Anda di halaman 1dari 16

• Kajian Filsafat Timur hingga saat ini sangat penting.

Penyebabnya adalah
masih adanya carut marut pemikiran dan etika seputar orisinalitas, urgensi, dan
posisi kebudayaan atau peradaban Timur.
• Banyak ahli sejarah, saintis, dan filsuf Barat yang berusaha memaksakan
pandangan bahwa bangsa Yunani adalah pencipta pemikiran, ilmu, etika,
sosial, politik, seni, matematika, astronomi, kedokteran, logika, dan filsafat.
• Kebudayaan Yunani dicitrakan sebagai ciptaan para jenius yang tidak belajar
kepada pendahulu, tidak didahului kebudayaan lain, tidak berkaitan dengan
Mesir Kuno, Kan’an, Babilonia, Asyur, Persia, India, dan Cina. Seolah-olah
kebudayaan Yunani itu kemunculan dan perkembangannya murni Eropa.

Al-Ushul al-Syarqiyyah li al-‘Ilm al-Yunani, Mahmud Muhammad ‘Ali Muhammad, Elharam: Ein for
Human and Social Studies, cet. I, 1998, h. 5.
Abu al-Futuh Ahmad,
Filsafat Etika dan Politik:
Kota Ideal Menurut
Confucius:
• Timur: kreatif, inisiatif;
Barat: kompositif.
• Ideologi imperialisme
dan kolonialisme Barat
menafikan kreativitas
Timur.

Halah Abu al-Futuh Ahmad, Falsafah al-Akhlaq wa al-Siyasah: al-Madinah al-Fadhilah ‘Inda
Kunfushiyus, Kairo: Dar Quba’ li al-Thiba‘ah wa al-Nasyr wa al-Tawzi‘, 2000, h. 9.
• Jika kita mengajukan pertanyaan, “Di manakah filsafat dan ilmu pengetahuan
lahir?” kepada orang terpelajar di sekitar kita, maka kebanyakan dari mereka
akan menjawab, “Yunani.” Pandangan ini tidak benar.
• Al-Husayni (Filsafat India: Kajian Tentang Beberapa Topik Dan Komparasinya
Dengan Filsafat Barat):
• Mereka berpendapat bahwa sumber tertua filsafat adalah flsafat
Yunani. Tapi, kajian dan penelitian menyingkap tabir bahwa pendapat
itu tidak benar. Filsafat India lebih tua daripada Filsafat Yunani. Ada
keserupaan yang sempurna antara tema-tema filsafat dan ilmu di
India dengan tema-tema filsafat dan ilmu di Yunani. Dalil-dalil yang
pasti lainnya mendorong banyak peneliti memastikan bahwa sumber
filsafat dan ilmu Yunani adalah filsafat dan ilmu India.

Al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba‘d Nawahiha ma‘a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, Abu
al-Nasr Ahmad al-Husayni, Kairo: Matba‘ah Misr, cet. I, h. 7.
• Ali Muhammad: “Mukjizat Yunani” adalah omong kosong. Tidak mungkin ilmu dan filsafat
lahir secara tiba-tiba di Yunani tanpa pendahuluan apa pun, tanpa berhutang budi pada
bangsa dan kebudayaan sebelumnya seperti yang dikatakan sejumlah orang aneh
penganut mazhab Erosentris.
• Timurlah sumber ilmu dan filsafat yang selanjutnya dikembangkan oleh bangsa-bangsa
dari peradaban yang muncul belakangan.
• Pengusung Erosentrisme tahu bahwa kebudayaan tertua muncul di negeri-negeri Timur,
bahwa kebudayaan Timur sangat gemilang dan matang dalam ukuran zamannya dan
karena itu tentu saja berdiri di atas pondasi ilmu; tapi mereka mengatakan bahwa ilmu
timur adalah ilmu yang berlandaskan pada pengalaman dan eksperimen turun temurun;
Cuma mengejar manfaat praktis atau tidak dilandasi penelitian demi pengetahuan
tentang penyebab-penyebab fenomena semata-mata; tidak cemerlang dalam aspek
analisa rasional teoritis untuk mengungkap prinsip umum di balik aplikasi praktis seperti
yang dicapai oleh peradaban Yunani.

Al-Ushul al-Syarqiyyah li al-‘Ilm al-Yunani, h. 5-6.


• Para pengusung Erosentrimse mengetahui bahwa bangsa Mesir telah
menggunakan matematika dalam mengukur tanah, menggali sungai, dan tujuan
praktis lainnya; menggunakan matematika dan mekanika dalam membangun
piramida yang hingga sekarang masih menjadi keajaiban dunia untuk menyimpan
jenazah yang telah dimumi karena keyakinan akan keabadian jiwa dan hisab pada
hari akhir. Untuk hal ini, diperlukan ilmu kimia dalam membalsem jenazah dan
memproduksi minyak, celupan, dan pewarna. Juga tujuan keagamaan lainnya.
• Tapi, mereka mengatakan bahwa bangsa Yunanilah yang telah menciptakan ilmu-
ilmu tersebut dalam bentuk teoritis murni, melampaui periode individual inderawi
kepada periode definisi dan bukti demonstratif, mencapai hukum dan teori yang
bersandar kepada demonstrasi rasional. Bangsa Yunanilah yang pertama
mengkaji ilmu-ilmu dengan semangat ilmiah dan Aristoteleslah yang berjasa
mendirikan ilmu teoritis.

Al-Ushul al-Syarqiyyah li al-‘Ilm al-Yunani, h. 6.


• Pandangan ini tidak ilmiah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmiah yang
menegaskan bahwa kebudayaan saling berkaitan dan mempengaruhi satu
dengan lainnya.
• Kebudayaan terdahulu mempengaruhi kebudayaan yang kemudian. Pandangan
ini adalah salah satu buah sikap fanatik buta, yaitu keyakinan seseorang bahwa
dirinya memonopoli kebenaran dan kebaikan sedangkan orang lain tidak
memilikinya.
• Sikap fanatik itu tercela karena membuat seseorang tidak hanya menisbahkan
pada dirinya segala kebaikan, tapi juga membuat dirinya tidak dapat melihat
kelebihan dirinya kecuali dengan mengingkari kelebihan orang lain.
• Na‘im Farh (Rangkuman Sejarah Politik, Sosial, Ekonomi, Dan Budaya Timur Dekat Kuno):
suatu kebudayaan bukan murni ciptaan satu masyarakat tertentu, tapi buah dari komunikasi
dan asimilasi berbagai bangsa. Hal ini semakin jelas seiring berkembangnya bangsa-bangsa
dan sarana-sarana komunikasi.
• Transmisi budaya terjadi baik dengan cara perang dan penaklukan, atau dengan cara damai
seperti dagang, wisata, hijrah; baik secara langsung maupun tidak.
• Teori jatuh-bangunnya peradaban:
• Teori Vico: jatuh bangunnya peradaban berada dalam siklus periode dewa-pahlawan-
manusia biasa;
• Teori Spingler: sejarah setiap peradaban sama dengan sejarah periode-periode organ
biologis, yaitu lahir, anak-anak, pemuda, dewasa, tua, mati;
• Teori Arnold Toynbee yang menolak peradaban adalah buah ras tertentu yang istimewa
dari ras lainnya dalam hal keunggulan bakat biologi, juga menolak teori lingkungan
geografis yang menyatakan peradaban muncul di lingkungan yang memudahkan
kehidupan, dan menyatakan bahwa kondisi sulitlah yang mendukung munculnya
peradaban karena peradaban muncul akibat tantangan dan respon terhadapnya.

Na‘im Farh, Mujaz Tarikh al-Syarq al-Adna al-Qadim al-Siyasi wa al-Ijtima‘i wa al-Iqtishadi wa al-Tsaqafi, Beirut: Dar al-Fikr, tt., h. 8-10.
• Anis Farihah: Clement al-Iskandarani mengatakan bahwa Democritos mempelajari hikmah
dari Babilonia dan menukil amthal, asatir, dan khurafat (fabel) Ahiqar ke dalam bahasa Yunani
(al-Ighriqiyyah) dalam bentuk yang sesuai dengan pola pikir Yunani. Ahiqar adalah menteri
Raja Ashur. Literatur kisah Ahiqar tertua ditemukan oleh Delegasi Jerman (1906-1908) di
pulau al-Filah, Mesir, yang ditulis pada kertas-kertas al-burdi pada zaman Kerajaan Iran pada
masa pemerintahan Darius dan Ahshuyirush, yakni pada abad 5 SM, atau menurut perkiraan
Edward Sachau, pada tahun 550-450 SM..
• Al-Husayni: akar filsafat Yunani ada di India. Gorres (peneliti Jerman, 1776-1848) berpendapat
bahwa Iskandar dari Makedonia ketika menyerang India mengambil beberapa buku India
dalam bidang filsafat dan logika, lalu mengirimkannya kepada gurunya, Aristoteles, yang
kemudian mengambil dan mensistematisasinya di dalam filsafat dan logikanya. Phitagoras
juga melakukan perjalanan ke India, Mesir, dan Ashuria dan mempelajari rahasia-rahasia
ilmiah mereka. Democritos pun melakukan perjalanan ke Mesir, Etiopia, Iran dan India untuk
mempelajari ilmu.
• Anis Farihah, Ahiqar Hakim min al-Sharq al-Adna al-Qadim, Beirut: Manshurat Kulliyyah al-‘Ulum wa al-Adab Jami‘ah Beirut al-
Amrikiyyah, 1962, h. 7, 18-19, 21.
• Al-Husayni, Al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba‘d Nawahiha ma‘a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, h. 7, 8; mengutip dari
Six Sistems of Indian Philosophy, h. 386 karya Maxmuller dan History of European Morals vol. I, h. 96, karya Leckey.
• Aristoxinos, penulis ternama dalam ilmu alhan (nada) yang hidup semasa dengan Socrates,
menerangkan bahwa beberapa ulama India datang ke Athena dan berdiskusi dengan
Socrates. Mereka memintanya untuk menjelaskan tujuan filsafat. Socrates menjawab,
“Mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan manusia.” Salah seorang dari mereka tertawa dan
bertanya, “Bagaimana seseorang dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan manusia
tanpa memiliki pengetahuan yang sempurna tentang masalah ketuhanan.”
• Clement al-Iskandarani (150-218 M) penulis Yunani pertama yang menyebut nama Budha,
mengatakan bahwa bangsa Yunani mencuri filsafat dari orang-orang Barbar, dan yang dia
maksud dengan orang-orang Barbar adalah orang-orang non Yunani. Teori Plato tentang
Allah, keesaan-Nya, sifat-sifat Dhatiyah-Nya, materi, alam, dan keabadian substansi roh
berasal dari India.
• Begitu juga halnya dengan Plotinus pendiri aliran Neo-Platonisme, Pyrhoo pemuka aliran
Sofisme Yunani, Anaxagoras, semuanya belajar ke Timur, India atau Mesir. Bukan dalam
pandangan filosofis saja, tapi juga dalam gaya hidup seperti vegetarian yang dilakukan oleh
Phytagoras dan asketisme yang dilakukan oleh sejumlah filsuf Yunani dan Romawi.
Dikutip oleh al-Husayni dari buku India in European Thought & Literature, h. 8; The Intellectual Development of Europe, vol. I, h. 153,
karya Draper (Lihat al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba’d Nawahiha ma’a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, h. 10, 12-13.
• Paparan ini tidak berarti mengagungkan Timur atas Barat atau merendahkan
Barat di hadapan Timur, atau mengingkari jasa bangsa Yunani terhadap ilmu dan
filsafat. Pendahuluan ini hendak menyatakan bahwa ilmu adalah akumulasi
pemikiran manusia atau umat dari masa ke masa dan menggugurkan klaim suatu
bangsa tertentu adalah satu-satunya pemilik dan pembangun ilmu dan bangsa
tertentu adalah tidak memiliki kemampuan dalam mengembangkan ilmu. Karena
itu, sikap fanatik, rasis, dan keyakinan akan satu sumber pengetahuan adalah
perilaku buruk yang harus ditanggalkan.
• Bangsa Yunani memiliki peran dan orisinalitas ilmiah. Tapi, orisinalitas dan
keistimewaan mereka itu tidak berasal dari nol. Keagungan Yunani terletak pada
kemampuan mereka mentransfer khazanah kebudayaan lain yang tertangkap
oleh indera dan akal mereka, lalu melokalkannya. Artinya, mencerna kebudayaan
itu hingga selaras dengan lingkungan mereka sendiri, sesuai dengan jati diri
mereka, atau mengkritisinya sedikit demi sedikit sehingga mereka berhasil
melampaui periode timur dalam ilmu dan memulai periode baru yang berbeda.
• Sifat akumulasi ilmu pengetahuan ini menunjukkan adanya komunikasi dan
dialog antar peradaban. Dialog itu telah terjadi di masa lalu, dan juga akan
berlangsung sekarang dan di masa depan. Tidak ada penghalang antara satu
peradaban dengan peradaban lainnya. Semua peradaban itu adalah milik umat
manusia.
• Setiap orang dan setiap bangsa berhak dan berkewajiban mengembangkan atau
memperkaya warisan kebudayaan yang mereka terima dari generasi terdahulu,
yang pada waktunya dulu juga telah memperkaya apa yang mereka terima dari
generasi yang lebih terdahulu. Setiap peradaban saling mempengaruhi satu
dengan lainnya tanpa kehilangan ciri khas mereka masing-masing akibat
keistimewaan tempat dan zaman masing-masing.

Dikutip oleh al-Husayni dari buku India in European Thought & Literature, h. 8; The Intellectual Development of Europe, vol. I, h. 153,
karya Draper (Lihat al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba’d Nawahiha ma’a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, h. 10, 12-13.
• Cakrawala kemanusiaan itu sangat luas, palungnya sangat dalam, dan
bentangan zamannya sangat panjang. Dan Yunani bukanlah ujung cakrawala,
dasar palung, dan akhir bentangan zaman.
• Al-‘Aqqad: manusia seyogyanya melipat cakrawala itu, menyelami palung itu, dan
mengarungi bentangan zaman itu. Bukan saja karena hal ini akan mengajarkan
orang itu tentang sejarah seorang tokoh, membuatnya memahami sejarah
sebuah bangsa, tapi juga karena hal ini akan mewujudkan makna dirinya,
mengantarkannya kepada kesempurnaan, seiring dengan pengetahuannya
tentang satu dari sekian tujuan yang bisa diraih oleh kekuatan manusia.
• Jalan paling mudah untuk melakukan hal tersebut menurut al-‘Aqqad adalah
mempelajari kehidupan tokoh-tokoh agung, karena mereka serupa tapi juga
sekaligus berbeda satu sama lain. Mereka memberikan kepada kita bentuk-
bentuk kemampuan, jenis-jenis fitrah, dan lebih dari itu mereka memiliki akhlak
yang mulia.

Ruh ‘Azim al-Mahatma Ghandi, Abbas Mahmud al-‘Aqqad, Kairo: Shirkah Fann al-Tiba‘ah, tt., h. 5.
• Sebagai seorang muslim, mungkin Anda tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan, “Kapan Islam
masuk ke Persia, Mesir, India, Cina, Jepang, Nusantara? Siapa yang menyebarkannya?”
• Sebagai seorang yang haus pengetahuan, Anda juga mungkin akan bertanya, “Bagaimana
sejarah peradaban-peradaban kuno seperti Mesir, Persia, India, dan Cina?”
• Ini kajian historis. Kuliah ini terbuka untuk pembicaraan tentang hal tersebut, karena hal itu
penting dalam memberikan kita perspektif berbeda dari para pemuja peradaban Yunani atau
kaum Eropasentris.
• Kuliah ini fokus pada pertanyaan-pertanyaan jenis lain, “Apa yang dipikirkan oleh orang-orang
Mesir, Persia, India, Cina, Jepang, dan Nusantara, juga orang-orang Arab, sebelum mereka
mengenal Islam?”
• Karena itu, kajian ini berhutang budi kepada ilmu sejarah, ilmu geografi (baik Historical
Geography maupun Human Geography), Geologi, Palae-Climatology, berbagai cabang ilmu
Fisika, Stratigraphy, Paleontology, Anthropology, Geochronology, dll.

‘Abd al-Latif Ahmad ‘Ali, Muhadarat fi Tarikh al-Sharq al-Adna al-Qadim, Beirut: Maktab Karidiyyah Ikhwan, 1991, h. 19-22.

Anda mungkin juga menyukai