PENGERTIAN SPIRITUAL
Secara etimologi kata “spirit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang berarti “roh, jiwa, sukma,
kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.”
Para filosuf mengonotasikan “spirit” dengan Kekuatan yang menganimasi dan memberi energi
pada cosmos.
Makhluk Immaterial.
Wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian)
Perspektif Islam;
Spiritualitas adalah jiwa halus yang ditiupkan oleh Tuhan kedalam diri manusia.
Al Qusyairi dalam tafsirnya Latha’if al-Isyarat
Roh memang lathifah (jiwa halus) yang ditempakan oleh Tuhan dalam diri manusia
sebagai poensi untuk membentuk karakter yang terpuji.
Bakat bertuhan yang dimiliki manusia karena adanya Roh (fitrah manusia)
Perlu dipahami;
Pengaruh Roh dalam hati manusia tidak selamanya maksimal.
Pada saat tertentu cahaya Roh meredup, membuat hati sulit untuk menangkap kebenaran yang
terpancar dialam semesta ini.
fitrah Allah = naluri beragama
Beragama tauhid
B. Mengapa manusia memerlukan spiritualitas
Ketenangan dan kedamaian merupakan
Kebutuhan manusia yang paling penting.
Manusia modern kehilangan cara mengenali diri sendiri dan menjalani kehidupan dengan benar.
Ciri Modernisasi dan globalisasi :
1. Munculnya budaya global 4. Materialistis
2. Kebebasan dalam bersikap 5. Dominasi sikuat atas silemah
3. Rasionalisme
Hilangnya realitas Ilahi = kehampaan spiritual
Kemajuan IPTEK serta Rasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek
aspek nilai transenden.
Agar manusia kembali memiliki etika moral dan sentuhan manusiawi dalam kehidupannya
Penguatan spiritual
Perlu pelatihan jiwa secara sistematis, dramatis dan berkesinambungan dengan memadukan
antara olah pikir (tafakur wa ta’amul), olah rasa (tadzawwuuq), olah jiwa (riyadhah), dan olah
raga (rihlah wa jihad).
Sayyed Hossein Nashr :
menawarkan terapi sosial dengan tasawuf
Tasawuf memiliki peran dalam membangun moral spiritualitas umat
Tasawuf dapat menghentikan egosentris, dorongan hawa nafsu , orientasi kepada materi yang
berlebihan. Manusia dilatih untuk mengedepankan makna dan visi ilahiah dalam kehidupan.
C. Konsep Tuhan dalam perspektif psikologis,sosiologis,filosofis dan Teologis
Perspektif Psikologis;
Dengan adanya roh, manusia mampu merasakan dan menyakini keberadaan
Tuhan dan kehadiranNya dalam setiap Fenomena dialam semesta ini.
Melalui 4 penelitian bidang neurosains yang mendukung hipotesis bahwa dalam
diri manusia terdapat hardware Tuhan :
1. Penelitian terhadap osilasi 40 Hz yang melahirkan kecerdasan spiritual
2. Penelitian tentang alam bawah sadar yang melahirkan teori suara hati dan EQ.
3. Penemuan God spot dalam temporal di sekitar pelipis.
4. Kajian tentang somatic maker.
Perspektif Sosiologis ;
Konsep tentang kebertuhanan sebagai bentuk ekspresi kolektif suatu komunitas
beragama.
Objek dari penelitian sosiologi agama adalah masyarakat beragama. Manusia
dalam hidupnya senantiasa bergumul dengan ketidakpastian akan masa
depannya. Yakni ketidakmampuannya dalam mencapai keinginan yang
diharapkan, baik yang bersifat sehari-hari maupun yang ideal.
Kebertuhanan umat manusia dimulai dari tahap animisme, dinamisme,
politeisme kemudian monoteisme.
(Teori evolusi tentang pemikiran manusia tentang adikodrati)
Persfektif filsafat.
Mulyadhi Kartanegara mengemukakan argument filsafat:
1. Dalil al huduts (al-Kindi, w.866)
2. Dalil al-Imkan (Ibn sina,w.1037)
3. Dalil al-Inayah (Ibn Rusyd,w.1198)
Argumen ibn rusyd ini didasari oleh pengamatan atas keteraturan dan keterpaduan
alam emesta. Penjelasannya,
a. fasilitas, yang dibuat untuk kenyamanan dan kebahagiaan manusia,dibuat untuk
kepentingan manusia menjadi bukti adanya rahmat Allah.
b. Keserasian alam seharusnya ditimbulkan oleh sebuah agen yang sengaja melakukannya
dengan tujuan tertentu dan bukan karena kebetulan.
Perspektif Teologis
Kesadaran tentang Tuhan,baik buruk, cara beragama hanya bisa diterima kalau berasal
dari Tuhan sendiri.
Wahyu = merupakan dasar keimanan
Tanpa inisiatif Tuhan melalui wahyuNya manusia tidak mampu menjadi makhluk yang berTuhan
dan beribadah kepadaNya.
Perspektif Teologis
Dalam perspektif teologis, masalah ketuhanan, kebenaran, dan keberagaman yang dianggap
sakral dan dikultuskan (dari Tuhan sendiri melalui wahyu-Nya).
Tuhan menjadi dasar keimanan dan keyakinan umat beragama
Melalui wahyu
Dengan adanya keseimbangan antara hubungan secara horizontal yakni dengan sesama
manusia, dan secara vertikal dengan pencipta
manusia akan mendapatkan
kebahagiaan hakiki.
(Mustahil mendapakan kebahagiaan tanpa landasan agama)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
QS Albaqoroh 208
Maka Dengan memosisikan diri sebagai Abdullah dan khalifahtullah secara intergral dan
seimbang, manusia meraih dan mendapatkan kebahagiaan lahir bathin, jasmani dan rohani.
Nilai –nilai hidup yang dibangun diatas jiwa tauhid merupakan nilai positif, nilai kebenaran,
dan nilai Ilahi yang abadi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal.
1. As-shidq (kejujuran)
2. Al-amanah
3. Al-adalah
4. Al-huriyyah (kemerdekaan)
5. Al-musawa (persamaan)
6. Tanggung jawab sosial
7. At-tasamuh (toleransi)
8. Tabadul ijtima’ (saling memberi manfaat)
9. At-tarohum (kasihsayang)
BAGAIMANA MEMBUMIKAN ISLAM DI INDONESIA
Tinjauan Historis Islam Masuk ke Indonesia
• Islam hadir di Nusantara ini sebagai agama baru dan pendatang. Dikarenakan kehadirannya
lebih belakang dibandingkan dengan agama Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme.
• Islam harus menempuh strategi dakwah tertentu, melakukan berbagai adaptasi dan seleksi
dalam menghadapi budaya dan tradisi yang berkembang di Indonesia.
• Perkembangan Islam di Nusantara ini merasakan berbagai pengalaman, disebabkan adanya
keberagaman budaya dan tradisi pada setiap pulau tersebut. Bahkan dalam satu pulau saja bisa
melahirkan berbagai budaya dan tradisi. Perjumpaan Islam dengan budaya (tradisi) lokal itu
seringkali menimbulkan akulturasi budaya.
• Kondisi ini menyebabkan ekpresi Islam tampil beragam dan bervariasi sehingga kaya kreativitas
kultural-religius, tetapi dalam wilayah dan/bidang tertentu telah terjadi penyimpangan dari
Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw setidaknya kekurangsempurnaan dalam
mengamalkan ajaran-ajaran dasar Islam (Maarif, 2015: 62)
• Realitas ini merupakan risiko akulturasi budaya, tetapi akulturasi budaya tidak bisa dibendung
ketika Islam memasuki wilayah baru. Jika Islam bersikap keras terhadap budaya atau tradisi lokal
yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam itu sendiri bahkan peperangan dengan
pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti perang Padri di Sumatera. Maka jalan yang
terbaik adalah melakukan seleksi terhadap budaya maupun tradisi yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam untuk diadaptasi sehingga mengekpresikan Islam yang khas. Ekpresi Islam
lokal ini cenderung berkembang sehingga menimbulkan Islam yang beragam.
Peran Walisongo Dalam Dakwah Islam
• Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Nusantara tepatnya pada aba ke -15 dan khususnya
di tanah Jawa, Walisongo mempunyai peran yang cukup besar dalam proses akulturasi Islam
dengan budaya. Budaya dijadikan sebagai media dalam menyebarkan Islam dan mengenalkan
nilai dan ajaran Islam kepada masyarakat secara persuasif. Kemampuan memadukan kearifan
local dan nilai-nilai Islam mempertegas bahwa agama dan budaya lokal tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain. Secara sosiologis, keberadaan Walisongo hampir semua berada di titik
tempat pusat kekuatan masyarakat, yaitu di Surabaya, Gresik, Demak, dan Cirebon. Bahkan
kerabat mereka pun memiliki peran yang signifikan juga dalam penyebaran Islam secara
kultural.
• Dalam konteks praktik keagamaan yang dijalankan masyarakat Indonesia yang berhubungan
dengan gerakan dakwah Walisongo dtampak sekali terdapat usaha membumikan Islam. Fakta
tentang pribumisasi Islam yang dilakukan Walisongo dalam dakwahnya terlihat sampai saat ini.
Sejumlah istilah local yang digunakan untuk menggantikan istilah yang berbahasa Arab,
contohnya Gusti Kang Murbeng (Allahu Rabbul Alamin), Kanjeng Nabi, Kyai (al-Alim), Guru
(Ustadz), bidadari (Hur), sembahyang (shalat), dan lain-lain.
Dalam masyarakat yang pluralistik saat ini diperlukan pengembangan kiat-kiat baru bagi para
pendakwah dengan menyelaraskan dengan kemajuan tekhnologi dan modernitas. Penggunaan
media massa dan internet dirasa sangat pas dalam menyebarkan dakwah yang lebih luas lagi.
Artinya, metode seperti ini juga menandakan sama dengan para Walisongo pada zaman dahulu
menggunakan media tradisional.
Tuntutan modernitas dan globalisasi menuntut model pemahaman agama yang saintifik, yang
secara serius memperlihatkan pelbagai pendekatan, Pendekatan Islam monodisiplin tidak lagi
memadai untuk menjawab tantangan zaman yang dihadapi umat Islam di pelbagai tempat. Agar
diperoleh pemahaman Islam yang saintifik di atas diperlukan pembacaan teks-teks agama
(Quran, Al-Hadīts, dan turats) secara integratif dan interkonektif dengan bidang-bidang dan
disiplin ilmu lainnya.
• HIGH TRADITION
Islam menurut bagian ini adalah firman Allah yang menjelaskan syariat-syariat yang terhimpun
dalam shuhuf/kitab suci (al quran) yang secara tegas menyatakan bahwa hanya Tuhan yang paling
mengetahui maksud dan makna firman-Nya. Sehingga kebenaran islam dalam high tradition adalah
benar dan mutlak.
• LOW TRADITION
Pada bagian ini islam dan firman Allah berinteraksi dengan realita dan keberagaman yang ada di
masyarakat. Penafsiran islam dan pemaknaan islam dapat menjadi fleksibel guna menyelaraskan
keadaan dan kondisi di masyarakat yang berbeda-beda. Pada bagian ini islam telah menjadi bagian
dari kehidupan bumi dan membaur dengan keadaan sosial-budaya masyarakat yang berbeda-beda.
Sehingga tercipta berbagai madzhab dan aliran dalam agama islam
Insane kamil
Jasad
Roh
Hati Nurani
Sirr (Rasa)
Jasad
Keberadaannya di dunia dibatasi dengan umur. Wujud nafsu manusia tidak lain adalah wujud
jasad ini yang sengaja diciptakan oleh Allah untuk diuji. Karena wujud jasad ini sebagai ujian,
maka oleh Allah jasad diberi hati (yakni hati sanubari) yang watak jasadnya persis seperti iblis,
yakni abā wastakbara (takabur) dan anā khairun minhu (ujub, merasa lebih baik, bahkan
dibandingkan dengan khalifah Allah sekalipun).
Kewajiban jasad adalah menjalankan syariat, yakni menjalankan ibadah badan dan ibadah harta
(seperti salat wajib, puasa Ramadan, membayar zakat, menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi
yang mampu, dan peduli memajukan lingkungan).
Hati nurani
Letaknya tepat di tengah-tengah dada. Tandanya ”deg-deg”. Disebut juga dengan hati jantung.
Hati nurani dijadikan Allah dari cahaya, wataknya seperti para malaikat-Nya yang rela sujud
(patuh dan tunduk) kepada wakil-Nya Tuhan di bumi (QS Al-Baqarah/2: 30-34).
Jadi, hati nurani itu selalu tunduk dan patuh kepada Allah dan rasul-Nya, seperti para malaikat
yang telah dimampukan Tuhan untuk menundukkan nafsu dan syahwatnya. Bukti adanya hati
dalam diri manusia adalah adanya cinta dan benci. Kewajiban hati adalah menjalankan tarekat,
yakni mencintai Allah dengan jalan mengingat-ingat-Nya (berzikir) dan menaati rasul-Nya
Roh
letaknya di dalam hati nurani. Roh adalah daya dan kekuatan Tuhan yang dimasukkan ke dalam
jasad manusia, ditandai dengan keluar-masuknya nafas, menjadi hidup seperti kita di dunia
sekarang ini. Ciri adanya roh adalah kita dihidupkan di dunia ini. Kewajiban roh adalah
menjalankan hakikat, yakni merasa-rasakan daya-kuat-Nya Tuhan.
Oleh karena itu, Tuhan sangat murka kepada orang-orang sombong, yakni manusia-manusia
yang merasa mempunyai kelebihan (merasa pintar, merasa kaya, merasa hebat, dan lain-lain)
padahal yang sebenarnya mereka dibuat pintar oleh Tuhan, dibuat kaya oleh Tuhan, dibuat
hebat oleh Tuhan, dan lain-lain. Maksudnya, untuk diuji (Apakah merasakan daya-kuat-Nya
Tuhan atau diakui sebagai daya dan kekuatan sendiri?).
Sirr (rasa)
Letaknya di tengah-tengah roh yang paling halus (paling dalam). Rasa inilah yang kembali ke
akhirat. Rasa adalah jati diri manusia. Bukti adanya rasa adalah kita dapat merasakan berbagai
hal dan segala macam (asin, pahit, getir, enak dan tidak enak, sakit dan sehat, senang dan susah,
sakit hati, frustrasi, dan lain-lain).
Kewajiban sirr (rasa) adalah mencapai ma’rifat billāh, yakni merasa-rasakan kehadiran Tuhan;
bahwa ternyata Tuhan itu dekat sekali dengan kita; bahkan lebih dekat dibanding urat nadi di
leher, atau lebih dekat dibandingkan dengan jarak antara hitam dan putihnya mata kita (tentu
bagi orang yang sudah mencapai ma’rifat billāh).
Akal bukanlah unsur manusia melainkan pembantu utama hati; Diiibaratkan perdana menteri
sebagai pembantu utama raja, antara lain diungkapkan oleh Imam Ghazali. Oleh karena itu, Al-
Quran dalam mengungkapkan hati menggunakan “kata benda‟ (karena merupakan salah satu
unsur manusia) sedangkan untuk kata akal Al-Quran menggunakan “kata kerja‟ (karena sebagai
fungsi hati).
Jika sang raja baik, maka ia akan memerintah perdana menteri untuk menjalankan kebaikan-
kebaikan bagi rakyat di negerinya; sebaliknya, jika sang raja angkara murka, maka sang perdana
menteri akan diperintahkan untuk menjalankan proyek-proyek ambisiusnya yang merusak
bangsa dan rakyat. Demikian juga hati.
Jika hati nurani yang menjadi raja, maka sang akal akan memikirkan garapan dunia demi
subḫana-Ka (memahasucikan Allah), yakni untuk kebajikan dan kemaslahatan umat manusia
sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya. Namun, jika hati sanubari, yang menjadi rajanya,
tidak baik, maka sang akal akan digunakan untuk mengumbar nafsu dan syahwat serta
memperkokoh watak „aku‟-nya.
amah
arah
mah
iyah
ah
ainah
Muthm
Mardl
Rodliy
Laww
Mulhi
kamil
Amm
Nafsu Ammārah, dengan ciri-ciri: sombong, iri-dengki, dendam, menuruti nafsu, serakah, jor-
joran, suka marah, membenci, tidak mengetahui kewajiban, akhirnya gelap tidak mengenali
Tuhan.
Nafsu Lawwāmah, dengan ciri-ciri: enggan, cuek, suka memuji diri, pamer, dusta, mencari aib
orang, suka menyakiti, dan pura-pura tidak mengetahui kewajiban.
Nafsu Mulhimah, dengan ciri-ciri: suka sedekah, sederhana, menerima apa adanya, belas kasih,
lemah lembut, tobat, sabar, tahan menghadapi kesulitan, dan siap menanggung betapa
beratnya menjalankan kewajiban.
Nafsu Muthma`innah, dengan ciri-ciri: suka beribadah, suka bersedekah, mensyukuri nikmat
dengan memperbanyak amal, bertawakal, rida dengan ketentuan Allah, dan takut kepada Allah.
Nafsu tangga ke-4 inilah start awal bagi orang-orang yang berkehendak kembali kepada Tuhan
(masuk surga-Nya). Hati yang mengimani janj-janji Allah Swt tanpa keraguan, kekhawatiran
ataupun kepanikan .
Nafsu Rādhiyah, dengan ciri-ciri: pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas, wira’i, riyādhah, dan
menepati janji. Legowo atas nikmat-nikmat Allah Swt yang diberikan kepadanya
Nafsu Mardhiyyah, dengan ciri-ciri: bagusnya budi pekerti, bersih dari segala dosa
makhluk, rela menghilangkan kegelapannya makhluk, dan senang mengajak serta
memberikan penerangan kepada roh-nya makhluk. Amal ibadahnya sesuai dengan
kehendak-Nya. 3 nafsu ini dipanggil ketika seseorang meninggal dunia.
Dalam perspektif tasawuf, jalan untuk membentuk insan kamil haruslah mengikuti jalan yang
ditempuh oleh kaum sufi (yang lurus, bukan kaum sufi yang menyimpang).
Misalnya dalam shalat, hal yang harus dilakukan : (1), memulai shalat jika Tuhan yang akan
disembah itu sudah dapat dihadirkan dalam hati, sehingga ia menyembah Tuhan yang benar-
benar Tuhan; (2) berniat shalat karena Allah. Artinya, ibadah shalat yang didirikannya itu
dilakukan dengan ikhlas karena Allah tanpa ada pamrih dunia (ingin disebut orang beragama,
ingin mendapat pujian, atau ada niat-niat mencari dunia) dan tidak pula ada pamrih akhirat; (3)
selalu menjalankan shalat dan keadaan hati hanya mengingat Allah; dan (4) shalat yang telah
didirikannya itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Kalau kuliah : Kewajiban syariatnya Anda kuliah karena memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya
bahwa kaum muslimin wajib mencari ilmu akhirat dan ilmu duniawi, dengan niat karena Allah
(tidak untuk mengejar pekerjaan bergengsi atau mengejar pangkat dan jabatan). Kemudian rasul
pun memerintahkan umatnya untuk bekerja secara profesional. Artinya, kuliah pun harus
dilakukan dengan sungguh-sungguh. Adapun kewajiban hakikatnya, ketika mengikuti kuliah dan
mengerjakan tugas-tugas kuliah keadaan hati selalu mengingat-ingat Allah.
Iman kepada Allah Swt : Ma’rifatun wa tashdiqun. Ma’rifat maksudnya mengenal Allah secara
yakin (ma’rifat billah), sedangkan tashdiq maksudnya membenarkan bahwa orang yang
mengenalkan Tuhan secara benar adalah Rasulullah. Oleh karena itu penjelasan tentang Tuhan
harus bersumber dari Rasulullah
Iman kepada qodlo qodar : Suka dengan takdir tuhan. Dibuatnya hidup serba mudah (dikayakan,
dipintarkan, dihebatkan dan lain-lain) bersyukur karena bertambahnya ibadah dan amal sosial.
Namun, sekaligus takut jika dirinya malah menyalahgunakan kemudahan hidupnya untuk
mengumbar hawa nafsu dan syahwat. Dibuat hidupnya serba susah (dimiskinkan, disakitkan dan
segala derita lainnya) disyukuri juga, karena jika dijalani dengan sabar, akan mendatangkan
perbagai kebaikan dari Allah, sekaligus berikhtiar dan berdo’a untuk melepaskan kesulitan
hidupnya.
Syahadat : Menyaksikan Tuhan yang bernama Allah, yakni keimanan kepada Allah sehingga
mencapai derajat ma’rifatullah. Kemudian menyaksiakan bahwa nabi saw Rasulullah dengan
berguru kepadanya dan meneladaninya
Sholat : Mendirikan shalat dengan khusuk, mengingat-ingat Allah, dan menjaga kondisi sholat
walau di luar waktu sholat dengan selalu mengingat-ingat Allah (sholat al-Daim) sehingga
sholatnya mempunyai dampak yakni mencegah perbuatan keji dan munkar
Menanamkan karakter taubat sehingga benar-benar merasakan bahwa Anda adalah orang
paling banyak melakukan berbuat dosa dan kesalahan, lalu bangkit untuk selalu beristigfar.
Nabi Muhammad saw. mengungkapkan, bahwa dirinya bertobat paling sedikit 70 atau 100 kali
dalam sehari-semalam, dan beliau saw. sadar benar atas kesalahannya.
Anda berlatih untuk selalu sadar dengan kehalalan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Kemudian Anda hanya makan makanan yang halal, minum minuman yang halal, berpakaian
dengan pakaian yang halal, bertempat tinggal yang halal, dan barang yang dipilih dari yang halal-
halal, menghindari yang syubhat (tidak jelas halal-haramnya) terlebih-lebih lagi yang haram.
Al-Quran
Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagogis tentang Paradigma
Qurani untuk Kehidupan Modern
Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagogis tentang Paradigma
Qurani untuk Kehidupan Modern
Syekh Amir Syakib arsalan menyimpulkan bahwa umat Islam mundur karena mereka
meninggalkan ajarannya, sedangkan non-Islam maju justru karena mereka meningglkan
ajarannya.
Mengapa umat Islam untuk dapat maju tidak perlu mengambil jalan sekulerisasi?
pertama, karena ajaran Islam yang sumbernya Al-Quran dan hadis bersifat syumul artinya
mencakup segala aspek kehidupan.
Kedua, ajaran Islam bersifat rasional, artinya sejalan dengan nalar manusia sehingga tidak
bertentangan dengan Iptek.
Ketiga, ajaran Islam berkarakter tadarruj artinya bertahap dalam wurūd dan implementasinya.
Keempat, ajaran Islam bersifat taqlilat-takaalif artinya tidak banyak beban karena beragama itu
memang mudah
Kelima, ajaran yang diangkat Al-Quran berkarakter i‟jāz artinya bahwa redaksi Al-Quran dalam
mengungkap pelbagai persoalan, informasi, kisah dan pelajaran selalu dengan gaya bahasa yang
singkat, padat, indah, tetapi kaya makna, jelas dan menarik.
Argumen akal tentang kebenaran wahyu tidak memberikan pengaruh sedikit pun terhadap
kebenaran itu. Demikian sebaliknya, argumen akal yang menyatakan ketidakbenaran wahyu
tidak lantas membuat wahyu itu menjadi tidak benar. Akan tetapi, apabila akal melakukan
penalaran yang valid, maka ia akan sesuai dengan kebenaran wahyu.
Imam Junaid al-Bagdadi menyatakan, “Meskipun orang tahu segala sesuatu tetapi jika dia tidak
mengenal Allah sebagai Tuhannya, maka identik dengan tidak tahu sama sekali”.
Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Paradigma Qurani dalam Menghadapi Kehidupan Modern
adanya pembangunan yang berhasil dan membawa kemajuan, kemakmuran, dan pemerataan
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah swt.(QS. Az Zumar: 53-54)
• Paradigma Qurani dalam pengembangan Iptek, misalnya, jelas akan memungkinkan munculnya
ilmu-ilmu alternatif yang khas yang tentu saja tidak sekularistik.
• Paradigma Qurani dalam pengembangan budaya, juga akan melahirkan budaya masyarakat yang
Islami yang tidak sekuler dalam proses, hasil, dan aktualisasinya.
• Paradigma Qurani dalam Pengembangan ekonomi, jelas akan melahirkan konsep dan kegiatan
ekonomi yang bebas bunga dan spekulasi yang merugikan.
• Faktor kemunduran umat Islam pada abad 18, yang biasa disebut abad stagnasi keilmuan
Ismail Razi al-Faruqi menawarkan Langkah-langkah untuk lebih maju agar tidak tertinggal oleh
peradaban Barat
• Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau wilayah penelitian
pengetahuan modern.
• Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara warisan Islam dan
pengetahuan modern
Topic 2