Anda di halaman 1dari 10

TUHAN ADA DIMANA-MANA

BAB I.
                                                                  Pendahuluan.             

1.1 Latar Belakang.


Seperti yang dikatakan oleh para pelajar, mahasiswa, masyarakat beragama dalam doa mereka,
bahwa selalu meyakini diri bahwa Tuhan ada di dalam dan di luar.  Jika Tuhan hanya berada di
dalam, maka kesucian batin diperlukan, itu sudah cukup. Karena Tuhan juga berada di luar,
maka, maka kesucian lahir juga diperlukan. Dengan demikian, karena Tuhan berada di dalam
dan di luar, kita perlu memiliki kesucian lahir dan batin. Kemudian barulah kita dapat
menghayati kemaha-kuasaan Tuhan.    Apakah yang dimaksud dengan kesucian lahir ini ? Sudah
tentu kesucian lahir ini, menyucikan (membersihkan) badan dengan memakai pakaian yang
bersih. Akan tetapi ada arti yang lebih luas. Tempat tinggalkita harus bersih. Buku-buku yang
kita baca harus tetap bersih. Baik badan ataupun pikiran kita jangan dibiarkan menumpuk
kotoran dan sifat-sifat yang buruk.                   Bila kita mempunyai keyakinan yang kuat, bahwa
prinsip ketuhanan yang sama ada di setiap hati manusia, maka segala hambatan akan bisa diatasi.
Bila kita percaya sepenuhnya pada Tuhan yang bersemayam dalam diri kita, maka segala sesuatu
apa saja akan menjadi milik kita. Keyakinan merupakan kunci dan dasar akar kehidupan
spiritual.                     Jika kita memegang prinsip ketuhanan itu, semuanya akan dapat kita
selesaikan. Agar kita dapat menghayati ketuhanan yang berada di mana-mana dalam kehidupan
kita sehari-hari, kita harus melaksanakan sadhana, mengembangkan rasa belas kasihan kepada
semua makhluk. Juga kita harus meningkatkan kesucian lahir dan batin, menjaga agar jasmani
dan rohani selalu bersih cemerlang. Hanya dengan demikianlah kita akan dapat menyadari
prinsip ketuhanan yang ada di mana-mana.

BAB. II
Pembahasan.
2.1 Pengertian Tuhan
         Berdasarkan kitab suci weda Tuhan merupakan “Acintya” yaitu tak terpikirkan. Dan Tuhan
itu hanya dapat diwujudkan melalui simbul atau nyasa, wujud beliau dapat dihafalkan menurut
fantasi manusia. Rahasia keilahiannya terembunyi dalam kabut rahasia pengetahuan manusia,
sifat-sifat kerahasiaan itu dipikirkan kedalam bentuk nyasa dengan cara-cara simbolik yang
disebut maya sakti. Nyasa yang banyak dipakai dalam ajaran agama Hindu adalah simbul dengan
garis-garis tertentu yang disebut yantra (cakra) perpaduan warna, kembang dan warna-warna
tertentu secara arca yang wujud bentuknya kadang-kadang fantasi seperti yang kita lihat.
Dengan semakin berkembangnya peradaban dan kemampuan berpikir manusia, ajaran
agama Hindu mengalami pula perkembangan dalam penghayatan dan pelaksanaannya. Dari
politeisme dan henoteisme, ajaran agama Hindu berkembang menuju monotesme dan monisme,
pandangan yang mengakui dengan tegas hanya ada satu Tuhan yaitu Brahman sebagai yang
mutlak “Ekam Eva Adwityam Brahman   yang artinya hanya satu Tuhan tiada yang kedua
demikian ucapan weda. Pandangan monisme seperti ini tidaklah dipertentangkan dengan
pandangan sebelumnya karena dalam weda sudah disebutkan Tuhan Yang Maha Esa itu disebut
pula dengan berbagai nama, Dia-lah pencipta (Brahma), Dia pula penopang dan pemelihara alam
semesta beserta isinya (wisnu),  dan pada saatnya melebur segala ciptaannya menuju
asalnya (siwa).
Dalam Rg. Veda, kitab weda tertua disebutkan Tuhan telah menciptakan alam semesta
beserta isinya dan Ia pula yang menciptakan dewa-dewa untuk mengendalikannya. Sebagai
ajaran yang terbuka, weda bagaikan tanah subur bagi persemian berbagai aliran dan pandangan
filsafat. Lambang-lambang dan gagasan dalam weda diberi pengertian dan makna baru tanpa
menggoncangkan kepercayaan lama.

2.2  Tuhan ada dimana-mana.

             Kitab suci Weda dan kitab-kitab sastranya mengajarkan bahwa Tuhan itu esa, mahakuasa
dan ada di mana-mana. Manusia yang serba terbatas ini tidak akan mampu memahami keesaan
dan kemahakuasaan Tuhan itu atau disebut dalam kitab sastra. Bhuwanakosa menyatakan:
Bhatara Siwa sira vyapaka, sira suksma tan kneng angen-angen kadyangganing akasa sira tan
kagrahita dening manah muang indriya.   Tuhan ada di mana-mana, amat gaib, amat sukar
membayangkan, bagaikan akasa. Tidak terjangkau oleh kecerdasan pikiran dan ketajaman indria.
Demikian keberadaan Tuhan menurut kitab suci dan susastra Hindu. Meskipun manusia tidak
memiliki kemampuan untuk memahami. Dalam kitab Wrehaspati Tattwa dinyatakan Tuhan secara
pasti, tepat dan benar. Namun manusia menurut ajaran Hindu wajib meyakini bahwa Tuhan itu
maha-ada (Wibhusakti), mahakuasa (Prabhusakti), mahatahu (Jnyana Sakti) dan mahakerja (Kriya
Sakti).   Selanjutnya bagaimana manusia mendayagunakan keyakinannya pada Tuhan yang ada di
mana-mana itu untuk menyelenggarakan hidupnya agar bisa mewujudkan hidup yang bahagia
lahir batin di dunia sekala ini sebagai landasan untuk menuju dunia niskala. Menurut keyakinan
Hindu dunia niskala itu disebut Para Loka. Di Para Loka itu ada dua bagian yang disebut sorga
dan ada yang disebut neraka. Setiap orang idealnya mengharapkan setelah hidup di dunia sekala
ini menuju dunia niskala yang disebut sorga itu. Untuk mencapai dunia yang disebut sorga itu
harus berprilaku yang senantiasa disertai bahwa Tuhan selalu sebagai menyaksikan perilakunya.
Dalam berniat, berpikir dan berkehendak saja Tuhan hendaknya diyakini mengetahuinya. Apalagi
berbicara dan bertindak nyata Tuhan pasti mengetahuinya. Kalau keyakinan pada Tuhan yang
selalu maha mengetahui ini kuat pada diri seseorang maka saya sangat yakin orang tersebut tidak
akan melanggar ajaran agama yang diyakini sabda Tuhan.  Inilah yang disebut sebagai keyakinan
aktif pada Tuhan. Kalau keyakinannya itu pasif, hanya percaya pada Tuhan sekadar percaya.
Kepercayaan kepada Tuhan tidak disertai dengan kesadaran untuk mendayagunakan
keyakinannya itu untuk membenahi berbagai langkah kehidupannya, maka kepercayaan pada
Tuhan itu sia-sia saja.Penerapan kehidupan beragama Hindu dalam berbagai aspeknya pada
intinya untuk senantiasa menanamkan keyakinan pada Tuhan agar benar-benar menjadi bagian
yang integral dalam diri pribadi setiap umat. Kalau keyakinan pada Tuhan Yang Esa dan
Mahakuasa itu ada di mana-mana sudah demikian menjiwai hidup seseorang maka akan
mengejawantah menjadi perilaku yang subha karma.  Dalam tradisi kehidupan beragama Hindu di
Bali keberadaan Tuhan di mana-mana itu telah divisualisaksikan dalam berbagai bentuk kegiatan
keagamaan yang sakral. Seperti keberadaan Meru Tumpang Sebelas dan Tumpang Tiga di
mandala kelima Pura Penataran Agung Besakih itu. Mpu Kuturan telah menjadikan Pulau Bali ini
sebagai simbol Buwana Agung stana sakral Tuhan Yang Maha Esa yang disebut sebagai Padma
Bhuwana. Tuhan yang berada di mana-mana itu divisualisasikan menjadi sembilan Kahyangan
Jagat. Sembilan Khayangan Jagat ini simbol bahwa tidak ada bagian alam ini tanpa kehadiran
Tuhan. Tujuannya agar umat Hindu di Bali dapat menghayati konsep Wyapi Wyapaka Nirwikara
dengan metode visual. Sayang keberadaan tempat pemujaan Tuhan di sembilan penjuru Pulau
Bali ini dipahami dengan sikap pasif saja. Bahkan, sepertinya banyak yang memahami bahwa
Tuhan hanya ada di tempat-tempat pemujaan itu saja. Di luar tempat pemujaan itu seolah-olah
Tuhan tidak hadir. Karena dianggap Tuhan hanya berstana di pura saja maka di luar pura kalau
mereka berbuat apa saja Tuhan tidak mengetahuinya. Apa lagi di ruang kerja di kantor keberadaan
Tuhan dianggap pasif saja. Kalaupun mereka melakukan sesuatu yang melanggar dharma seperti
merekayasa uang rakyat untuk dikorupsi, diyakini Tuhan tidak akan mengetahuinya.  Tentunya
akan berbeda bagi mereka yang demikian aktif meyakini bahwa Tuhan berada di mana-mana dan
maha mengetahui segala perilaku manusia. Kayakinan yang demikian itu akan dapat berfungsi
untuk mengontrol dirinya secara sadar untuk tidak berbuat melanggar ajaran agama sabda Tuhan
itu. Mereka menaati ajaran agama itu bukan karena takut semata, tetapi karena setiap perbuatan
yang baik pasti akan berpahala baik, demikian juga sebaliknya. Di samping tempat pemujaan
sebagai sarana sakral beragama Hindu melukiskan kehadiran Tuhan berada di mana-mana juga
banyak media beragama lainnya sebagai media sakral untuk memotivasi umat Hindu agar secara
aktif mengembangkan keyakinannya.
Seperti sarana beragama yang disebut banten. Dalam Lontar Yadnya Prakerti ada dinyatakan
bahwa banten itu pinaka warna rupaning Ida Batara. Artinya, banten itu sebagai simbol berbagai
bentuk kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Pelindung. Banten Canang, misalnya. Dalam Banten
Canang itu disimbolkan tiga kemahakuasaan Tuhan yaitu Tuhan sebagai pencipta, sebagai
pelindung dan sebagai pemralina yang disebut sebagai Brahma, Wisnu dan Iswara.
Ada Banten Kwangen simbol Omkara sebagai panggilan sakral yang tertua pada Tuhan Yang Esa
itu. Tuhan juga disimbolkan dalam Banten Catur. Dalam Banten Catur ini Tuhan disimbolkan
memiliki Cadu Sakti seperti Wibhu Sakti, Prabhu Sakti, Jnyana Sakti dan Kriya Sakti. 
Demikian juga dalam Banten Dewa Dewi Tuhan disimbolkan sebagai pencipta Purusa dan
Pradana. Banten Daksina yang disebut Yadnya Patni itu juga lambang alam semesta stana
terhormat Hyang Widhi Wasa. 
Hari raya keagamaan pun sebagai media untuk mengingatkan umat Hindu agar senantiasa ingat
dan sadar pada keberadaan Tuhan secara aktif. Seperti saat Tumpek Wariga sebagai pemujaan
Sang Hyang Sengkara dewanya tumbuh-tumbuhan. Tumpek Landep sebagai pemujaan Sang
Hyang Pasupati, hari raya Pager Wesi sebagai pemujaan Sang Hyang Paramesti Guru. Tumpek
Kandang sebagai pemujaan Hyang Rareangon.
Demikian banyak lagi media kegiatan keagamaan Hindu sebagai hari untuk mengingatkan umat
agar meyakini bahwa Tuhan itu Mahaesa, Mahakuasa dan berada di mana-mana untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.  Harapannya bahwa umat Hindu akan dapat lebih mening katkan
kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Máha Esa yang melingkupi seisi alam semesta di jagad
raya ini.
Dalam pustaka suci Bhagawad gita, pada bab IX (nawama adhya) sloka empat (caturma sloka)
tentang rajawidya (rajanya ilmu pengetahuan atau ilmu mistik), rajaguhya yoga (ilmu yang paling
rahasia dan yang rahasia), yang telah dikutip atas yang pada intinya ada diajarkan tentang
ketuhanan dalam agama Hindu. Bilamana disimak makna sloka suci di atas, maka dapat dipahami
bagaimana ajaran ketuhanan dalam agama Hindu? Setidaknya, bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dinyatakan dalam pustaka suci bhagawadgita sebagaimana disitir di
atas adalah memiliki wujud yang disebut dengan Awyakta.
Banyak gelar atau sebutan yang diberikan untuk rnenyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Banyak
pula kekuatan Tuhan ataupun kemahakuasaan-Nya. Tuhan juga memiliki banyak bentuk atau
banyak wujud (bahu murti). Begitu pula dalam kaitannya dengan kebera daan-Nya, bahwa Tuhan
ada dimana mana (wyapi wyapaka). Tuhan memiliki beragam sifat atau karakter (Saguna
Brahman). Tuhan pula sesungguhnya tidak dapat dipikirkan (acintya). Masih banyak lagi karakter
Tuhan itu sendiri.
Tatkala Tuhan tidak bisa menam-pakkan diri-Nya, maka Beliau digelari sebagai Tuhan yang
bersifat Awyakta. Dengan kata lain bahwa Tuhan juga memiliki sifat yang abstrak (maya).
Memang Tuhan sesungguhnya adalah tidak dapat memperlihatkan diri. Beliau sering juga digelari
sebagai Sang Hyang Niskala, oleh karena Beliau tidak dapat mewujudkan diri-Nya dalam bentuk
yang sebenarnya dan senyatanya. Begitulah keagungan dan kebesaran dan Tuhan Yang Maha Esa
di alam raya ini dengan segala isinya.
Tuhan Yang Maha Esa memiliki kekuatan (sakti) untuk menciptakan segala yang ada dan yang
tidak ada ini (wahya adhyatmika). Apapun yang menjadi bagian atau isi alam raya ini maka
Beliaulah asalnya (Sangkan Paraning Dumadi). Beliau juga yang menciptakan (ngutpeti) segala
yang wujudnya besar ataupun yang tidak bisa dilihat oleh indra penglihat manusia. Tuhan dapat
melakukan perlindungan (raksatam) serta memelihara (stithi) ciptaan Beliau. Namun demikian,
bahwa Tuhan Yang Maha Esa juga memiliki kemampuan yang maha dasyat dan hebat bagi
segalanya, yakni dapat menarik, mengembalikan, melebur, menghanguskan, dan mengembalikan
melalui kematian (mrtyu), oleh karena Beliau memiliki kekuatan sebagai rajanya maut yang
dinamai pralina. Bilamana Tuhan telah menghendaki dan memberikan titah atau sabda untuk
menuju pada kelenyapan, maka hal itu tidak bisa ditolak dan tidak bisa dimohon. Begitulah
kekuatan maut Beliau (pralaya) yang secara pasti lambat laun akan dialami oleh semua ciptaan
(janman) di alam semesta ini.
Sesuai makna sloka suci di atas bahwa Tuhan Yang Maha Esa memiliki wujud yang tidak nyata
atau Beliau tidak bisa memperlihatkan diri-Nya (awyakta). Lantas bagaimana umat manusia pada
umumnya dan umat Hindu dapat mendekatkan din dengan Tuhan Yang Maha Esa? Apakah yang
bisa dilakukan untuk menuju-Nya? Cara apa yang bisa ditempuh, mengingat keberadaan Beliau
tidak lianya atau tidak memiliki wujud? Begitu banyak pertanyaan yang akan muncul dan
memerlukan banyak jabawan pula.

Sesungguhnya, setiap agama yang ada dan berkembang dimuka bumi ini, bertitik tolak kepada
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak hal yang mendorong kita harus percaya
terhadap adanya Tuhan itu dan berlaku secara alami. Adanya gejala atau kejadian dan keajaiban
di dunia ini, menyebabkan kepercayaan itu semakin mantap. Semuanya itu pasti ada sebab-
musababnya, dan muara yang terakhir adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhanlah yang mengatur
semuanya ini, Tuhan pula sebagai penyebab pertama segala yang ada.
Kendati kita tidak boleh cepat-cepat percaya kepada sesuatu, namun percaya itu penting dalam
kehidupan ini. Banyak sekali kegiatan yang kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari
hanyalah berdasarkan kepercayaan saja. Setiap hari kita mneyaksikan matahari terbit dan
tenggelam. Demikian pula adanya bulan dan bintang yang hadir di langit dengan teratur. Belum
lagi oleh adanya berbagai mahluk hidup dan hal-hal lain yang dapat menjadikan kita semakin
tertegun menyaksikannya. Adanya pergantian siang menjadi malam, adanya kelahiran, usia tua,
dan kematian, semuanya ini mengantarkan kita harus percaya kepada Tuhan, bahwa Tuhanlah
yang merupakan sumber dari segala yang terjadi di alam semesta ini.
Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula kita akan merasa mempunyai
suatu pegangan iman yang menambatkan kita pada satu pegangan yang kokoh. Pegangan itu tiada
lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari semua yang ada dan yang terjadi. Kepada-Nya-
lah kita memasrahkan diri, karena tidak ada tempat lain dari pada-Nya tempat kita kembali.
Keimanan kepada Tuhan ini merupakan dasar kepercayaan agama Hindu. Inilah yang menjadi
pokok-pokok keimanan agama Hindu.  Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin
dan iman terhadap Tuhan itu sendiri. Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar
keyakinan bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-
galanya. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang
kuasa atas segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta,
sebagai pemelihara dan Pelebur alam semesta dengan segala isinya. Tuhan adalah sumber dan
awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada. Didalam Weda (Bhagavad Gita), Tuhan
(Hyang Widhi) bersabda mengenai hal ini, sebagai berikut:
Etadyonini bhutani
sarvani ty upadharaya
aham kristnasya jagatah
prabhavah pralayas tatha. (BG. VII.6)
Ketahuilah, bahwa semua insani mempunyai sumber-sumber kelahiran disini, Aku adalah asal
mula alam semesta ini demikian pula kiamat-kelaknya nanti.
Aham atma gudakesa
sarva bhutasaya sthitah
aham adis cha madhyam cha
bhutanam anta eva cha. (BG.X.20)
Aku adalah jiwa yang berdiam dalam hati segala insani, wahai Gudakesa. Aku adalah permulaan,
pertengahan dan penghabisan dari mahluk semua.
yach cha pi sarvabhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti vina syan
maya bhutam characharam. (BG. X.39)
Dan selanjutnya apapun, oh Arjuna, aku adalah benih dari segala mahluk, tidak ada sesuatupun
bisa ada, bergerak atau tidak bergerak, tanpa aku.
Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada disetiap mahluk hidup, didalam
maupun doluar dunia (imanen dan transenden). Tuhan (Hyang Widhi) meresap disegala tempat
dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah dan kekal abadi (Nirwikara). Di
dalam Upanisad (k.U. 1,2) disebutkan bahwa Hyang Widhi adalah "telinga dari semua telinga,
pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala ucapan, nafas dari segala nafas dan mata dari
segala mata", namun Hyang Widhi itu bersifat gaib (maha suksma) dan abstrak tetapi ada. Di
dalam Bhuana Kosa disebutkan sebagai berikut:
"Bhatara Ciwa sira wyapaka
sira suksma tan keneng angen-angen
kadiang ganing akasa tan kagrahita
dening manah muang indriya".
Artinya:
Tuhan (Ciwa), Dia ada di mana-mana, Dia gaib, sukar dibayangkan, bagaikan angkasa (ether),
dia tak dapat ditangkap oleh akal maupun panca indriya.
Walaupun amat gaib, tetapi Tuhan hadir dimana-mana. Beliau bersifat wyapi-wyapaka,
meresapi segalanya. Tiada suatu tempatpun yang Beliau tiada tempati. Beliau ada disini dan
berada disana Tuhan memenuhi jagat raya ini.
"Sahasrasirsa purusah sahasraksah sahasrapat,
sa bhumim visato vrtva tyatistad dasangulam". (Rg Veda X.90.1)
Tuhan berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, Ia memenuhi bumi-bumi pada semua
arah, mengatasi kesepuluh penjuru.
Seribu dalam mantra Rg Veda di atas berarti tak terhingga. Tuhan berkepala tak terhingga,
bermata tak terhingga, bertangan tak terhingga. Semua kepala adalah kepa_Nya, semua mata
adalah mata-Nya, semua tangan adalah tangan-Nya. Walaupun Tuhan tak dapat dilihat dengan
mata biasa, tetapi Tuhan dapat dirasakan kehadirannya dengan rasa hati, bagaikan garam dalam
air. Ia tidak tampak, namun bila dicicipi terasa adanya disana. Demikian pula seperti adanya api
di dalam kayu, kehadirannya seolah-olah tidak ada, tapi bila kayu ini digosok maka api akan
muncul.
Eko devas sarva-bhutesu gudhas
sarva vyapi sarwa bhutantar-atma
karmadyajsas sarvabhutadhivasas
saksi ceta kevalo nirgunasca. (Svet. Up. VI.11)
Tuhan yang tunggal sembunyi pada semua mahluk, menyusupi segala, inti hidupnya semua
mahluk, hakim semua perbuatan yang berada pada semua mahluk, saksi yang mengetahui, yang
tunggal, bebas dari kualitas apapun.
Karena Tuhan berada di mana-mana, ia mengetahui segalanya. Tidak ada sesuatu apapun yang ia
tidak ketahui. Tidak ada apapun yang dapat disembunyikan kepada-Nya. Tuhan adalah saksi
agung akan segala yang ada dan terjadi. Karena demikian sifat Tuhan, maka orang tidak dapat lari
kemanapun untuk menyembunyikan segala perbuatannya. Kemanapun berlari akan selalu
berjumpa dengan Dia. Tidak ada tempat sepi yang luput dari kehadiran-Nya.
Yas tisthati carati yasca vancanti
Yo nilayam carati yah pratamkam
dvatu samnisadya yanmantrayete
raja tad veda varunas trtiyah (A.W. IV.16.2)
Siapapun berdiri, berjalan atau bergerak dengan sembunyi-sembunyi, siapaun yang
membaringkan diri atau bangun, apapun yang dua orang duduk bersama bisikan satu dengan yang
lain, semuanya itu diketahui oleh Tuhan (Sang Raja Alam Semesta), ia adalah uyang ketiga hadir
di sana.
Kendatipun Tuhan itu selalu hadir dan meresap di segala tempat, tetapi sukar dapat dilihat oleh
mata biasa. Indra kita hanya dapat menangkap apa yang dilihat, didengar, dikecap dan dirasakan.
Kemampuannya terbatas, sedangkan Tuhan (Hyang Widhi) adalah Maha Sempurna dan tak
terbatas.
Di dalam Weda disebutkan bahwa Tuhan (Hyang Widhi) tidak berbentuk (nirupam), tidak
bertangan dan berkaki (nirkaram nirpadam), tidak berpancaindra (nirindryam), tetapi Tuhan
(Hyang Widhi) dapat mengetahui segala yang ada pada mahluk. Lagi pula Hyang Widhi tidak
pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang tidak juga bertambah, namun Beliau
Maha Ada dan Maha Mengetahui segala yang ada di alam semesta ini. Tuhan berkuasa atas
semua dan Tunggal atau Esa adanya.
ya etam devam ekavrtam veda
na dwitya na trtiyas cateutho napyucyate,
na pancamo  na sasthah saptamo napyucyate,
nasthamo na navamo dasamo napyucyate,
sa sarvasmai vi pasyati vacca pranati yacca na,
tam idam nigatam sahah sa esa eka ekavrd eka eva,
sarve asmin deva ekavrto bhavanti. (A.V.XIII.4)
Kepada ia yang mengetahui ini Tuhan semata-mata hanya tunggal. Tidak ada yang kedua, ketiga,
keempat Ia dipanggil. Tidak ada yang kelima, keenam, ketujuh, Ia dipanggil. Tidak ada yang
kedelapan, kesembilan Ia dipanggil. Ia melihat segala apa yang bernafas dan apa yang tidak
bernafas. Kepada-Nya-lah tenaga penakluk kembali. Ia hanya tunggal belaka. Padanya semua
dewa hanya satu saja.
Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, yang tak terjangkau oleh pikiran, yang gaib dipanggil
dengan nama sesuai dengan jangkauan pikiran, namun ia hanya satu, Tunggal adanya.
"Ekam eva advityam Brahma" (Ch.U.IV.2.1)
Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.
"Eko Narayanad na dvityo "Sti kaccit" (Weda Sanggraha)
Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
"Bhineka Tungal Ika, tan hana Darma mangrwa" (Lontar Sutasoma)
Berbeda-beda tetapi satu tidak ada Dharma yang dua.
"Idam mitram Varunam
agnim ahur atho
divyah sa suparno garutman
Ekam sad vipra bahudha vadantyagnim
yamam matarisvanam ahuh. (R.W.I. 1964.46)
Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni dan Dia yang Bercahaya, yaitu Garutman yang
bersayap elok, Satu Itu (Tuhan), sang bijaksana menyebut dengan banyak nama, seperti Agni,
Yama Matarisvam.
Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang membayangkan bermacam-macam
sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang Tunggal (Esa) itu dipanggilnya dengan banyak nama
sesuai dengan fungsinya. Ia dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan
Ciwa sebagai pelebur/pemralina. Banyak lagi panggilannya yang lain. Ia maha tahu, berada
dimana-mana. Karena itu tak ada apapun yang dapat kita sembunyikan dihadapan-Nya. Orang-
orang menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada tempat yang berbeda-beda. Kepada-
Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan dan petunjuk-Nya agar ia menemukan jalan
terang dalam mengarungi hidup ini.

BAB. III
Penutup.
3.1 Kesimpulan.
               Dalam hal ini, bahwa jawaban kuncinya adalah karena Tuhan Yang Maha Esa
sesungguhnya telah hadir dimana-mana yang memenuhi seisi alam ini. Tuhan Yang Maha Esa
tidak perlu dikejar-kejar kesana-kemari. Tidak perlu yang jauh dan tidak perlu yang
membingung-kan untuk mencari cara dalam menuju Beliau. Semua dan bagian alam raya dan
isinya tiada lain adalah Beliau juga. Bila Beliau dikatakan tidak nyata ya benar adanya, namun
Beliau bisa ditemukan. Bila semua insan manusia di alam raya ini telah memiliki keyakinan yang
utama (maha sraddha), maka semua jalan pasti dapat dilalui menuju-Nya. Tidak ada istilah tiada
jalan untuk bisa menemukan Beliau. Dalam ketidakber-wujudan Beliau (awyakta), tentu ada
jalan (marga) untuk sampai kepada-Nya.
Sebagai umat manusia yang selalu berbakti kepada-Nya, maka ada berbagai cara yang bisa
dilakukan. Cara perseorangan tentu bisa. Cara bersama sama juga dapat dilakukan. Cara hening
dan sepi boleh juga dilakukan. Cara dengan melagukan nyanyian suci (dharma gita) atau cara
yang sejenis juga merupakan cara yang tidak keliru, asalkan berlandaskan atas kebenaran yang
sujati (dharma). Cara pengendalian (tapa), cara berpantang (brata), cara kontak spiritual (yoga),
cara penyatuan yang tulus (samadhi), cara persembahan dengan memakai sarana banten atau
sesajen (upakara yajna), cara kerja yang tekun (karmani), cara belajar yang ulet (adhydyanam),
cara dermawan (dhana punya), cara perjalanan suci (tirtha yatra), cara bakti sosial (sarwa
sukarma), cara kasih sayang (paramita), cara persahabatan yang positif (bahu sakha), cara
pendidikan (rasta siksa ca ashram), cara berdialog (dharma tula), cara melakukan interaktif
kemuliaan (dharma witarka), dan masih banyak lagi cara lain untuk menuju Tuhan Yang Maha
Esa, walaupun keberadaan Beliau bersifat tidak nyata.
Dalam realitas bagi umat Hindu di Indonesia, bahwa cara yang telah dilakukan meliputi berbagai
cara seperti yang telah dipaparkan di atas. Tentu ada pertanyaan muncul, mana diantara semua
cara tersebut yang terbaik? Sederhana saja jawabannya. Tergantung kembali kepada umat itu
sendiri. Mana cara yang terbaik adalah cara yang telah lazim dilakukannya setiap hari (prati
dinam ya puja dewata-dewati) untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa. Atau dengan cara
merafalkan berbagai mantra secara rutin (surya sevana) yang digolongkan sebagai nitya karma.
Itu kembali kepada kondisi masing-masing umat yang melakukannya yang sudah tentu dapat
menyesuaikan dengan keadaan masing-masing.

http://pura-kebonagung.blogspot.com/2012/09/v-behaviorurldefaultvmlo_7.html

Anda mungkin juga menyukai