Anda di halaman 1dari 5

NAMA : I GUSTI NGURAH SURYA ARI NUGRAHA

NO TARUNA : 2101159

KELAS/JURUSAN : 1.2/TRANSDAR

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA

DOSEN : Prianik, S. AG., M. Pd

HARI, TANGGAL : Rabu, 22 Desember 2021

UJIAN : TENGAH SEMESTER 1

1. Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu, sebagai dasar agama hindu beragama:

a) Tatwa /filsafat

Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan
pendekatan yang disebut Pramana. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia
dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan
kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha
disarikan menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha.

b) Etika/susila

konsep ini memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari- hari. Realitas hidup bagi
seseorang dalam berkomunikasi dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi
pekerti yang bersangkutan. Ia akan memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya
selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh
sendi- sendi kesusilaan. Menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik
yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang
berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.

c) Upacara/ritual

Dijelaskan Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/ rohani
dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya
dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian,
dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta
kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa. Di dalamnya terkandung
nilai- nilai Rasa tulus ikhlas dan kesucian, Rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi
Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan, Di dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan kemampuan masing- masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan
(patra) dan Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan
kebenaran yang abadi.
2. Proses terciptanya Bhuana Agung

Menurut ajaran Agama Hindu, alam semesta berasal dari Bhatara Siwa yang disebut juga Rudra,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Prosesnya dimulai dari yang paling halus/gaib kemudian menjadi
lebih kasar/nyata. Disebutkan ada 12 tahapan dengan istilah “Tattwa rwawelas” yakni Bhatara
Siwa (Rudra), Sang Purusa (Brahman), Awyakta (Wisnu), Budhi yang bersifat sattwa, Ahamkara
yang bersifat rajah, Panca Tanmatra yang bersifat tamah, Manah, Akasa, Bayu, Agni, Apah,
Perthiwi.
Bhuana Agung diciptakan secara bertahap. Berawal dari kekuatan tapa-Nya, terciptalah dua
kekuatan yang disebut Purusa dan Pradhana. Selanjutnya dari pertemuan Purusa dan Pradhana
munculah zat yang sangat halus yang disebut dengan “citta”. Citta yang terpengaruh oleh
kekuatan Tri Guna yaitu Sattwam, Rajas, dan Tamas terciptalah unsur Buddhi, Manah dan
Ahamkara. Tahapan berikutnya setelah muncul Tri Guna terciptalah dasendriya oleh kekuatan
tapa-Nya Brahman, maka muncullah Panca Tan Matra yaitu lima unsur zat yang bersifat halus.
Dari unsur-unsur Panca Tan Matra inilah muncul Panca Maha Bhuta yaitu lima macam unsur zat
alam yang bersifat lebih kasar dari Panca Tan Matra. Panca Maha Bhuta berevolusi serta
menyempurnakan bentuknya dan terciptalah Brahmanda-Brahmanda yang salah satunya adalah
Bumi. Bumi sebagai sebagai tempat makhluk hidup keberadaannya berlapis-lapis.
Lapisan menuju ruang jagat raya disebut “Sapta Loka” yang terdiri dari:
a) Bhur Loka (alam manusia)
b) Bhuwah Loka (alam pitra)
c) Swah Loka (alam dewa)
d) Maha Loka
e) Jana Loka
f) Tapa Loka
g) Satya Loka (ruang vakum = Nirgunan Brahman)
Proses terciptanya Bhuana Alit

Bhuana Alit adalah mikrokosmos, alam kecil atau dunia kecil (isi dari alam semesta), seperti
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan yang lainnya.
Setelah Ida Sang Hyang Widhi Wasa mencipakan alam semesta (Bhuana Agung) maka
berkehendaklah Beliau menciptakan isinya seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
yang lainnya. Makhluk hidup diciptakan mulai dari yang terendah sampai dengan makhluk hidup
yang tertinggi. Makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa setelah terciptanya
alam semesta ini adalah:
a. Kelompok Eka Pramana, yaitu makhluk hidup yang memiliki satu kekuatan dalam hidupnya
yakni Bayu. Makhluk hidup ini disebut “Sthawara”, yaitu makhluk hidup yang tidak dapat
berpindah-pindah seperti tumbuh-tumbuhan.
b. Kelompok Dwi Pramana, yaitu makhluk hidup yang dalam hidupnya memiliki dua kekuatan
yakni Bayu dan Sabda. Makhluk hidup ini disebut Satwa atau Sato yaitu bangsa binatang yang
pada umumnya bersifat buas, namun diantaranya ada yang bersifat jinak terutama yang
mendapat pendekatan secara manusiawi.
c. Kelompok Tri Pramana, yaitu makhluk hidup yang memiliki tiga kekuatan dalam hidupnya
yakni Bayu, Sabda, dan Idep. Makhluk hidup ini disebut Manusya. Manusya atau manusia
adalah makhluk yang paling sempurna karena telah memiliki pikiran. Manusia sebagai makhluk
Tuhan yang paling sempurna diklasifikasikan sebagai berikut:
Manusia sebagai makhluk tertinggi kelahirannya mengalami siklus yang panjang. Mulai dari
bayi dalam kandungan berkat pertemuan antara Kama Petak/Sukla dan Kama Bang/Swanita.
Kama Petak/Sukla adalah sel laki-laki atau sperma yang disimbulkan dengan Sang Hyang
Smara. Kama Bang/Swanita adalah sel wanita atau telur/ovum yang disimbulkan dengan Dewi
Ratih. Dalam Lontar Anggastyaprana, pertemuan Kama Petak dengan Kama Bang disebut Sang
Ajursulang. Sampai akhirnya pertemuan tersebut membentuk sygote dan mengalami proses
pertumbuhan dalam rahim sang ibu yang semakin hari semakin membesar serta mengubah
dirinya sehingga akhirnya membentuk dan lahirlah seorang bayi “Bhuana Alit”.
3. Berikut sejauh mana agama hindu menerima perkembangan modernisasi saat ini
a) Tujuan agama Hindu adalah Moksa dan Jagat Hita yaitu kesejahteraan sekala niskala,
maka dalam mengejar kesejahteraan sekala niskala ini, mau tidak mau kita dihadapkan
pada teknologi.
b) Agama Hindu menerima teknologi secara selektif, sepanjang tidak bertentangan dengan
nilai- nilai agama Hindu.
c) Bahwa teknologi itu, hanya sebagai sarana penopang/ penunjang untuk mencapai hakekat
daripada tujuan hidup beragama di dalam pelaksanaan upacara/ upakara agama.
d) Di dalam kehidupan sebagai manusia beragama, teknologi berpengaruh di dalam
mencapai kesejahteraan hidup dan kehidupan.
Lalu yang menjadi tolak ukur dalam menerima dan menolak modernisasi yaitu:
1. penyesuaian dengan masa lampau
2. penyesuaian dengan masa sekarang
3. penyesuaian dengan masa depan
4. berdasarkan penglihatan langsung
5. berdasarkan kesimpulan yang logis
6. berdasarkan pemberitahuan orang yang dapat dipercaya
7. penyesuaian dengan tempat
8. penyesuaian dengan waktu
9. penyesuaian dengan keadaan
4.
5. Esensi dan argumen peran pembelajaran perkembangan Agama Hindu, pada hakikatnya
sangat berkaitan dengan lebih mengenal Agama Hindu secara historis dan untuk lebih
memahami jati diri Agama Hindu yang telah berlangsung sejak ribuan tahun sebelum masehi. Di
samping itu, juga untuk lebih membangun kehidupan kita yang semakin lama semakin rukun dan
damai pada kehidupan yang pluralis. Secara umum, memang wacana pluralisme identik dengan
wacana keagamaan, namun tidak bisa dilepaskan pula dari konteks lain yang memang relevan.
Paham pluralisme yang dikembangkan di Indonesia ini tidak mulus seperti anggapan dan
perkiraan orang.

6. Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang
diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi
seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang
dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

Weda secara ethimologinya berasal dari kata “Vid” (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui
atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi
serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya
bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan
kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian
pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang
tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa Weda
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta
dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul
Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari
Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda
dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan
tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan
karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.

7. Hubungan Catur Asrama dengan Catur Purusa Artha adalah sebagai berikut :

1. Pada masa Brahmacari tujuan utamanya adalah belajar untuk menuntut ilmu baik itu
disekolah maupun lingkungan masyarakat, fase ini berjalan dari umur 5 (lima) tahun dan
selambat-lambatnya umur 8 (delapan) tahun karena pada saat itu kemampuan otak seseorang
sedang tajam-tajamnya sedangkan ahir dari fase ini adalah 20 (dua puluh) tahun dan dilanjutkan
pada tahap kehidupan yang berikutnya. Tujuan yang ingin dicapai pada masa brahmacari adalah
tercapainya Dharma dan Artha. Karena seseorang belajar menuntut ilmu adalah untuk
memahami dharma dan dapat mencari nafkah di masa depan. Dharma merupakan dasar dan
bekal mengarungi kehidupan berikutnya.
2. Pada masa Grhastha, tujuan hidup / utama manusia adalah mendapatkan Artha dan
kama yang dilandasi oleh dharma. Mencari harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup
(kama) yang berdasarkan kebenaran (Dharma). Jikamemperoleh artha dengan cara mencuri,
menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak akan kekal
dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari. Kesengsaraan itu bermacam-macam
berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang
tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena
kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi,
tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman Tuhan (Hyang
Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa berdosa. Seorang Grhastha
memiliki kewajiban-kewajiban : bekerja mencari harta berdasarkan dharma, menjadi pemimpin
rumah tangga, menjadi anggota masyarakat yang baik dan melaksanakan yadnya, yang
semuanya itu memerlukan biaya.
3. Pada masa Wanaprastha orang akan mulai sedikit demi sedikit melepaskan diri dari
ikatan keduniawian (Artha dan Kama hendaknya mulai dikurangi), berkonsentrasi dalam bidang
spiritual, mencari ketenangan batin dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan untuk mencapai
Moksa. Tujuan hidup pada masa ini adalah persiapan mental dan fisik untuk dapat menyatu
dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi). Pada masa ini tujuan hidup yang diprioritaskan adalah
Kama dan Moksa.
4. Pada masa Bhiksuka/sanyasin, manusia adalah pada situasi dimana benar-benar
mampu melepaskan diri dari ikatan duniawi dan kehidupannya sepenuhnya diabdikan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan menyebarkan ajaran agama. Pada masa ini orang tidak
merasa memiliki apa-apa dan tidak terikat sama sekali oleh materi dan selalu berusaha
mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada masa ini, yang menjadi tujuan utama adalah Moksa.

Anda mungkin juga menyukai