
rohani ini diwujudnyatakan dalam bentuk
kegiatan panca yajna yaitu melaksanakan Dewa

69

Anda mungkin juga menyukai