Anda di halaman 1dari 16

Aspek Filsafat Dalam Islam

Ahmad Jaelani, M.Si


Pengertian Filsafat
 Istilah ‘filsafat’ secara etimologis merupakan padanan kata
falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal dari
bahasa Yunani  (philosophia)

 Kata philosophia merupakan kata majemuk yang tersusun


dari kata philos atau philein yang berarti kekasih, sahabat,
mencintai dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan,
hikmat, kearifan, pengetahuan. Maka Philosophia artinya
adalah orang yang cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada
pengetahuan (Akhyar Lubis, 2009)
Lanjutan
 Sophia berarti hikmah (wisdom), kebaikan, pengetahuan, keahlian, pengalaman praktis, dan intelegensi.
 Philosophia, menurut al-Syahrastani (w. 548 H/1153 M), berarti mahabbah al-hikmah (cinta pada
kebijaksanaan), dan orangnya (faylasuf) disebut muhibb al-hikmah (orang yang mencintai kebijaksanaan).
 Secara khusus, hikmah (wisdom) ini kemudian dibagi menjadi dua: qawliyyah (intelektual)
dan ‘amaliyyah (praktis).
 Sebab, kebahagiaan (happiness) yang dikehendaki oleh filosof adalah substansinya; virtuous activity is
identical with happiness (melakukan kebaikan adalah identik dengan kebahagiaan).
 Kebahagiaan itu sendiri hanya bisa diraih melalui wisdom, baik dengan mengetahui kebenaran
(knowledge of the good) maupun melaksanakan kebaikan (virtuous activity).
 Istilah filsafat ini kemudian digunakan oleh al-Kindi dengan konotasi: pengetahuan tentang hakikat
sesuatu sesuai dengan kemampuan manusia.
 Al-Farabi menyebutnya sebagai pengetahuan tentang eksistensi itu sendiri.
 Al-Khawarizmi menyebutnya pengetahuan tentang hakikat benda dan perbuatan yang berkaitan
dengan mana yang lebih baik sehingga dapat diklasifikasikan: yang teoretis (nazhari) dan yang praktis
(‘amali)
Jadi Filsafat itu...
 filsafat itu bukan merupakan pengetahuan an sich, tetapi juga merupakan
cara pandang tentang berbagai hal, baik yang bersifat teoretis maupun
praktis.
 Secara teoretis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebenaran (al-haq)?
 Secara praktis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebaikan (al-khayr)?
 Dari dua spektrum inilah kemudian filsafat merambah ke berbagai wilayah
kehidupan manusia, sekaligus memberikan tawaran-tawaran solutifnya.
 Dalam konteks inilah, Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 751 H/1350 M)
berkesimpulan, bahwa filsafat adalah paham (isme) di luar agama para nabi.
Disamping itu, filsafat memang ajaran yang murni dihasilkan oleh akal
manusia.
Latar Belakang
 Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai
kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah,
Mesopotamia, Persia dan Mesir
 Dalam ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, dijelaskan bahwa
kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi
Alexander Agung penguasa Macedonia (336 -323 SM) setelah mengalahkan
Darius pada abad ke-4 SM di kawasan Arbela ,sebelah timur Tigris.
 Alexander Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan
kebudayaan Persia, bahkan sebaliknya ia berusaha menyatukan kebudayaan
Yunani dan Persia.
 Hal ini telah memunculkan pusat-pusat kebudayaan Yunani di wilayah Timur,
seperti Alexandria di Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di Mesopotamia dan
Bactra di Persia.
Lanjutan
 Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya hanya tertarik pada ilmu
kedokteran Yunani berikut dengan sistem pengobatannya
 Tetapi kemudian mereka juga tertarik pada filsafat dan ilmu
pengetahuan lainnya
 Perhatian pada filsafat meningkat pada jaman Khalifah Al-Makmun
198 – 218 H/ 813 – 833 M)
 Telah terjadi usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu filsafat dan
berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab yang telah
dilakukan sejak masa klasik Islam
 Dalam Ensiklopedi tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,
disebutkan bahwa usaha penerjemahan ini tidak hanya dilakukan
terhadap naskah-naskah berbahasa Yunani saja, tetapi juga naskah-
naskah dari bebagai bahasa, seperti bahasa Siryani, Persia dan India.
Perjalanan Filsafat Islam
 Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang tidak dapat
dipisahkan dari tradisi ilmu kalam yang mendahuluinya.
 Sebelumnya, para mutakallimin memang telah
menggunakan mantiq (logika) dalam tradisi kalam mereka,
baik untuk membantah maupun menyusun argumentasi.
 Dalam hal ini, bukti paling akurat dapat dilacak dalam kitab al-
Fiqh al-Akbar, karya Abu Hanifah (w. 147 H/768 M).
 Selain menggunakan mantik, beliau juga menggunakan istilah
filsafat, seperti jawhar (substabsi) dan ‘aradh (aksiden),
yang notabene banyak digunakan Aristoles dalam buku-
bukunya.
Lanjutan
 Ini membuktikan, bahwa mantik sebagai teknik
pengambilan kongklusi (kesimpulan) telah digunakan
oleh ulama kaum Muslim pada abad ke-2 H/8 M.
 Hanya saja, ini tidak secara otomatis menunjukkan
bahwa filsafat telah dikaji secara mendalam pada zaman
itu.
 Bukti yang akurat menunjukkan, bahwa perkembangan
pemikiran filsafat Yunani di negeri Islam baru terjadi
setelah aktivitas penerjemahan pada zaman Abbasiyah.
Tokoh – tokoh Filosof Muslim
 Penyebaran filsafat ini semakin meningkat, khususnya sejak al-
Makmun, murid Abu Hudhail al-‘Allaf, tokoh Muktazilah Baghdad,
mendirikan Baitul Hikmah tahun 217 H/813 M; sebuah pusat kajian
filsafat yang dipimpin oleh Yuhana bin Masawih.
 Di kota ini juga al-Kindi (w. 260 H/873 M) banyak berinteraksi
dengan para penerjemah filsafat dari bahasa Yunani dan Syria ke
dalam bahasa Arab, seperti Yahya bin al-Baitriq (w. 200 H/815 M) dan
Ibn Na‘imah (w. 220 H/830 M).
 Di sinilah al-Kindi juga dibesarkan sebagai filosof Arab yang pertama.
Setelah itu, menyusul nama-nama seperti al-Farabi (w. 339 H/951 M)
dan Ibn Sina (w. 428 H/1049 M). Mereka adalah para filosof yang
hidup di Timur. Di Barat, lahir nama-nama seperti Ibn Bajjah (478-503
H/1099-1124 M), Ibn Thufail (w. 581 H/1185 M), dan Ibn Rusyd (w.
600 H/1217 M).
Ciri Filsafat Islam
 Secara umum, ciri filsafat mereka tidak jauh dari filsafat Yunani yang
didominasi oleh Plato dan muridnya, Aristoteles.
 Pandangan al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Thufail maupun Ibn
Rusyd, semuanya nyaris hanya membela pandangan Plato atau Aristoteles.
 Kadang-kadang mereka terlibat untuk mengkompromikan kedua pandangan
tokoh ini, seperti yang dilakukan oleh al-Farabi, atau bahkan mencoba
mengkompromikan Islam dengan pandangan kedua filosof Yunani tersebut,
seperti yang dilakukan oleh al-Kindi atau Ibn Rusyd.
 Karena itu, tepat sekali apa yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun yang
menyatakan bahwa mereka hanyalah para penjiplak (al-muntahilûn).
 Artinya, apa yang mereka tulis itu bukan merupakan pemikiran mereka
sendiri, melainkan pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh para
filosof Yunani sebelumnya
Pengaruh Filsafat
 Pada saat itu, ada dua aliran filsafat Yunani yang
sangat berpengaruh, yakni Epicurisme dan
Riwaqqisme
 Dua aliran ini telah memberikan pengaruh yang
sangat besar dalam melihat hubungan antara
kehendak manusia (free will)
Epicurisme
1. Didirikan oleh seorang filosof Yunani bernama Epicurus (341-270
SM).
2. Manusia adalah pencipta free will (kehendak) dan perbuatan
3. Ia bebas dan berkehendak secara mandiri dalam berbuat. Ia tidak
dipaksa dalam melakukan sebuah perbuatan.
4. Manusia adalah pencipta perbuatan.
5. Epicurus mengenalkan sebuah filsafat yang menyatakan, bahwa
manusia harus mereguk kenikmatan dunia sebebas-bebasnya.

Samih ‘Athir al-Zain, Thariq al-Iimân, 1983, Dâr al-Kitâb al-Libnâniy, Beirut, hal. 283-284
Riwaqisme
1. Didirikan oleh Zenon (sekitar 264 SM).
2. Manusia tidak memiliki free will.
3. Manusia tidak bebas dan terikat dengan apa yang telah ditetapkan pada
diri mereka.
4. Kebahagiaan terletak pada keutamaan, dan manusia tidak akan
mengalami kebahagiaan, karena sesuatu yang didapatkannya, dan ia tidak
akan mengalami kesedihan karena kehilangan sesuatu
5. Sebab, manusia merupakan bagian dari entitas jagad raya. Semua yang
terjadi di bumi ini sudah ditentukan berdasarkan ketetapan yang telah
diatur sejak zaman azali. Atas dasar itu, manusia dipaksa dan ia tidak
bisa keluar dari ketetapan yang telah ditetapkan kepadanya
Mu’tazilah
 Kelompok Mu’tazilah sering menyebut dirinyanya dengan ahl al-‘adl wa al-
tauhid (penganut paham keadilan dan tauhid)
 Mereka berpendapat bahwa manusia bebas dalam melakukan perbuatannya.
Dengan alasan itulah, manusia disiksa karena perbuatannya sendiri.
 Inilah yang mereka sebut sebagai keadilan Allah.
 Mereka disebut sebagai penganut paham tauhid karena mereka telah
menafikan sifat-sifat Allah swt, dan menganggap pendirian semacam ini
sebagai bentuk pengagungan kepada Allah swt
 selalu membangun prinsip keyakinannya berdasarkan dalil-dalil ‘aqliyyah
(rasionalitas)
 Didirikan oleh Washil bin ‘Atha’ (Abu Hudzaifah tahun 131 H/748 M).
Di antara pandangan-pandangan Mu’tazilah
yang paling terkenal adalah konsep tentang al-
hasan wa al-qabiih (terpuji dan tercela). Menurut
mereka, akal mampu mengetahui baik dan
buruknya sesuatu. Akal juga sanggup
memahami hukum Allah yang baik yang
manusia dituntut untuk melaksanakannya, dan
hukum Allah yang buruk yang manusia dituntut
untuk meninggalkannya.

Anda mungkin juga menyukai