1
Erich Fromm, Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan Antara “Tuhan Sejarah” dan “Tuhan
Alam”, terj. Evan Wisastra, M. Rusdhan dan Firmansyah Agus, (Yogyakarta: Jalasutra, 2002), cet. I,
hlm. 21.
2
Tom Jacobs S.J., Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), cet. V, hlm. 72.
3
K. Sukardji, Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya, (Bandung:
Angkasa, 1993), cet. X, hlm. 38.
4
Ibid, hlm., 39.
5
Ibid., hlm., 46.
6
Abbas Mahmoud al-Akkad, Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama-agama, tej. A. Hanafi,
M.A, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. I, hlm. 21.
1
2
7
H.M. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: CV. Era Jaya, t.th),
hlm. 48.
8
Lihat Abbas Mahmoud Al-Akkad, op.cit., hlm. 21.
3
9
Wujud Tiga Oknum (Nama) dari Brahman itu, yaitu Brahman, Wisnu, Siwa, adalah paham
yang disebut dengan ajaran Trimurti (wujud dari tiga kesaktian) yang melahirkan pasangannya, yaitu
Trishakti merupakan Shakti (permaisuri) dari satu persatuannya, yaitu Sharasvati (Dewi kebijaksanaan
dan pengetahuan), Lakhsmi (dewi kecantikan dan kebahagiaan), dan Parvati (Dewi keberanian dan
kegarangan) lihat Yosoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), hlm.
49-52. Di dalam himpunan Mahabharata dan Bragavat Gita ditemukan nama Krisna. Disini Krisna
dilukiskan sebagai penjelmaan dewata Wisnu, sebuah oknum dari Trimurti. Lihat I Wayan Maswinara,
Srimad Bhagawed Gita, (Surabaya: Paramita, 1997), hlm. 17-26. lihat juga dalam buku Sri Srimas A.C.
Bhaktivedevta Swami Prabhupada, jalan menuju kepada Krisna, terj. Tim Penterjemah, (Jakarta:
Hanuman Sakti 2001), hlm. 19.
10
Bagus Takwin, Filsafat Timur, (Yogyakarta: Jalasutra, 2001), cet. I, hlm. 26-27.
4
semesta.11 Kitab weda menyebut Tuhan yang Maha Esa dengan berbagai nama. Ini
karena penamaan yang beraneka ragam yang memuji dan mengagungkan-Nya
adalah keterbatasan manusia dalam membayangkan Tuhan. Sering mereka
tergelincir terhdap hal ini.
Agama Hindu bukan merupakan agama yang fanatik dalam konsep
ketuhanannya. Sangat menarik karena sifat nama yang diberikan adalah
berhubungan langsung dengan hal-hal yang dialami oleh manusia, sebagaimana
tampak dalam terjemahan mantra “Rig Weda” ia (adalah) Bapak kami, pencipta
kami, pelebur kami, siapakah yang dapat mengenal semua jabatan-Nya semua yang
ada ? Ia itulah yang dicari oleh semua makhluk di dunia ini dengan pertanyaan itu
semua. (Rig Weda 82 : 3).12
Isi kitab agama Hindu (Veda) agak beragam dan sukar dipahami. Misalnya
menceritakan asal muasal kejadian alam. Katanya, alam berasal dari Parjabat yang
berkepala seribu, bermuka seribu dan berkaki seribu, lalu mengembangkan dirinya
memenuhi segala yang ada. Untuk itu para dewa memotong-motong dirinya.
Kemudian menaburkannya ke segala penjuru, maka terjadilah alam ini. Artinya
alam dan Parjabat adalah satu bukan dua atau lebih dan bukan juga berlainan.13
Tentang Brahma sebagai Tuhan agama Hindu beremanasi dengan dunia
yang serbaneka masih belum dapat dirumuskan dengan jelas. Orang Hindu
menganggap masuknya yang terbatas (manusia) pada yang tak terbatas (Tuhan)
atau panteisme sebagai puncak kebahagiaan. Dan untuk mencapai tujuan itu, ia
tinggal di suatu tempat dan membiarkan dirinya tenggelam pada yang mutlak,14
yang akhirnya pemikiran ini sampai pada kesimpulan seperti dalam Bhagawad Gita
(kitab suci ketiga agama Hindu) bahwa pencipta dan yang diciptakan adalah
identik. Maka, hal ini mendekati pada fetesyisme.15
11
Djam’annuri (ed.), Agama Kita Perspektif Agama-agama (Sebuah Pengantar),
(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), cet. I, hlm. 46
12
Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hlm. 44, lihat dalam G. Pudja Wedaparikrama, (Jakarta, 1971), hlm. 28-32.
13
Abujamin Rohman, Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya, (Jakarta: Media Dakwah,
1995), hlm. 83.
14
Abdul Qadir Djaelani, op.cit., hlm. 46.
15
Fetyisisme merupakan esensi dalam agama yang berpaham dinamisme, yang dijumpai
pada masyarakat yang paling primitif, Ibid., hlm. 47.
5
16
Mariasusai Dharamony, Fenomena Agama, tej. Kelompok St. Agama Drikarya,
(Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 47.
17
Ibid., hlm. 142.
18
Lihat pada A. Abdul Qadir Djaelani, op.cit., hlm. 29.
19
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat , 1995, hlm. 133.
20
Gereld O’ Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, S.3., Kamus Teologi, (Yogyakarta:
Kanisius, 1996), hlm. 228.
6
Sedang istilah monisme juga berasal dari Yunani, artinya satu sebuah
bentuk monoteisme. Dari banyaknya Tuhan yang dinamai dan dipercayai, masing-
masing secara bergiliran (jadi, secara satu persatu) disembah dan ditaati serta
dihormati dengan cara yang pantas bagi sebuah dewa tertinggi pada waktu tertentu,
dalam kesadaran bahwa setiap dewa menyimbolkan hanya satu dari asset tak
terhingga sebuah realitas atau Tuhan yang lebih kompleks dan fundamental sebagai
sumber dari segala sesuatu.21 Istilah ini diciptakan oleh Christian Wolf (1679-1754)
bagi setiap usaha untuk menafsirkan realitas berdasarkan satu prinsip dengan
menghilangkan keragaman dan perbedaan missal antara tubuh dan jiwa.22
Dalam Islam ajaran panteisme ini lebih dikenal dengan wahdat al-wujud
yang dibawa oleh Muhyi al-din ibn al-Arabi (W. 6381 1240). Dan dipersoalkan
karena menyamakan Tuhan dengan alam, menerima panteisme dalam pengertian
yang popular, Tuhan identik dengan alam sebagaimana diajarkan panteisme,
menurut Islam adalah penghinaan / penghujatan terhadap Tuhan dan merupakan
ajaran sesat dan syirik23 itulah mengapa panteisme menjadi perdebatan
Demikian permasalahan yang ada dalam ketuhanan agama Hindu yang
tentunya dilihat dari dimensi panteistik dan monistik akan melahirkan pemahaman
yang jelas dan dapat mengetahui perkembangan teologi atau ketuhanan dalam
agama ini (Hindu).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka penyusunan
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu. ?
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya panteisme dan monisme.?
21
Lihat pada Kamus Filsafat, loc.cit., hlm. 132.
22
Lihat Gerald O, Collins, dkk, op.cit., hlm. 205.
23
Kautsar Azhari Noer, Ibn Al-Arabi, Wahdat al-Wujud Dalam Perdebatan, (Jakarta:
Paramadina, 1995), hlm. 2.
7
D. Tinjauan Pustaka
Menurut doktrin Ibn Arabi, hanya ada satu realitas dalam eksistensi.
Realitas ini dipandang dari dua sudut berbeda, pertama dinamakan Haqq ( yang
nyata = real) apabila kita pandang Haqq itu sebagai esensi dari semua fenomena,
dari kedua khalq apabila kita pandang sebagai fenomena yang memanifestasikan
esensi itu teori Ibn Arabi tentang realitas ini merupakan teori yang panteistik. Dan
ini dapat diringkas dalam kata-katanya. Segala puji bagi Tuhan yang menciptakan
segala sesuatu.
Masalah tentang panteisme dan monisme ini agaknya sangat sedikit yang
menyentuhnya, apabila yang membahasnya, karena menjadi perdebatan yang
rumit, disebabkan lebih banyak membicarakan tentang esensi Tuhan, namun bukan
tidak ada yang mengkajinya. Dan kiranya dari sudut panteisme dan monisme
sekaligus memang agak sulit yang berbicara dan menyatukan ketiga unsure, yaitu
manusia, Tuhan dan alam semesta.
Buku-buku yang membahas tentang panteisme dan monisme ini dapat
dilihat dalam buku “Ibn Al-Arabi: Wahdat al-Wujud Dalam Perdebatan” yang
8
dikarang oleh Dr. Kautsar Azhar Noer buku ini membahas doktrin Ibn Arabi
tentang panteisme. Dalam tasawuf lebih dikenal dengan wahdat al-Wujud.
Berbagai macam problem hingga permasalahan yang ada tentang doktrin ini.
Selain itu dalam buku “Filsafat Mistis Ibn Arabi” yang dikarang oleh A.E.
Affifi akan semakin nampak doktrin panteistik Ibn Arabi yang menyangkut
metafisika, yang bertumpu pada adanya titik-titik pandangan yang berbeda dan
tidak satupun di dalam sistemnya yang tidak memperlihatkan perbedaan.
Kemudian dalam buku “Jalan menuju kepada Kristen” karya Sri Srimad
A.C Bhativedanta Swami Prabhupada, menguraikan tentang cara bagaimana cara
Krisna yang merupakan perwujudan dari dewa (Tuhan) dalam agama Hindu. Di
dalam Bhagawed Gita, Krisna menempatkan diri menjadi pelayan, sebagai kusir
kereta Arjuna dalam kedudukan yang asli, Arjuna adalah pelayan Krisna.
Dan dalam buku berjudul “The Principle of the Upanishads”, karya S.
Radhakrishnan, yang menjelaskan tentang Brahman, dimana Brahman sebagai
pencipta dan Atman sebagai percikan terkecilnya yang menghidupi semua makhluk
adalah tunggal. Brahman dan Atman adalah yang menjiwai alam semesta dan
manusia dalam kehidupan ini adalah suatu kebenaran.
Dalam buku “Percik Pemikiran Swami Viverananda cendekiawan Hindu
abad 19” yang diterjemahkan dan diberi ulasan oleh Nyoman S. Pendit. Di sini
menjelaskan bahwa Tuhan dalam pemikiran agama Hindu adalah segalanya. Tuhan
menurutnya adalah satu, itu adalah realitas. Karenanya, bukan hanya satu bentuk
pemujaan melainkan bentuk-bentuk lain juga sama. Semua kerja, perjuangan,
kreatifitas adalah ditujukan kepada realitas itu sendiri tidak ada beda antara Kudus
dan Duniawiah, Between sacred an seculer.
Dari uraian dan penjelasan tersebut di atas, yaitu dari buku-buku karya
tokoh-tokoh tersebut mayoritas mereka masih terbatas padahal yang umum karena
pendekatannya tidak sama. Dan pembahasan tentang ketuhanan dalam agama
Hindu, antara panteisme dan monisme ini sangat jelas kebenaran dan
keberadaannya yang mempunyai tujuan supaya dapat diketahui konsepsi dan
system sifat kemahakuasaan Tuhan. Dan dari sini dapat diketahui bagaimana
dimensi panteistik dan monistik dalam ketuhanan agama Hindu setelah itu,
9
24
Winarna Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Tekhnik I, (Bandung:
Tarsita, 1980), hlm. 134.
10
25
Prof. Drs. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fak Psikologi UGM, 1986),
hlm. 49.
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina
Aksara, 1998), hlm. 236.
27
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama (Perspektif Ilmu Perbandingan Agama).
(Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm. 93.
28
Ibid
11
29
Ibid, hlm. 58
12