Nim : 045258952
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1
2.1 Konsep Brahma Widya
Kedudukan Brahma Widya (ilmu pengetahuan tentang kesejatian Brahman atau Ida Sang
Hyang Widhi Waça) dalam agama Hindu adalah sangat mendasar dan urgen. Dalam pustaka
Brahma Sutra I.1.1 diuraikan bahwa jalan untuk mencapai moksah atau nirwana adalah dengan
mengenal Brahman/Ida Sang Hyang Widhi Waça secara tepat dan baik.Apabila ditinjau secara
etimologi, Brahma Widya berarti ilmu yang mempelajari tentang kesejatian Brahman atau Ida
Sang Hyang Widhi Waça dalam segala aspek-Nya.
Guna memahami “keberadaan” beliau serta segala sesuatu tentang-Nya, satu-satunya jalan
yang harus ditempuh adalah dengan mendalami pustaka-pustaka
suci.Pernyataan “Sāstrayonitwat” (Brahma Sutra I.1.3) menegaskan bahwa “Pustaka Suci Weda
dan Sastra Agama”-lah yang merupakan sumber utama untuk dapat memahami-Nya. Pernyataan
itulah yang menjadi pegangan teguh dan diyakini tanpa reserve oleh setiap pribadi Hindu, karena
kenyataannya memang tidak dapat dibantah.
2
Model ini menekankan akan adanya keyakinan terhadap satu tuhan. Keyakinan model
ini dapat dibedakan menjadi dua macam yang antara satu dengan yang lain sangat bertolak
belakang, yakni:
a. Monotheisme Absolut.
Model ini bercirikan:
1. Tuhan berwujud tunggal dan bersifat personal/individu serta memiliki jenis kelamin
laki-laki.
2. Dalam pemujaan selalu dituakan, harus dipuja dengan sebutan bapak, tidak boleh
dipuja sebagai: kakak, teman, adik, ibu, dan sejenisnya.
3. Memiliki tempat sendiri, yaitu sorga. Ia dapat pergi kemana-mana tetapi tempat tinggal
yang tetap adalah sorga.
4. Merupakan raja yang berkuasa penuh atas sorga dan dunia; juga penguasa atas segala
takdir.
5. Raja ini harus selalu disembah dan dipuja. Manusia harus sering dan taat menyembah
dan menghormatinya sehingga sang raja menjadi puas, dan manusia harus senantiasa
takut kepadanya.
6. Manusia harus hanya menyembahnya, tidak boleh menyembah yang lain. Apabila
menyembah yang lain, berarti penghianatan terhadap kerajaan-Nya. Bila hal ini terjadi,
maka tuhan akan menghukum dan menjebloskannya ke neraka.
7. Tuhan mempunyai musuh/saingan abadi yakni Setan/Kuasa Kegelapan. Karena itu
akan selalu terjadi persaingan antara kedua kekuatan tersebut dalam memperebutkan
manusia. Apabila manusia mau dikuasai oleh setan, maka tuhan akan murka dan pada
akhirnya manusia akan dijebloskan ke neraka abadi.
8. Kehendak tuhan di sorga, agar diketahui oleh manusia, maka dikirim para rasul.
Manusia harus menuruti kehendak tersebut, apabila menentang atau menyimpang,
maka akan dijebloskan ke neraka.
b. Monotheisme Non Absolut.
Model ini menunjukkan ciri-ciri:
1. Tuhan adalah tunggal, tetapi boleh dipuja dalam banyak nama serta boleh diposisikan
sebagai ayah, ibu, guru, pemimpin, teman, kekasih, kakak, dan sejenisnya.
2. Tuhan yang tunggal memiliki berbagai manifestasi atau perwujudan. Fungsi
perwujudan adalah agar para penyembahnya dapat menghayati keberadaan beliau.
3. Tuhan tidak menentukan segalanya, beliau hanya menguasai beberapa takdir saja,
seperti: umur planet, gerakan alam, pertumbuhan mahluk, dsb.
4. Tuhan tidak mempunyai musuh abadi, juga tidak murka apabila manusia melakukan
penyimpangan. Tuhan hanya memantulkan apa adanya seperti apa yang dilakukan
mahluk ciptaannya (ibarat cermin).
5. Manusia menjadi baik atau jahat, cerdas atau bodoh, kaya atau miskin, dan sejenisnya
tergantung dari dirinya sendiri. Bukan karena rayuan setan, cobaan dari tuhan, bukan
pula karena takdir tuhan.
6. Manusia masuk sorga atau jatuh ke dalam neraka juga karena dirinya sendiri, bukan
karena hukuman dari tuhan.
7. Tuhan mengayomi seluruh ciptaannya dengan penuh kasih sayang. Beliau bersifat
netral ibarat cermin datar memantulkan setiap bayangan yang ada di depannya.
3
5. Pantheisme
Konsepsi ketuhanan pada model ini menyatakan bahwa jiwa yang terdapat pada setiap
mahluk pada akhirnya akan kembali kepada tuhan (manunggaling kawula lan Gusti). Selain
itu, tuhan juga mau mengambil perwujudan dalam berbagai bentuk duniawi, bukan saja
sebagai manusia, tetapi juga sebagai manusia setengah binatang, sebagai binatang, bahkan
sebagai tumbuh-tumbuhan.
Ada tiga macam perwujudan umum yang dipakai oleh tuhan, seperti:
a. Anthrophomorphes; tuhan mengambil wujud sebagai manusia super, yakni manusia
dengan berbagai kelebihan/keistimewaan, seperti: sangat sakti, dapat memurti, melakukan hal-
hal diluar kemampuan manusia biasa, dsb.
b. Semi Anthrophomorphes; tuhan mengambil wujud setengah atau sebagian manusia
sebagian binatang, seperti: Narasimha, Ganeça, dsb.
c. Unanthrophomorphes; tuhan mengambil wujud penuh sebagai binatang atau sebagai
tumbuh-tumbuhan, seperti: Kurma Awatara, Matsya Awatara, Soma, dsb.
6. Henotheisme
Model ini menyatakan bahwa dewa yang banyak itu adalah tunggal adanya, dan yang
tunggal itu adalah banyak adanya.
Ciri-ciri dari konsep model ini adalah:
1. Tuhan ada pada posisi: paling tinggi, paling mulia, paling utama dan seluruh alam beserta
isinya menyatu dengannya.
2. Tuhan merupakan perwujudan keindahan dan kemegahan seluruh alam, termasuk
kebajikan dan kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia.
3. Pemujaan dilakukan dalam bentuk yang maha utama dalam usaha menggambarkan
kemaha-kuasaan tuhan, walaupun nama-nama tuhan yang digunakan berbeda-beda.
4. Keberadaan tuhan adalah dalam posisi netral dan memenuhi seluruh alam yang ada.
5. Dewa yang banyak itu adalah satu, sehingga tidak ada kontradiksi dalam penampilan satu
dewa terhadap dewa yang lain. Yang ada hanyalah perbedaan tugas masing-masing.
6. Dalam kehidupan beragama senantiasa disertai nilai-nilai keindahan dan kesemarakan.
7. Monisme
Konsep ini menjelaskan bahwa tuhan adalah tunggal, tetapi melingkupi seluruh alam
ini.Tuhan juga adalah inti dan kesejatian dari segala yang ada.Segala yang ada muncul dari
tuhan.
“Sarwam khalu idam Brahman” (Bŗhad Aranyaka Upanisad), artinya bahwa
segalanya ada dalam tuhan dan tuhan ada dalam segalanya.Tuhan ada pada setiap mahluk,
apapun jenis mahluk itu.Sebaliknya, seluruh mahluk, apapun jenisnya, ada atau hidup dalam
tuhan.
8. Atheisme
4
Atheisme dalam hal ini tidak sama dengan atheisme komunis dari Karl Mark (tidak
percaya akan adanya tuhan). Di sini atheisme artinya tidak bertuhan/perlu lagi mencari tuhan,
karena yang bersangkutan telah sampai kepada tuhan.
5
Salah satu sarana didalam pemujaan itu sendiri adalah sesajen dalam Hindu disebut
canang.Canang merupakan upakara yang sangat sering digunakan dalam kehidupan beragama
umat hindu khususnya di Bali. Hampir setiap hari dapat kita jumpai adanya umat yang
menghaturkan canang sebagai wujud bhakti dan syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi
Wasa.Walaupun bentuk dan ukuranya kecil, canang memiliki peranan yang sangat penting,
sehingga canang juga disebut Kanista atau inti dari upakara. Sebesar apapun upakara tersebut maka
tidak akan menjadi lengkap kalau tidak diisi dengan canang.
Canang terdiri dari dua suku kata yang berbahasa kawi yaitu "ca" yang berarti indah dan
"nang" yang berarti tujuan. Jadi canang adalah sebuah sarana dalam bahasa Weda yang bertujuan
untuk memohon keindahan (sundharam) kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.Dalam ajaran agama
Hindu di Bali, canang mempunyai beberapa bentuk dan fungsi sesuai dengan kegiatan upacara
yang diadakan. Canang adalah sebuah penjabaran nilai - nilai Weda yang disimboliskan melalui
unsur - unsur yang terdapat di dalam Canang, antara lain :
1. Ceper
Canang yang dialasi oleh ceper sebagai simbol Ardha Candra, sedangkan canang yang dialasi oleh
tamas kecil adalah simbol dari Windhu
2. Porosan
Didalam canang terdapat sebuah porosan sebagai simbol silih asih, yang mempunyai makna bahwa
setiap umat harus mempunyai hati (posros) yang berisikan cinta kasih dan welas asih serta rasa
syukur yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
3. Jajan, Tebu dan Pisang
Didalam ceper berisikan jajan, tebu dan pisang sebagai simbol dari Tedong Ongkara yang
melambangkan kekuatan Upetti, Stiti dan Pralinan dalam kehidupan di alam semesta
4. Sampan Urasari
Diatas raka - raka tadi disusunkan sebuah sampian urasari (di beberapa daerah disebut Duras) yang
melambangkan kekuatan Windhu dan ujung - unjung sampian tersebut merupakan perlambangan
Nadha
5. Bunga
Diatas sampian urasari disusunkan anekan bunga dengan susunkan sebagai berikut :
• Bunga berwarna Putih disususnkan di Timur sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Iswara
• Bunga berwarna Merah disusunkan di Selatan sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Brahma
• Bunga berwarna Kuning disusunkan di Barat sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Mahadewa
• Bunga berwarna Biru atau Hijau disusunkan di Utara sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu
• Kembang Rampai disusunkan ditengah - tengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca
Dewata
6
Dengan demikian Canang mempunyai makna sebagai sarana permohonan umat Hindu
kehadapan Sang Hyang Widhi (berwujud Ogkara) dan memohon kekuatan beliau dalam
manifestasi Sang Hyang Ista DewataKesemuanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual
pribadi atau mencapai pencerahan spiritual. Hindu dapat bersembahyang kepada kebenaran dan
keberadaan absolut tertinggi yang disebut Brahman, atau secara umum ditujukan kepada salah satu
manifestasinya dalam Trimurti, yakni Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa
pemelihara, Shiwa sebagai dewa pelebur. Atau diarahkan pada Awatara, penitisan Wishnu di atas
bumi yaitu Rama dan Krishna. Pemujaan juga dapat ditujukan pada shakti dewa, yakni dewi-dewi
pasangan sang dewa. Umat Hindu biasanya bersembahyang dengan mengatupkan kedua telapak
tangan dengan khidmat yang disebut 'pranam' dalam bahasa Sanskerta.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Konsep Brahma Widya.
Brahmavidya adalah pengetahuan tentang Ketuhanan dalam Agama Hindu, pemahaman
tentang Tuhan itu penting dan perlu karena dengan mengenal Tuhan secara tepat dan baik
dapat mengantarkan kepada jalan kesempurnaan sampai kepada moksa.
2. Penghayatan Brahma Widya.
Didalam penghayatan Brahma Widya memang diketahui memiliki beberapa model
penghayatan atau kepercayaan dalam beragama. Tetapi dibalik semua itu memiliki tujuan
yang sama, yaitu sama-sama memiliki suatu kepercayaan yang diyakini, disembah, dan dipuja
oleh tiap penganutnya sebagai yang Maha Kuasa.
3. Pemujaan Brahma Widya.
Bentuk apapun yang dipuja, bukan bentuknya yang dipuja tetapi nilai-nilai halus dibalik
bentuk yang memberikan arti pada bentuk tersebut. Leluhur kita telah memberikan berbagai
Dewa bukan untuk keisengan. Mereka telah memberikan konsep yang bermacam macam dari
Tuhan Utama yang sama, dengan mempertimbangkan keterbatasan pikiran, intelek dan
tuntutan emosi manusia.
4. Sarana Pemujaan.
Memperhatikan tentang sarana pemujaan dalam upacara, maka sesungguhnya makna dari
upakara yadnya atau bebanten yang dipersembahkan sebagai sarana pemujaan antara lain
merupakan cetusan hati manusia (umat hindu) untuk menyatakan terima kasihnya kepada
Hyang Widhi, dimana perasaannya itu diwujudkan dengan isi dunia, yang berupa air, api,
bunga, buah-buahan, dan sebagainya merupakan perwujudan Hyang Widhi Wasa dengan
manifestasinya merupakan alat juga upakara yadnya atau bebanten merupakan pelajaran
untuk memuja Hyang Widhi Wasa dengan ke Maha Kuasaannya untuk menentukan dan
memberikan anugrah kepada umat Hindu.
8
DAFTAR PUSTAKA
http://tugasinternetkampus.blogspot.com/2011/07/theologi-hindu-brahma-vidya.html
(diakses tgl. 17 Okt. 2022)
http://vaprakeswara.wordpress.com/2010/04/03/theologi-hindu/
(diakses tgl. 17 Okt. 2022)
http://manyul83.blogspot.com/2010/12/theologi-hindu_15.html
(diakses tgl. 18 Okt. 2022)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sembahyang
(diakses tgl. 18 Okt. 2022)
http://upadhana.blogspot.com/2014/05/catur-marga-yoga.html
(diakses tgl. 18 Okt. 2022)
http://www.idapedandagunung.com/viewtopic.php?f=7&t=82
(diakses tgl. 19 Okt. 2022)
Ni Nyoman Sudiani. BMP MKWU4105. 2022. Tangerang Selatan : Penerbit Universitas
Terbuka. Hal 3.6 - 3.17