Anda di halaman 1dari 24

Pendidikan Agama Hindu

BAB I
_____________________________________________

TUHAN YANG MAHA ESA

KOMPETENSI DASAR
Memahami hakikat Tuhan Yang Maha Esa

INDIKATOR
(1) Menjelaskan pengertian Sraddha dan Bhakti dalam ajaran Agama Hindu,
(2) Menjelaskan konsep Brahmawidya dalam pelaksanaan ajaran Agama
Hindu, (3) Menjelaskan usaha dan sarana dalam pemujaan Tuhan, (4)
Menjelaskan implementasi Sraddha, Bhakti, usaha dan sarana untuk
memuja Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

1.1 Pendahuluan
Di Indonesia beragama diwajibkan bagi setiap masyarakatnya karena Indonesia
menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, seperti diketahui beragama diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 29 ayat (1) menyebutkan
bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama merupakan hal
yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana diketahui
jika ajaran agama dapat dimengerti secara baik dan benar akan dapat menuntun
seseorang untuk mencapai kebahagiaan lahir dan bathin. Agama dapat dijadikan
pengemudi dalam kehidupan sehari-hari dengan memahami dan mengertikan agama itu
sendiri. Sudah sewajarnya pelajaran agama diselenggarakan secara efektif bagi seluruh
lapisan masyarakat terlebih-lebih lagi terhadap para intelektual agar jangan sampai para
sarjana atau kaum intelektual tidak mengamalkan ajaran agama dalam kehidupannya.

Tuhan Yang Maha Esa 1


Pendidikan Agama Hindu

Keyakinan merupakan dasar dalam hidup beragama. Dalam Agama Hindu


mengenal lima dasar keyakinan yakni Panca Sraddha. Bagian-bagian dari Panca
Sraddha yaitu keyakinan dengan adanya Brahman, Atman, Karmapala, Punarbhawa,
dan Moksa. Keyakinan tersebut akan dapat mengatarkan menuju jalan hidup yang
senantiasa berbuat dharma dan akan terdorong untuk melaksanakan bhakti dengan
usaha dan sarana untuk memuja Tuhan
Berbhakti adalah salah satu cara untuk meningkatkan keyakinan kepada Tuhan
Yang Maha Esa melalui pengorbanan yang tulus tanpa pamrih dengan landasan
kesucian hati dan berseminya kasih sayang. Berbhakti berarti telah melaksanakan usaha
dan sarana untuk memuja Tuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalankan Catur
Marga Yoga, berkarma yang baik dan selalu bersyukur dengan apa yang telah
dianugrahkan-Nya. Lebih jauh dari itu mengenai sarana, banyak sarana yang ada dalam
dunia ini untuk memuja kebesaran-Nya, salah satunya adalah sarana untuk
membayangkan Tuhan adalah dengan adanya arca, pratima, pratiwimba, nyasa, murti
dan lain-lain.
Banyak teori yang mengungkap adanya keyakinan (Sraddha) yang menjadi dasar
keyakinan agama Hindu termasuk sarana dan usaha untuk memuja apa yang telah
diyakini tersebut, namun teori tersebut tidak sepenuhnya diketahui dan
diimplementasikan seutuhnya oleh umat Hindu. Terkadang kata “memang begitu
adanya” masih membudaya dalam kehidupan beragama. Terkesan mereka memahami
namun tidak mengetahui penjelasan tentang hal tersebut secara teoritis.

1.2 Sraddha dan Bhakti


1.2.1 Sraddha
Sraddha dapat diartikan secara sematik dan aplikatif. Pengertian Sraddha secara
sematik adalah penyucian roh atau pitrapinda, sedangkan pengertian sraddha aplikatif
adalah sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan tentang tujuan hidup sebagai manusia,
yaitu suatu yang harus dilaksanakan secara ikhlas untuk mencapainya, kemudian ajaran
yang melandasi tujuan hidup itu sendiri serta disiplin yang harus dilakukan. Sraddha
adalah dasar keyakinan umat hindu yang selalu menjiwai setiap umatnya dalam
kehidupan sehari-hari sebagai cerminan umat yang beragama.
Secara etimologi kata Sraddha berasal dari akar kata Srat atau Srad, yang artinya
“hati”, dalam kaitannya dengan kata dha, yang artinya “meletakkan” atau
“menempatkan”. Jadi, arti keseluruhannya menjadi “menempatkan hati seseorang pada
sesuatu”. Perlunya memahami dasar Sraddha sebagai landasan kepercayaan, maka
cakrawala pandang dari masing-masing pribadi akan bertambah luas, sebagaimana
halnya dengan luasnya ajaran Weda yang sifatnya kekal dan abadi. Secara konsepsional
umat Hindu memiliki lima landasan atau dasar keyakinan yang sering disebut dengan
nama “Panca Sraddha”. Seluruh aktivitas hidup umat dalam kehidupan ini hendaknya
Tuhan Yang Maha Esa 2
Pendidikan Agama Hindu

dilakukan untuk mengamalkan ajaran Panca Sraddha. Dengan demikian maka tujuan
agama akan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Lima unsur kepercayaan
atau keyakinan umat beragama Hindu yang dikenal dengan nama “Panca Sraddha”,
yaitu (1) Widhi Sraddha, (2) Atman Sraddha, (3) Karmaphala Sraddha, (4) Samsara
Sraddha, (5) Moksa Sraddha.

1. Widhi Sraddha atau Widhi Tattwa yaitu percaya dengan adanya Ida
Sang Hyang Widhi

Kata “Widhi” berasal berasal dari bahasa Sanskerta, yakni dari urat kata “wi”
yaitu: sempurna, tuntas dan kata “dhà” yaitu: meletakkan, menaruh, sehingga Widhi
artinya takdir, aturan, hukum, penguasa tertinggi, pencipta, Tuhan Yang Maha Esa.
Widhi yang tunggal itu dipanggil dengan banyak nama sesuai dengan fungsinya. Ia
dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara, dan Siwa sebagai
pelebur, bahkan banyak lagi panggilan yang lainnya. Ia Maha Tahu dan berada di
mana-mana. Pemujanya menyembahNya dengan bermacam-macam cara dan tempat
yang berbeda. KepadaNyalah orang beragama menyerahkan diri, mohon kekuatan,
perlindungan, dan tuntunan, agar selamat di tujuan kehidupan.
Ida Sang Hyang Widhi adalah yang menciptakan semua yang ada di bumi ini.
Percaya bahwa Ida Sang Hyang Widhi itu ada meresap pada semua hal dan berada
dimana-mana seperti pada sloka “Wyapi Wyapaka Nirwikara”. Sang Hyang Widhi
merupakan sumber dari segala hal yang ada di bumi. Cara untuk menimbulkan rasa
bhakti kepada Tuhan yang berwujud sukma maka perlu yakin terlebih dahulu dengan
ada-Nya. Seseorang tidak mungkin akan dapat sujud bhakti kepada Tuhan apabila ia
tidak percaya akan adanya Tuhan. Oleh karena itu terlebih dahulu perlu adanya
“Sraddha” atau keyakinan. Kitab suci Yajur Weda menyebutkan sebagai berikut.

Sraddhaya satyam apnoti, Sradham satye prajapatih


(Yajur Weda, XIX. 30)

Dengan Sraddha orang akan mencapai Tuhan. Tuhan menetapkan, dengan Sraddha
menuju satya. Agama Hindu mengajarkan bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak
ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda.

“Om tat Sat Ekam Eva Adwityam Brahman”


(Chandogya Upanishad)
“Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna.”

“ Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit”


(Matram Tri Sandhya bait ke-2)

Tuhan Yang Maha Esa 3


Pendidikan Agama Hindu

“Hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak ada duanya.”

Brahman merupakan subjek murni yang eksistensinya tidak dapat ditolak menjadi dunia
eksternal yang objektif. Dalam hal ini, Brahman memiliki dua aspek, yaitu Nirguna
Brahman dan Saguna Brahman. Kedua aspek Brahman ini diperjelas dalam
Bhagavadgita, sebagai berikut
Arjuna uvaca
“Avam satata-yukta ye, bhaktas tvam paryupasate
ye capy aksaram avyaktam, tesam ke yoga-vittamah”
(Bhagavadgita XII.1)

“Arjuna bertanya: orang yang menyembah Brahman, yang berada di luar jangkauan
indria-indria dan tidak berbentuk, atau orang yang dengan bersungguh-sungguh
senantiasa menyembah Anda dalam bhakti yang baik, dari kedua jenis penyembah
tersebut yang manakah yang dianggap lebih sempurna dalam pengetahuan yoga?”
Sloka ini menyatakan bahwa terdapat dua macam pemusatan pikiran dalam bhakti,
yaitu kepada Tuhan yang berwujud dalam aspek Saguna Brahman dan kepada Tuhan
yang abstrak dalam aspek Nirguna Brahaman.

Sri-bhagavan uvaca
“mayy avesya mano yemam, Nitya-yukta upasate
Sraddhaya parayopetas, Teme yuktatama matah”
(Bhagavadgita XII.2)

“Sri Bhagavan Krsna bersabda: dengan memusatkan pikirannya kepada-Ku dengan


baik, orang yang senantiasa lelap dalam menyembah-Ku dengan keyakinan yang
mantab, Aku anggap paling sempurna dalam pemahaman Yoga.”
Ini berarti bahwa memuja Tuhan yang berkepribadian, yaitu Saguna
Brahman merupakan cara terbaik dalam pelaksanaan bhakti.

2. Atman Tattwa atau Atman Sraddha yaitu percaya dengan adanya


Atman atau Roh Leluhur

Atman berasal dari kata An yang berarti bernapas, hidup, kemudian artinya
berkembang mencakup hidup, jiwa, roh, pribadi roh itu. Atman adalah percikan-
percikan terkecil dari Paramatman (Ida Sang Hyang Widhi) atau mikrokosmos, yang
merupakan sumber hidup dan kehidupan bagi semua mahkluk hidup di dunia. Bila Ida
Sang Hyang Widhi, diandaikan sebagai lautan maka Atma itu hanyalah setitik uap
embun dari uap airnya. Oleh karena itu atma berasal dari Tuhan maka pada akhirnya
atma akan kembali kepada-Nya.

Tuhan Yang Maha Esa 4


Pendidikan Agama Hindu

Berdasarkan uraian pada Bhagawadgita II. 20-25, sifat-sifat atma itu adalah
sebagai berikut, Acchedya berarti tak terlukai oleh senjata, Adahya berarti tak terbakar
oleh api, Akledya berarti tak terkeringkan oleh angin, Acesya berarti tak terbasahkan
oleh air, Nitya berarti abadi, Sarwagatah berarti ada dimana-mana, Sthanu berarti tak
berpindah-pindah, Acala berarti tak bergerak, Sanatana berarti selalu sama, Awyakta
berarti tak dilahirkan, Acintya berarti tak terpikirkan, dan Awikara berarti tak berubah.
Di samping itu, Bhagavadgita VI.31 menetapkan identitas Sang
Diri dengan Brahman yang terkandung dalam diktum Weda, yaitu:

“sarva-bhuta-sthitam yo mam, Bhajaty ekatvam asthitah


Sarvatha vartamano ‘pi, Sa yogi mayi vartate”
(Bhagavadgita VI.31)

“Seorang yogi yang dengan kesadaran kesamaan di dalam diri-Ku, mengagung-


agungkan diri-Ku yang bersemayam di dalam setiap makhluk, dalam segala hal ia
senantiasa berada di dalam diri-Ku”. Hal ini juga ditegaskan dalam Bhagavadgita,
XVIII.61, yang menyatakan

“isvarah sarva-bhutanam, hrd-dese ‘rjuna tisthati


bhramayan sarva-bhutani, yantrarud hani mayaya”
(Bhagavadgita, XVIII.61)

“Wahai Arjuna, Tuhan Yang Maha Esa bersemayam di hati setiap makhluk hidup.
Melalui kekuatan Maya-Nya, memasuki mesin badan jasmani Tuhan menyebabkan
semua makhluk hidup dapat bergerak”. Sloka ini juga menegaskan hubungan yang
kekal antara Atman dan Brahman.

3. Karmaphala Tattwa atau Karmaphala Sraddha yaitu percaya


dengan adanya Hukum Karmaphala

Kata Karma diambil dari bahasa Sansekerta, dari akar kata ‘Kri’ yang artinya
berbuat, bekerja; sehingga segala kegiatan kerja adalah Karma. Secara teknis, kata ini
juga dapat berarti akibat dari perbuatan dan dalam kaitannya dengan metafisika, kata
itu kadang-kadang berarti akibat, dimana penyebabnya adalah perbuatan di masa lalu
(Maswinara, 1996). Karmaphala adalah hasil perbuatan yang lakukan selama hidup.
Segala aktivitas yang dilakukan, sengaja atau tidak sengaja, baik atau buruk, benar atau
salah, disadari atau diluar kesadaran, kesemuanya itu disebut karma.
Manusia dibuat tak berdaya oleh hukum alam ini. Manusia tanpa bekerja maka
tidak mungkin mencapai kebebasan. Bhagavadita III.5 menjelaskan

Tuhan Yang Maha Esa 5


Pendidikan Agama Hindu

“na hi kascit ksanam api, jatu tisthaty akarma-krt


karyate hy avasah karma, sarvah prakrtijair gunaih”
(Bhagavadita III.5)

“Bahkan selama sesaat pun tidak ada orang dapat hidup di dunia ini tanpa melakukan
suatu perbuatan. Tanpa berdaya semua orang dipaksa oleh sifat-sifat alam untuk
melakukan suatu perbuatan”
Demikianlah akibat dari gerak atau perbuatan akan menimbulkan akibat, buah
hasil atau pahala yang sering disebut Karmaphala. Jika seseorang berbuat baik (subha
karma) pasti akan menerima hasil dari perbuatan baiknya itu, demikian pula sebaliknya
setiap yang berbuat buruk, maka keburukkan yang harus diterima. Karmaphala
dibedakan menjadi 3 macam, sebagai berikut.
a. Sancita Karmaphala
Sancita Karmaphala adalah phala atau hasil perbuatan pada kehidupan terdahulu
yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan
dikehidupan yang sekarang.
Contohnya, Seseorang yang di kehidupannya sebelumnnya memiliki pahala yang
tidak baik atau di kehidupan sebelumnya itu memiliki banyak dosa dan dosa
tersebut belum habis dirasakannya pada kehidupannya tersebut. Pada kehidupannya
yang sekarang ia selalu melakukan perbuatan yang terpuji (taat pada ajaran agama)
tetapi hidupnya menderita, sakit-sakitan, dan sebagainya. Itu berarti orang tersebut
sedang merasakan karmaphala bagian Sancita Karmaphala.
b. Prarabda Karmaphala
Prarabda Karmaphala adalah phala atau hasil perbuatan kita, yang langsung
dinikmati pada saat kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi. Contohnya, seorang anak
adalah orang yang suka berjudi dan mencuri dari ia remaja hingga dewasa. Ketika
ia tua semua hidupannya hancur, dari ia sakit-sakitan, hartanya habis, hingga
keluarganya tidak mau mengurusinya.
c. Kriyamana Karmaphala
Kriyamana Karmaphala adalah phala atau hasil perbuatan yang tidak sempat
dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan
datang. Contohnya, Seorang ayah tega menghabisi seluruh anggota keluarganya
dan setelah itu ia langsung bunuh diri. Pada kehidupannya mendatang, dimisalkan
ia dilahirkan ke dunia ini bukan sebagai manusia melainkan hewan buas.

Konsep ajaran Karmaphala Sraddha ini adalah mengajarkan dan mewajibkan kita
sebagai umat Hindu harus selalu berbuat sesuai ajaran agama dan menjauhi segala
larangan-Nya. Segala sesuatu yang dilakukan di kehidupan ini ada sebab dan akan ada
akibatnya.

Tuhan Yang Maha Esa 6


Pendidikan Agama Hindu

4. Samsara Tattwa atau Samsara Sraddha yaitu percaya dengan


adanya Punarbhawa

Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang ke dunia atau menitis kembali.


Kelahiran yang berulang-ulang membawa akibat suka duka. Punarbhawa disebut juga
dengan sebutan Samsara atau Reinkarnasi. Sebab-sebab terjadinya Punarbhawa ini
adalah karena atma masih dipengaruhi oleh kenikmatan duniawi, selama Sang Atma
terikat pada unsur-unsur duniawi, maka akan terus mengembara dari satu tubuh ke
tubuh lainya. Pengembaraan jiwa untuk mencari atau memesan tubuh yang baru sesuai
dengan karma wesana yang dilakukan pada kehidupan yang terdahulu. Hal ini
ditegaskan dalam Bhagavadgita.

“jatasya hi dhruvo mrtyur, dhruvam janma mrtasya ca


tasmad apariharye’rthe, na tvam socitum arhasi
(Bhagavadgita II.27)

“Semua yang dilahirkan pasti diikuti oleh kematian, dan secara pasti kematian juga
diikuti oleh kelahiran. Oleh karena itu, terhadap hal-hal yang tidak dapat dihindari,
maka hendaknya engkau jangan menyesal”.
Sloka ini hendak menyatakan bahwa apa yang ada tidak akan pernah berhenti ada
dan apa yang tidak ada tidak akan pernah menjadi ada tanpa diciptakan oleh Tuhan. Ini
merupakan sebuah kepastian yang tak terelakkan karena kelahiran sudah pasti akan
diikuti oleh kematian dan kematian diikuti pula oleh kelahiran. Setiap kelahiran
disebabkan oleh bekas karma, untuk berkarma, dan menikmati karma. Oleh karena itu,
jiwa yang ada di dalam prakerti menerima pengaruh dari sifat-sifat prakerti.
Disebutkan pula
“karya-karana –kartrtve, hetuh praktir ucyate
purusah sukha-duhkhanam, bhoktrtve hetur ucyate”
(Bhagavadgita XIII.21)

“Dalam hal penciptaan, Prakrti bertanggung jawab atas sebab dan akibat, sedangkan
masalah perasaan suka dan duka, dikatakan bahwa purusa adalah penyebabnya”.
Dalam hal ini dapat pahami bahwa kelahiran atau menjelma kembali merupakan
kesempatan untuk menerima karmaphala yang belum dinikmati pada masa kelahiran
yang lalu. Di samping itu, juga diyakini sebagai kesempatan untuk memperbaiki segala
keburukan atau dosa yang dilakukan pada masa kelahiran yang lalu. Artinya, kelahiran
kembali merupakan kesempatan untuk menyempurnakan hidup dan kehidupan hingga
terhentinya kelahiran.

Tuhan Yang Maha Esa 7


Pendidikan Agama Hindu

5. Moksa Sraddha yaitu percaya dengan adanya Moksa

Moksa ialah tujuan terakhir dan tertinggi dari umat Hindu. Moksa merupakan
pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian, karena tanpa adanya kelahiran tak
mungkin akan ada kematian. Kebahagian yang sejati akan tercapai oleh seseorang
apabila ia telah dapat menyatukan jiwanya dengan Tuhan. Penyatuan dengan Tuhan itu
baru didapat apabila ia telah melepaskan semua bentuk ikatan pada dirinya. Keterikan
yang melekat pada diri itulah yang dinamakan kepalsuan atau maya. Maya dalam agama
Hindu dinamakan sakti, prakti, kekuatan, dan pradhana. Maya selalu mengalami
perubahan yang pada hakikatnya tidak ada. Keberadaannya semata-mata disebabkan
oleh adanya hubungan indria dengan objek duniawi ini.
Kata moksa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata Muc yang berarti
membebaskan atau melepaskan. Jadi, moksa berarti kelepasan dan kebebasan. Moksa
dalam istilah lainnya sering pula disebut Mukti atau Nirwana. Adapun yang dimaksud
dengan “Kebebasan” dalam arti kata Moksa itu adalah bebasnya atau terlepasnya Atma
dari segala ikatan, bebas atau terlepas dari belenggu ikatan maya, bebas dari ikatan
hukum karma dan Punarbawa, sehingga atma dapat kembali dengan asalnya yaitu Ida
Sang Hyang Widhi Wasa serta dapat pula mencapai kebenaran tertinggi.
Setiap orang pada hakikatnya dapat mencapai moksa. Asal mereka mengikuti
dengan tekun jalan yang ditunjuk agama Hindu. Jalan yang ditunjuk oleh ajaran agama
Hindu untuk mencapai moksa adalah Catur Marga Yoga. Ajaran Catur Marga Yoga
dapat ditempuh oleh semua orang dengan menyesuaikan kemampuan dirinya masing-
masing.
Moksa dapat dicapai di dunia ini (ketika kita hidup) dan dapat pula dicapai setelah
hidup ini berakhir. Orang yang dapat membebaskan dirinya (pikiran dan indera/kama)
dari ikatan keduniawian dan pengaruh suka duka yang muncul dari Tri Guna akan dapat
mencapai pelepasan itu, sebagaimana diungkapkan dalam Bhagavadgita sebagai berikut

“Sattvam sukhe sanjayati, rajah karmani bharata,


Jnanam avrtya tu tamah, prarmade anjayaty uta.”
(Bhagavadgita XIV.9)

“Wahai Arjuna, sifat saleh menjerat orang untuk selalu berada dalam kesukaan, dan
sifat kenafsuan menjerat seseorang untuk terikat pada perbuatan membuahkan hasil.
Tetapi, sifat kegelapan menghalangi pengetahuan, dan ia menjerat sang roh yang berada
di dalam badan jasmani melalui kebanggaan”.

“Yada sattva pravrddhe tu, pralayam yati dehabhrt,


tadottamavidam lokan, Amalan pratipadyate
(Bhagavadgita XIV.14)

Tuhan Yang Maha Esa 8


Pendidikan Agama Hindu

“Ketika sifat-sifat kebaikan yang berkembang, dan jika pada saat itu orang mengalami
kematian, maka sang roh akan mencapai alam-alam tempat para Rsi mulia yang suci
tanpa cela”.
Pembebasan diri dari pengaruh Tri Guna adalah usaha yang berat, tetapi pasti
dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada disiplin. Renungkan sloka di atas
apabila seseorang ingin mencapai alam moksa.
Adapun moksa dapat dibedakan menjadi empat jenis atau disebut Catur Moksa,
yaitu samipya, sarupya, salokya, dan sayujya. Penjelasan keempat bagian ini adalah
sebagai berikut.
a. Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa
hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan Maharsi. Beliau
dalam melakukan Yoga Samadhi telah dapat melepaskan unsur-unsur maya
sehingga beliau dapat mendengar wahyu Tuhan.
b. Sarupya adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang di dunia ini karena
kelahirannya. Kedudukan atman merupakan pancaran dari kemahakuasaan Tuhan,
seperti halnya Sri Rama, Buddha Gautama, dan Sri Krsna. Ketika atman telah
mengambil suatu perwujudan tertentu, ia tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada
di dunia ini.
c. Salokya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh atman. Atman itu sendiri
telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Keadaan seperti
itu dapat dikatakan atman telah mencapai tingkatan dewa yang merupakan
manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
d. Sayujya adalah suatu tingkat kebebasan yang tertinggi. Atman telah dapat bersatu
dengan Ida Sang Hyang Widhi (Brahman). Keadaan seperti inilah, sebutan
Brahman atman Aikyam yang artinya atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.
Dalam hubungan ini, sebagaimana diungkapkan dalam Bhagavadgita sebagai
berikut:
Sri-bhagavan uvaca:
“aksaram brahma paranam, svabhavo’ dhyatmam ucyate,
bhuta-bhavodbhava-karo, visargah karma-samjnitah.”
(Bhagavadgita VIII.3)

Sri Bhagavan bersabda: “Yang Maha Agung dan tidak termusnahkan adalah Brahman,
sang jiwa dikatakan sebagai Adhyatman, sedangkan kekuatan aktif yang
menumbuhkembangkan makhluk hidup disebut karma”.
Istilah lain yang dipergunakan untuk mengklarifikasi tingkat-tingkat moksa itu,
yaitu jiwa mukti, wideha mukti (karma mukti), dan purna mukti. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:

Tuhan Yang Maha Esa 9


Pendidikan Agama Hindu

a. Jiwa Mukti adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang dalam hidupnya di
dunia ini. Atman tidak terpengaruh oleh indriya dan unsur-unsur dari maya. Dengan
demikian, jiwa mukti sama sifatnya dengan samipya dan sarupya.
b. Wideha Mukti adalah suatu kebebasan yang dicapai semasa hidupnya. Atman telah
meninggalkan badan kasarnya, tetapi wasana dari unsur maya tidak kuat lagi
mengikat atman itu. Dalam keadaan seperti itu, kesadaran yang dicapai oleh atman
sudah setara dengan Tuhan, tetapi belum dapat bersatu karena masih adanya imbas
dari unsur maya. Dengan demikian wideha mukti dapat disamakan dengan salokya.
c. Purna Mukti adalah kebebasan yang paling sempurna dan tertinggi. Atman telah
dapat bersatu dengan Tuhan. Dengan demikian, purna mukti dapat disamakan
dengan sayujya.

Mengenai moksa atau kebebasan dalam kitab suci Sarasamuccaya disebutkan


demikian dan dapat dihayati lebih mendalam, yaitu sebagai berikut.

“Matapitrsahasrani putradaracatani ca,


yuge yuge vyatitani kasya te kasya va vayam.”
(Sarasamuccaya 486)

“Tidak diketahui hubungan penjelmaan manusia itu pada permulaannya, tidak dapat
diperkirakan akan banyaknya penjelmaan yang lain, beribu-ribu ibu, anak, dan istri pada
tiap-tiap Yuga. Pada hakikatnya, siapa-siapa yang sebenarnya dengan tepat yang
dikatakan seketurunan dengan mereka itu, dan yang mana akan dapat ditunjuk
seketurunan dengan anda sendiri (tidak diketahui)”.

“Naste dhane va daresu putre pitari matari,


aho kastamiti dhyatva duhkhasyapacitin caret.”
(Sarasamuccaya 489)

“Kekayaan akan habis, anak akan mati, dan lagi istri, ayah dan ibu, mereka itu
semuanya telah meninggal, maka keliwat sangat kesedihan dan kedukaan hati; bila anda
sadar akan keadaan demikian, perbuatan anda itu merupakan obat penglipur duka”

“vijayanyupadaghani na rohanti yatha punah,


Jnanadagdhaistatha klesairnatma sampadyate punah.”
(Sarasamuccaya 510)

“Maka kenyataannya kecemaran badan akan lenyap, jika dilebur dengan latihan-latihan
pikiran; jika telah hilang musnah kotoran badan itu, karena telah diperoleh pengetahuan
yang sejati, maka terhapuslah kelahiran, tidak menjelma lagi sebagai misalnya biji

Tuhan Yang Maha Esa 10


Pendidikan Agama Hindu

benih, yang dipanaskan, dipanggang, hilang daya tumbuhnya, tidak mengecambah


lagi.”
Demikianlah mengenai tingkatan dan keberadaan orang yang dapat mencapai
moksa dan perlu diikuti dengan kesungguhan hati.

1.2.2 Bhakti
Bhakti adalah kasih, persembahan, dan rasa hormat kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Demikian juga ditegaskan, manusia hendaknya mengasihi semua makhluk. Ciri
orang bhakti adalah : Tidak mempunyai rasa takut, merasa aman, meyakinkan, prihatin,
rendah hati. Kasih yang sejati digambarkan sebagai kasih dari seorang bapak, sanak
saudara, sahabat, dan di dalam Guru puja, Tuhan Yang Maha Esa tidak saja
digambarkan sebagai seorang ibu dan bapak, tetapi juga sebagai keluarga dan sahabat,
pemberi pengetahuan dan kekayaan.
Sabda Tuhan Yang Maha Esa dalam kitab suci Weda secara tegas menyatakan
bahwa siapa saja yang senantiasa sujud dan bhakti kepada-Nya, akan selalu diberikan
apa yang diperlukan, akan dilindungi-Nya, maka ketentraman, kesejahteraan, dan
kebahagiaan akan terwujud. Sembahyang dan berdoa merupakan contoh dari bhakti.
Sembahyang lebih bersifat formal karena dilakukan di tempat tertentu (tempat suci),
sedangkan berdoa dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dengan Bahasa Sansekerta
maupun bahasa hati. Kitab Suci Bhagavadgita secara tegas menyatakan sebagai berikut.

“man-mana bhava mad-bhakto, Mad-yaji mam namaskuru,


Mam evaisyasi satyam te, pratijane priyo ‘si me”
(Bhagavadgita XVIII.65)

“Dengan selalu mengingat-Ku, Menjadi penyembah-Ku, dengan pikiran yang sudah


tersucikan selalu mengingat-Ku, selalu melakukan persembahan korban suci kepada-
Ku, maka engkau akan sampai kepada-Ku. Aku berjanji dalam kebenaran dihadapanmu
sebab engkau adalah orang yang paling Aku kasihi”.
Memberi semangat atau kekuatan kepada pikiran, termasuk kecerdasan,
kebijaksanaan, kesadaran sehingga dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah
dengan wiweka (kecerdasan maupun ilmu pengetahuan).

Bhadram karnebhih srnuyama deva, Bhadram pasyemaksabhir yajatrah, Sthirair


angais tustuvamsas tanubhir, Vyasema devahitam yad ayuh
(Rg Veda I.89.8 Yajur Veda XXV.21)

“Ya Tuhan Yang Maha Esa, anugrahkanlah kepada kami untuk mendengar hal-hal yang
baik dan Ya Tuhan Yang Maha Suci, kami dapat melihat hal-hal yang baik dan
Semogalah kami dapat mempersembahkan bhakti kami dengan kekuatan tangan dan

Tuhan Yang Maha Esa 11


Pendidikan Agama Hindu

keteguhan badan kami, dapat menikmati kebahagian sejati sesuai dengan hukum
Kemahakuasaan-Mu”
Mantram Veda yang mengajarkan bhakti ini Maha Rsi Narada merumuskan
bahwa bhakti itu sesungguhnya Parama Prema atau Parama Premarupa, cinta kasih yang
sejati dan yang tertinggi. Kasih yang sejati dapat diwujudkan seperti kasih dari seorang
bapak, sanak saudara, sahabat, dan di dalam Gurupuja Tuhan Yang Maha Esa tidak saja
digambarkan sebagai seorang ibu atau bapak tetapi juga sebagai keluarga dan sahabat,
seperti pada mantram-mantram berikut.

Twam eva mata ca pita tvam eva , Twam eva bandhus ca sakha tvam eva, Twam eva
vidya dravinam tvam eva, Twam eva sarvam mama deva-deva.
(Guru Stotra, 4)

“Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya adalah ibu kami, Bapak kami, sahabat kami dan
keluarga kami. Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya pemberi pengetahuan, dan
Engkau Penganugrah kekayaan. Engkau adalah segalanya, Ya Engkau adalah Dewata
tertinggi dari seluruh Dewata”.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengertian bhakti, seperti nampaknya
dekat dengan penjelasan yajna, yakni pengorbanan yang tulus dengan landasan
kesucian hati dan berseminya kasih sayang. Bhagavadgita menyatakan bahwa

“Catur-vidha bhajante mam, janah sukrtino ‘rjuna,


arto jijnasur artharthi, jnani ca bharatarsabha”
(Bhagavadgita VII.16)

“Wahai Arjuna, ada empat golongan manusia yang saleh yang menyembah-Ku; orang-
orang yang sedang dalam kesulitan, orang sekadar yang ingin tahu, orang yang
menginginkan harta-benda, dan orang-orang yang bijaksana terpelajar (yang
menginginkan pembebasan)”.

“tesam jnani nitya-yukta, eka-bhaktir visisyante,


priyo hi jnanino ‘tyartham, aham sa ca mama priyah”
(Bhagavadgita VII.17)

“Di antara keempat jenis orang-orang tersebut, orang bijaksana terpelajar yang
senantiasa dengan tulus ikhlas berbhakti tunggal hanya kepada-Ku adalah yang paling
baik. Sebab, orang bijaksana terpelajar yang memiliki kecerdasan rohani seperti ini
sangat mengasihi Aku dan karenanya Aku pun sangat mengasihinya”
Berdasarkan penjelasan tentang empat macam orang yang berusaha mendekatkan
diri, berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, mereka itu adalah orang yang sengsara,
yang mengejar kekayaan, yang mengejar ilmu pengetahuan, dan orang yang berbudi
Tuhan Yang Maha Esa 12
Pendidikan Agama Hindu

luhur. Di antara keempat macam orang tersebut, maka orang yang berbudi luhur
dinyatakan paling mulia, karena orang yang berbudi luhur sepenuhnya menyerahkan
diri kepada-Nya. Penyerahan diri secara total kepada-Nya disebut prapatti, demikianlah
bhakti-prapatti mengandung makna bhakti murni, sebab mereka telah merasakan dalam
kebhaktiannya itu, ia berada dalam lindungan-Nya.
Bertolak dari penjelasan itu, ada dua jenis bhakti yaitu para bhakti dan apara
bhakti. Para bhakti mempunyai makna yang sama dengan prapatti, yakni penyerahan
diri secara total kepada-Nya sedangkan apara bhakti adalah bhakti dengan berbagai
permohonan dan permohonan yang dipandang wajar adalah memohon keselamatan atau
memohon berkembang-mekarnya budi nurani, Dalam kitab Bhagavata Purana
(VII.52.23), bhakti (Navavidhabhakti) dibedakan menjadi 9 (sembilan), sebagai
berikut.
a. Sravanam (mempelajari dan mendengarkan pembacaan kitab-kitab tentang Tuhan
Yang Maha Esa)
b. Kirtanam (Menyanyikan nama-nama Tuhan Yang Maha Esa)
c. Smaranam (Mengingat nama Tuhan Yang Maha Esa)
d. Padasevanam (memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa)
e. Arcanam (memuja keagungan Tuhan Yang Maha Esa)
f. Vandanam (sujud dan bhakti)
g. Dasya (memberikan pertolongan dengan tulus ikhlas)
h. Sakhya (memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat)
i. Atmanivedanam (penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa).

1.3 Brahmawidya (Teologi)


Brahmawidya adalah kata dalam bahasa Sanskerta yang artinya sama dengan
teologi, yaitu ilmu yang mempelajari Tuhan. Dalam bahasa Yunani, teologi berasal dari
akar kata theologia dibentuk dari kata theos berarti Tuhan dan logos berarti wacana atau
ilmu. Karena itu teologi berarti wacana atau ilmu tentang Tuhan. Teologi merupakan
bagian dari metafisika yang menyelidiki hal eksisten menurut aspek dari prinsipnya
yang terakhir suatu prinsip yang luput dari inderawi tunggal. Ilmu tentang Tuhan tidak
memberikan pengetahuan tentang Tuhan yang dalam setiap hal sama dengan
pengetahuan yang diperoleh dari ilmu tentang objek-objek pengalaman inderawi.
Pernyataan-pernyataan tentang Tuhan tidak memberikan pengetahuan yang memadai
tentang Dia, tetapi hanya pengetahuan yang bersifat analogis.
Pengetahuan yang bersifat analogis ini dalam kitab suci Hindu selain
disebut Brahmawidya juga disebut Brahmatattva Jnana. Brahma berarti Tuhan, gelar
yang diberikan kepada Tuhan sebagai yang memberikan hidup pada ciptaan-Nya, Yang
Maha Kuasa. Widya atau Jnana berarti ilmu. Tattwa berarti hakikat tentang Tat (Itu,
yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguna Brahman). Tattva Jnana artinya sama dengan ilmu

Tuhan Yang Maha Esa 13


Pendidikan Agama Hindu

tentang hakikat, yaitu ilmu tentang Tuhan. Inti Tattva adalah Panca Sraddha. Panca
Sraddha inilah aspek yang membangun konsep Brahmawidya yang diungkap dalam
Bhagavadgita.
Berbagai wujud digambarkan untuk Tuhan Yang Maha Esa itu, walaupun
sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa tidak berwujud, dan di dalam bahasa-bahasa
Sansekerta disebut Acintyarupa yang artinya tidak berwujud dalam pikiran manusia.
Tuhan Yang Maha Esa disebut juga Brahman adalah sumber mula dari segalanya.
Pandangan agama Hindu terhadap Tuhan Yang Maha Esa disebut teologi dan
sifatnya adalah sebagai keimanan dan diimani atau diyakini pemeluknya. Sebagai telah
diuraikan di atas, teologi Weda adalah Monotheisme Transcendent, Monotheisme
Immanent, dan Monisme. Tentang Tuhan yang tidak tergambarkan dalam pikiran dan
tiada kata-kata yang tepat untuk memberikan batasan kepada-Nya.
Kitab suci Weda menyebutkan wujud Brahman. Di dalamnya menjelaskan bahwa
Brahman sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat cemerlang dan sulit sekali
diketahui wujudnya. Kedua konsep Tuhan yang impersonal dan personal tersebut di
atas dapat ditemukan dalam mantra Bhagawadgita IV.6,7,8 dan Bhagavadgita XII sloka
1 dan 3 sebagai berikut.
1. Paranaamam; Tuhan Maha Tinggi dan Abstrak, Kekal Abadi tidak berpribadi
impersonal, nirkara (tak berwujud), nirguna (tanpa sifat guna) dan Brahman. Tuhan
atau Brahman dalam bentuk yang abstrak tersebut di Bali disebut Sang Hyang
Suung, Sang Hyang Embang, Sang Hyang Sunya. Karena tidak berbentuk, sulit
dibayangkan dan dipikirkan (acintya).
2. Vyuhanaama; Tuhan berbaring pada ular di lautan susu. Gambaran Tuhan seperti
ini hanya bisa dilihat oleh para dewa. Di Bali penjelasan seperti itu disebut Hana
Tan Hana (Ada tidak Ada), artinya Tuhan itu diyakini ada, namun tidak bisa dilihat.
3. Vibhawanaama; Tuhan dalam bentuk ini disebut Avatara (turun menyeberang). Ia
juga biasa disebut Saguna atau Sakara Brahman (personal God).
4. Antaraatmanama; Tuhan meresapi segalanya dalam bentuk atma atau zat Tuhan.
Segalanya adalah Brahman (monisme).
5. Archananaama; Tuhan yang terwujudkan dalam bentuk archa atau pertima (replika
mini) seperti patung dalam berbagai bahan dan wujud.

1.4 Usaha dan Sarana Pemujaan Tuhan


1.4.1 Usaha Pemujaan Tuhan
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sudah sepatutnya kita mendekatkan diri kepada-
Nya. Jalan untuk mendekatkan diri itu disebut Marga atau Yoga, yang jumlahnya ada
empat sehingga disebut Catur Marga, Catur Yoga atau Catur Marga Yoga. Bagian-
bagian Catur Marga tersebut adalah sebagai berikut.

Tuhan Yang Maha Esa 14


Pendidikan Agama Hindu

a. Bhakti Marga (Jalan Kebhaktian), adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan


(moksa) dengan jalan sujud bhakti kepada Tuhan.
b. Karma Marga (Jalan Perbuatan), adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan
(moksa) dengan berbuat kebijakan, namun tidak terikat oleh nafsu hendak
mendapat hasilnya.
c. Jnana Marga (Jalan Pengetahuan), adalah suatu jalan atau usaha mencapai
kesempurnaan (moksa) dengan mempergunakan kebijaksanaan filsafat atau ilmu
pengetahuan.
d. Raja Marga (Jalan Spiritual/Meditasi), adalah cara atau jalan untuk dapat
mengetahui kerahasiaan dan berhubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi dengan
melalui tapa, brata, yoga dan samadhi.

1.4.2 Sarana Pemujaan Tuhan


Sarana untuk memuja Tuhan ada bermacam-macam bentuknya, di antaranya
untuk membayangkan-Nya dibuat pratika, cihnam laksanam, lingam, samjna, pratipura
di samping itu secara umum dikenal pula istilah: arca, pratima, pratiwimba, Nyasa,
murti dan lain-lain, yang mengandung makna bentuk-bentuk perwujudan-Nya. Dikenal
pula adanya Tirtha dan Ksetra, yakni mata air, tepi sungai atau tepi laut dan daratan
yang memiliki potensi sebagai tempat kemunculan kekuatan suci.
Dalam ajaran Hindu disebutkan mengenai sarana yang dapat dijadikan
persembahan kepada Tuhan yaitu Puspam, Phalam, Toyam, dan Gandham. Puspam
berarti bunga, yaitu umat dalam memuja Tuhan dapat menggunakan sarana berupa
bunga. Phalam berarti buah, toyam berarti air, dan gandham berarti wewangian (dupa).
Sarana untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa, para dewata, dan roh-roh suci para
rsi dan leluhur adalah pura, mandira, kuil, kahyangan, dan lain-lain. Adapun sarana
pemujaan Tuhan yang lainnya adalah berupa bangunan seperti: Dangsil (meru
sementara memakai atap janur atau daun aren yang dihias indah), Sanggar Tawang
(altar dari bambu sebagai sthana Sang Hyang Surya, Saksi Agung Alam Semesta),
Jempana (sarana mengusung arca/pratima atau daksina pelinggih), umbul-umbul, dan
pengawin. Sarana pemujaan Tuhan dapat juga berupa upakara atau sesajen
persembahan dari yang sangat sederhana sampai yang besar tergantung kemampuan dan
keikhlasan umat untuk mempersembahkannya.

1.5 Implementasi
1.5.1Implemetasi Sraddha
Konsep Panca Sraddha tidak hanya dihafalkan dan dipahami, melainkan harus
dipraktikan atau diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat yang
beragama. Pengimplementasiaan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa bhakti kita

Tuhan Yang Maha Esa 15


Pendidikan Agama Hindu

terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dari lima bagian Sraddha yang telah dijelaskan
diatas, pengimplementasiaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Widhi Tatwa atau Widhi Sraddha, Keyakinan terhadap Tuhan Yang


Maha Esa dengan berbagai manifestasi-Nya

Keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, implementasinya adalah selalu
taat pada perintah Beliau dan menjauhi setiap larangan-Nya dalam menjalankan
kehidupan ini. Agama Hindu mengenal adanya Panca Yadnya yaitu pengorbanan suci
yang tulus ikhlas. Salah satunya adalah Dewa Yadnya ialah pengorbanan suci yang
ditujukan kepada para Dewa dan segala manifestasi-Nya. Yadnya ini harus didasari atas
rasa ikhlas tanpa pamrih dan dalam melakukan Dewa Yadnya ini tidak diharapkan suatu
hal yang menyangkut hal bersifat keduniawian dan kekayaan. Banyak implementasi
dari Widhi Sraddha yang dapat dijalani di kehidupan ini, dengan berdoa atau melakukan
Puja Tri Sandhya setiap hari juga merupakan implementasi tanda cinta kasih kepada
Tuhan.
Agama Hindu mengenal hari-hari suci keagamaan yang bisa mencerminkan
bahwa umat Hindu selalu yakin dengan keberadaan Tuhan dan senantiasa bersyukur
kepada Tuhan atas berkat dan rahmat yang telah Beliau limpahkan ke kehidupan ini.
Salah satu contoh, hari suci Tumpek Landep yaitu pada Saniscara Kliwon Wuku
Landep. Pada Tumpek Landep, umat Hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dalam prabawa-Nya sebagai Sang Hyang Pasupati yang telah menganugerahkan
ketajaman pikiran sehingga mampu menciptakan teknologi atau alat-alat yang dapat
mempermudah dan memperlancar kehidupan manusia.
Tentunya seluruh hari-hari suci yang umat Hindu peringati atau rayakan tersebut
adalah sudah mengimplementasikan bahwa umat Hindu yang melaksanakannya dengan
penuh rasa syukur dan ikhlas adalah sudah memiliki keyakinan yang tinggi terhadap
keberadaan Tuhan (Widhi Sraddha).

2. Atma Tatwa atau Atma Sraddha, Keyakinan terhadap Atma yang


menghidupkan semua makhluk

Pengertian Atman yakni percikan suci dari Ida Sang Hyang Widhi, namun setelah
masuk ke badan manusia dan dilahirkan ke dunia ini, Atman diselimuti oleh badan
kasar, sehingga Atman mengalami kegelapan (awidya). Keyakinan terhadap
keberadaan atman seyogyanya dapat membimbing kita untuk berusaha mengurangi
kegelapan (awidya) yang menyelimuti Atman yang suci tersebut atau bahkan
menghilangkan kegelapan (awidya) tersebut hingga Atman mampu bersatu dengan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa (moksa). Salah satu contohnya adalah upacara Manusia

Tuhan Yang Maha Esa 16


Pendidikan Agama Hindu

Yadnya yang dilakukan di kehidupan ini, seperti mepandes/mesangih (potong gigi),


dengan tujuan menekan sadripu (6 musuh dalam diri manusia) bertujuan mengikis
kegelapan. Tentu saja masih banyak pengimplementasian terhadap Atma Sraddha yang
dapat dilakukan dalam kehidupan ini, yang intinya selalu berusaha melepas sifat
keduniawian dengan patuh terhadap ajaran agama dan senantiasa berbhakti kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa.

3. Karmaphala Tatwa atau Karmaphala Sraddha, Keyakinan terhadap


kebenaran hukum sebab akibat atau buah dari perbuatan

Di atas telah disebutkan bahwa semua perbuatan yang dilakukan dengan sadar
maupun tidak sadar disebut karma. Karma dibagi menjadi dua lagi yaitu karma baik
(subha karma) dan karma tidak baik (asubha karma).
Dalam implementasinya, karma baik tentu yang selalu disertai dengan keikhlasan
berkorban untuk orang lain ataupun untuk Tuhan yang disebut Yajna. Dalam yajna
terkandung suatu pengertian kesengajaan berkorban untuk kebaikan orang lain, dengan
pengorbanan kepentingan atau keinginan, serta kesenangan pribadi demi
menyenangkan orang lain.
Pengorbanan ini bisa berbentuk upacara yang dikenal dengan upacara yajna
seperti halnya: manusia yajna, bhuta yajna, pitra yajna, dewa yajna, dan rsi yajna. Selain
itu pengorbanan juga berbentuk tri kaya parisudha yaitu: pengorbanan berbentuk
pikiran, mau mengerti kebenaran orang lain, bersikap toleran, bisa menghargai
pendapat orang lain adalah suatu yajna. Pengorbanan berbentuk kata-kata yaitu selalu
berkata yang baik, dalam arti tidak menyakiti hati orang lain, lemah lembut,
mengendalikan diri agar tidak sampai mengeluarkan kata-kata kasar adalah juga suatu
yajna. Pengorbanan berupa tindakan, baik berupa pelayanan, pengorbanan materi untuk
orang lain adalah suatu yajna yang mulia.
Dengan mengamalkan konsep-konsep tersebut maka karma baik akan menuntun
kita menuju jalan yang benar dan bermanfaat. Sebaliknya karma buruk akan memimpin
orang untuk lupa dan keliru. Bagaimanapun hati-hatinya orang kalau karma buruk telah
berurat berakar, akan ada saja kekeliruan kecil yang dibuat dengan tidak sadar bisa
menimbulkan bencana kehancuran total. Karmaphala sangat berhubungan dengan
Punarbawa (kelahiran kembali), dimana kita sebagai umat Hindu sangat menyakini
konsep tersebut.

Tuhan Yang Maha Esa 17


Pendidikan Agama Hindu

4. Samsara Tatwa atau Samsara Sraddha, Keyakinan terhadap kelahiran


kembali

Implementasi dari Samsara Sraddha ini dapat dilihat dari melahirkan anak sebagai
tujuan agar dapat memberi kesempatan kepada leluhurnya untuk bereinkarnasi (lahir
kembali) di lingkungan keluarganya. Di samping itu juga dengan mempunyai anak
sudah membayar hutang kelahiran dan hutan pendidikan kepada orang tua. Hutang
kepada orang tua sampai mati tidak bisa dibayar. Kasih sayang orang tua dengan anak
tidak bisa dinilai dengan benda, oleh karena si anak tidak mungkin akan membalas atau
membayarnya secara langsung. Satu-satunya untuk melunasi hutang ialah dengan
kawin dan bisa mempunyai anak. Hutang kepada orang tua bisa dilunasi dengan piutang
kepada anak.
Perkawinan juga termasuk yajna karena bertujuan memberi kesempatan untuk
leluhur lahir ke dunia memperbaiki karmanya. Roh yang lahir menjadi anak tentu ada
hubungan karma dengan orang tuanya, disamping adanya persamaan-persamaan di
dalam beberapa sifat yang memungkinkan adanya daya tarik yang menyebabkan lahir
dalam keluarga tersebut (karma kelahiran).
Memutus karma atau mencoba untuk melepaskan ikatan keduniawian dari dalam
diri kita juga merupakan implementasi keyakinan akan adanya kelahiran kembali
(Samsara Sraddha). Dimana cara yang paling baik untuk memutus karma kita adalah
dengan berbuat yang sesuai dengan ajaran-Nya atau berbuat dharma atau dapat
ditempuh dengan menjalankan Catur Marga Yoga yaitu empat jalan untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan, berbuat sesuai dengan Tri Kaya Parisuda, melaksanakan yadnya
sesuai dengan kemampuan kita, dan sebagainya.

5. Moksa Sraddha, Keyakinan terhadap kebebasan yang tertinggi


bersatunya Atma dengan Brahman

Moksa adalah tujuan terakhir dari seluruh umat Hindu. Keyakinan adanya moksa
dapat diimplementasikan dengan menjalankan sembahyang bathin dengan dharana
(menetapkan cipta), dhyana (memusatkan cipta) dan Samadhi (mengheningkan cipta),
manusia berangsur-angsur akan dapat mencapai tujuan hidupnya yang tertinggi yaitu
bebas dari segala ikatan keduniawian untuk bersatunya atman dengan Brahman.
Untuk mencapai ini, kita harus selalu berbuat baik dan benar sesuai dengan ajaran
agama. Kitab suci juga telah menyediakan bagaimana caranya orang melaksanakan
pelepasan dirinya dari ikatan maya dan akhirnya atman dapat bersatu dengan Brahman
sehingga penderitaan dapat dikikis habis dan tidak ada lagi menjelma ke dunia sebagai
hukuman, tetapi sebagai penolong sesama manusia.

Tuhan Yang Maha Esa 18


Pendidikan Agama Hindu

Di dalam ajaran kerohanian Hindu terdapat jalan untuk mencapai kesempurnaan,


yaitu moksa, dengan implementasinya menghubungkan diri dan pemusatan pikiran
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebut Catur Marga Yoga.
Bhakti Marga Yoga artinya jalan cinta kasih dan jalan persembahan. Seorang
bhakta dalam doanya selalu menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang serta
memohon kepada Sang Hyang Widhi agar semua makhluk tanpa terkecuali selalu
bahagia dan selalu mendapat berkah termulia dari Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi lebih
jelasnya seorang bhakta akan selalu melenyapkan kebenciannya kepada semua
makhluk. Sebaliknya, ia selalu berusaha memupuk dan mengembangkan sifat-sifat
maîtri, karuna, mudita, dan upeksa. Keseimbangan bathin sempurna, tidak ada ikatan
sama sekali apa pun. Ia terlepas dan bebas dari hukuman serba dua (dualis) misalnya
suka dan duka. Seluruh kekuatannya dipakai untuk memusatkan pikirannya kepada
Sang Hyang Widhi dan dilandasi jiwa penyerahan toal.
Karma Marga Yoga adalah jalan untuk mencapai moksa dengan perbuatan atau
kebajikan tanpa pamrih. Masyarakat yang telah suci jasmani dan rohani akan
menjauhkan diri dari sifat-sifat munafik dan kepalsuan. Cita-cita yang sempurna akan
dapat dicapai masyarakat itu. Semua ini telah terbukti dalam pengalaman dari
kebebasan jiwa seorang Karma Yogin. Seorang Karma Yogin mempersembahkan
seluruh karmanya kepada Tuhan, teguh melaksanakan dharma (kebenaran),
subhakarma (karma baik), pengabdian luhur, serta menjauhkan diri dari segala macam
perbuatan yang adharma.
Jnana Marga Yoga yaitu mempersatukan diri dengan Tuhan dengan jalan
mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan keduniawian.
Untuk melepaskan ikatan-ikatan ini, kita harus mengarahkan segala pikiran kita dan
memaksanya kepada kebiasaan-kebiasaan suci. Untuk mencapainya perlu dibantu
dengan abhyasa, yaitu latihan-latihan dan vairagya, yaitu keadaan tidak mengaktifkan
diri. Kekuatan pikiran kita lakukan saat kita berbuat apa saja dan pikiran harus
dipusatkan kepada-Nya. Para Jnanih (bijaksanawan) dapat menguasai dua macam
pengetahuan yaitu apara widya (ilmu pengetahuan biasa) dan para widya (ilmu
pengetahuan tingkat tinggi) mengetahui hakikat atma dengan Brahman.
Raja Marga Yoga adalah suatu jalan rohani untuk mencapai moksa. Tiga jalan
pelaksanaan yang ditempuh oleh para Raja Yogin, yaitu melaksanakan tapa bratha,
yoga, dan Samadhi. Tapa dan bratha merupakan suatu latihan untuk mengendalikan
emosi dan nafsu yang ada di dalam diri kita ke arah yang positif sesuai petunjuk ajaran
kitab suci. Yoga dan Samadhi adalah latihan untuk dapat menyatukan atman dengan
Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.
Seorang Raja Yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan rohani melalui
astangga yoga, yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa (Sudirga, dkk,
2010), yaitu: (1) Yama adalah suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh
Tuhan Yang Maha Esa 19
Pendidikan Agama Hindu

seseorang dari segi jasmani, misalnya: dilarang membunuh (ahimsa), dilarang


berbohong (satya), pantang mengingini sesuatu yang bukan miliknya (asetya), pantang
melakukan hubungan seksual (brahmacari), dan tidak menerima pemberian dari orang
lain (aparigraha). (2) Nyama adalah pengendalian diri yang lebih bersifat rohani,
misalnya: tetap suci lahir bathin (sauca), selalu puas dengan apa yang datang (santosa),
mempelajari kitab-kitab keagamaan (swadhyaya), selalu bhakti kepada Tuhan (iswara
pranidhana), dan tahan uji (tapa). (3) Asana merupakan sikap duduk yang
menyenangkan, teratur, dan disiplin. (4) Pranayama adalah mengatur pernapasan
sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan, yaitu menarik napas (puruka), menahan
napas (kumbhaka), dan mengeluarkan napas (recaka). (5) Pratyahara adalah
mengontrol dan mengendalikan ikatan objeknya sehingga orang dapat melihat hal-hal
suci. (6) Dharana adalah usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang
diinginkan. (7) Dhyana adalah pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan
kepada suatu objek, Dhyana dapat dilakukan terhadap Ista Dewata. (8) Samadhi adalah
penyatuan atman (sang diri sejati dengan Brahman). Apabila seseorang melakukan
latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh, ia akan dapat menerima getaran-
getaran suci dan wahyu Tuhan.
Jalan manapun yang ditempuh kalau sudah diyakini dengan kesadaran spiritual
yang luhur akan diarahkan menuju kebenaran yang kekal abadi serta mengalami moksa.
Moksa itu bukan hanya sekadar konsep belaka, namun akan merupakan suatu hal yang
nyata yang dapat diketahui secara pratyaksa, pengamatan langsung oleh mereka yang
benar-benar semangat mencarinya, berdasarkan ajaran-ajaran kamoksan. Ajaran
kamoksan perlu dilaksanakan. Hal ini sama saja seperti orang yang memuji makanan
itu lezat, tetapi tidak merasakan sendiri bagaimana lezatnya makanan tersebut karena
tidak pernah merasakannya sendiri.

1.5.2 Implementasi Bhakti


Dalam pelaksanaan Bhakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam kitab
Bhagavata Purana membedakan 9 jenis bhakti dan dapat kita implementasikan di dalam
kehidupan ini, sebagai berikut.
a. Sravanam (mempelajari keagungan Tuhan dengan mendengar atau membaca
kitab-kitab suci) misalnya membaca Bhagawan Gita, dimana Bhagawan Gita ini
dibaca secara rutin sehingga memahami isi yang tersirat di dalamnya.
b. Kirtanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan jalan mengucapkan/ menyanyikan
nama Tuhan Yang Maha Esa), misalnya dengan ikut ngayah mekidung ketika ada
upacara agama merupakan salah satu implementasi sederhana yang dapat
dilakukan.

Tuhan Yang Maha Esa 20


Pendidikan Agama Hindu

c. Smaranam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya), salah
satu contoh sederhananya adalah dengan cara selalu bersyukur terhadap rahmat
yang diberikan dan tidak mengeluh ketika diberikan cobaan dalam hidup ini.
d. Padasevanam (Berbhakti dengan jalan memberikan pelayanan kepada Tuhan).
Contoh sederhananya saja adalah ketika sehabis bersembahyang, sisa-sisa bunga
dan dupa yang telah digunakan dibuang ke tempat sampah, sehingga lingkungan
pura (tempat suci) terjaga kebersihannya, dan tentunya masih banyak implementasi
lainnya dalam hidup ini untuk memberikan pelayanan kepada Tuhan.
e. Arcanam (memuja keagungan Tuhan Yang Maha Esa). Implementasi dari
berbhakti dengan memuja keagungan Tuhan adalah dengan Tri Sandya rutin dan
segala tindakan yang dilakukan sesuai dengan ajaran agama termasuk kita memuja
keagungan Tuhan.
f. Vandanam (sujud dan bhakti kepada Tuhan). Implementasi dari sujud dan bhakti
terdapap Tuhan adalah selalu memohon pengampunan atas segala kesalahan yang
kita lakukan dan memohon petunjukNya agar selalu diberkati.
g. Desya (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara menolong dengan penuh keikhlasan).
Misalnya menolong korban bencana alam dengan menyumbangkan bahan makanan
ataupun uang dengan tulus ikhlas.
h. Sakhya (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara memandang Tuhan sebagai sahabat
sejati), misalnya dalam situasi apapun, kita tetap mengingat beliau, ketika mendapat
suatu masalah kita mohon pemecahan dan kelancaran dalam menghadapinya serta
saat kita dalam situasi bahagia, kita harus berterima kasih atas segala rahmat yang
diberikan.
i. Atmanivedanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri secara
total kepada Tuhan). Implementasinya adalah seperti halnya para yogi yang telah
memisahkan diri dari kehidupan duniawi sehingga ia dapat menyerahkan secara
total dirinya kehadapan Beliau.)

1.5.3 Implementasi Usaha dan Sarana Pemujaan Tuhan


Usaha merupakan jalan untuk mendekatkan diri atau untuk menyatukan atma
kembali kepada Brahman. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan Catur Marga Yoga.
Untuk tercapainya tujuan dari hidup ini, maka kita harus mengimplementasikannya ke
dalam kehidupan sehari- hari.
a. Bhakti Marga Yoga (Jalan Kebhaktian), adalah usaha untuk mencapai
kesempurnaan (moksa) dengan jalan sujud bhakti kepada Tuhan. Implementasi
Bhakti Marga Yoga yang dapat kita lakukan adalah pelaksanaan Tri Sandya secara
rutin, membaca buku-buku keagamaan, serta tentunya dapat memahami dan
mempraktikannya di kehidupan ini.

Tuhan Yang Maha Esa 21


Pendidikan Agama Hindu

b. Karma Marga Yoga (Jalan Perbuatan), adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan
(moksa) dengan berbuat kebijakan, namun tidak terikat oleh nafsu hendak
mendapat hasilnya. Implimentasinya adalah melakukan kewajiban demi untuk
mengabdi, melalukan pertolongan dengan dasar tulus ikhlas tanpa pamrih, serta
berbuat amal dan kebajikan untuk kesejahteraan umat manusia dan makhluk
lainnya.
c. Jnana Marga Yoga (Jalan Pengetahuan), adalah suatu jalan atau usaha mencapai
kesempurnaan (moksa) dengan mempergunakan kebijaksanaan filsafat atau ilmu
pengetahuan. Implementasinya adalah dengan belajar demi mendapat ilmu
pengetahuan dan dapat menggunakan ilmu tersebut untuk tujuan yang mulia, seperti
mencerdaskan kehidupan bangsa.
d. Raja Marga Yoga (Jalan Spiritual/Meditasi), adalah cara atau jalan untuk dapat
mengetahui kerahasiaan dan berhubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi dengan
melalui tapa, brata, yoga dan samadhi. Implementasinya adalah melepaskan
kehidupan keduniawian ini dan bertapa memusatkan pikiran hingga mampu
menyatukan diri dengan Tuhan.

Memuja dan mendekatkan diri dengan Tuhan, kita memerlukan adanya sarana
yang diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sarana tersebut
antara lain, sarana yang menyerupai wujud Tuhan, yakni pratika, cihnam laksanam,
lingam, samjna, pratipura, arca, pratima, pratiwimba, Nyasa, murti. Di samping itu
dikenal juga adanya Tirtha dan Ksetra, yakni mata air, tepi sungai atau tepi laut dan
daratan yang memiliki potensi sebagai tempat kemunculan kekuatan suci. Kekuatan
suci ini mendukung kawasan itu menjadi suci, yang menjadikan tempat itu menarik,
sangat menyolok atau monumental. Di Bali, kawasan tertentu seperti Besakih, Tanah
Lot, Uluwatu, Sakenan, Tirtha Empul, dan lain-lain adalah kawasan suci yang sejak
zaman purba telah terpelihara kesuciannya.
Di samping hal tesebut, dengan memperhatikan pula praktik upacara yang masih
hidup dan terpelihara di Bali maupun di India, yakni pada saat menjelang upacara
piodalan (di India disebut abhiseka), para dewata dimohonkan turun ke bumi, di Bali
disebut Nuntun atau Nedunang Ida Bhatara, di India disebut Avahana, sampai upacara
persembahyangan dan mengembalikannya kembali ke kahyangan sthana-Nya yang
abadi menunjukkan bahwa pura adalah replika dari kahyangan atau sorga.
Demikian pula bila kita melihat struktur halaman pura menunjukkan bahwa pura
adalah juga melambangkan alam kosmos, jaba pisan adalah alam bumi (bhurloka), jaba
tengah adalah bhuwahloka dan jeroan adalah swahloka atau sorga. Khusus Pura Besakih
secara keseluruhan melambangkan sapta loka (luhuring ambal-ambal) dan saptapatala
(soring ambal-ambal).

Tuhan Yang Maha Esa 22


Pendidikan Agama Hindu

Mengingat bahwa pura adalah replika Kahyangan, maka pura itu harus suci da
indah, memfungsikan pura dilakukan dengan upacara yang paling sederhana berupa
Ngambe disamping melarang mereka yang tidak patut memasuki pura, seperti wanita
dalam keadaan haid, karena kematian, membawa jenasah ke pura, adanya pertumpahan
darah di pura dan sebagainya, yang kesemua itu dalam ajaran Agama Hindu disebut
Cuntaka. Bila terjadi pelanggaran, maka pura tersebut harus disucikan kembali.
Pada saat upacara, Sang Hyang Widhi, para Dewata, dan Roh leluhur dimohon
untuk hadir, sebagai tamu Agung yang patut menerima persembahan umat baik berupa
sesajen, bhusana, tari-tari wali, kidung, tabuh gamelan lelambatan suara kentongan
bertalu dan bau dupa/kemenyan yang dibakar akan membantu mewujudkan kesucian
itu. Umat sangat berbahagia mempersembahkan yang terbaik miliknya dan selanjutnya
umat memohon waranugraha berupa air suci kehidupan (Tirtha Amrta) dan bija sebagai
simbolis benih-benih kebajikan.
Sarana pemujaan lainnya berupa bangunan seperti: Dangsil (meru sementara
memakai janur atau daun aren yang dihias indah), Sanggar Tawang (altar dari bambu
sebagai sthana Sang Hyang Surya, Saksi Agung Alam Semesta), Jempana (sarana
mengusung arca/pratima atau daksina palinggih), Umbul-umbul dan Pengawin dan lain-
lain. Sarana lainnya adalah berupa upakara atau sesajen persembahan dari yang sangat
sederhana sampai yang besar tergantung kemampuan dan keikhlasan umat untuk
mempersembahkan.

Tuhan Yang Maha Esa 23


Pendidikan Agama Hindu

RANGKUMAN

• Sraddha adalah keyakinan umat Hindu. Panca Sraddha terdiri dari lima bagian
yaitu: Widhi Sraddha, Atma Sraddha, Karmaphala Sraddha, Samsara Sraddha,
dan Moksa Sraddha. Dimana konsep Sraddha ini tidak hanya dihafalkan dan
dipahami saja, melainkan yang terpenting adalah mampu mempraktikkannya
dalah kehidupan ini.
• Bhakti adalah pengorbanan yang tulus dengan landasan kesucian hati dan
berseminya kasih sayang. Dalam pelaksanaan bhakti kepada Tuhan, sehari-hari
kita malaksanakan apa yang disebut sembahyang. Implementasi yang dapat kita
lakukan adalah Sravanam, Kirtanam, Smaranam, Padasevanam, Arcanam,
Vandanam, Desya, Sakhya, Atmanivedanam
• Brahmawidya adalah pengetahuan tentang Ketuhanan dalam Agama Hindu,
pemahaman tentang Tuhan itu penting dan perlu karena dengan mengenal Tuhan
secara tepat dan baik dapat mengantarkan kepada jalan kesempurnaan sampai
kepada moksa.
• Usaha yang dapat dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dapat
dilakukan dengan menempuh jalan yang disebut Marga atau Yoga, yang
jumlahnya ada empat sehingga disebut Catur Marga.
• Catur marga meliputi Bhakti Marga (jalan kebhaktian), Karma Marga (jalan
perbuatan), Jnana Marga (jalan pengetahuan), dan Raja Marga (jalan
spiritual/meditasi).
• Sarana bhakti yang dapat digunakan yaitu Puspam, Phalam, Toyam, dan
Gandham. Puspam berarti bunga, yaitu umat dalam memuja Tuhan dapat
menggunakan sarana berupa bunga, Phalam berarti buah, Toyam berarti air, dan
Gandham berarti wewangian (dupa).

Tuhan Yang Maha Esa 24

Anda mungkin juga menyukai