Anda di halaman 1dari 34

TUGAS INDIVIDU

Membuat Resume Bab 2, 3 dan 4 dari Buku Dikti dan Uns

DOSEN PENGAMPU:
Drs. Rohmi Lestari, M.Pd.
NIP. 196812012008012023

DISUSUN OLEH :
Mayla Luluk Nuriana (E3120178)
Resume Disusun Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam

D4 DEMOGRAFI DAN PENCATATAN SIPIL


FAKULTAS SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2020
BAB II BUKU DIKTI
Bagaimana Manusia Bertuhan?

A. Bagaimana Konsep Spiritualitas sebagai Landasan Kebertuhanan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “spirit” berhubungan dengan atau
bersifat kejiwaan (rohani,batin), “spiritual” adalah pembentukn jiwa atau
penjiwaan, dan “spiritualisme” adalah aliran filsafat yang mengutamakan
kerohanian atau menumpahkan perhatian pada ilmu-ilmu gaib, seperti mistik
dan kepercayaan untuk memanggil roh orang yang sudah meninggal, ataupun
spiritisme.
Spirilualitas dalam Pandangan Agama Islam :
Dalam perspektif Islam, “spirit” sering dideskripsikan sebagai jiwa halus
yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia. Al-Qusyairi dalam tafsirnya
Latha if al-Isyarat menunujukan bahwa roh memang lathifah (jiwa halus) yang
ditempatkan oleh Tuhan dalam diri manusia sebagai potensi untuk membentuk
karakter yang terpuji. Roh merupakan fitrah manusia, yang dengan roh
manusia mampu berhubungan dengan Tuhan sebagai kebenaran sejati(al-
haqiqah).
Roh manusia menurut Islam adalah suci, karena ia adalah karunia ilahi
yang dipancarkan dari zat Tuhan. Roh bersemayam di dalam hati (qalb)
sehingga dari hati terpancar kecerdasan, keinginan, kemampuan, dan perasaan.
Hati yang terpancari oleh kebaikan Tuhan disebut dengan hati nurani. Hati
yang mengalami keredupan cahaya roh disebut dengan hati gelap (qalb
zhulmani).
Inti Pengertian Spirilualitas :
Spiritualitas adalah jiwa halus yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri
manusia yang menjadi dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan
rasa memiliki yang memberi arah pada arti kehidupan tentang kepercayaan
akan adanya kekuatan non-fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita,
suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung kepada Tuhan atau
sesuatu unsur yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.
B. Mengapa Manusia Memerlukan Spiritualitas
Setiap orang memiliki pengalaman yang khas dalam hal merasakan
kehadiran Tuhan. Pengalaman bertuhan dapat menjadi bagian yang sangat erat
dan mempengaruhi kepribadian seseorang. Meskipun demikian, dalam
kehidupan modern saat ini, orientasi kehidupan yang lebih menekankan aspek
fisik-material telah menjadikan aspek keberagamaan dan spiritualitas terpojok
ke wilayah pinggiran
Menurut Carl Gustav Jung, manusia modern mengalami keterasingan diri
dari diri sendiri dan lingkungan sosial, bahkan jauh dari Tuhan. Modernisasi
dan globalisasi memiliki lima ciri: 1) munculnya budaya global, 2) penekanan
yang berlebihan terhadap kebebasan manusia dalam bersikap, 3) menguatnya
rasionalisme, 4) orientasi hidup materialistis, dan 5) dominasi si kuat atas si
lemah. Dengan lima ciri di atas, modernisasi dan globalisasi membuat ruang
spiritual (spiritual space) dalam diri kita mengalami krisis yang luar biasa
hebat.
Agar manusia kembali memiliki etika moral dan sentuhan manusiawi
dalam kehidupannya, maka penguatan spiritualitas perlu dilakukan. Penguatan
spiritualitas ini secara filosofis dikatakan sebagai penguatan visi Ilahi, potensi
bertuhan, atau kebertuhanan. Untuk itu, diperlukan pelatihan jiwa secara
sistematis, dramatis, dan berkesinambungan dengan memadukan antara olah
pikir (tafakkur wa ta`ammul), olah rasa (tadzawwuq), olah jiwa (riyadhah), dan
olahraga (rihlah wa jihād).
Dalam pandangan tasawuf, penyelesaian dan perbaikan keadaan itu tidak
dapat tercapai secara optimal jika hanya dicari dalam kehidupan lahir, karena
kehidupan lahir hanya merupakan gambaran atau akibat dari kehidupan
manusia yang digerakkan oleh tiga kekuatan pokok yang ada pada dirinya.
Ketiga kekuatan pokok itu adalah akal, syahwat, dan nafsu amarah. Jika
ketiganya dapat diseimbangkan, maka hidup manusia akan menjadi normal.
Seperti dikemukakan sebelumnya, dalam bahasa agama “spirit” sering
dipadankan dengan “roh”. Roh sendiri di dalam Al-Quran menyaran pada
banyak objek di antaranya “wahyu” (inspirasi ketuhanan) sebagaimana
dijelaskan dalam surah Asy-Syu’ara ayat 52. Roh pun bisa berarti “malaikat”
sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Qadr ayat 4. Begitu juga roh dapat
dimaknai sebagai “amr Tuhan” yang dapat diartikan sebagai instruksi,
ketentuan, atau sesuatu yang menunjukkan kontribusi Tuhan dalam diri
makhluk sehingga makhluk dapat beraktivitas sesuai dengan sunatullah,
sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Isra’ ayat 85.
Inti Mengapa Manusia Memerlukan Spirilualitas :
Kesadaran spiritual, kesadaran rohani, atau kesadaran ketuhanan adalah
pemahaman yang dilandasi dengan pemaknaan mendalam tentang ketentuan
Tuhan dalam alam semesta, wahyu sebagai inspirasi universal, dan malaikat
sebagai energi kebenaran dan kebaikan. Maka dapat disimpulkan beberapa
konsep kunci tentang spiritualitas dan kecerdasan spiritual, yaitu: fitrah Allah,
panduan hati, cara pandang holistik, dunia sebagai pijakan dan akhirat sebagai
produk; kreatif, peduli dan santun; minimalisasi pengaruh materi, intuisi,dan
metafisik.

C. Bagaimana Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis tentang


Konsep Ketuhanan
1. Bagaimana Tuhan dirasakan kehadiranya dalam Perspektif Psikologis
Melalui kajian neurosains, bakat bertuhan dapat dicari jejaknya dalam
bagian-bagian otak yang diangap terkait dengan kecerdasan spiritual. Paling
tidak terdapat empat penelitian di bidang neurosains yang mendukung
hipotesis bahwa dalam diri manusia terdapat hardware Tuhan. Pertama,
penelitian terhadap osilasi 40 hz yang kemudian melahirkan kecerdasan
spiritualnya Danah Zohar. Kedua, penelitian tentang alam bawah sadar yang
melahirkan teori tentang suara hati dan EQ. Ketiga, penemuan God spot
dalam temporal di sekitar pelipis. Keempat, kajian tentang somatic maker
2. Bagaimana Tuhan Disembah oleh Masayarakat dalam Perspektif
Sosiologis
Dalam sosiologi, agama disebut sebagai sebuah sistem budaya karena
merupakan hasil dari “sistem gagasan” manusia terdahulu. Max Weber
menjelaskan bahwa Tuhan tidak ada dan hidup untuk manusia, tetapi
manusialah yang hidup demi Tuhan. Menurutnya, menjalankan praktik-
praktik keagamaan merupakan upaya manusia untuk mengubah Tuhan yang
irrasional menjadi rasional. Semakin seseorang menjalankan perintah-
perintah Tuhan maka seseorang akan semakin merasa kedekatannya
terhadap Tuhan.
3. Bagaimana Tuhan Dirasionalisasikan dalam Perspektif Filosofis
Banyak argumen yang diajukan oleh para filsuf Islam, sebagai kaum
pemikir atau rasionalis untuk menjelaskan hakikat Tuhan dan cara bertuhan
yang benar. Menurut Mulyadhi Kartanegara, paling tidak terdapat tiga
argumen filsafat untuk menjelaskan hal tersebut, yaitu: 1) dalil al-huduts, 2)
dalil al-imkan, dan 3) dalil al-inayah. Argumen pertama diperkenalkan oleh
al-Kindi (w. 866), yang kedua oleh Ibnu Sina (w.1037), dan yang ketiga
oleh Ibnu Rusyd (w.1198).
Dari ketiga perspektif di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari
pendapat para filsuf muslim klasik bahwa Tuhan adalah pencipta dari segala
sesuatu yang ada di alam nyata ini. Tuhan menjadi sebab pertama dari
segala akibat yang kita lihat saat ini. Tuhan merupakan wājib al-wujūd atau
wujud yang niscaya, artinya Allah adalah wujud yang ada dengan
sendirinya dan tidak membutuhkan sesuatu pun untuk mengaktualkannya
4. Konsep tentang Tuhan dalam Perspektif Teologis
Dalam perspektif teologis, masalah ketuhanan, kebenaran, dan
keberagamaan harus dicarikan penjelasannya dari sesuatu yang dianggap
sakral dan dikultuskan karena dimulai dari atas (dari Tuhan sendiri melalui
wahyu-Nya). Artinya, kesadaran tentang Tuhan, baik-buruk, cara beragama
hanya bisa diterima kalau berasal dari Tuhan sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang Tuhan, baik ataupun
buruk, dan cara beragama dalam perspektif teologis tidak terjadi atas
prakarsa manusia, tetapi terjadi atas dasar wahyu dari atas. Tanpa inisiatif
Tuhan melalui wahyu-Nya, manusia tidak mampu menjadi makhluk yang
bertuhan dan beribadah kepada-Nya
D. Membangun Argumen tentang Cara Manusia Meyakini dan Mengimani
Tuhan
Pembentukan iman identik dengan pembentukan karakter. Orang yang
beriman adalah orang yang berkarakter. Beriman kepada Allah berarti
memiliki karakter bertuhan. Dalam bahasa agama, karakter identik dengan
akhlak. Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah bentuk jiwa yang darinya
muncul sikap dan perilaku secara spontanitas dan disertai dengan perasaan
nikmat dan enjoy ketika melakukannya. Oleh karena itu, orang beriman kepada
Tuhan atau memiliki karakter bertuhan adalah seseorang yang meyakini Tuhan
sebagai sumber kebenaran dan kebajikan tertinggi, mengidentikkan diri dengan
cara banyak meniru akhlak Tuhan dalam bersikap dan berperilaku, dan
memiliki komitmen kepada nilai-nilai tersebut

E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Visi Ilahi untuk Membangun Dunia


yang Damai
Dalam perspektif Islam, manusia diciptakan sebagai makhluk yang
sempurna. Kesempurnaan manusia ditandai dengan kesiapannya untuk berbakti
kepada Tuhan karena dalam dirinya telah ditiupkan salah satu tajalli Tuhan
yaitu roh. Ketika manusia masih menjaga dan memelihara fithrah-nya itu,
manusia hidup dekat dengan Tuhan. Agar manusia dapat tetap konsisten dalam
kebaikan dan kebenaran Tuhan, maka manusia dituntut untuk membangun
relasi yang baik dengan Tuhan. Manusia tidak akan mampu membangun relasi
yang harmonis dengan Tuhan apabila hidupnya lebih didominasi oleh
kepentingan ragawi dan bendawi. Oleh karena itu, sisi spiritualitas harus
memainkan peran utama dalam kehidupan manusia sehingga ia mampu
merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap gerak dan sikapnya. Apabila manusia
telah mampu mengasah spiritualitasnya sehingga ia dapat merasakan kehadiran
Tuhan, maka ia akan dapat melihat segala sesuatu dengan visi Tuhan (Ilahi).
BAB II BUKU UNS
Sumber Ajaran Islam

A. Al-quran Pengertian dan Perkembangannya


Secara istilah definisi Al-Quran yang lengkap dikemukakan oleh Khalaf
(1980:46) yaitu,
Firman Allah SWT yang diturunkan melalui malaikat Jibril, ke dalam hati
Nabi Muhammad Saw dengan menggunakan bahasa Arab, disertai dengan
kebenaran dan dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal pengakuannya
sebagai rasul, agar dijadikan sebagai undang-undang bagi umat manusia,
serta sebagai petunjuk di samping merupakan ibadah bagi pembacanya.
Dari definisi di atas, ada beberapa hal yang digarisbawahi. Pertama, Al-
Quran sebagai hujjah (argumentasi) tentang kerasulan Muhammad. Al-Quran
berfungsi sebagai mukjizat. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.
Al-Isra’ : 88 berikut

Artinya : Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul


untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain".
Kedua, membacanya bernilai ibadah. Ini mendorong umat untuk membaca
Al-Quran sebagai salah satu amal yang bernilai ibadah walaupun banyak
diantara pembaca yang tidak mengerti artinya dan/atau tidak dapat menulis
dengan aksaranya. Ketiga, diriwayatkan secara mutawatir. Artinya wahyu Al-
Quran harus diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut kebiasaan
mustahil mereka sepakat berdusta.
Al-Quran terdiri atas 30 juz,114 surat, dan lebih dari 6.000 ayat. Al-Quran
diturunkan secara berangsur-angsur oleh malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad Saw. Dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun 2 bulan 22 hari
dengan rincian 23 tahun diturunkan Nabi di Mekkah dan 10 tahun ketika Nabi
tinggal di Madinah setelah hijrah.
Surat-surat Al-Quran yang diturunkan di Mekkah sebelum berhijrah ke
Madinah disebut surat Makkiyah. Dengan ciri-ciri : surat-suratnya pendek,
menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlak, dan panggilannya ditujukan
kepada seluruh manusia. Surat-surat yang turun setelah Nabi hijrah ke
Madinah disebut surat Madaniyyah. Dengan ciri-ciri : surat-suratnya panjang,
menyangkut masalah syariat, dan panggilannya ditujukan kepada orang-orang
yang beriman. Secara garis besar, isi kandungan Al-Quran mencakup hal-hal
berikut :
1) Akidah (Tauhid) : ajaran mengesakan Allah SWT dan semua keyakinan
yang berhubungan dengan Allah SWT.
2) Syariat (ibadah maupun muamalah ) : perintah beribadah kepada Allah
SWT dan berbuat baik kepada sesama manusia.
3) Akhlak dan semua ruang lingkupnya (menghiasai dirinya dengan sifat-
sifat keutamaan dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tercela.
4) Kisah-kisah umat manusia di masa lalu (kisah kaum saba’, Nabi Syua’ib,
Nabi Luth, dan sebagainya)
5) Berita-berita tentang kehidupan akhirat (janji dan ancaman)
6) Benih atau prinsip-prinsip Ilmu Pengetahuan dan hukum-hukum dasar
(sunnatullah) yang berlaku bagi alam semesta , termasuk manusia.
Sejarah mencatat ada dua cara Nabi dalam memelihara Al-Quran, yaitu
melalui ‘hafalan’ dan ‘tulisan’. Artinya setiap ayat turun langsung ‘dicatat’
oleh penulis wahyu dan ‘dihafal’ oleh banyak sahabat. Para penulis wahyu
adalah Khalifah,Zaid bin Tsabit,Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ah, dll.
Mereka menulis wahyu tersebut pada tulang-tulang unta, kulit
binatang,pelepah kurma, dll. Penempatan ayat dan urutannya, serta susunan
surat dalam mushaf sebagaimana sekarang adalah menurut petunjuk nabi
(tawqify).
Di samping itu, Al-Quran juga dipelihara melalui hafalan. Pada umumnya
para sahabat menghafalnya. Jadi, melalui 2 cara tersebut sampai sekarang Al-
Quran bisa terjaga orisinalitasnya, selamat dari usaha-usaha pemalsuan,
penambahan, pengurangan. Namun dari sisi teknis penulisan hurufnya jelas
telah mengalami banyak perbaikan untuk memudahkan dalam membacanya.
Metode penafsiran untuk menyimpulan kandungan Al-Quran sebagai
sumber nilai dan norma, termasuk hukum sebagai berikut :
1) Metode tafsir tahlili, mengkaji Al-Quran dari segala segi dan maknanya,
ayat demi ayat, dan surat demi surat sesuai urutannya dalam Mushaf
Usmani, ada 7 corak pendekatan :
a) Tafsir bi al-mas’sur : menafsirkan dengan hadis Rasulullah Saw
b) Tafsir bin al-ra’yi : menafsirkan dengan akal
c) Tafsir sufi : penafsiran oleh para sufi pada umumnya dipengaruhi oleh
tasawuf
d) Tafsir Fiqhi : penafsiran oleh tokoh suatu mazhab fikih untuk dijadikan
dalil atas kebenaran mazhabnya.
e) Tafsir falsafi : penafsiran menggunakan teori-teori filsafat,biasanya
pada ilmu kalam semantic (logika)
f) Tafsir ‘ilmi : penafsiran dengan ilmu pengetahuan modern.
g) Tafsir adabi ijtima’I : penafsiran dengan mengungkapkan segi
balaghah dan mukjizat Al-Quran. Juga menafsir hukum-hukum alam
dan tatanan masyarakat.
2) Metode tafsir ijmali, penafsiran secara singkat dan global tanpa uraian
panjang lebar sehingga penjelasannya mudah dipahami.
3) Metode tafsir muqaron (perbandingan) yaitu memilih ayat Al-Quran lalu
mengemukakan penafsiran para ulama tafsir dengan membandingkan
penafsirannya dari segala segi.
4) Metode tafsir maudhu’I yaitu menghimpun seluruh ayat Al-Quran yang
berbicara suatu masalah atau tema lalu mengkajinya dari berbagi segi
sehingga tema tersebut terjawab dengan tuntas.
B. Sunnah Pengertian dan Perkembangannya
Sunnah secara bahasa berarti tradisi,kebiasaan,dan adat-istiadat. Dalam
istilah ilmu hadis, sunnah adalah keseluruhan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Saw berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah), dan
persetujuan atau penetapan (taqririyah). Sunnah kadang juga disebut hadis.
Pada hakikatnya, kedua istilah tersebut mengarah pada kenyataan yang sama,
yaitu segala sesuatu yang bersumber dan bersandar pada Nabi Muhammad
Saw. Hanya saja sunnah lebih spesifik dan khusus karena merupakan soal-soal
praktis yang dicontohkan Nabi, kemudian berlaku sebagai tradisi di kalangan
umat islam. Dengan kata lain, sunnah adalah jejak langkah Nabi yang
terbentuk melalui tindakan-tindakan dan ucapan-ucapan Nabi, sedangkan hadis
adalah berita tentang ucapan, perbuatan,dan hal ihwal Nabi. Jejak dan langkah
Nabi tersebut selain dicontohkan juga diberitakan.
Di samping itu, ada pula istilah khabar (berita) dan aisar (bekas sesuatu).
Khabar dipandang sama dengan hadis menurut sebagian ahli hadis. Oleh
karena itu, istilah khabar ini juga dipergunakan untuk hadis marfu’ (nisbah ke
Nabi), mauquf (nisbah ke sahabat), dan maqthu’ (nisbah ke tabi’in). Aisar ialah
sesuatu yang dating dari sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudahnya.
Pembagian hadis-hadis Nabi yang penting ada dua , yaitu ditinjau dari
jumlah perawi dan dari kualitas hadis.
Ditinjau dari jumlah perawi :
1. Hadis Mutawatir : diriwayatkan oleh 4-40 perawi. Hadis dalam
kategori ini jumlahnya Sedikit.
2. Hadis Ahad : diriwayatkan oleh perawi yang jumlahnya tidak sampai
pada mutawatir.
a) Hadis masyhur : diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih pada satu
tingkatnya, tetapi belum mencapai tingkatan Mutawatir.
b) Hadis ‘aziz : diriwayatkan oleh 2 orang
c) Hadis gharib : diriwayatkan oleh 1 perawi dari tingkat manapun
jika ditinjau dari kualitas :
1. Hadis Shahih : tingkat tertinggi penerimaan suatu hadis
Syarat :
a) Sanadnya bersambung
b) Rawinya bersifat adil
c) Rawinya sempurna ingatannya
d) Tidak ada illat
e) Tidak janggal
2. Hadis Hasan : sama seperti hadis shahih hanya berbeda pada tingkat
dhabith perawinya. Pada hadis Shahih dhabithnya sempurna, pada
hadis hasan dhabithnya Kurang.
3. Hadis Dha’if : derajatnya tidak sampai hasan apalagi shahih

C. Hubungan Hadis dan Al-Qiran


Al-Quran menekankan bahwa rasul berfungsi untuk menjelaskan maksud
firman-firman Allah SWT keterangan-keterangan Al-Quran seringkali bersifat
mujmal dan mutlaq. Dalam keadaan tersebut ada dua fungsi sunnah yang tidak
diperselisihkan, yaitu bayaan ta’kiid dan bayaan tafsir. Fungsi pertama sekedar
menguatkan kembali apa yang terdapat dalam Al-Quran, sedangkan yang
kedua memperjelas,merinci, bahkan membatasi lahir dari ayat-ayat Al-Quran.
Dapat disimpulkan bahwa Al-Quran dan hadis merupakan sumber yang saling
melengkapi dan integrated, tidak dipisahkan satu sama lain, bahkan dwitunggal

D. Ijtihad
Dari segi bahasa berarti sungguh-sungguh atau mencurahkan segala daya
dalam berusaha. Secara terminology, ijtihad berarti pengerahan segenap
kemampuan oleh mujtahid untuk mendapatkan hukum syara’ yang bersifat
zany tentang suatu masalah. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan :
1. Pelaku Ijtihad adalah seorang ahli fikih atau hukum islam
2. Hal yang ingin dicapai ijtihad adalah hukum syar’i yaitu hukum islam
yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang dewasa
bukan hukum akidah atau hukum akhlak.
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah zany.
Ulama bersepakat bahwa ijtihad dibenarkan jika dilakukan oleh yang
memenuhi syarat dan dilakukan di medannya. Medan ijtihad meliputi :
1. 1.Masalah masalah baru yang hukumnya belum di tegaskan di dalam Al
Qur’an dan
2. hadis
3. 2.Nash nash zanny dan dalil yang di perselisihkan
4. Hukum Islam yang ta’aqquly
Ijtihad hanya diperbolehkan bagi orang orang yang memenuhi syarat
sebagai mujtahid,adapun syarat syaratnya adalah:
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al Qur’an dan hadis
yang
2. menggunakan bahasa Arab
3. Mengetahui isi dan sistem hukum Al Qur’an serta ilmu ilmu untuk
memahami Al Qur’an.
4. Mengetahui hadis hadis hukum dan ilmu ilmu yang berkenaan dengan
pembentukan hukum
5. Menguasai sumber sumber hukum islam dan cara cara menarik gaaris
garis hukum dari sumber sumber hukum islam.
6. Mengetahui dan menguasai kaidah kaidah fiqih (qawa’id al fiqhiyyah)
7. Mengetahui rahasia dan tujuan hukum hukum islam
8. Jujur dan ikhlas
Ada beberapa istilah terkait Ijtihad, sebagai berikut :
1. Taqlid : beramal berdasarkan pendapat orang lain tanpa berdasarkan dalil
atau mengetahui dalilnya. Taqlid wajib bagi orang yang tidak memenuhi
persyaratan itjihad, tetapi jangan sampai terjerumus dalam fanatic mazhab
yang berlebih-lebihan.
2. Ittiba’ : mengamalkan pendapat orang lain dengan mengetahui dalilnya
3. Talfiq : beramal dalam suatu masalah atas dasar hukum yang terdiri atas
gabungan dua mazhab atau lebih
BAB III BUKU DIKTI
Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan

A. Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan


Kebahagiaan
Dalam kitab Mizanul ‘amal, Al-Ghazali menyebut bahwa as-sa’adah yang
artinya bahagia terbagi menjadi 2, yaitu “bahagia haqiqi” dan “bahagia majasi.
Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi, sedangkan kebahagiaan majasi
adalah kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan ukhrawi akan diperoleh dengan
modal iman, ilmu, dan amal. Sedangkan kebahagiaan duniawi bisa didapat
oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak
beriman.Kebahagiaan duniawi adalah kebahagiaan yang fana dan tidak
abadi.Adapun kebahagiaan ukhrawi adalah kebahagiaan abadi dan
rohani.Kebahagiaan duniawi ada yang melekat pada dirinya dan ada yang
melekat pada manfaatnya.Di antara kebahagiaan duniawi adalah memiliki
harta, keluarga, kedudukan terhormat, dan keluarga yang mulia.
Agama adalah landasan atau pondasi, sedangkan jabatan atau sebuah
kedudukan adalah penjaganya. Barang siapa yang tidak memilki fondai, maka
akan roboh. Sebaliknya, barang siapa yang tidak memiliki penjaga, maka akan
kehilangan. Allah berfirman, “Seandainya bukan karena perlindungan Allah
kepada sebagian manusia atas sebagian yang lain, maka rusaklah bumi ini.”
(QS. Al-Baqarah/2:251). Menggapai kebahagiaan mengharuskan adanya
kondisi hati yang sehat. Ciri-ciri hati yang sehat yaitu :
1. Menerima makanan yang paling bermanfaat dan berfungsi sebagai nutrisi dan
obat. Salah satu nutrisi yang baik adalah iman, sedangkan obatnya adalah Al-
Qur’an Al-Karim.
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat. Untuk sukses pada masa
depan, kita harus berjuang pada waktu saat ini. Seseorang yang mau berjuang
di masa sekarang adalah pemilik masa depan, sedangkan yang tidak mau
berjuang pada masa sekarang adalah pemilik masa lalu. Nabi Muhammad
SAW. berkata kepada Abdullah bin Umar r.a. “Hiduplah kamu dimuka bumi
ini laksana orang asing atau orang yang sedang bepergian dan siapkan dirimu
untuk menjadi ahli kubur.” (HR. Bukhari). Ada sebuah kutipan diangkat dari
ucapan Sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib, yakni dunia itu pergi meninggalkan
kita, sedangkan akhirat itu kekal untuk seorang manusia dan akhirat akan
datang menjemput kita. Jadilah dirimu bagian dari ahli akhirat bukan ahli
duniawi, sebabnya adalah waktu beramal dan tidak ada hisab, sedangkan di
akhirat ada hisab, tetapi tidak ada amal.
3. Mendorong diri dalam kehidupan untuk kembali kepada Allah SWT.
4. Karena suatu kebahagiaan, kehidupan itu sendiri, dan kenikmatanNya yang
didapat oleh manusia kecuali dangan ijin dan Ridha dari Allah SWT.Salah
satu makanan pokoknya untuk tenang adalah, berdxikir kepada Allah, jika
ingin merasakan kenikmatanNya yaitu dengan rindu pada-Nya dan Rasul-
Nya.
5. Tidak pernah lupa dimana-pun, kapan-pun, apa-pun yang terjadi, selalu
mengingat Allah, Sang Pemilik, selalu khitmat kepadaNya, dan tidak merasa
senagng selain dengan Allah.
6. Jika suatu saat lupa kepada Allah (na’udzubillah himindzalik), segerakan
sadar dan kembali mendekat dan berdzikir kepada-Nya.
7. Ketika masuk kedalam shalat, hilanglah semua kebingungan dan kesibukan
duniawi dan segerakan keluar dari duniawi sehingga mendapatkan
ketenangan, kenikamtan, dan kebhagiaan dan usahakan berlinanglah air mata
ketika terjun didalam doa-doa serta tunjukkanlah cinta di dalam hati.
8. Perhatikan waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian dari atau pada
manusia lain dan hartnya.
9. Terakhir adalah hati, hati yang sehat dan selalu berorientasi pada kualitas
amal, namun bukan hanya ingin amal semata. Selalu ikhlaslah dalam
menerima kondisi apapun, mengikuti nasihat, sunnah-sunnahNya, dan selalu
bersikap ihsan Al-Kamil.
Kunci dari uraian tersebut dan penting didalamnya ialah mengenai sebuah
hak milik yang dimiliki oleh setiap manusia dan berfungsi dengan sangat baik
jika manusia menjaganya dengan sangat baik.Hak milik tersebut sangat
difungsikan dan selalu berhubungan langsung oleh akal pikiran atau otak
manusia.

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Hati Manusia Menjadi Sakit


Ada hal yang harus diperhatikan oleh seorang manusia dalam memiliki hati
agar tidak sakit :
1. Perhatikan teman. Maksudnya ialah, bergaul dengan teman yang baik.
Seperti Firman Allah SWT, “Teman-teman pada hari itu sebagian mereka
atas sebagian menjadi musuh kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-
Ahzab/33:67).
2. Tidak berangan-angan atau menghayal.Menghayal itu seperti menggapai
mimpi tanpa ada usaha dan ikhtiar. Menghayal itu merugikan, merugi akan
waktu, merugi akan tenaga, dan merugi akan kesempatan.
3. Menggantungkan diri hanya pada Allah. Menggantungkan diri hanya pada
Allah SWT adalah perkara yang sangat baik, sehingga tidak merusak hati
manusia.Kita sebagai manusia yang memiliki iman serta taqwa-Nya, tidak
boleh menggantungkan diri kepada selain Allah SWT.
4. Jangan terlalu kenyang. Makna kenyang ada dua, makna pertama kenyang
dengan suatu makanan yang memang haram, seperti makan bangkai, daging
anjing, daging babi, dan lain-lainnya. Kedua, kenyang dengan makan yang
berasal dari hasil haram, contohnya makan dari hasil curian, barang yang di
ghasab, atau barang yang didapat tanpa ada ridha dari pemiliknya.
5. Jangan banyak tidur. Karena banyak tidur itu juga sangat merugikan, seperti
mematikan hati, memberatkan badan, menyia-nyiakan waktu dan pasti dapat
menimbulkan kemalasan di setiap bangunnya.
6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna.
Hal ini juga sangat pengaruh pada kesucian hati. Suatu fitnah itu awalnya
dari pandangan mata, seperti yang disebutkan didalam hadist, bahwa
“pandangan mata itu adalah racun yang dilepas dari panah Iblis.” Barang
siapa yang dapat mengendalikan matanya karena Allah SWT, maka Allah
akan memberinya kenikmatan yang ia rasakan dalam hatinya sampai pada
hari yang ia bertemu denganNya.
7. Jangan berlebihan dalam berbicara.
Berbicara untuk kepentingan yang spesifik, dibutuhkan serta berguna untuk
diri sendiri apalagi untuk orang banyak. Seperti berpendapat atau
berargumen, menyatakan kebenaran, dan menyalurkan informasi yang
tentunya dengan sikap yang bijak dan tidak bertentangan dengan hukum
syar’iyyah atau secara hukum islam.

C. Alasan Manusia Harus Beragama Dan Bagaimana Agama Dapat


Membahagiakan Umat Manusia
Hidup beragama adalah fitrah, dank arena itu manusia merasakan nikmat,
nyaman, aman, dan tenang. Sedangkan apabila hidup tanpa agama, manusia
akan menagalami ketidaktenangan, ketidaknyamanan, dan ketidaktentraman.
Oleh karena itu, bahagia adalah menjalani hidup sesuai dengan fitrah yang
telah diberikan Allah kepada manusia.

D. Pengertian Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, Dan


Pedagogis Tentang Pemikiran Agama Sebagai Jalan Menuju
Kebahagiaan
Secara historis, pada sepanjang sejarah hidup manusia, beragama itu
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Seperti, dalam kisah
pencarian Tuhan yang dilakukan Nabi Ibrahim as. Pertama ia menganggap
bintang itu adalah Tuhan, namun ternyata bintang terlalu banyak sehingga sulit
untuk dikenali. Kedua ia menjadikan bulan sebagai Tuhan, ternyata ada
kesulitan sebab bulan tidak menjumpai Ibrahim pada setiap malam. Ketiga ia
menjadikan matahari sebagai Tuhan karena dianggap lebih besar, ternyata
mataharipun tenggelam dan menghilang dari pandangan. Ujungnya ia
merenung dan bertadabur dan hasil renungannya itu adalah Tuhan itu pasti esa,
berkuasa, sumber kehidupan.
Argumen Psikologis Kebutuhan Manusia terhadap Agama. Manusia
menurut Al Quran adalah makhluk rohani, makhluk jasmani, dan makhluk
sosial. Sebagai makhluk rohani, manusia membutuhkan ketenangan jiwa,
ketenteraman hati, dan kebahagiaan rohani.
Argumen Sosiologis Kebutuhan Manusia terhadap Agama. Menurut Al
Quran manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia tidak bisa hidup
sendirian, dan tidak bisa mencapai tujuan hidupnya tanpa keterlibatan orang
lain. Ciri makhluk sosial adalah saling membantu.

E. Faktor-Faktor Penyebab Manusia Harus Hidup Bermasyarakat


a. Adanya dorongan seksual (mengembangbiakkan keturunan)
b. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang serba terbatas dan
makhluk yang lemah, maka perlu bantuan orang lain
c. Adanya perasaan senang pada tiap-tiap manusia
d. Adanya kesamaan keturunan, territorial, senasib, kesamaan keyakinan, cita-
cita, kebudayaan, dan lainnya
e. Manusia tunduk dan patuh pada aturan dan norma sosial
f. Perilaku manusia mengharapkan suatu penghargaan dan pengakuan dari
orang-orang yang ada di sekitarnya
g. Berinteraksi, berkomunikasi, beradaptasi dengan lingkungan
h. Potensi manusia akan berkembang bila hidup di tengah-tengah manusia dan
masyarakatnya.

F. Argumen Tentang Tauhidullah Sebagai Satu-Satunya Model Beragama


Yang Benar
Betapa tauḫīdullāh sangat prinsip dalam kehidupan seorang muslim. Nabi
Muhammad mengingatkan manusia agar terhindar dari hal-hal yang merusak
tauḫīdullāh.Perkara yang dapat merusak tauḫīdullāh adalah syirik.Allah
berfirman, “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar” (QS
Luqman/31:13).
Tauḫīdullāh adalah barometer kebenaran agama-agama sebelum Islam.
Jika agama samawi yang dibawa oleh nabi-nabi sebelum Muhammad SAW
masih tauḫīdullāh, maka agama itu benar, dan seandainya agama nabi-nabi
sebelum Muhammad SAWitu sudah tidak tauḫīdullāh yakni sudah ada syirik,
unsur menyekutukan Allah, maka dengan terang benderang agama itu telah
melenceng, salah, dan sesat-menyesatkan. Setiap orang harus bersikap hati-hati
bahwa tauḫīdullāh yang merupakan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan itu,
menurut Said Hawa, dapat rusak dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Sifat Al-Kibr (sombong)
2. Sifat Azh-Zhulm (kezaliman) dan Sifat Al-Kizb (kebohongan)
3. Sikap Al-Ifsād (melakukan perusakan).
4. Sikap Al-Ghaflah (lupa)
5. Al-Ijrām (berbuat dosa)
6. Sikap ragu menerima kebenaran.

G. Deskripsi Esensi Dan Urgensi Komitmen Terhadap Nilai-Nilai Tauhid


Untuk Mencapai Kebahagiaan
Nilai-nilai hidup yang dibangun di atas jiwa tauhid merupakan nilai
positif, nilai kebenaran, dan nilai Ilahi yang abadi yang mengandung kebenaran
mutlak dan universal. Nilai mutlak dan universal yang terdapat di dalamnya
dapat menjadikan misi agama ini sebagai raḫmatan lil ‟ālamīn, agama yang
membawa kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan mat
manusia lahir dan batin. Komitmen terhadap nilai-nilau universal A-Quran
menjadi syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan.Roh kebahagiaan
adalah jiwa tauhid yang di atas jiwa tauhid itu nilai-nilai universal
dibangun.Komitmen terhadap nilai-nilai universal itu merupakan metode dan
strategi untuk menggapai kebahagiaan.Nilai-nilai universal yang perlu
ditanamkan dan dikembangkan agar menjadi roh kehidupan itu adalah ash-
shidq (kejujuran), alamānah (terpecaya), al-„adālah (keadilan), al-ḫurriyyah
(kemerdekaan), al-musāwah (persamaan), tanggung jawab sosial, at-tasāmuḫ
(toleransi), kasih sayang, tanggung jawab lingkungan, tabādul-ijtima‟ (saling
memberi manfaat), at-tarāḫum (kasing sayang) dan lain-lainnya.

H. Kontribusi Agama Dalam Mencapai Kebahagiaan


Untuk meraih kebahagiaan itu, maka ikutilah cara-cara yang telah
ditetapkan Allah dalam agamanya. Jalan mencapai kebahagiaan selain yang
telah digariskan Allah adalah kesesatan dan penyimpangan. Jalan sesat itu
tidak dapat mengantar kita ke tujuan akhir yaitu kebahagiaan. Karena di
dalamnya ada unsur syirik dan syirik adalah landasan teologis yang sangat
keliru dan tidak diampuni..Oleh karena itu, hindarilah kemusyrikan supaya
pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat. Landasan itu akan kokoh dan kuat
kalau berdiri dia atas tauḫidullah.

I. Proyek Belajar Memformulasikan Konsep Kebahagiaan Otentik Menurut


Islam
Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik: lahir dan tumbuh
dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang
mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri)
untuk selalu berpegang pada nilai-nilai kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia
Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan, serta menjunjung tinggi
kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial,
dan, profesional. Pada sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak lengkap jika
tidak mewujud dalam kehidupan konkret dengan jalan membahagiakan orang
lain.
BAB III BUKU UNS
Kepribadian Islami

A. Manusia Sebagai Makhluk Unik


Manusia terbentuk dari unsur yang berbeda, yaitu dari bentuk fisik-
biologis berasal dari tanah dan aspek spiritual berasal dari ruh Tuhan
(Kartanegara, 2007:12). Dalam wujud jasmani, manusia memiliki semua unsur
yang ada dalam tanah, mampu tumbuh dan berkembang biak, bergerak dengan
bebas, dan sebagainya. Sedangkan aspek ruh berasal dari Tuhan.
Manusia juga memiliki akal yang dapat digunakan untuk memahami
fenomena rasional dan untuk menguasai IPTEK dalam usaha mengasah
kemampuan karya, karsa, dan rasa sebagai bagian menjalankan tugas khalifah
Allah SWT, di bumi.
Allah Swt melalui Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa manusia memiliki
fitrah. Fitrah ialah potensi yang ada pada diri manusia, potensi tersebut yaitu:
1) Manusia sebagai makhluk sosial (Al-Hujurat 49:13)
2) Manusia sebagai makhluk yang ingin beragama (Al-Ma’idah 5:3)
3) Manusia mencintai wanita dan anak-anak
4) Manusia mencintai harta benda yang banyak dari emas dan perak
5) Manusia mencintai kuda-kuda pilihan (kendaraan untuk kondisi sekarang
ini)
6) Manusia mencintai ternak dan sawah lading (investasi) (Al-Imran 3:14)
Disisi lain, manusia juga memiliki dua kecenderungan yang kontradiktif,
yaitu takwa sebagai sifat positif yang senantiasa menjaga kesucian jiwanya dan
fujur (berbuat dosa) sebagai sifat negative yang selalu mengotori jiwanya. Pada
sisi pertama, manusia dengan kekuatan spiritualnya (keimanan) melahirkan
perilaku positif atau amal saleh untuk meraih kebahagiaan (aflah) dan rida-
Nya. Pada sisi kedua, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu untuk
berperilaku buruk yang menentang kehendak Tuhan sehingga mendatangkan
murka-Nya. Dengan demikian, pada diri manusia selalu saja ada pertentangan
batin antara berbuat baik atau berbuat buruk.
B. Kepribadian dalam Perspektif Islam
Mujib dan Mudzakir menjelaskan bahwa kepribadian merupakan produk
dan interaksi antara ketiga komponen tersebut (kalbu, akal, dan nafsu). Dengan
demikian, kerja hati seringkali menimbulkan ambivalensi kepribadian atau
sering berubah-ubah, yaitu perilaku yang muncul bisa positif atau negative,
seperti iman dan kufur, tauhid dan syirik, cinta dan benci, senang dan sedih,
dan sebagainya.
Akal merupakan natur insaniah yang memiliki kekuatan kognitif dan
berguna untuk memahami sesuatu yang realistis dan rasionalistik. Sementara
itu, nafsu prinsip kerjanya untuk mencapai kenikmatan dan kesenangan
duniawi. Hakikat nafsu adalah mengarah pada perintah untuk berbuat buruk
(amarah bi alsu’). Jika pada diri seseorang sitem kendali kalbu dan akal
melemah, sedangkan nafsu menguat, perilaku negative akan timbul .
Yusuf dan Nurihsan (2007:214-27) mengelompokkan kepribadian manusia
menjadi tiga tipe yaitu :
a) Kepribadian mukmin (orang yang beriman) dengan ciri-ciri berakidah
lurus, beribadah sesuai dengan rukun islam, berakhlak karimah dalam
kehidupan sosial, keluarga, pekerjaan, dan senantiasa bertafakur terhadap
alam semesta dalam rangka berzikir kepada Allah Swt
b) Kepribadian kafir (orang yang menolak kebenaran) yaitu kepribadian yang
memiliki karakteristik tidak beriman kepada Allah Swt dan rukun iman
lainnya, menolak beribadah kepada Allah Swt, Tuhan yang Esa, berakhlak
madzmumah, dan tidak bersyukur kepada Allah Swt.

C. Membangun Kepribadian Islami


Menurut Sapuri (2009:113), yang harus diperhatikan adalah
pengembangan kalbu dan jasmani.
1) Pertama, kalbu atau hati merupakan tempat bermuara segala kebaikan
Ilahiyah karena ruh ada di dalamnya. Secara psikologis, hati menjadi
cermin baik buruk seseorang.
2) Kedua, pengembangan jasmani atau fisik, dengan menjaga kondisi tubuh
tetap sehat melalui olahraga serta memberikan asupan ke dalam tubuh
dengan makanan yang halal dan tayib (sehat dan bergizi).
Pengembangan kepribadian islami menurut Abdul Mujib (dalam Sapuri,
2009:115), dilakukan melalui pendekatan konten. Pendekatan konten adalah
serangkaian metode dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara
hierarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang yang terendah menuju jenjang
yang paling tinggi, untuk penyembuhan dan peningkatan kepribadiannya.
Pendekatan ini melalui 3 tahap yaitu
a. Tahapan awal (al-bidayah)
Dilalui oleh manusia dengan melakukan pembersihan dosa (tazkiyah atau
takhalli).
b. Tahapan kesangguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadah)
Kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat,
kemudian dirinya mengisi dengan perilaku yang mulia, caranya dengan
a) Musyarathah : menetapkan syarat-syarat pada jiwa agar dapat
melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan.
b) Muraqabah : mawas diri dan penuh waspada dengan segenap
kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat agar selalu dekat
dengan Tuhan.
c) Muhasabah : instrospeksi diri, membuat perhitungan atau
melihat kembali tingkah laku yang telah diperbuat apakah sudah
sesuai dengan syariat atau belum.
d) Mu’aqabah : menghukum diri karena lalai dalam menjalankan
perintah Tuhan.
e) Mujahadah : berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh
sehingga tidak ada waktu, tempat, dan keadaan untuk main-main,
apalagi melakukan perilaku yang buruk.
f) Mu’atabah : menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya
dengan berjanji untuk melakukan perbuatan itu lagi dan melakukan
perilaku positif untuk menutup perilaku negative.
g) Mukasyafah : kekuatan jiwa yang selalu mengedepankan rasa
cintanya kepada Allah Swt.
c. Tahap merasakan (al-mudziqat)
Dalam menjalankan ibadah, dia telah merasakan kelezatan iman, rasa
rindu yang mendalam, dan kedekatan dengan-Nya.

D. Berkepribadian Islami
Sikap kepribadian muslim tercermin dalam beberapa aspek berikut
1. Ruhiyah (ma’nawiyah)
Tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah,
menjadi pendorong untuk beramal saleh, dan juga memperkokoh jiwa
manusia dalam menyikapi berbagai problematika kehidupan. Aspek sangat
terkait dengan a’nawiyah yaitu
1) Aspek akidah : ruhiyah yang baik akan melahirkan akidah yang
lurus dan kokoh, dan sebaliknya. Jika ingin akidahnya terbangun
dengan baik, ruhiyah harus dikokohkan.
2) Aspek akhlak : bukti tingkah laku dari nilai yang diyakini
seseorang. Akhlak bagian penting dari keimanan. Terawatnya ruhiyah
akan membuahkan bagusnya akhlak seseorang.
2. Fikriyah (‘aqliyah)
Kejernihan fikriyah dan kekuatan akal seseorang akan
memunculkan amalan, kreativitas, dan akan lebih dirasakan daya manfaat
seseorang untuk orang lain.
1) Wawasan keislaman: seorang muslim wajib memperluas wawasan
keislaman, karena akan memperkokoh keyakinan keimanan dan daya
manfaat diri untuk orang lain.
2) Pola pikir islami : semua alur berpikir seorang muslim harus
mengarah dan bersumber pada satu sumber, yaitu kebenaran dari
Allah Swt.
3) Disiplin dan tetap (tsabat): dalam kehidupan ini tidak terlepas dari
ujian, rintangan, dan tantangan serta hambatan. Ujian tersebut tidak
akan berakhir sebelum napasnya berakhir.
3. Amaliyah
Amaliyah harakiah yang mengubah kehidupan seorang mu’min
menjadi lebih baik, hal ini penting karena satu di antara tiga tuntutan iman
dan islam seseorang. Tiga tuntutan seseorang yaitu al-iqror bil-lisan
(mengucapkan dengan lisan), at-tashdiq bil-qalb (meyakini dengan hati),
al-amal bil-jawarih (beramal dengan seluruh anggota badan). Alasan
seseorang harus beramal ada tiga, yaitu:
1) Kewajiban diri sendiri : Sebagai hamba Allah Swt, manusia
tentunya harus menyadari bahwa dirinya diciptakan bukan untuk hal
yang sia-sia..
2) Kewajiban terhadap keluarga : Seseorang dituntut untuk beramal
karena terkait dengan kewajibannya membentuk keluarga yang
islami, sebab tidak akan terbentuk masyarakat yang baik tanpa
melalui pembentukan keluarga yang baik dan islami.
3) Kewajiban terhadap dakwah : Beramal harakiah bagi seorang
muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan keluarganya,
melainkan juga tuntutan dakwah secara individu dan sosial.
BAB IV BUKU DIKTI
Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan dalam membentuk insan kamil?

A. Konsep Tingkatan Insan Kamil Menurut Ahli.


Menurut Ibnu Araby, tingkatan insan kamil dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara
penyaksian. Artinya, mereka “menyaksikan” Tuhan dan mereka
menyembah Tuhan yang disaksikannya.
2. Kedua, manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimami Tuhan
dengan cara mendefinisikan. Mereka mendefinisikan Tuhan berdasarkan
sifat–sifat dan nama–nama Tuhan. (Asma’ul Husna)
Menurut Abdul Karim Al-Jilli, tingkatan insan kamil dibagi menjadi 3,
yaitu :
1. Tingkat Pemula (al-bidayah) : merealisasikan asma dan sifat – sifat ilahi
pada dirinya.
2. Tingkat menengah (at-tawasuth) : sebagai orbit kehalusan, sifat
kemanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan (al-haqaiq ar-
ramaniyyah)
3. Tingkat terakhir (al-khitam) : merealisasikan citra Tuhan secara utuh dan
mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir.

B. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filsofis Tentang Ihsan, Iman,


dan Islam
Ihsan, Iman, dan Islam sebagai pilar agama digambarkan berdasarkan
hadis yang diriwayatkan Umar Bin Khatab r.a diatas kaum muslimin
menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman, islam,
dam ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Insan kamil adalah manusia yang telah
menanggalkan kemonsteranya. Konsekuensinya, manusia yang sedang
berproses meninggalkan kemonsterannya untuk membentuk insan kamil.
C. Karakteristik Insan Kamil
Untuk mencapai derajat insan kamil kita harus dapat menundukkan nafsu
dan syahwat hingga mencapai tangga nafsu muthama’inah. Hal ini dapat
dilihat pada QS Al Fajr / 89 : 27. Yang artinya hai jiwa yang tenang kembalilah
kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoinya. Menurut Imam
Ghazali ada 7 macam nafsu sebagai proses taraqqi (menaik) yaitu :
1) Nafsu ammarah
2) Nafsu lawwamah
3) Nafsu mulhimah
4) Nafsu muthma’inah
5) Nafsu radhiyah
6) Nafsu mardiyyah
7) Nafsu kamilah

D. Metode Mencapai Insan Kamil


1) Memulai sholat jika tuhan yang akan disembah itu sudah dapat
dihadirkan dalam hati, sehingga ia menyembah Tuhan yang benar-benar
Tuhan.
2) Berniat sholat karna Allah.
3) Selalu menjalankan sholat dan keadaan hatinya hanya mengingat Allah.
4) Sholat yang telah didirikannya itu dapat mencegah perbuatan keji dan
mungkar.

E. Esensi dan Urgensi Insan Kamil


Dalam perspektif islam manusia memiliki 4 unsur yaitu jasad, hati, roh,
dan rasa. Yang berfungsi untuk menjalankan kehendak ilahi. Untuk
mengkokohkan keimanan akan menjadi manusia yang insan kamil maka
keimanan kita harus mencapai tingkat yakin. Maka kita harus mengidentifikasi
yang mengacu pada rukun iman. Sedangkan untuk dapat beribadah secara
bersungguh-sungguh dan ikhlas, maka segala ibadah yang kita lakukan
mengacu pada rukun islam.
BAB IV BUKU UNS
Pranata Sosial dalam Perspektif Islam
Sistem Sosial dalam Islam

A. Definisi Sistem Sosial


Sistem sosial Islam mengatur hubungan antara lelaki dan wanita supaya
kedua-duanya dapat menjalani kehidupan dengan harmoni dan mencapai
tujuan bermasyarakat.

B. Prinsip-Prinsip Sistem Sosial


a. Islam menganggap manusia sebagai makhluk Allah SWT yang
mempunyai potensi hidup tertentu dan naluri.
b. Lelaki dan wanita dicipta secara berpasangan untuk melengkapkan antara
satu sama lain. Kerana yang paling utama adalah yang paling bertakwa,
iaitu sejauh mana kepatuhannya kepada seluruh peraturan Allah SWT.
Prinsip ini menunjukkan adanya keadilan untuk lelaki mahupun wanita.
c. Ketika Allah SWT menciptakan bentuk dan fungsi tubuh yang berbeda
antara lelaki dan wanita, maka kedua-duanya akan mendapat tugas dan
peranan dalam kehidupan yang berbeda pula. Sebaliknya, Islam
membebankan kewajipan untuk menjaga anak kepada wanita dan tidak
kepada lelaki.
d. Sistem sosial Islam mengatur kedua-dua jenis manusia dengan kadarnya
masing-masing, Dengan prinsip ini, Islam tidak pernah merendahkan
wanita meskipun memberi tugas atau beban tertentu yang berbeda dengan
lelaki

Keluarga Muslim dalam Kehidupan Sosial.


A. Definisi Keluarga Menurut Islam
Berkeluarga adalah fitrah setiap manusia dan dianggap sebagai elemen
sistem sosial yang akan membentuk sebuah masyarakat
B. Fungsi-Fungsi Keluarga Muslim
1. Fungsi Keagamaan (Religius)
Perkawinan adalah syariat agama (QS. An- Nur : 32). Melalui keluarga,
nilai-nilai agama diteruskan kepada anak cucu karena orang tua sangat
besar perannya dalam pendidikan agama anak.
2. Fungsi Sosial-Budaya
Islam mendukung setiap hal yang dinilai oleh masyarakat sebagai sesuatu
yang baik dan sejalan dengan nilai-nilai agama. Alquran memerintahkan
agar satu kelompok bahkan setiap pribadi mengemban tugas
menyebarluaskan yang ma'ruf (QS Ali Imran : 104). Sosialisasi si antara
lain dilakukan dengan pembiasaan melalui keteladanan.
3. Fungsi Cinta Kasih
Fungsi ini telah digambarkan Alquran dengan istilah mawaddah dan
rahmah, serta terhadap anak qurrota a'yun (penyejuk mata) (QS Ar-
Rum : 21 dan Al-Furqan : 74). Hubungan anak dan orang tua harus
didasari cinta dan kasih. Orang tua harus selalu ingat bahwa kewajiban
anak mengabdi kepada keduanya tidak berarti tercabutnya kebebasan dan
hak pribadi anak.
4. Fungsi Rekreatif
Keluarga merupakan pusat rekreasi bagi anggotanya. Oleh karena itu,
suasana betah dirumah harus senantiasa diusahakan titik kediaman adalah
rumah yang paling enak. Ada pepatah dalam bahasa Arab baiti jannati
artinya rumahku adalah surgaku.
5. Fungsi Melindungi (Protektif)
Keluarga melindungi anggota-anggotanya dari rasa takut, khawatir
terhadap ancaman fisik, ekonomis, terutama melindungi dari siksaan
neraka (QS Al-Baqarah : 187 dan At-Tahrim : 6).
6. Fungsi Reproduksi
Allah SWT. Berpesan kepada para suami bahwa istri adalah seperti tanah
tempat bercocok tanam (QS Al-Baqarah : 223). Seorang laki-laki harus
pandai memilih tanah garapan dalam arti harus pandai-pandai memilih
pasangan atau istri.
Orang tua pun harus menghasilkan anak yang sehat, beriman, dan
bertaqwa, serta ta dapat menghadapi segala macam tantangan hidup.
7. Fungsi Edukatif
Keluarga memberikan nilai-nilai pendidikan kepada anggotanya, terutama
anak-anak. Orang tua biasanya merupakan figur sentral dalam proses
pendidikan dalam keluarga (QS Al Kahfi: 46).
8. Fungsi Ekonomi
Alquran sejak dini meletakkan di atas pundak suami kewajiban
memenuhi kebutuhan hidupnya serta istri dan anak-anaknya dalam
bidang materi, minimal adalah tersedianya sandang, pangan dan papan.
Dalam bidang spiritual, sejak dini sebagaimana yang dirumuskan Alquran
dengan ungkapan la khauf alaihim wa la hum yahzamin (tidak ada
ketakutan yang hinggap dalam jiwa mereka dan tidak juga kesedihan)
(QS al-baqarah: 38).
9. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Keluarga diharapkan memiliki kemampuan menempatkan diri secara
serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya
masyarakatnya.

C. Akibat Adanya Fungsi-Fungsi Keluarga


1. Islam memandang perkawinan sebagai mitsaqan ghaliza, yaitu perjanjian
yang kuat yang menuntut setiap orang yang terikat di dalamnya untuk
memenuhi hak dan kewajibannya.
2. Islam juga memandang rumah tangga sebagai amanah yang harus dijaga
dengan sebaik-baiknya. Istri merupakan amanah suami, demikian pula
sebaliknya. Anak-anak dalam pandangan Islam merupakan amanah yang
besar, anugerah Allah SWT.
3. Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam
kedudukannya masing-masing. Rasulullah SAW.
4. Islam mengajarkan prinsip adil dalam membina keluarga titik adil disini
berarti meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara memadai..
5. Islam memandang keluarga sebagai komponen terkecil dalam masyarakat
muslim di setiap keluarga harus merasa menjadi bagian dari masyarakat
tersebut. Karena masyarakat adalah himpunan dari beberapa keluarga,
baik buruknya sebuah masyarakat sangat bergantung pada baik buruknya
keluarga. Keluarga yang baik adalah awal dari masyarakat yang sejahtera
dan sebaliknya.

Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah


A. Definisi Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah

Keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah adalah istilah sekaligus


doa yang sering kali dipanjatkan dan diharapkan oleh para muslim yang telah
menikah dan membina keluarga.

B. Makna Keluarga Sakinah


Sakinah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ketenangan,
ketentraman, aman atau damai. Sebagaimana arti kata tersebut, keluarga
sakinah berarti keluarga yang didalamnya mengandung ketenangan,
ketentraman, keamanan, dan kedamaian antar anggota keluarganya. Keluarga
yang sakinah berlawanan dengan keluarga yang penuh keresahan,
kecurigaan, dan kehancuran.
C. Makna Keluarga Mawaddah
Mawaddah berasal pula dari bahasa Arab yang artinya adalah perasaan
kasih sayang, cinta yang membara, dan menggebu Dalam islam, mawaddah
ini adalah fitrah yang pasti dimiliki oleh manusia. Muncul perasan cinta yang
menggebu ini karena hal-hal yang sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau
ketampanan pasangannya, moralitas, kedudukan dan hal-hal lain yang
melekat pada pasangannya atau manusia ciptaan Allah.

D. Makna Keluarga Warahmah


Kata Rahmah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ampunan,
rahmat, rezeki, dan karunia. Rahmah terbesar tentu berasal dari Allah SWT
yang diberikan pada keluarga yang terjaga rasa cinta, kasih sayang, dan juga
kepercayaan. Rahmah atau karunia dan rezeki dalam keluarga adalah karena
proses dan kesabaran suami istri dalam membina rumah tangganya, serta
melewati pengorbanan juga kekuatan jiwa.

E. Karakteristik Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah


Berikut merupakan ciri-ciri atau karakterstik yang bisa menggambarkan
seperti apakah keluarga tersebut. Terdapat cinta, kasih sayang, dan rasa saling
memiliki yang terjaga satu sama lain
1. Terdapat ketenangan dan ketentraman yang terjaga, bukan konflik atau
mengarah pada perceraian
2. Keikhlasan dan ketulusan peran yang diberikan masing-masing anggota
keluarga, baik peran dari suami sebagai kepala rumah tangga, istri
sebagai ibu juga megelola amanah suami, serta anak anak yang menjadi
amanah dari Allah untuk diberikan pendidikan yang baik .
3. Kecintaan yang mengarahkan kepada cinta Illahiah dan Nilai Agama,
bukan hanya kecintaan terhadap makhluk atau hawa nafsu semata
4. Jauh dari ketidakpercayaan, kecurigaan, dan perasaan was-was antar
pasangan
5. Mampu menjaga satu sama lain dalam aspek keimanan dan ibadah, bukan
saling menjerumuskan atau saling menghancurkan satu sama lain
6. Mampu menjaga pergaulan dalam islam, tidak melakukan penyelewengan
apalagi pengkhianatan sesama pasangan
7. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga
mulai dari rezeki, kebutuhan dorongan sexual, dan rasa memiliki satu
sama lain
8. Mendukung karir, profesi satu sama lain yang diwujudkan untuk sama-
sama membangun keluarga dan membangun ummat sebagai amanah dari
Allah SWT.

F. Tujuan dan Manfaat Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah


1. Menunjang Misi Kekhalifahan Manusia di Muka Bumi
”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya
untuk beribadah kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54). Manusia diciptakan
oleh Allah di muka bumi semata-mata untuk beribadah kepada Allah.
Dengan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah maka
tujuan beribadah kepada Allah sebagai satu-satunya Illah mampu
dibentuk, dikondisikan, dan saling didukung dari keluarga. Allah pun
menciptakan manusia untuk menjadi khalifah fil ard. Khalifah fil ard
artinya adalah manusia melaksanakan pembangunan dan memberikan
manfaat sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran di muka bumi lewat
jalan apapun. Bisa menjadi ibu rumah tangga, profesi, memberdayakan
ummat, dsb.
2. Menjadi Ladang Ibadah dan Beramal Shalih
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu” (QS : At Tahrim: 6). Allah memerintahkan kepada manusia untuk
menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Artinya, untuk menjauhi api
neraka manusia diperintahkan untuk memperbanyak ibadah dan amalan
yang shaleh. Keluarga adalah ladang ibadah dan amal shalih
tersendiri. Kewajiban istri terhadap suami dalam islam bisa menjadi
ladang ibadah tersendiri. Begitupun Kewajiban suami terhadap
istri adalah pahala tersendiri bagi suami dalam keluarga. Mendidik anak
dalam islam juga merupakan bagian dari ladang ibadah dan amal shalih
hanya akan bisa dilakukan secara kondusif oleh keluarga yang terjaga
rasa cinta, sayang, dan penuh dengan ketulusan dalam menjalankannya.
3. Tempat menuai cinta, kasih, sayang dan memenuhi kebutuhan
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-
cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah ?” (QS An-Nahl : 72). Allah memberikan rezeki yang baik-baik
salah satunya memberikan nikmat keluarga dan keturunan. Dengan
adanya keluarga sakinah mawaddah wa rahman, tentunya kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukan manusia bisa dipenuhi dalam keluarga.
Kebutuhan tersebut mulai dari rasa aman, tentram, rezeki berupa harta,
cinta, sexual dari pasangan, kehormatan, dan tentunya bentuk-bentuk
ibadah yang bisa dilakukan dalam amal salih berkeluarga.

Anda mungkin juga menyukai