Anda di halaman 1dari 14

TEOLOGI AGAMA HINDU

Oleh :

1. Ni Made Weresni 1810511007

2. Ni Komang Diah Ernawati 1810511010

3. Komang Ayu Sri Dewi 18105110011

Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber utama ajaran Agama Hindu adalah Veda. Veda adalah wahyu Tuhan
Yang Maha Esa yang di dalam Bahasa Sanskerta disebut Úruti, artinya yang
terdengar atau yang didengarkan oleh orang-orang suci, yakni para mahàrûi. Úruti
disebut juga “Sabda-Brahman”, yakni wacana Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena
itu disebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (Divine Origin). Para mahàrûi
memperoleh wahyu tersebut, oleh karena itu para mahàrûi disebut
“Mantradraûþaá” (yang memperoleh wahyu berupa mantra Veda) dan bukan
“Mantrakartaá” (yang membuat atau mengarang mantra Veda). Di samping Veda
sebagai sumber tertinggi ajaran Agama Hindu terdapat juga sumber-sumber
lainnya yang disebut susastra Hindu.
Dapat pula ditambahkan bahwa kitab-kitab Tattva di Bali sebenarnya
merupakan kajian dari teologi Hindu atau Brahmavidyà, khususnya kitab-kitab
Úaiva Siddhànta yang cukup banyak jumlahnya. Kitab-kitab ini merupakan
rujukan utama pelaksanaan ajaran Agama Hindu di Bali yang berpadu dengan
unsur-unsur sekta yang lain dan dikembangkan dalam wadah budaya Bali.

1.2 Permasalahan
1.2.1 Apa itu teologi dalam agama hindu?
1.2.2 Bagaimana umat Hindu memandang Tuhan?
1.2.3 Bagaimana umat hindu menghayati Tuhan?
1.2.4 Bagaimana konsep pemujaan dalam agama Hindu?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teologi Hindu


Teologi berasal dari kata Theos (Bahasa Yunani) berarti Tuhan dan kata
Logos (Bahasa Yunani) berarti ilmu. Jadi Teologi adalah pengetahuan mengenai
Tuhan. Ilmu yang mempelajari mengenai Tuhan dalam Veda (kitab suci Hindu)
dinamakan Brahma Vidya atau Brahma Tattva Jnaña. Kata Brahma yaitu gelar
yang diberikan kepada Tuhan sebagai unsur yang memberi kehidupan pada semua
ciptaanya dan juga unsur sabda atau aksara (Yang Maha Kuasa). Vidya atau
Jnaña, berarti ilmu, sedangkan Tattva berarti hakikat mengenai Tat (yaitu Tuhan
dalam bentuk Nirguna Brahman). Jadi Tattva Jnaña artinya sama dengan ilmu
mengenai hakekat, yaitu ilmu mengenai Tuhan (Pudja, 1999: 3).
2.2 Konsep Teologi Hindu Dalam Teks Bhuana Kosa
Bhuana Kosa merupakan lontar tertua yang memuat tentang konsep Siwa
Tattwa di Bali, maka ini berarti bahwa ide atau konsep tentang hakekat Bhatara
Siwa itu adalah bersumber dari lontar Bhuana Kosa, dengan kata lain teks
Bhuwana Kosa adalah merupakan babon (induk) dari teks-teks Siwaistis yang ada
di Indonesia.
Teks Bhuana Kosa adalah Teks Siwaistik yang memuliakan Sang Hyang Siwa
sebagai wujud Tuhan yang tertinggi. Kata Siwa dalam lontar ini sama artinya
dengan kata Brahman dalam Vedanta. Bhatara Mahadewa Dalam Teks Bhuana
Kosa disebutkan sebagai dewanya para dewa. Bhatara Mahadewa merupakan
dewa utama yang dipuja dengan banyak nama. Dalam Teks Bhuana Kosa
menjelaskan tentang Bhatara Mahadewa sebagai berikut:

He, Dewa-dewa, kita dewaning dewata kabeh, he Mahadewa, kita Bhatara


Mahadewa ngaranta, he Maheswara, kita Bhatara Maheswara ngaranta, he
Sangkara, kita Bhatara Sangkara ngaranta. (Bhuana Kosa, I.1)

Terjemahannya

Oh para Dewa, engkau adalah Dewa dari semua Dewa, he Mahadewa, engkau
bergelar Mahadewa, he Maheswara, engkau bergelar Sang Hyang Maheswara, he
Sangkara, engkau bergelar Sang Hyang Sangkara. Dewa Mahadewa adalah Dewa
tertinggi yang dipuja oleh semua orang. Mahadewa adalah “great god”, sebutan
untuk mengagungkan nama Rudra-Siwa (Knappert, 1991:158). Mahadewa adalah
Siwa sendiri yang dimuliakan oleh pendukungNya. Kata Siwa berarti yang
memberikan keberuntungan, yang baik hati, ramah, suka memaafkan,
menyenangkan, memberi banyak harapan, yang tenang, membahagiakan dan lain
sebagainya.
2.3 Penyelidikan ke dalam Brahman
Kitab Brahma sutra menuntun untuk melakukan penyelidikan kedalam
Brahman, sebagaimana disebutkan dalam Bab I.1.
“Athato brahmajijnasa”

Artinya: Penyelidikan kedalam Brahman harus dilakukan.

Svami Viresvarananda (2002:69) mengatakan bahwa penyelidikan atau


pencaharian itu dianggap sangat penting, karena ada ketidakpastian mengenai hal
itu dan kita menemukan berbagai pandangan yang berlainan bahkan bertentangan
mengenai sifat-sifat-Nya. Agar kita dapat memperoleh pengetahuuan tentang
Brahman (Tuhan), maka Dia (Tuhan) harus memiliki kriteria (beratribut) jika
Tuhan itu tidak beratribut maka Tuhan itu tidak dapat dijangkau. Brahman
(Tuhan) yang tak terjangkau oleh pengetahuan manusia itu, masuk dalam wilayah
pengetahuan paravidya, pada wilayah itu pengetahuan tentang Brahman (Tuhan)
itu disebut pengetahuan Nirguna.
Brahman dan pengetahuan tentang Tuhan yang beratribut masuk pada
wilayah Teologi Saguna Brahman. Pada wilayah Teologi Saguna Brahman
muncul simbolisasi.
2.3.1 Nirguna Brahman
Obyek pertama dari Brahmavidya atau Teologi adalah Tuhan, Tuhan dalam
pengertian pertama adalah “Tuhan yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan
waktu”Sehingga Tuhan didefinisikan berada pada wilayah yang tanpa batas
(Transendental). Pada wilayah ini manusia tidak mungkin mampu membatasi
Tuhan yang tak terbatas. Tuhan dalam wilayah ini dalam Teologi Hindu disebut
konsep Teologi Nirguna Brahman, yang tidak berwujud, tidak memiliki nama dan
tidak dapat dibayangkan sebagai sesuatu apapun, sebab Brahman bukanlah ini
bukanlah itu ( neti-neti ), istilah barat impersonal god atau Acintya diartikan
sebagai sesuatu yang terpikirkan oleh manusia. Dalam Brahmavidya pada wilayah
ini tidak mengijinkan pemuja-Nya untuk membayangkan Tuhan sebagai apapun.
Sangat sulit untuk membayangkan bagaimana cara untuk memuja Tuhan yang
takterbayangkan. Dalam Bhagavadgita sloka X. 2 dan XII.5 dengan lugas
menggambarkan wilayah Tuhan yang Nirguna Brahman. Yaitu:
“Na me viduh sura-ganah prabhavam na maharsayah, aham adir hi devanam
maharsinam ca sarvasah”

Artinya: Para dewata maupun rsi agung tidak mengenal asal-mula-Ku (Tuhan),
sebab dalam segala hal Aku (Tuhan) adalah sumber para dewata dan rsi agung.

“kleso’ dhikataras tesam avyaktasakta – cetasam, Avyakta hi gatir duhkham


dehavadbhir avayate”

Artinya:
Lebih besar kesulitan orang yang pikirannya terpusat pada Tuhan yang tak-
termanifestasikan, sebab Tuhan yang Tak-Termanifestasikan sukar dicapai oleh
orang yang dikuasai oleh kesadaran jasmani.

Wilayah Nirguna Brahman adalah wilayah dimana Tuhan berada pada ruang yang
tak terbatas, oleh sebab itu tidak mungkin orang yang memiliki pengetahuan yang
sangat terbatas untuk membatasi yang tak terbatas. Dalam konteks Teologi
nirguna Brahman, tidak ada orang yang kafir, tidak ada orang yang tersesat dan
tidak ada orang yang menyesatkan. Pada wilayah Teologi inilah sesungguhnya
seseorang dan semua orang yang mengaku percaya dan yakin (beriman) kepada
Tuhan untuk tidak boleh menistakan keyakinan (iman) orang lain. Segala puja dan
puji bagi-Nya dapat disampaikan dengan cara apapun.

2.3.2 Saguna Brahman


Definisi Tuhan bukan sebagai sesuatu, tidak berwujud dan tidak ada
kesamaan dengan apapun, dan hal ini akan menjadi masalah yang sangat besar
bagi umat manusia karena manusia tidak akan dapat membayangkan atau
memfokuskan pikirannya pada sesuatu yang tidak berwujud apa-apa, dari itu
munculah lambang Ongkara /AUM/OM dan hal ini dibenarkan oleh kitab
Bhagavadgita sloka X.25.33.
Aktivitas Pemujaannya persis seperti orang yang akan memanah, jika pikirannya
tidak terfokuskan pada apa yang akan dipanah maka sasaran pemujaannya akan
meleset. Demikian pula hakekat Tuhan sebagai obyek yang disembah oleh
manusia, dan untuk itu Tuhan melalui orang bijak atau orang suci berkenan
menganugerahakan kepada manusia suatu identitas / simbol beliau berupa “suara”
dan “suara” itu kemudian diabadikan dalam “aksara “ atau “ huruf ” yang
selanjutnya menjadi susunan huruf ( alfabetis / abjad ). Ketiga simbol tersebut
(AUM) mengandung hakikat dari Tri Murti (Tiga manifestasi Tuhan), yang
mewakili dari seluruh manifestasi. Tidak ada kata-kata dari bahasa apapun yang
dapat mewakili seluruh manifestasi Tuhan Melebihi dari kata AUM.

Wilayah teologi Saguna Brahma ini merupakan wilayah teologi yang mencoba
untuk menggambarkan Tuhan, sebagai yang memiliki atribut antara lain Tuhan
yang diberi nama sesuai dengan peran atau fungsi-Nya, warna sesuai dengan
karakter-Nya, dan rupa yang tak terhinmgga banyaknya.Tuhan sendiri meminta
kepada manusia untuk menyaksikan bentuk-Nya yang banyak sebagaimana
pernyataan sloka Bhagavadgita XI.5, yaitu sebagai berikut :

“Pasya me partha rupani sataso’tha sahasrasah nana-vidani divyani nana-


varnakrtinica”

Artinya:
Saksikanlah kini rupa-Ku wahai Partha ( Arjuna ) , beratus-ratus, beribu-ribu
bentuk rupa-Ku berbagai bentuk dalam wujud yang suci dalam wujud dewata,
dalam ribuan bentuk warna.

Berdasarkan sloka diatas maka, tidaklah salah jika manusia memahami Tuhan
melalui atribut-atribut nama, warna, dan wujud atau symbol. Candra Bose dalam
bukunya yang berjudul The Call Of Veda mengatakan bahwa nama Tuhan dalam
pikiranpun adalah suatu symbol yang sama esensinya dengan gambar atau patung.
Sehingga secara selogistik tidak ada satu umat agama manapun yang sebagai
pemuja patung, sesungguhnya teologi-teologi semua agama berada pada wilayah
ini. Sehingga jangan salah memahami karena sesungguhnya tidak ada agama
manapun yang umatnya memuja patung atau gambar atau wujud lainnya, Tuhan
dalam pengertian sebagai Tuhan yang tidak boleh dibayangkan sebagai apapun.
Nama tuhan yang disebut sebagai Yang Maha Kuasa, sesungguhnya ia telah
dibayangkan sebagai person atau oknum yang berkuasa, nama Tuhan yang disebut
sebagai Yang Maha Pengasih, sesungguhnya ia telah dibayangkan sebagai person
yang pengasih. Jadi, semua nama Tuhan adah Definisi- definisi yang memberi
batasan terhadap yang tak terbatas.
Dalam ranah pengetahuan teologi Saguna Brahman, yang menggambarkan
bahwa Tuhan itu berpribadi (personal God). Sesungguhnya Tuhan telah menjadi
objek yang terbatas yang dibatasi oleh jarak, ruang dan waktu (antara sorga dan
bumi) juga dibatasi ruang karena dianggap berada disuatu tempat yaitu Sorga.
Tuhan sebagai personal god, selanjutnya digambarkan sebagai pelaksana berbagai
fungsi. Misalnya; Tuhan dengan Fungsi sebagai pencipta alam dalam agama
Hindu disebut sebagai Deva Brahma, Tuhan dengan fungsinya sebagai pemelihara
dalam agama hindu disebut sebagai Deva Visnu, dan Tuhan dengan fungsinya
sebagai pelebur alam semesta dalam agama hindu disebut sebagai Deva Siva.
Karena Tuhan adalah Maha Kuasa, maka Tuhan dapat dibayangkan seperti
seseorang Maharaja diraja, dalam agama Hindu digambarkan sebagai Dewa Indra,
sebagai yang menguasai cinta dalam agama Hindu disebut Dewa Kama Jaya dan
Dewi Kama Ratih.
Dalam wilayah teologi Saguna Brahman masih terdapat rasa enggan untuk
mengeksplisitkan Tuhan yang personal sebagai yang benar-benar personal, karena
didalamnya ada berbagai pertimbangan termasuk didalamnya ingin juga
memasukkan unsur Nirguna Brahman.
Objek material teologi adalah Tuhan, dengan menjadikan Tuhan sebagai
objek material teologi, maka teologi berhadapan dengan objek yang sulit
dideskripsikan objektif yang bersifat melampaui realitas (super-realitas) atau
bersifat abstrak (Nirguna). Pada sisi lain manusia berupaya sekuat mungkin untuk
dapat memuja Tuhan, maka secara metodelogi teologi, Tuhan Yang Maha abstrak
atau objek yang melampaui realitas (super-realitas), direalisasikan melalui
symbol-simbol yang berkenaan dengan sifat-sifat tertentu yang ada pada-Nya
(Saguna). Dengan demikian Tuhan yang tak terbatas, diberikan batasan-batasan
tertentu demi kebutuhan manusia untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan.
Hubungan dengan yang tak terbatas tidak mungkin dapat dilaksanakan
(Bhagavadgita XII.5), sebab para dewa dan para maharsi pun tidak mengenal
Tuhan (Bhagavadgita X.2), jadi kehadiran Tuhan dalam Saguna Brahman semata-
mata bersifat metodelogis, walaupun Tuhan dalam dimensi Saguna Brahman
semata-mata bersifat metodis, namun didalamnya terdapat semua kebenaran
absolute “mutlak tak terbantahkan”.
Bila di dalam Veda, Tuhan disebut sebagai Sat, dalam Upanisad, Tuhan
disebut sebagai Brahman, maka didalam ajaran Teologi Hindu Lontar Bhuana
Kosa, Tuhan disebut sebagai Siva. Ia Esa, namun meliputi segalanya, dan
mempunyai banyak nama. Tuhan dengan banyak nama menunjukkan bahwa
Beliau memiliki Kemahakuasaan sebagaimana keyakinan umat Hindu pada
pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu yaitu “Panca Srāddhā” suatu
kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan berkuasa atas segala yang ada di
alam. Umat Hindu percaya dan memuja Tuhan yang wujudnya gaib tidak kuasa
dijangkau oleh pikiran manusia, dibayangkan dengan bermacam-macam sesuai
dengan kemampuan manusia, sehingga panggilanNya bermacam-macam pula.
Dalam kitab suci Agama Hindu dinyatakan bahwa yang satu itulah yang banyak
disebutkan dengan nama yang berbeda-beda. Walaupun disebutkan dengan nama
yang berbeda-beda namun tidaklah berarti bahwa Ia lain dari pada yang lain.
Dalam teks Bhuanakosa dikatakan bahwa semua yang ada ini muncul dari Bhatara
Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga. Dengan demikian maka Bhatara Siwa
adalah sumber segala yang ada, sama halnya dengan Brahman dalam Upanisad.
2.4 Penghayatan Terhadap Tuhan
Iptek menyebabkan pemuda-pemuda, cendekiawan Hindu, tidak cukup
puas dengan upacara ritual tradisional yang dilaksanakan secara bersama-sama.
Dengan tidak melepaskan kebersamaan atau sifat komunal, mereka ingin
menghayati Tuhan sendiri-sendiri, tidak cukup dengan sembahyang pada waktu-
waktu piodalan dan hari-hari suci di pura saja. Tapi jauh lebih dari itu. Mereka
memerlukan waktu yang lebih sering untuk merenungkan hakekat Tuhan, tidak
hanya di pura saja. Namun sentuhan Iptek juga dapat mengancam sifat
kebersamaan untuk menjadi individual, padahal kebersamaan itu sangat perlu
dipertahankan sebagai budaya bangsa yang adiluhung. Sebab, sembahyang di
pura, bukan hanya persoalan antara manusia dengan Tuhan, tapi juga menyangkut
sosial, manusia dengan sesama. Karena itulah yang kita butuhkan adalah
keseimbangan. Tidak mentah-mentah menolak Iptek, tapi tidak bersikap apriori
terhadap semua yang berbau tradisi dan upacara. Apalagi tradisi yang kita warisi
banyak yang patut dipertahankan karena terbukti sangat menguntungkan dalam
kehidupan beragama dan sangat membantu kita dalam menghayati hakikat Tuhan.
Nama Banyak tapi Esa
Kita tahu, ada berjenis-jenis pura dengan nama dan fungsi berbeda di
Indonesia. Lebih-lebih di Pulau Bali yang dijuluki Pulau Kahyangan ini yang kaya
dengan simbul-simbul serta penghayatan yang khas. Tuhan dipersonifikasikan
dengan sifat dan kekuasaan yang berbeda-beda.
Demikianlah, di Pura Besakih umat Hindu memuja Dewa Siwa dengan
segala manifestasinya, memohon keselamatan lahir batin. Di Pura Batur umat
memuja Dewa Wisnu dengan sakti-nya Dewi Danu (Dewi Sri), memohon
kemakmuran. Banyak lagi kahyangan dan dang kahyangan sebagai tempat
memuja Tuhan dalam manifestasinya yang berbeda-beda.
Di dalam kitab suci Hindu, Weda, dijumpai ratusan nama dewa-dewa
dengan kekuasaan dan fungsinya yang berbeda-beda. Dalam Weda, Tuhan
memang dijuluki ô sehasraِ yaitu seribu nama. Ketika bertrisandhya, yakni
memuja Tuhan setiap pagi, siang dan petang hari, kita mengucapkan mantram
yang menyebutkan nama dewa itu banyak. Perhatikan kutipan bait kedua dan
ketiga dalam mantram Trisandhya sebagai berikut:
“Om Narayana evedam sarvam, yad bhutan yac ca bhavyam, niskalanko
niranjano nirvikalpo, nirakhyatah suddo devo eko, narayanah na dvitiyo asti
kascit”
Artinya:
Ya, Sang Hyang Widhi yang diberi gelar Narayana, segala makhluk yang
ada berasal dariMu, Dikau bersifat gaib, tak berwujud, tak terbatas oleh waktu,
mengatasi segala kebingungan, tak termusnahkan, Dikau maha cemerlang, maha
esa tidak ada duanya, disebut Narayana dipuja semua makhluk.
“Om tvam sivas tvam mahadevah, isvarah paramesvarah, brahma visnus
ca rudras ca, purusah parikirtitah.”
Artinya:
Ya, Hyang Widhi yang disebut pula dengan nama Siwa, Mahadewa,
Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu dan Rudra, Hyang Widhi adalah asal mula
dan semua yang ada.
Kata na dvitiyo yang artinya hanya satu tidak ada duanya, pada bait
kedua, jelas menunjukkan bahwa agama Hindu memuja satu Tuhan meskipun
beliau dipuja dengan banyak nama seperti Siwa, Mahadewa, Iswara, Paramesvara,
Brahma, Wisnu, Rudra sebagaimana yang disebutkan dalam bait ketiga dalam
mantram Trisandhya tadi.
Jadi, nama ini erat sekali hubungannya dengan fungsi atau tugas. Demikian
pula Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa. Beliau disebut Brahma pada waktu
menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Beliau juga disebut Wisnu pada
waktu memelihara semua ciptaannya dengan penuh cinta kasih. Beliau disebut
Siwa pada waktu mengembalikan ciptaannya ke asalnya.
Kitab suci sudah tegas-tegas menyebut, pada hakikatnya agama Hindu
memuja satu Tuhan. Tetapi dalam penghayatannya, umat Hindu memuja Tuhan
melalui sinar-sinar kekuatan Beliau yang disebut dewa-dewa.
Di dalam praktek, umat Hindu membuatkan bangunan-bangunan khusus,
untuk masing-masing dewa sesuai dengan kekhususan fungsi-Nya. Bangunan
khusus mi dibuat bertujuan untuk memantapkan perasaan umat terutama yang
awam tentang filsafat. Hal inilah yang sering membingungkan orang luarِ yang
tidak mengenal dan mendalami filsafat Hindu. Mereka sering terburu-buru
menuduhِ bahwa agama Hindu Politheistis. Tuduhanِ yang keliru itu tentu tidak
akan muncul bila mereka memahami dengan jelas filsafat Hindu.

2.5 Konsep Pemujaan dalam Agama Hindu


Salah satu bentuk penerapan Monoteisme Hindu di Indonesia adalah konsep
Padmasana, sebuah tempat sembahyang Hindu untuk memuja Brahman atau
“Tuhan Sang Penguasa”. Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan
rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah
melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia[5]. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh agama Hindu
terdapat beberapa konsep Ketuhanan, antara lain: Animisme, henoteisme,
panteisme, monisme, monoteisme, politeisme dan bahkan ateisme.
a) Animisme adalah keyakinan akan adanya roh bahwa segala sesuatu dia alam
semesta didiami dan dikuasai oleh roh yang berbeda-beda.
b) Dinamisme adalah keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan alam.
c) Totheisme atau Totemisme atau Antrophomorphisme, adalah tahap di mana
persembahan yang mereka berikan masih sangat sederhana kepada fenomena-
fenomena alam (sungai, batu, gunung, pohon, dan sebagainya). 
d) Polytheisme, pada tahap ini mereka beranggapan bahwa fenomena-fenomena
alam tersebut dianggap memiliki suatu kekuatan dan mereka menganggapnya
sebagai dewa. Mereka mulai memuja dewa-dewa seperti; Dewa Air (Baruna),
DewaMatahari (Suriya), Dewa Angin (Bayu), dan lain-lain.
e) Henotheisme, di tahap ini mereka cenderung memfavoritkan pada dewa-dewa
tertentu untuk suatu periode, sehingga kefavoritan menjadi berganti-ganti
unutk satu periode sesuaidengan keadaan. Bila pada musim kemarau, mereka
memujadan memfavoritkan kepada Dewa Hujan, pada musim bercocok tanam
mereka memuja Dewa Air, dan sebagainya.
f) Monotheisme, pada tahap ini mereka hanya memuja pada satudewa yang
mereka kenal sebagai dewa pencipta segalanya (Pajapati), mereka
beranggapan bahwa Pajapati adalah sebagai pencipta alam semesta. Pajapati
sering dianggap sebagai dewayang bertugas menciptakan semua hal dan
kemudian berkembang gagasan tentang Brahma. Dari tahap
Antrophomorphisme, Polytheisme, kemudian tahap Henotheisme, sampai
pada tahap Monotheisme itu disebut tahapYadnya Marga atau Karma Marga,
karena mereka cenderung masih melakukan upacara-upacara persembahan
atau upacara kurban dengan tujuan agar mendapatkan berkah, pahala,
kebahagiaan, dan keselamatan.
g) Monisme atau Pantheisme, adalah tahap di mana mereka tidak lagi
menyembah dewa-dewa. Mereka meyakini atau berprinsip bahwa ada suatu
sumber dari segala sesuatu, yaitu yang mereka namakan sebagai Roh
Universal (Maha Atman). Dan mereka juga meyakini bahwa setiap benda atau
bentukan memiliki Roh Individu yang mereka namakan Puggala Atman. Di
tahap iniyang semakin berkembang mereka melakukan suatu
pencarian, bagaimana agar Puggala Atman dapat bersatu dengan MahaAtman.
h) Ateisme adalah Keyakinan yang menyatakan tidak percaya bahwa Tuhan itu
ada.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ilmu Ketuhanan dalam agama Hindu diberi bermacam macam istilah,
salah satuanya yaitu “Brahma Vidya”. Brahma Vidya merupakan salah satu dari
ajaran agama Hindu yang membahas mengenai teologi Hindu. Di dalam ajaran
Brahma Vidya tidak saja membahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, Para Dewa,
dan Roh Suci Leluhur, tetapi juga membahas ciptaan-Nya.

3.2 SARAN
 Penambahan masalah pada bagian pendahuluan
 Penambahan bagaimana Hindu menghayati Tuhan
 Penambahan berbagai konsep pemujaan Tuhan dalam Hindu
 Penambahan referensi
REFERENSI

Bagus Rai Adnyana, Ida. 2016. Teologi Ketuhanan Hindu.


http://prajanitijabar.org/berita/teologi-ketuhanan-hindu.html. Diakses
(Minggu, 10 Februari 2019).
Pudja, Gede. 1999. Teologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya: Paramita.
Made Widya Sena, I Gusti. 2017. Konsep Teologi Hindu dalam Teks Bhuana
Kosa. Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Ma’ruf, Galuh Ismail. 2013. Konsep Ketuhanan Dalam Agama Hindu.
https://www.academia.edu/4766010/KONSEP_KETUHANAN_DALAM_
AGAMA_HINDU (Diakses tanggal 16 Februari 2019)
Buku “Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan”
Lontar Bhuana Kosa
Kitab Brahma Sutra

Anda mungkin juga menyukai