Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Sejarah Pencarian Kebenaran Manusia Dan Ilmu Pengetahuan

Diajukan Untuk Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Andini : 2210303006

2. Tedy Seftian : 2210303003

Dosen Pengampu :

Fitri Handayani, M.A

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 2023 M / 1444 H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita
sebut sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran,
fisika, matematika, politik, budaya, bahasa, sastra dan lain sebagainya, umat
manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang
mereka lihat. Dan jawaban dari pertanyaann itulah yang nanti akan disebut sebagai
sebuah jawaban yang bersifat filsafat. Ilmu pengetahuan yang diyakini sebagai
sebuah kebenaran tentunya memiliki berbagai filosofis yang melatarbelakanginya.
Namun bagi siapapun yang berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan yang
sudah spesifik tentunya tidak terlalu memikirkan bagaimana ilmu pengetahuan
tersebut secara tinjauan filsafatnya.(Sondarika 2021) Hal tersebut tentunya akan
membuat siapapun yang meyakini kebenaran setiap ilmu pengetahuan akan
kehilangan makna akan ilmu pengetahuan tersebut. Kehilangan makna akan ilmu
pengetahuan berarti akan kehilangan nilai, arah serta tujuan dari ilmu pengetahuan
tersebut diciptakan.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat
yangmerupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh
mungkin bagi manusia . Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama,
yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala
kebenaran.Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan
yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan
latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun.
Filsafat yang kita pelajari pada zaman ini telah menjalani atau melewati berbagai
zaman. Antara lain zaman Kuno, zaman Yunani, zaman pertengahan, zaman
renaissance, zaman modern dan zaman kontemporer. Dari beberapa zaman yang
dilewati oleh filsafat, dapat diketahui bahwa filsafat ada sejak manusia ada, dan
filsafat akan tetap ada jika manusia ada. Secara teoritis perkembangan ilmu

1
2

pengetahuan selalu mengacu kepada peradaban Yunani. Hal ini didukung oleh
beberapa faktor, di antaranya adalah mitologi bangsa Yunani, kesusastraan Yunani,
dan pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu yang sudah sampai di timur kuno.
Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan di setiap periode ini dikarenakan pola
pikir manusia yang mengalami perubahan dari mitos-mitos menjadi lebih rasional.
Manusia menjadi lebih proaktif dan kreatif menjadikan alam sebagai objek
penelitian dan pengkajian sehingga manusia mulai mencpba berfikir ilmiah. Pada
hakikatnya kelahiran cara berpikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar dalam
dunia ilmu pengetahuan. Pada awalnya pola pikir manusia mengandalkan gagasan-
gagasan magi dan mitologi (mitos) yang tdak rasional dan bersifat gaib.(Adha
Santri Madani, Fakhri Putra Tanoto 2018) Untuk lebih jelasnya definisi mitos atau
mistik yaitu: keyakinan, dorongan atas kekuatan sesuatu yang sulit diukur di luar
kemampaun diri manusia dan atau sikap pandang sakralitas yang menamfikan
realitas.
B. Rumusan Masalah
Melalui paparan diatas, maka disini penulis mencoba untuk memaparkan
beberapa rumusan masalah:
1. Bagaimana Pemikiran Filsafat Pra Yunani Kuno?
2. Bagaimana Mitos Dan Usaha Demitologisasi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemikiran Filsafat Pra Yunani Kuno


Pada masa ini, manusia masih menggunakan batu sebagai alat bantu.
Karenanya zaman ini juga dikenal dengan zaman batu.(Herho 2018) Hal ini
dikuatkan oleh penemuanpenemuan yang diperkirakan sebagai peninggalan
zaman Sebelum Masehi, antara lain adalah:
1. Alat-alat dari batu
2. Tulang belulang hewan
3. Sisa beberapa tanaman
4. Tempat penguburan
5. Tulang belulang manusia purba
Pada abad 16 hingga 5 SM manusia telah menemukan alat-alat yang
terbuat dari besi, tembaga dan perak yang digunakan sebagai berbagai macam
peralatan. Zaman ini disebut-sebut sebagai masa persiapan lahirnya filsafat
(abad 6 SM).(Mariyah et al. 2021) Disebutkan oleh K.Bartens, setidaknya ada
tiga faktor yang menyelubungi filsafat lahirnya:
1. Berkembangnya tungau-tungau atau mitologi yang cukup luas di kalangan
bangsa Yunani. Mitologi-mitologi ini dianggap salah satu sebab yang
membidani lahirnya filsafat karena mitologi merupakan percobaan untuk
memahami. Mite-mite telah memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang bergejolak dalam hati manusia, dari mana dunia kita? Dari mana
kejadian alam? Tungau yang mencari keterangan tentang asal-usul dalam
semesta disebut tungau kosmogonis, sedangkan tungau yang menerangkan
tentang asal-usul dan sifat kejadian disebut dengan tungau kosmologis.
2. Kesusasteraan Yunani, seperti karya puisi Homeros berjudul Ilias dan
Odyssea mempunyai kedudukan yang istimewa dalam karya sastra Yunani.

3
4

Bahkan dalam jangka waktu yang cukup lama, karya tersebut dijadikan
semacam buku pedoman bagi bangsa Yunani.
3. Pengaruh Timur Kuno seperti Mesir dan Babylonia yang sudah mengenal
ilmu hitung dan ilmu ukur. Tentu saja, hal ini berdampak positif bagi bangsa
Yunani, terutama diberlakukan mendukung perkembangan astronomi
Yunani. Di sinilah letak kecerdasan bangsa Yunani, yang mampu mengolah
kembali ilmu pengetahuan dari timur dengan begitu ilmiah.
Filsafat Pra Yunani Kuno adalah filsafat yang dilahirkan karena
kemenangan akal atas dongeng atau kutu-kutu yang diterima dari agama yang
menampakkan tentang asal muasal segala sesuatu. (Riska Ariana, (2016):1–23).
Baik dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang
bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta
beserta isinya tersebut. Sedangkan arti filsafat itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu philosophia artinya bijaksana/pemikir yang menyelubungi tentang
kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal dongeng-dongeng
atau mite-mite yang diterima dari agama. Pemikiran filosof inilah yang
memberikan asal muasal segala sesuatu baik dunia maupun manusia yang
menyebabkan akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-
mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan
akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari
turun dari surga, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa “pelangi adalah
awan” dan pendapat Anaxagoras bahwa pelangi adalah pemantulan matahari
pada awan (pendapat ini adalah pendapat pemikir yang menggunakan akal).
Pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat yang
dikontrol, dapat diteliti oleh akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya.(Imron
1970) Para pemikir filosofi yang pertama berasal dari Dimiletos kira-kira pada
abad ke 6 SM, dimana pada abad tersebut pemikiran mereka adalah puisi dari
potongan-potongan yang diharapkan oleh manusia dikemudian hari atau zaman.
Dapat dikatakan bahwa mereka adalah filosof alam artinya para ahli fikir yang
menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran para
5

ahli filsafat tersebut (obyek pemikirannya adalah alam semesta). Tujuan filosofis
mereka adalah soal alam semesta, dari mana terjadinya alam semesta yang
menjadi Persoalan sentral bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan
pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada saat itu
kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat
ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang pihak
lain, orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita
nenek moyang.(Sujarwo 2009)
Ilmu pengetahuan masa pra yunanai atau masa purba mencakup kurun
waktu selama empat juta tahun sampai kira-kira 20.000 atau 10.000 tahun
sebelum masehi. Zaman merupakan zaman ketika manusia belum mengenal
peralatan seperti yang kita pakai sekarang, namun masih menggunakan batu
sebagai peralatan. Adapun sisa peradaban manusia yang ditemukan pada zaman
ini antara lain peralatan dari batu, tulang belulang hewan, sisa beberapa tanaman,
gambar-gambar di gua-gua, tempat-tempat penguburan dan tulang belulang
manusia purba. Pada zaman ini ditemukan pula alat-alat yang mirip satu sama
lain, misalnya kapak sebagai alat pemotong dan pembelah, alat dari tulang yang
menyerupai jarum untuk menjahit, dan lain-lain. Benda-benda tersebut terus
mengalami perbaikan dan kemajuan dalam proses trial and error dan uji coba
yang dilakukan manusia yang memakan waktu lama. Antara abad XV sampai
VI SM, manusia telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk membuat
peralatan-peralatan. Salah satu ciri pada zaman ini adalah warisan pengetahuan
berdasarkan know how yang dilandasi pengalaman empiris. Pada masa ini
kemampuan berhitung ditempuh dengan cara one to one corespondency atau
map process, hal ini menyerupai anak-anak yang belajar berhitung dengan jari-
jarinya.
Selain itumanusia sudah mulai memperhatikan alam sebagai suatu proses
alam sehingga lama-kelamaan mereka menemukan hal-hal yang berkaitan
dengan astronomi.(Waris 2014) Zaman pra Yunani Kuno ini ditandai oleh lima
kemampuan sebagai berikut:
a. Know How dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman
6

b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman pengalaman itu dapat diterima


sebagai fakta dengan sikap receptive mind
c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam
d. Kemampuan menulis, berhitung dan menyusun kalender berdasarkan sintesa
e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa berdasarkan peristiwa sebelumnya.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa, pengetahuan pada zaman purba
ditandai dengan adanya lima kemampuan, yaitu :
a. Pengetahuan berdasarkan pengalaman (Empirical Knowledge)
b. Pengetahuan berdasarkan pengalaman yang diterima sesuai fakta dengan
sikap receptive mind, dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut,
maka keterangan tersebut bersifat mistis, magis dan religious.
c. Kemampuan menemukan abjad dan system bilangan alam, sudah
menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sistesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-
peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan
gerhana matahari.
Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki
peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang
merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang
sederhana sudah berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni
dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi
setelahnya. Filosof Yunani ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin
ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Periode Yunani Kuno ini lazim
disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada perode ini
ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian
pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Filsafat Yunani kuno
diawali oleh Thales, yang untungnya bisa dilacak masa hidupnya berdasarkan
fakta bahwa ia pernah meramalkan terjadinya gerhana matahari, yang menurut
7

para astronom terjadi pada tahun 585 M. Filsafat dan ilmu pengetahuan yang
semula tidak terpisah dengan demikian lahir bersama di awal abad ke-6 SM.18
Thales mengira bahwa air menjadi sumber semua yang ada, sedangkan
Anaximenes mengatakan bahwa sumber tersebut ialah udara, diantara semua
sejarah, tak ada yang begitu mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain
lahirnya peradaban di Yunani secara mendadak. Memang banyak unsur
peradaban yang telah ada ribuan tahun di Mesir dan Mesopotamia.(Pane, Fikri,
and Ritonga 2018) Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian
bangsa Yunanilah yang menyempurnakannya.
Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai
landasan berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan,
sehingga berkembang pada generasi-generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka
pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang.
Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk
memasuki peradaban baru umat manusia. Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM
sampai dengan sekitar abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring
attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak
menerima pengalaman yang didasarkan pada sikapreceptive attitude (sikap
menerima segitu saja).(Fahriansyah 2014) Sehingga pada zaman ini filsafat
tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman
keemasannya.
Secara ringkas, filosof dan ilmuwan yang muncul pada masa ini adalah:
1. Thales (624-545 SM).
Kurang lebih enam ratus tahun sebelum Nabi Isa (Yesus) terlahir,
muncul sosok pertama dari Tridente Miletus yaitu Thales yang menggebrak
cara berfikir mitologis masyarakat Yunani dalam menjelaskan segala sesuatu.
Sebagai Saudagar Filosof, Thales amat gemar melakukan rihlah. Ia bahkan
pernah melakukan lawatan ke Mesir. (Marcos Moshinsky, 13, no. 1 (1959):
104–116). Thales adalah filsuf pertama sebelum masa Socrates. Menurutnya
zat utama yang menjadi dasar segala materi adalah air. Pada masanya, ia
menjadi filsuf yang mempertanyakan isi dasar alam.
8

2. Pythagoras (580 SM–500 SM)


Pythagoras lahir di Samos (daerah Ioni), tetapi kemudian berada di
Kroton (Italia Selatan). Ia adalah seorang matematikawan dan filsufYunani
yang paling dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai Bapak Bilangan,
dan salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema
Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga
siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi
siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui
sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada
Pythagoras karena ia yang pertama kali membuktikan pengamatan ini secara
matematis. Selain itu, Pythagoras berhasil membuat lembaga pendidikan
yang disebut Pythagoras Society. Selain itu, dalam ilmu ukur dan aritmatika
ia berhasil menyumbang teori tentang bilangan, pembentukan benda, dan
menemukan hubungan antara nada dengan panjang dawai.(Anderson 2021)
3. Socrates (469 SM-399 SM)
Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga
ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates
adalah yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar
Aristoteles. sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat
adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang
banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu,
Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga
filsafat secara umum. Periode setelah Socrates ini disebut dengan zaman
keemasan kelimuan bangsa Yunani, karena pada zaman ini kajian-kajian
kelimuan yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat
tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM),
yang sekaligus murid Socrates.(Nawawi 2017)
4. Plato (427 SM-347 SM)
Ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Karyanya yang
paling terkenal ialah Republik (Politeia) di mana ia menguraikan garis besar
pandangannya pada keadaan ideal. Selain itu, ia juga menulis tentang Hukum
9

dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Sumbangsih Plato
yang terpenting tentu saja adalah ilmunya mengenai ide. Dunia fana ini tiada
lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia ideal
semuanya sangat sempurna. Plato, yang hidup di awal abad ke-4 S.M., adalah
seorang filsuf earliest (paling tua) yang tulisan-tulisannya masih menghiasi
dunia akademisi hingga saat ini. Karyanya Timaeus merupakan karya yang
sangat berpengaruh di zaman sebelumnya; dalam karya ini ia membuat garis
besar suatu kosmogoni yang meliputi teori musik yang ditinjau dari sudut
perimbangan dan teori-teori fisika dan fisiologi yang diterima pada saat itu.
5. Aristoteles (384 SM- 322 SM)
Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru
dari Alexander yang Agung. Ia memberikan kontribusi di bidang Metafisika,
Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam. Di bidang ilmu alam,
ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan
spesies-spesies biologi secara sistematis. Sementara itu, di bidang politik,
Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari
bentuk demokrasi dan monarki. Dari kontribusinya, yang paling penting
adalah masalah logika dan Teologi (Metafisika). Logika Aristoteles adalah
suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai
saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran.(Karim 2017)
B. Mitos Dan Usaha Demitologisasi
Mitos atau tungau adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah
masa lalu (masa lampau), yang mengandung penemuan tentang alam semesta
serta keberadaan makhluk di dalamnya, dan dianggap benar-benar terjadi oleh
yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos
dapat mengacu pada cerita tradisional (cerita kuno). Pada umumnya, mitos
menceritakan kejadian alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya,
bentuk topografi, kisah para mahkluk supranatural, dan sebagainya. Mitos bisa
muncul dari catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan.(Sunarto
2021) Mitos memberikan jawaban atas “keheranan”, “ketakjuban” hati manusia
terhadap semesta yang melingkupi, yang berarti mitos memberikan semacam
10

“jaminan” bagi kehidupan manusia Yunani kala itu bahwa kehidupan itu ada
maknanya, ada logikanya ada penyelesaiannya.
1. Mitos kosmogonis yaitu memberi keterangan tentang asal usul alam semesta
itu sendiri.
2. Mitos kosmologis yaitu memberi keterangan tentang asal usul serta sifat-sifat
kejadian-kejadian dalam alam semesta. Mitologi Yunani berpengaruh dalam
mendorong lahirnya filsafat karena menimbulkan ketidakpuasan dan berbagai
pertanyaan dalam pikiran. Mitologi juga ikut mewarnai perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di dunia sampai sekarang.
Filsafat lahir dari mitos, tetapi mitos begitu saja bukanlah filsafat.
Demitologisasi adalah jalan yang mengarah dari mitos menuju ilmu, melalui
sastra dan filsafat. Dalam pengertian modern, mitos adalah keyakinan yang
keliru. Keluar dari mitos, yaitu mendefinisikan keyakinan-keyakinan kita yang
tak tertanyakan dengan harapan mengubahnya menjadi ungkapan kebenaran
yang lebih andal. Pola “mitos, sastra, filsafat, ilmu” diakui sebagai paparan cara
pikir manusia pada skala makrokosmik (budaya manusia), tetapi berjalan juga
pada skala mikrokosmik (individu manusia). Cara umum terpenting pemaparan
tahap-tahap perkembangan individu adalah mengacu pada “lahir, muda, dewasa,
dan tua”. Perkembangan dari lahir sampai muda ditandai dengan pembangkitan
benak sadar (tidak sadar) anak-anak, perkembangan dari muda sampai dewasa
pun memerlukan penajaman kesadaran (kesadaran) secara bertahap, sampai
timbul kesadaran khas akan diri sendiri. Orang yang sadar diri (self-conscious)
yang perkembangannya tidak terselangi akhirnya masuk ke suatu tahap baru
yang bisa kita sebut super sadar (super consciuos). Setiap tahap ini juga bisa
berkorelasi dengan daya selera insani tertentu. Imajinasi merupakan daya yang
mengatur tahun-tahun pertama kehidupan kita, laksana mitos yang mengatur
pemikiran orang-orang yang hidup di budaya primitif.(Moshinsky 1959a)
Perbedaan fantasi dan realitas tidak berbeda dalam benak anak-anak sejati.
Para filsuf biasanya dikenal bukan karena gelora jiwa mereka, ini karena
daya yang cocok dengan budi-budi dewasa adalah pemahaman. Bila
berkembang sepenuhnya, menjadi daya penimbangan. Tugas para ilmuwan
11

adalah melampaui sudut pandang mereka sendiri dengan tujuan menimbang-


nimbang bagaimana alam pada kenyataanya. Mitos menggunakan visual untuk
mengungkap keyakinan. Sastra memakai gelora jiwa untuk mengungkap
keindahan. Filsafat memanfaatkan pemahaman untuk mengungkap kebenaran,
sedangkan ilmu menerapkan penimbangan untuk mengungkap pengetahuan.
Penerapan logika secara tepat diperlukan supaya demitologisasi berlangsung.
Kata “logika” berasal dari kata Yunani logos, yang bermakna “kata” yang
meliputi kata yang terucap (pidato), kata yang tertulis (buku), dan kata yang
terpikir (akal). Kata logo kadang-kadang juga dipakai untuk menunjuk sesuatu
yang bisa disebut makna yang tersembunyi di dalam mitos. Para filsuf berupaya
memahami logos dengan cara sedemikian rupa untuk mewujudkan kebenaran
dari khayalan.
Ilmuwan melalaikan logo sepenuhnya dalam penelusuran fakta-fakta
konkret yang bisa dikelola. Pelalaian ini merupakan sumber masalah
kenirmaknawian atau keterasingan modern. Proses modifikasi dari pengalaman
logos yang mendalam ke suatu keadaan yang melupakan kehadirannya
merupakan proses demitologisasi. Pelalaian logos merupakan malapetaka bagi
umat manusia. Namun dalam pengertian lain, pelalaian merupakan syarat perlu
supaya timbul pengetahuan. Sains mensyaratkan bahwa kita melupakan logo
yang tersembunyi karena pengetahuan faktual hanya mengakui hal-hal yang
terungkap secara terbuka.(Yoseph Yapi Taum 2008)
Para pelaku demitologisasi yang paling awal di Yunani Kuno adalah para
filsuf yang hidup dalam jangka waktu antara Thales dan Aristoteles. Para filsuf
itu diacu sebagai filsuf-filsuf “prasokrates”, salah satu kepedulian utama filosofi
“prasokrates” adalah memerikan hakikat “realitas puncak”. Ada empat filsuf
yang istimewa, masing-masing berkenaan dengan salah satuu dari empat
“anasir” tradisional (sesuatu yang menyerupainya) karena betul-betul
merupakan realitas puncak. Thales berpendapat bahwa segala sesuatu pada
akhirnya dapat direduksikan ke udara. Anaximenes (kira-kira 585- 528 SM)
membantah dengan mengklaim bahwa anasir yang paling dasar itu sebenarnya
udara. Heraklitus (karyanya muncul kira-kira 500-480 SM), yang memiliki
12

gagasan menarik mengenai logika lawanan, menyarankan agar api merupakan


anasir yang paling tepat untuk memaparkan kompleks bangunan metafisis dasar.
Demokritus (kirakira 460- 371 SM) membela kondisi “atomisme” terawal, yang
memandang anasir dasar sebagai “yang ada” (makhluk) atau “apa itu” (apa
adanya) saja atau disebut bumi. Anaximender (kira-kira 610-546 SM)
berpendapat bahwa di antara empat anasir tersebut tidak ada yang bias diakui
dengan tepat sebagai unsur dasar, karena 4 anasir itu saling berlawanan.
Empedokles (kira-kira 495-435 SM) yang mengakui keempat anasir tersebut
sebagai dasar realitas-realitas, yang menjelaskan keseimbangannya karena
dianut bersama-sama dengan daya yang berlawanan antar "cinta" (philia) dan
"cekcok" (neikos).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lahirnya ilmu pengetahuan pada dasarnya berasal dari bagaimana
manusia mengamati realitas secara sederhana. Manusia berfikir secara logis
dengan cara-cara empiris dengan mengamati realitas yang ada. Hasil-hasil yang
diamati itulah yang pada akhrinya dimaknai dan digunakan untuk menjawab
masalah sesuai kebutuhan manusia saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan
tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-
usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan,
dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-
penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan
pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan,
mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah
yang kemudian menjadi spirit dan motivasi bagi pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Perkembangan ilmu pengetahuan pada setiap masa
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hampir semua bidang keilmuan
mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga terjadi spesialisasi-
spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer cenderung
mengetahui hal yang sedikit tapi secaramendalam. Ilmu kedokteran semakin
menajam dalam spesialis dan sub-spesialis atau super-spesialis, demikian juga
bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke arah spesialisasi, kecenderungan
lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga
dihasilkannya bidang ilmu baru. Perkembangan ilmu pengetahuan dipengaruhi
oleh perkembangan filsafat, terutama filsafat Barat. Cara perkembangan dan
dasar pemikiran setiap filsafat di setiap daerah itu berbeda. Adapun sejarah atau
periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan (science) dari masa ke masa,
dimulai dari era Pra Yunani Kuno.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Adha Santri Madani, Fakhri Putra Tanoto, Nisa Halwati. 2018. “Tokoh Filosof
Yunani Kuno Serta Pemikirannya Mengenai Asal Mula Penciptaan Alam.”
34(2): 29–40.
Anderson, Albert A. 2021. “Kuliah Ekstension Filsafat.” Universal Justice: 129–
45.
Ariana, Riska. 2016. “FILSAFAT PRA-SOCRATES.” Paper Knowledge . Toward
a Media History of Documents: 1–23.
Fahriansyah. 2014. “Antisofisme Socrates.” Al ’Ulum 61(3): 24–29.
Herho, Sandy Hardian Susanto. 2018. Pijar Filsafat Yunani Klasik. 1st ed. ed. Asra
Wijaya. Bandung: Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan ITB (PSIK ITB).
Imron. 1970. “Sejarah Filsafat; Filsafat Kuno ?? Periode Axial? Dan Asal-
Usulnya.” Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam 13(1): 12.
Karim, Abdul. 2017. “Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Metodologi
Penelitian.” Fikrah Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan 2(1): 273–89.
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/view/563.
Mariyah, Siti, Ahmad Syukri, Badarussyamsi Badarussyamsi, and Ahmad Fadhil
Rizki. 2021. “Filsafat Dan Sejarah Perkembangan Ilmu.” Jurnal Filsafat
Indonesia 4(3): 242.
Moshinsky, Marcos. 1959a. “Pemikiran Hermeneutika Rudolf Bultmann:
Eksistensialisasi Dan Demitologisasi.” Nucl. Phys. 13(1): 104–16.
———. 1959b. “PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT PADA ZAMAN
YUNANI KUNO.” Nucl. Phys. 13(1): 104–16.
Nawawi, Nurnaningsih. 2017. 53 Journal of Chemical Information and Modeling
Tokoh Filsuf Dan Era Keemasan Filsafat.
Pane, Dewi Nurmasari, Miftah EL Fikri, and Husni Muharram Ritonga. 2018.
“Metode Filosof Yunanimenemukan Tuhan.” Journal of Chemical
Information and Modeling 53(9): 1689–99.
Sondarika, Wulan. 2021. “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Di Yunani Dari Abad
Ke-5 Sm Sampai Abad Ke-3 Sm.” Jurnal Artefak 8(1): 87.
Sujarwo. 2009. “Perubahan Pengalaman Hidup Sehari-Hari Dan Perkembangan
Berbagai Disiplin Ilmu.” Dinamika Pendidikan No. 1 / Th. XVI.
Sunarto. 2021. “Tanggapan Terhadap Demitologisasi Bultmann Dalam
Hubungannya Dengan Konsep Kristologi.” TE DEUM (Jurnal Teologi dan
Pengembangan Pelayanan) 1(1): 27–40.
15

Waris. 2014. Pengatar Filsafat. pertama. ed. Waris. Yogyakarta: STAIN Po


PRESS.
Yoseph Yapi Taum. 2008. “Mitos Dan Kontra Mitos.” Sintesis 6(1): 1–19.

Anda mungkin juga menyukai