Anda di halaman 1dari 9

Nama : Ketut Juliarta

No : 08
Kelas : XI DPIB 2
NIS : 0630

2.1 Hindu Juga Bertuhan Satu


            Kalimat ini merupakan sutau hal yang membingungkan. Karena kita umat Hindu tahu
bahwa Tuhan kita hanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tetapi jika kita dihadapi dengan
pertanyaan “Lalu mengapa yang menciptakan kita sebut Dewa Brahma, yang memelihara kita
sebut Dewa Wisnu, dan yang melebur kita sebut dengan Dewa Siwa?”
            Apa yang akan kita jawab dengan pertanyaan diatas? Semua orang selain agama Hindu
mempunyai anggapan bahwa agama Hindu menganut banyak Tuhan, benarkan demikian?
            Dalam kitab Weda dijelaskan Tuhan Yang Mahaesa disebutkan dengan kata Ekam yang
berarti esa, tunggal dan satu. Lebih jelasnya lagi dalam Weda ada satu kalimat yang
menggambarkan tentanng Ekam itu : Ekam Eva Advityam Brahman. Arti kalimat itu adalah :
Tuhan hanya satu, tidak ada yang kedua.(Madrasuta,2010:1)
            Ini membuktikan bahwa agama Hindu hanya bertuhan satu, tidak ada yang kedua ataupun
yang ketiga. Jelaslah sudah pertanyaan umat Hindu selama ini yang beranggapan bahwa agama
Hindu mempunyai banyak Tuhan. Dalam hal ini agama Hindu meganut konsep ketuhanan
monoteisme.
Konsep monoteisme dalam veda terdapat dama filsafat Adwaita Wedanta (tiada duanya), yaitu
peraya pada Tuhan yang satu. Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan adalah pusat segala
kehidupan di alam semesta dan dalam Hindu, Tuhan disebut Brahman. Brahman merupakan
sesuatu yang tidak berawal dan tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur
alam semesta. Brahman berada dimana-mana diseluruh alam semesta. Brahman hanya stau,
namun tanda kebesarannya diwujudkan dalam banyaknya dewa-dewi. Konsep Ida sang Hyang
Widhi Wasa merupakan bentuk monoteisme asli orang Bali. Tri Murti yang terdiri dari dewa
Brahma, dewa Wisnu, dan dewa Siwa merupakan perwujudan dari kekuasaan Tuhan Yang Esa.
Konsep monoteisme yang dipahami oleh agama Hindu adalah bentuk konsep immanent, yang
berarti memandang Tuhan berada diluar sekaligus berada didalam ciptaannya. Dalam agama
Hindu yang dimaksud Tuhan berada didalam ciptaannya adalah atma yang merupakan percikan
terkecil dari Tuhan itu sendiri.
            Namun agama Hindu tidak hanya menganut satu konsep. Paham ketuhanan dalam agama
Hindu memang meganut konsep monoteisme akan tetapi, agama Hindu juga menganut konsep
panteisme.
            Dalam Upanisad, konsep panteisme terdapat dalam pandangan bahwa Tuhan tidak
memiliki wujud tertentu maupun tempat tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu pada
setia ciptaan-Nya dan terdapan dalam benda apapun. Konsep panteisme disebut dengan
istilah Wyapi Wyapaka.
            Upanisad menyebutkan bahwa Tuhan memnuhi alam semesta tanpa wujud tertentu tidak
berada di surga atau di dunia tertinggi melainkan ada pada setiap ciptaan-Nya.
            Pada dasarnya semua agama memiliki satu Tuhan, namun yang membuat Tuhan memiliki
banyak nama merupakan hasil dari pemikiran orang-orang bijaksana. Begitupun agama Hindu.
Dan semua agama pasti mengajarkan pada umatnya hal yang baik, terkadang manusia itu
sendirilah yang salah mengartikan pemahaman tersebut.

2.2 Hindu Mempunyai Banyak Dewa dan Dewi


            Pengertian dewa secara etimologis, oerkataan dewa berasal daro bahasa sanskerta
yaitu Dev, yang berarti sinar. Dev juga diartikan sebagai terang, karena pengertian dewa adalah
benda yang terang dan dianggap sebagai kekuatan alam yang mempunyai person. Di dalam
weda, Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa disebut dewata. Kata ini berarti cahaya berkilauan,
sinar gemerlapan yang semuanya ditujukan kepada manivestasi-Nya, juga ditujukan kepada
matahari atau langit, termasuk api, petir atau fajar. Dewa tak ubahnya roh yang berkepribadian
maka mereka berfungsi dan berperan member sinar, petunjuk, nasehat, perlindungan kepada
manusia dalam bidang kehidupan sesuai dengan tugas masing-masing.
            Arti dan pengertian dewa menurut konsepsi itu adalah sesuai dengan pemujaan dan
penyembahan yang dilakukan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai Dewata atau Tuhan dalam
rangka memperoleh manfaat, keuntungan, dan perlindungan dari mereka. Filsafat Adwaita (tidak
ada duanya) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah
perantara antara beliau dengan umatnya. Kedudukan dewa mungkin seperti malaikat dalam
Islam. Menurut agama Hindu, Tuhan adalah Esa (Eka) Maha Kuasa dan Maha Ada, dan menjadi
sumber dari segala yang ada dan tiada kepercayaan atas kesatuan ini dapat dilihat dari rumusan-
rumusan mantra yang terdapat dalam kitab Reg Weda.
            Dalam Tattwa dewa dewi dengan berbagai atribut dan senjata yang digunakan memiliki
arti dan fungsi tersendiri. Orang-orang bijaksana tidak brgitu saja menggambarkan dewa dewi itu
seperti apa, tetapi berdasarkan Tattwa yang ada. Dalam makalah ini salah satu dewa yang akan
diuraikan adalah dewa Siwa dan salah satu dewi yaitu dewi Saraswati.
2.2.1.   Siwa
Siwa digambarkan berwarna putih salju yang benar – benar selaras dengan tempat kediamannya,
yaitu Himalaya. Putih yang menyatakan sinar yang mengusir kegelapan, yang artinya
pengetahuan yang melenyapkan kebodohan.

1.      Lambang mata dari Siwa


Tiga mata yang ada pada lambang Siwa menyatakan matahari, bulan dan api, tiga sumber sinar
ini, kehidupan dan panas,  mata ketiga juga dapat menyatakan mata pengetahuan dan
kebijaksanaan, dari kemahatahuannya.
2.      Lambang harimau
Harimau merupakan binatang buas yang kejam dan menakutkan terhadap korbannya yang
takberdaya, keinginan yang mempengaruhi umat manusia tanpa selalu di puaskan dapat di
bandingkan dengan seekor harimau, bahwa Siwa telah membunuh harimau dan mengunakan
kulitnya sebagai pakaiannya menunjukan penguasaanya yang sempurna terhadap keinginan ini.
3.      Lambang gajah
Gajah sebagai binatang yang sangat kuat dan dengan mengunakan kulitnya sebagai pakaiannya
menandakan bahwa Siwa telah sepenuhnya menundukan segala kecenderungan hewani.
4.      Rangkain tengkorak dan abu
Abu pembakaran mayat yang dilumuri di tubuh Siwa ini bermakna Siwa sebagai penguasa
pemusnahan, sedangkan tengkorak itu bermakna revolusi jaman dan penampakan serta
pelenyapan berturut – turut dari ras manusia.
5.      Lambang air gangga
Sungai ganga juga bermakna jnana atau  pengetahuan , karna sungai ganga sangat di puji sebagai
pemurni utama, yang berlangsung tanpa mengatakan dialah yang di puja, merupakan
personifikasi dari daya pemurni atau penebus dosa.
6.      Lambang bulan sabit
Menyatakan bahwa waktu, karena ukurannya waktu seperti hari atau bulan dengan
menggunakannya sebagai mahkota, Siwa menunjukan kepada kita bahwa waktu yang mahakuasa
hanyalah perhiasan bagi siva.
7.      Lambang ular kobra
Menyatakan bahwa dia adalah Mrtyunjaya, penakluk kematiaan, ular – ular melingkar juga dapat
menyatakan bahwa siklus waktu pada masa makrokosmos dan energi dasar yang sama dengan
energi sexsual  dari mahluk hidup dari mikrokosmos, dengan demikian Siwa merupakan
penguasa waktu dan energi.
8.      Tangan Siwa
Secara ikonografi, Siwa mungkin digambarkan dengan dua, tiga, empat, delapan atau bahkan tiga
puluh dua lengan. Beberapa jenis benda yang tampak ditangannya
adalah : Trisula, Cakra, Parasu (kapak perang), Damaru (kendang
kecil), Aksamala (tasbih), Mrga ( menjangan), Pasa (jerat), Danda (tongkat), Pinaka atau Ajagav
a (busur), Khatvanga (tongkat wasiat), Pasupata (tombak), Padma (kembang
teratai), Kapala (tengkorak kepala), Darpana (cermin), Khadga (pedang) dan lain sebagainya.
Trisula, menyatakan Siwa sebagai penguasa utama. Secara filosofi trisula dapat
dikatakan Triguna atau tiga proses penciptaan, pemeliharaan dan penyerapan. Karena
itu Siwa pembawa trisula merupakan penguasa Guna dan dari padanya berawal proses kosmis
ini.
Aksamala (tasbih) menunjukan bahwa ia merupakan penguasa ilmu pengetahuan
spiritual. Khatvanga (tongkat wasiat dengan sebuah tengkorak kepala diujungnya) menunjukan
bahwa ia juga merupakan orang yang mahir dalam pengetahuan sihir atau
okultis. Kapala (mangkuk tengkorak kepala) yang dipakai wadah darah yang diminumnya,
merupakan lambang lain yang menunjukan daya pemusnah segalanya. Darpana (cermin)
menyatakan bahwa segenap ciptaannya hanyalah pantulan dari wujud kosmisnya.
9.      Siwalingga
            Nama Siwa berarti menguntungkan dan Lingga berarti tanda atau lambang. Siwalingga
hanyalah lambing dari keagungan Tuhan alam Semesta (Mahadewa) yang Maha Pengasih.
2.2.2    Saraswati
            Saraswati adalah Sakti, daya atau pendamping Brahma sang pencipta. Saraswati berarti
‘dia yang mengalir’. Dilukiskan sebagai berwarna putih murni. Karena Saraswati merupakan
pernyataan dari segala ilmu pengetahuan, seni, kerajinan dan keterampilan, juga luar biasa indah
dan pemurah. Mengenakan pakaian yang berwarna putih dan duduk disekuntum bungan padma.
1.      Berlengan empat
Pada keempat lengannya memegang Vina (kecapi) sekedar ilmu pengetahuan tanpa adanya hati 
yang diperlunak oleh perasaan, emosi dan nurani maka ilmu pengetahuan akan begitu saja. Maka
diperlukannya kesenian untuk memperindah ilm pengetahuan tersebut digambarkan
dengan Vina. Aksamala (tasbih) yang tergenggam ditangan kanan melambangkan seluruh ilmu
pengetahuan spiritual atau Yoga termasuk tapas, meditasi dan japa, juga bisa melambangkan
ilmu pengetahuan yang tidak terputus. Dan Pustaka (buku) menyatakan seluruh bidang ilmu
pengetahuan sekuler.
2.      Burung merak
Burung dengan warna bulunya yang indah menandakan dunia ini dalam segala kemuliaannya.
3.      Burung angsa
Burung angsa memiliki kemampuan khusus untuk memisahkan lumpur dan makanannya.
Kemampuan tersebut menyatakan Viveka (kebijaksanaan, kemampuan pembeda) sehingga
melambangkan Vidya (pengetahuan). Walaupun benar Vidya atau Paravidya (pencerahan
spiritual) sajalah yang dapat member kita Moksa (kebebasan), Avidya yang menyatakan
pengetahuan sekuler-ilmu pengetahuan dan seni duniawi- tak perlu dan jangan diabaikan.
Tuhan dalam hubungannya dengan kehidupan manusia dapat kiranya diumpamakan seperti
matahari. Matahari tidak pernah langsung menyentuh kehidupan yang ada di bumi ini, tetapi
tanpa matahari tidak akan ada kehidupan di bumi ini. Tumbuh-tumbuhan tidak akan tumbuh
kalau dia ditanam di tanah dan di air saja. Tanpa kena sinar matahari tumbuh-tumbuhan tidak
akan dapat hidup dan tumbuh. Tumbuh-tumbuhan sumber makanan hewan, tumbuh-tumbuhan
dan hewan sumber makanan manusia. Jadi yang langsung memberikan kehidupan pada tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia adalah sinar matahari yang langsung menyentuh permukaan
bumi.
Demikianlah Tuhan bermanifestasi dalam kehidupan di dunia ini menjumpai manusia dan
makhluk hidup lainnya. Manifestasi Tuhan dalam mewujudkan kemahakuasaannya inilah yang
disebut dewa-dewi.

2.3 Hindu Memuja Patung


Dalam agama Hindu patung merupakan sarana atau wujud simbolis sebagai pemusatan agar
dapat mencapai kosentrasi sebagai penghubung kita kepada Tuhan. Simbol yang digambarkan
tidak begitu saja disimbolkan demikian. Tetapi melalu proses, perundingan, dan berdasarkan
Tattwa yang bersangkutan.
Purusa Pakerti atau Purusa Pradana merupakan konsep universal yang diyakini oleh semua
agama ataupun kepervayaan yang diyakini manusia. Aspek Purusa dan Pradana ada disetiaap
ciptaanNya antara skala dan niskala, unsur kejiwaan dan kebendaan, diang dan malam, laki dan
perempuan, dan seterusnya. (Parbasana,2005:10)
Bangunan suci yang berstatus Purusa diwujudkan sebagai bangunan utama (Setinggil), dalam
wujud bangunan Meru, Padmasana, Lingga atau Patung berwujud dewa. Sedangkan bangunan
suci yang berstatur Pradana diwujudkan dalam bentuk Pura pemujaan Ibu, Gedong Ibu, Yoni,
perwujudan arca dewi,dan lain-lain

2.3.1 Padmasana
            Padmasana memiliki funsi khusus sebagai sthana ide Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
wujud simbolis alam semesta untuk memuja kehadapanNya. Bangunan suci Padmasana memiliki
aspek-aspek simbolis ketuhanan yang universal. Padma yang artinya bunga teratai yang disebut
Padma Asta Dala yaitu bunga teratai dengan kelopak daun yang berjumlah delapan yang
menunjukan delapan arah mata angin sebagai lambang alam semesta dan juga sebagai simbol
delapan kekuatan sakti Tuhan. Sana (asana) artinya duduk. Jadi Padma Sana adalah lambang
alam semesta tempat berstananya Tuhan. Padmasana memiliki maknsa simbolis
pemutaran Gunung Mandara Giri untuk mengaduk air segara susu (Kesirarnawa yang
menghasilkan Tirtha Amerta Sanjiwani). Beberapa tokoh yang berperan dalam proses
pemutaran Gunung Mandara Giri diwujudkan pada bagian-bagian bangunan Padmasanan seperti
Bedawang Nala, Naga Basuki, Burung Garuda sebagai wahana Batara Wisnu. Secara
keseluruhan bentuk bangunan Padmasana merupakan simbol alam semesta. Alam semseta
dibentuk oleh unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi, Apah, Teja, Bayu dan Akasa.
a.       Simbol-simbol dalam Padmasana
1.      Bedawang Nala
Terletak di bagian bawah Padmasana. Sebagai simbol dasar bumi yaitu Magma (teja). Badawang
asal katanya dari Bade-awang yang artinya menjulang tinggu, Nala artinya api. Jadi Magma itu
adalah api besar yang menyala berkobar-kobar. Badawang Nala oleh dua ekor ular Naga Basuki
dan Andantha Boga.
2.      Naga Basuki dan Anantha Boga
Melillit Bedawang Nala. Naga Basuki adalah simbol air (apah) yaitu air laut, danau, dan sungai.
Anantha Boga adalah simbol bebatuan dan tanah (pertiwi) tempat lahirnya semua makhluk dan
sumber tumbuh mengalirnya makanan yang membungkus Magma.
3.      Burung Garuda
                  Terdapat dibagian atas belakang Padmasana. Burung garuda merupakan simbol udara
(bayu).
4.      Naga Tatsaka
            Menghiasi siangsana yang terdapat di Padmasana. Sebagai simbol atmosfir di alam
terbuka (akasa).
Jadi Padmasana adalah simbol alam semesta sebagai wujud Tuhan Yang Nyata (skala)
sedangkan Tuhan yang tidak nyata (niskala) berstana pada singgasana Padmasana. Maka bagian
atas Padmasana terdapat kursi sebagai tempat Tuhan berstana dan dipuja.                            
Fungsi utama dari bangunan Padmasana yang berada di Pura Khayangan TIga khususnya di Pura
Puseh adalah sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut lontar Catur Wariga Winasasari, ada bermacam-macam Padmasana yang berbeda-beda
fungsinya, menurut tempatnya. 
Timur laut adalah linggih Sanghyang Siwa Raditya,
Timur adalah linggih Sanghyang Iswara, 
Selatan adalah linggih Sanghyang Brahma, 
Utara adalah linggih Sanghyang Wisnu, 
Di tengah-tengah berupa Padma kurung memakai tiga ruangan (rong telu), dipuncaknya
sebagai linggih Sanghyang Samodaya. 
Semua padmasana ini memakai dasar Bedawang Nala yang dililit oleh naga (Cudamani, 1998 :
44).
b.      Jenis - Jenis Padmasana :
Padmasari, bangunan ini bentuknya menyerupai padmasana, akan tetapi tidak
menggunakan dasar Bedawang Nala yang dililit naga dan padmasari ini berfungsi sebagai
tempat / linggih dewa pitara untuk sementara dalam arti tidak permanen yang memiliki bentuk
yang lebih sederhana.
Padma Capah, bangunan ini mirip dengan padmasari, akan tetapi bentuk dan ukurannya sangat
sederhana, lebih kecil dan rendah. Adapun yang disthanakan di tempat tersebut adalah
spirit (roh) yang mempunyai status lebih rendah dari pemiliknya (Ibid, 1998 : 48).
Disebutkan pula bahwa padamasana yang menggunakan Bedawang Nala, sebagaimana yang
disebutkan dalam pengertian Padmasana dan aturan pembuatan Padmasana secara detail, oleh
Hindu Bali.
Pelinggih Padma Anglayang yang memakai dasar Bedawang Nala, bertingkat tujuh dan di
puncaknya ada tiga ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa
Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa stana Trimurti .
Pelinggih Padma Agung yang memakai dasar Bedawang Nala, bertingkat lima dan di puncaknya
ada dua ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang
Tripurusa, juga sebagai niyasa Ardanareswari yaitu kekuatan/ kesaktian Hyang Widhi sebagi
pencipta segala yang berbeda misalnya: lelaki-perempuan, siang-malam, kiri (pengiwa) – kanan
(penengen), dan seterusnya.
Pelinggih Padmasana yang memakaiBedawang Nala, bertingkat lima dan di puncaknya ada satu
ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang
Tripurusa, juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal yaitu Hyang Widhi Yang Maha Esa

2.4 Hindu menghaturkan canang


       Canang merupakan sarana yang penting dalam setiap persembahyangan. Karena ini
merupakan sarana upakara yang akan dipakai untuk persembahyangan kepada Tuhan atau
Bhatara Bhatari. Kata canang berasal dari bahasa Jawa Kuno yang pada mulanya berarti sirih
untuk disuguhkan kepada tamu yang amat dihormati. Pada jaman dahulu tradisi makan sirih
adalah tradisi yang amat dihormati. Bahkan di dalam kekawin Nitisara disebut masepi tikang
waktra tan amucang wang artinya : sepi rasanya mulut kita tiada makan sirih.
            Setelah agama Hindu berkembang di Bali, sirih itu pun menjadi unsure penting dalam
upacara agama dan kegiatan adat lainnya. Mengapa salah satu bentuk banten disebut canang?
Karena inti daripada setiap canang adalah sirih itu sendiri. Betapun indahnya canang kalau
canang tersebut belum dilengkapi dengan porosan yang bahan pokoknya berupa sirih, maka
canang tersebut belum disebut canang yang bernilai keagamaan.
            Unsur utama dalam canang adalah porosan. Porosan terdiri dari pinang dan kapur yang
dibungkus dengan sirih. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, sirih, dan kapur
merupakan lambang pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai
Sang Hyang Tri Murti.
         Pinang             : merupakan lambang pemujaan kepada dewa Brahma.
         Sirih                 : merupakan lambang pemujaan kepada dewa Wisnu.
         Kapur              : merupakan lambang pemujaan kepada dewa SIwa.
Ketiga manifestasi inilah yang amat terkait dalam kehidupan manusia sehari-hari. Manusia tidak
mungkin mampu menjangkau kemahakuasaan Tuhan yang tidak terbatas itu.
Inilah arti dan makna porosan untuk memohon tuntunan dan kekuatan dari Tuhan Yang Maha
Esa.dalam manifestasinya sebagai Tri Murti, agar dapat menciptakan, memelihara, dan
meniadakan yang patut diciptakan, dipelihara, dan ditiadakan, untuk mendapatkan hidup yang
layak dan semakin baik.
Unsur lain dari canang adalah plawa, yaitu daun-daunan. Telah disebutkan dalam lontar Yadnya
Prakerti bahwa plawa lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci. Jadi dalam memuja
Tuhan, alam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti, harus dengan usaha untuk
menumbuhkan pikiran yang suci dan hening. Karena pikiran yang tumbuh menuju kesucian dan
keheningan itulah yang akan dapat menangkal pengaruh-pengaruh buruk, dari nafsu duniawi.
Unsur pokok dari canang yang ketiga adalah bunga, yang merupakan lambang keikhlasan.
Memuja Tuhan tidak boleh ragu-ragu, harus didasarkan pada keikhlasan yang benar-benar tulus
datang dari lubuk hati yang terdalam dan tersuci. Disamping itu keikhlasan merupakan
kebutuhan dari pertumbuhan jiwa yang sehat. Dalam hidup ini kita harus mampu mengikhlaskan
diri dari berbagai ikatan duniawi. Apapun yang mengikat diri kita di dunia ini harus kita
ikhlaskan. Sebab cepat ataupun lambat dunia ini pun akan kita tinggalkan. Karena tidak ada yang
kekal di dunia ini

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya agama Hindu sama dengan agama lainnya yang
mempunyai satu Tuhan atau yang disebut konsep monoteisme. Namun konsep monoteisme yang
dipahami agama Hindu bukan konsep monoteisme yang monoton, melainkan konsep
monoteisme  immanent . konsep monoteisme immanent memandang Tuhan berada diluar
sekaligus berada didalam ciptaannya. Dalam agama Hindu yang dimaksud Tuhan berada didalam
ciptaannya adalah atma yang merupakan percikan terkecil dari Tuhan itu sendiri.
Agama Hindu tidak hanya menganut satu konsep saja, tetapi juga menganut konsep panteisme
terdapat dalam pandangan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud tertentu maupun tempat tertentu,
melainkan Tuhan berada dan menyatu pada setia ciptaan-Nya dan terdapan dalam benda apapun.
Konsep panteisme disebut dengan istilah Wyapi Wyapaka.
Konsep-konsep yang dipahami agama Hindu diaplikasikan dikehidupan sehari-hari. Dari satu
keterangan keterangan tersebut kemudian dikembangkan lagi. Maka agama Hindu membuat
Padmasana dan mempersembahkan canang sebagai perwujudan dari Tuhan itu sendiri.

3.2         Saran
Saran yang dapat kami tulis dalam makalah ini adalah umat Hindu sebaiknya lebih mendalami
Tattwa yang merupakan dasar dari susila dan upacara. Pada umumnya umat Hindu lebih
mementingkan atau mengedepankan upacara tanpa tahu makna dari upacara tersebut. Padahal
makna dari setiap upacara maupun perbuatan telah lengkap dibahas dalam Tattwa.

Daftar Pustaka
Wiana Ketut.1992. Sembahyang Menurut Hindu. Denpasar : Dharma Narada.
Madrasuta Ngakan Made.2011.Hindu Menjawab.Jakarta : Media Hindu.
Maswinara I Wayan.2000.Dewa-Dewi Hindu.Surabaya : Paramita.
Madrasuta Ngakan Made.2010.Tuhan Agama dan Negara.Jakarta : Media Hindu.
https://www.academia.edu/4766010/KONSEP_KETUHANAN_DALAM_AGAMA_HINDU
10-12-2014 18.48 WIB
http://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/11/fungsi-dan-jenis-padmasana.html jam 1:20
http://delti.wordpress.com/2009/06/05/agama-tatwasusilaupacara/
http://arik90.blogspot.com/2009/06/tattwa.html
 https://bimashindusulteng.wordpress.com/2011/05/12/implementasi-ajaran-tat-twam-asi-dalam-
kehidupan-sehari-hari/

Anda mungkin juga menyukai