bahwa Tuhan ada dua, Tuhan yang dikonseptualisasikan dan diimani (al-Ilaah al mu’taqad/ al- Ilaah fil i’tiqaad) dan Tuhan yang sejati (al-Ilah al-Haqiiqi/ al-Ilah fil haqiiqah). PENDAHULUAN-2
▪ IBNU ARABI : Seorang sufi termahsyur bernama lengkap
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Hatim At-Tha’i atau dikenal dengan Ibnu Arabi memiliki perjalanan hidup yang dipenuhi dengan hikmah. Ibnu Arabi lahir pada 17 Ramadan 560 Hijriah atau 28 Juli 1165 Masehi di Mursia, Spanyol (Andalusia). terdapat dua karyanya yang kontroversial melahirkan dua kubu pemikiran, yakni menghujat dan membela. ▪ Kedua karyanya yang populer tersebut adalah Futūhāt Makiyyah dan Fushūsul Hikam. Ketika sedang menulis tafsir Al-Quran yang berjudul Al-Jam'u wa At-Tafsir fi Asrar Ma'ani At-tanzil, tepatnya di ayat ke-65 Surat Al- Kahfi, Allah SWT memanggil Ibnu Arabi. Beliau wafat pada 28 Rabiutsani 638 Hijriah atau 16 November 1240 Masehi pada malam Jumat. PENDAHULUAN-3
▪ Tuhan dalam konseptualisasi adalah Tuhan yang
dipersepsi oleh suatu komunitas, kemudian diteorisasikan menjadi paham teologis. ▪ Persepsi manusia tentang selalu mengalami keterbatasan, karena akal manusia yang relative tidak akan mungkin menjangkau kemutlakan Tuhan. Perdebatan teologis tidak akan pernah tuntas karena perbedaan kemampuan berpikir manusia. ▪ Tuhan yang ada dalam pikiran mereka bukanlah tuhan yang sejati, Tuhan sebagai suatu zat adikodrati yang seharusnya disembah. PENDAHULUAN-3
▪ Menurut Ibnu Arabi, Tuhan yang sejati
adalah tuhan yang tidak bisa didefinisikan atau dibatasi dengan konsep-konsep hasil pikiran manusia. ▪ Tuhan yang menguasai dan mengatur jagad raya tidak harus dijelaskan dengan logika untuk diimani, namun Ia hendaknya dihadirkan dalam rasa, menjiwai semua prilaku dan sikap. ▪ Nabi yang diutus oleh Tuhan seluruhnya mengajarkan tauhid (monoteisme). ▪ Al-Quran menjelaskan bahwa KONSEP semua nabi mengajarkan umatnya untuk berserah diri TAUHID (1) kepada Allah yang satu. ▪ Allah yang satu adalah Tuhan yang tidak seperti makhluknya, tidak dapat dijelaskan dengan persepsi inderawi. ▪ Men-Tauhidkan Allah artinya menghadirkan kembali rasa bertuhan sebagai fitrah kemanusiaan secara tulus tanpa batasan-batas pengertian dan KONSEP konsep manusia. TAUHID (2) ▪ Bertauhid letaknya dalam rasa hati nurani yang terdalam, ketika manusia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya sehingga ia memasrahkan dirinya pada suatu Zat yang dirasakan kehadirannya dan sulit untuk dideskripsikan. ▪ Rasa bertuhan merupakan fitrah setiap manusia, karena di dalam dirinya telah ditiupkan ruh Tuhan, sehingga manusia menyadari KONSEP keberadaan Tuhan. TAUHID (3) ▪ Bertauhid sejatinya adalah bagaimana kita mampu merasakan kehadiran Tuhan dengan berbagai tanda-Nya sehingga total berserah diri kepada kepastian-Nya. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka. QS. Ali Imron : 190-191 Perkembangan Konsep Kebertuhanan
▪ Ada dua teori tentang perkembangan pemikiran manusia tentang
tuhan, paham revolusi dan evolusi. Kedua paham menjelaskan tahapan pemikiran tentang Tuhan secara berkebalikan. ▪ Paham revolusionisme menjelaskan bahwa secara fitrah manusia sejatinya bertauhid (menganut monoteisme) merasakan kehadiran Tuhan yang satu. Namun seiring dengan semakin terkooptasinya ruh manusia dengan dorongan-dorongan materialistic maka kesadaran tersebut menjadi luntur sedikit demi sedikit. Lalu berkembanglah henoteisme paham satu tuhan untuk satu agama atau satu komunitas. Semakin manusia dijajah oleh kepentingan dunia (materialistis dan ragawi) maka ia akan kehilangan focus bertuhan, akibatnya ia semakin membuat sekat kehidupan dengan pembenaran teologis. Misalnya dalam komunitas agama yang satu kemudian terpecah belah menjadi berbagai aliran yang satu sama lain saling mengkafirkan. Tindakan saling mengkafirkan tersebut ditengarai sebagai manifestasi politeisme bahwa ada banyak konsep tentang Tuhan yang saling bermusuhan satu dengan lainnya. Semakin parah dunia menguasai kesadaran manusia maka manusia semakin kehilangan control Tuhan atas dirinya, kini ia menjadi sangat terpengaruh oleh tata nilai pragmatisme sebagai kebenaran, ini merupakan manifestasi animism, di mana ada kepentingan di situ ada Tuhan. Dan puncak kerusakan kebertuhanan manusia adalah ketika manusia menjadi makhluk materilistik, yang hidupnya sepenuh disetir oleh kepentingan instingtif ragawi dan ambisi kebendaan, ini merupakan wujud dinamisme. Sementara paham evolusionisme melihat dari perkembangan peradaban manusia. Bahwa konsep manusia tentang tuhan berjalan secara evolusi dari tahap terendah yang sangat bendawi sampai tingkat tertinggi abstrak. Mulanya manusia merasakan bahwa setiap benda di alam memiliki kekuatan, dan manusia akan berhasil bila dapat menguasai benda-benda tersebut. Paham dinamisme mewakili fase awal ini, ketika manusia menandai setiap benda/ materi punya kuasa atas dirinya. Selanjutnya seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir manusia, berkembang paham animism yang mengarahkan manusia untuk menemukan adanya kekuatan ghaib di balik materi. Karena manusia mulai berhasil merumuskan genus, jenis, dan klasifikasi maka selanjutnya mereka melakukan klasifikasi kekuatan ghaib yang ada di alam, sehingga lahirlah politeisme. Politeisme meyakini bahwa setiap genus materi yang sama memiliki kekuatan gaib yang satu. Di sini lahir konsep tentang dewa, tuhan yang menguasai sebuah gejala atau fenomena alam. Semakin berkembang akal manusia, mereka pun meyakini bahwa semua gejala alam hanya diatur oleh satu kekuatan gaib, kekuatan gaib yang satu tersebut berbeda-beda antara satu komunitas dengan lainnya. Ini adalah pemikiran henoteisme banyak agama dengan banyak tuhan. Dan puncak pencapaian manusia ditandai dengan puncak perkembangan pemikiran dan peradaban, ketika ia menemukan bahwa di balik semua gejala dan fenomena alam hanya ada satu keuatan gaib. Paham monoteisme, banyak kelompok, banyak entitas, banyak agama, sejatinya menuju pada Tuhan yang satu. Nilai-Nilai Ketuhanan dalam Lingkungan Pendidikan, Keluarga dan Pekerjaan
Penanaman nilai-nilai agama bukan hanya sebatas tentang akhlak,
akidah etika moral, dan membaca Al-Qur’an saja, melainkan butuh juga penanaman nilai-nilai agama seperti kepercayaan akan mengesakan tuhan dengan sepenuh hati dan yakin serta percaya tidak ada yang bisa menyamakan-Nya. Dengan itu kita harus tetap belajar dan mendalami ilmu pengetahuan kita tentang Tuhan kita, hubungannya dengan alam semesta dan seluruh makhluk. Jangan sampai kita salah persepsi tentang keberadaan Tuhan, sifat Tuhan, cara beriman kepada Tuhan dan lain sebagainya Lingkungan Pendidikan
Di era globalisasi seperti saat ini banyak orang yang
mengesampingkan agama demi kehidupan dunianya saja. Mereka tidak mengenal Tuhan mereka sendiri yang disetiap kegiatannya pasti ada Dia yang merencanakan segalanya. Dalam dunia pendidikan, sejak Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga Perguruan Tinggi pun saat ini mengajarkan Pendidikan Agama yang tentunya akan membuat peserta didik dan pendidik lebih memahami bahwa Tuhan ada di setiap nafas dan langkah kaki kita selama di dunia. Lingkungan Keluarga
Dalam lingkungan keluarga, nilai-nilai agama dalam berketuhanan
juga sangat penting, karena dimana lingkungan keluarga adalah lingkungan paling utama bagi setiap kalangan manusia dari berbagai asal manapun, kebanyakan orang banyak yang dari keluarga ia dilahirkan, dibesarkan, dirawat, diasuh, diberi penghidupan yang cukup, dididik, dimengerti, dan diberikan segala sesuatunya demi tercukupinya kebutuhan. Agama diajarkan dengan cara pembiasaan seperti shalat, mengaji, zakat, mengaji dan lain sebagainya itu merupakan hal yang patut dilaksanakan juga dalam sebuah keluarga agar terciptanya keberkahan dan ketentraman hati dalam keluarga tersebut. Lingkungan Pekerjaan
Dalam lingkungan pekerjaan nilai agama dan
kebertuhanan pun pasti akan diperlukan dan akan terus menempel pada diri setiap manusia, karena dengan ketuhanan tersebut mampu mengubah hidup seseorang dengan kehendak-Nya. Jika banyak dari lingkungan pekerjaan tersebut yang kurang mengimani tuhan mereka, maka tidak menutup kemungkinan orang itu juga akan bersikap acuh terhadap keyakinan, agama, bahkan kepada Tuhan nya sendiri. Kebertuhanan Sebagai Fitrah Manusia
Manusia adalah mahluk yang diciptakan Allah dengan keadaan yang
paling sempurna dibanding dengan mahluk lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Kenapa manusia paling sempurna? Karena memiliki akal, dan akal yang terus digunakan manusia seakan manusia ini tidak pernah puas akan apa yang didapatkan dalam hidupnya. Akal lah yang menuntut manusia untuk mendapatkan jawaban atas setiap pertanyaan yang muncul dalam benaknya, meski tidak semua pertanyaan butuh jawaban, tapi akal yang membuat manusia tumbuh dan berkembang hingga ajal tiba. Kebertuhanan Sebagai Fitrah Manusia
Kata Fitrah berasal dari akar kata (bahasa Arab), Fathara,
masdarnya adalah fathrun. Yang artinya artinya dia memegang erat, memecah, membelah, mengoyak-koyak atau meretakkannya. Fatharahu (Dia telah menciptakannya); yakni Dia menyebabkannya ada, secara baru, untuk pertama kalinya. Seperti penjelasan diatas bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah liat yang digumpalkan, kemudian meniupkan roh kedalamnya sehingga terciptalah manusia sebagai khalifah bumi, untuk itu Kebertuhanan Sebagai Fitrah Manusia
Manusia harus sadar darimana dia berasal dan untuk apa
dia diciptakan. Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia memiliki derajat yang lebih tinggi di banding langit, bumi dan para malaikat (jika manusia bisa menjadi sebaik- baiknya manusia), tetapi di sisi lain Al-Qur’an juga mengatakan bahwa manusia bisa lebih hina daripada setan dan binatang ternak. (jika manusia tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya). اس َ ه نال رَ َ ط َ ف ي ت ِ ه ال ِ َّللا ه تَ رَ ْ ط ف ِ ۚ اً ف ين ِ ح َ ين ِ لد ِ ل ِ ك َ َ َ فَأ ه ج ْ و م ْ ق ِ َ ين ْالقَ ِي ُم َو َٰلَ ِكنه ُ الد ِ َّللا ۚ َٰذَ ِل َك ِق ه ْ ِ علَ ْي َها ۚ ََل ت َ ْب ِدي َل ِلخ َل َ َ اس ََل يَ ْعلَ ُم ون ِ أ َ ْكث َ َر النه
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar Ruum:30) وب ََل ٌ ُاْل ْن ِس ۖ لَ ُه ْم قُلِ ْ يرا ِم َن ْال ِج ِن َو ً َولَقَ ْد ذَ َرأْنَا ِل َج َهنه َم َك ِث ان ََلٌ َون ِب َها َولَ ُه ْم آذ َ ْص ُر ِ ون ِب َها َولَ ُه ْم أ َ ْعيُ ٌن ََل يُب َ يَ ْفقَ ُه ُض ُّل ۚ أُو َٰلَئِ َك ه ُم َ أ م َ ْ َ ِ َ ُ ه ْ ل ب ام عنْ َ ْ اْل َ ك كَ ئ ِ َ لَٰ وُ ون ِب َها ۚ أ َ ُيَ ْس َمع َ ُْالغَا ِفل ون Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf:179) Pengertian Syirik Menyekutukan Allah atau mempercayai bahwa ada kekuatan lain selain kekuatan Allah yang dapat menentukan sesuatu. Pembagian Syirik ▪ Syirik besar adalah : mempercayai Tuhan selain Allah yang diikuti dengan pemujaan atau penyembahan kepadanya secara terang-terangan. Seperti : menyembah berhala/patung/pohon, dsb. ▪ Syirik kecil adalah : keyakinan seorang muslim kepada selain Allah disamping meyakini Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah. Seperti : mempercayai/meyakini benda-benda atau kekuatan-kekuatan gaib selain Allah seperti kepercayaan kepada tempat-tempat atau benda- benda keramat, ramalan-ramalan nasib. Bentuk-bentuk syirik menurut Al-Qur’an 1. Penyembahan yang semata-mata dihadapkan kepada selain Allah 2. Menyekutukan Allah dengan sesuatu selain Allah 3. Menjadikan pemimpin-pemimpin agama sebagai Tuhan 4. Menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan 5. Keyakinan hidup di dunia selamanya 6. Sifat Riya dalam melaksanakan ibadah Bahaya Syirik ▪ Syirik selain merusak iman dan amal juga membahayakan kepada diri dan masyarakat. ▪ Syirik akan membelenggu jiwa dan membungkam fikiran sipelakunya, sebab keterikatannya kepada benda akan mengakibatkan ketergantungan kepada benda-benda yang diyakininya itu sehingga dapat menghilangkan pikiran jernih manusia, misalnya orang-orang suka mencari pertolongan/perlindungan dalam perkara yang gaib TERIMA KASIH JAZAKUMULLAHU KHOYRAN KATSIRAN