Anda di halaman 1dari 5

D.

Mantra Sembahyang
Mantra adalah ayat-ayat suci yang dipergunakan untuk melakukan pemujaan ke hadapan Tuhan beserta manifestasi-Nya. Mantra merupakan salah satu unsur dalam sraddha. Kitab suci Weda merumuskan sraddha sebagai berikut : Satyam brhad rtam ugram diksa, tapo brahma yajna prthivim dharayanti.

(Atharwa Weda, XII.1.1) Artinya: Sesungguhnya satya, rta, diksa, tapa, brahma, dan yadnya yang menyangga dunia. Kata Brahma dalam sloka suci di atas berarti mantra, doa, pujian, stuti, stotra, stawa, dan yang lainnya. Arti dari brahma yang pada mulanya adalah ayat-ayat mantra yang dipergunakan dalam pemujaan, menjadi gelar yang diberikan kepada yang dipuja, yaitu Tuhan yang disebut sabagai brahma yang artinya Ia yang berkuasa atas sabda (pujian). Di Bali khususnya, pengertian mantra diartikan secara lebih terbatas dengan istilah memantra atau maweda. Kata memantra atau maweda diartikan adalah berdoa dengan mengucapkan lafallafal yang telah terdapat dalam Weda. Mantra atau doa itu sangat penting kedudukannya dalam yadnya. Sesungguhnya pelaksanaan yadnya itu dilaksanakan belumlah disebut sempurna apabila tidak dilengkapi dengan mengucapkan mantra atau doa.

1. Persembahyangan Tri Sandhya


Tri Sandhya merupakan salah satu cara persembahyangan yang ditunjukan kehadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tri Sandhya dilakukan setiap hari sebanyak tiga kali yaitu pada pagi hari, siang hari, dan amalam harinsebelum tidur. Tujuannya adalah untuk memohon pengampunan dosa atas kekeliruan yang telah dilakukan pada saat dan sebelum persembahyangan. Sebelum umat melakukan persembahyangan,lahir dan batinnya harus bersih dan suci. Secara lahiriah umat harus mandi, berpakaian yang bersih dan sopan serta mempersiapkan bunga, dhupa , air, dan yang lainnya. Selanjutnya, Mulai mengadakan persiapan dan melaksanakan persembahyangan yang sebenarnya sesuai dengan tatanan di bawah ini :
a. Asana, adalah sikap badan yang baik dan sempurna. b. Pranayama, adalah sikap pengaturan keluar masuk nafas untuk mencapai ketenangan.

c. Kara Suddhaya, adalah membersihkan tangan dengan air atau bunga. d. Mustikarana, adalah sikap tangan terkatup (menggenggam) berbentuk kojong atau

kerucut; tangan kiri menggenggap tangan kanan e. selanjutnya, mulailah mengucapkan puja mantra (Gayatri)
f.

Puja Tri Sandhya merupakan rangkuman dari 6 bait mantra yang dipetik dari berbagai kitab suci Weda, seperti bait pertama dipetik dari kitab Reg. Weda dan tambahan kata bhur, bwah, swah dipetik dari kitab Yajur Weda Putih. Bait kedua dipetik dari kitab Catur Weda Sirah, bait ketiga dipetik dari Kitab Weda Parikrama, dan demikian juga bait kelima dan bait keenam. Puja Tri Sandhya inilah yang dipergunakan oleh umat hindu di Indonesia untuk melaksanakan persembahyangan kehadap Tuhan Yang Maha Esa beserta ManifestasiNya. Disamping itu juga dipergunakan bait-bait puja mantra lainnya, yang terdapat dalam sastra Agama Hindu.

g.

2. Muspa atau Sembahyang Dengan Panca Sembah.


Setelah selesai melaksanakan persembahyangan dengan puja Tri Sandya dapat dilanjutkan dengan persembahyangan Panca Sembah. Persembahyangan ini bertujuan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta Manifestasi-Nya guna memohon keselamatan dan kesejahteraan di dunia. Bertujuan juga untuk mengadakan persembahan serta penghormatan kehadap para dewa sebagai penjaga Rta atau hukum alam serta persembahan kehadap roh suci leluhur dan para siddha. Umat dapat memulai upacara persembahyangan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Asana, adalah sikap duduk dengan baik dan sempurna, yaitu bajrasana, untuk kaum

wanita dan padmasana atau silasana bagi kaum pria.


b. Kara Suddhaya, adalah membersihkan atau menyucikan tangan menggunakan air atau

bunga.
c. Berkumur, adalah membersihkan mulut dengan air. d. Dhupastawa, adalah mengambil dhupa yang telah dinyalakan, dipegang setinggi ulu hati

dengan tangan berbentuk kojong.


e. Musspa puyung (kosong), merupakan persembahyangan pembukaan, guna menenangkan

pikiran dengan membayangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Persembahyangan ini didahului dengan mengasapi tangan di atas dupa, dengan mantra. Lalu dilanjutkan dengan mengangkat tangan kosong yang tercakupkan ke atas ubun-ubun dengan mantra pula.

f. Muspa dengan bunga putih, bunga yang diambil diasapi di atas dupa dengan mantra,

dilanjutkan dengan mengangkat tangan yang sudah menjepit bunga, diangkat ke atas ubun-ubun, ditunjukan kehadap tuhan dalam Manifestasi-Nya sebagai sinar matahari, semoga menyinari persembahyangannya dengan mantra pula.
g. Muspa dengan bunga atau kewangen, bunga atau kewangen diasapi di atas dupa dengan

mantra. Dilanjutkan dengan mengangkat cakupan tangan yang berisi bunga atau kewangen ke atas ubun-ubun ditunjukan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berstana di Padmasana dengan mantra pula.
h. Muspa dengan bunga atau kewangen, ditunjukan kehadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa

beserta para Dewa penjaga Rta untuk memohon waranugraha-Nya. Didahului dengan mengasapi bunga tau kewangen yang sudah ada di ujung jari cakupan tangan dengan mantra. Dilanjutkan dengan mengangkat ke atas ubun-ubun dengan mengucapkan mantra
i.

Muspa puyung (kosong), bertujuan untuk menghaturkan suksma (terimakasih) atas anugerah yang dilimpahkan kepada kita dan sekaligus membayangkan Beliau kembali ke asalnya. Sembahyang ini diawali dengan mengasapi tangan, lalu mengangkatnya ke atas ubun-ubun dilanjutkan dengan mantra.

j. Menerima Tirtha, setelah selesai melakukan persembahyangn tersebut dilanjutkan dengan momohon titha wangsuhpada. Pada saat menerima tirtha sikap tangan tengadah dengan telapak tangn kanan diatas telapak tangan kiri, siap untuk menerima tirtha yang dipercikan tiga kali di ubun-ubun, diminum tiga kali, dan diraupkan tiga kali. Dengan tujuan untuk menyucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang disebabkan oleh sthula, suksma, dan antakarana sarira.
k. Bija, adalah biji yang berasal dari beras yang direndam dengan air cendana. Bija

merupakan simbol bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa telah memberikan anugrahnya kepada umatnya yang telah melaksanakan persembahyangan. Bija yang diterima oleh umat selanjutnya: -Ditempel pada dahi (Om Criyam bhawantu) -Ditempel pada pangkal tenggorokan(Om Sukham bhawantu) -Ditelan (Om Purnam bhawantu Om ksama sampurnaya namah swaha) Apabila persembahyangan tersebut dituntun oleh sulinggih, persembahyangn terakhir (muspa puyung) mantra atau puujanya biasanya dilanjutkan dengan mantra atau puja tertentu)

3. Kramaning Sembah
Kramaning sembah adalah tata cara persembahyangan demi keseragaman dan kemantapan dalam usaha mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa.Kramaning sembah merupakan pedoman tentangb tata cara melaksanakan persembahyangan.Berdasarkan keputusan pesamuhan agung parisada hindu dharma Indonesia tanggal 2 maret 1990 ditetapkan tata cara persembahyangan sebagai berikut. a. Persiapan sembahyang 1) Asuci laksana,yaitu membersihkan diri lahir dan batin Pakaian,yaitu berpakaian sembahyang yang bersih dan rapi. 3) Mempersiapkan bunga,dhupa,dan bersikap dudukj yang baik. b. Pelaksanaan sembahyang 1) Muspa puyung dengan mencakupkan tangan di atas ubun-ubun 2) Menyembah Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Hyang Aditya 3) Menyembah tuhan sebagai ista dewata pada hari dan tempat persembahyangan (purapura tertentu),pura dalem,pura puseh,bale agung/desa,dan lain sebagainya. 4) Menyembah tuhan sebagai pemberi anugrah. 5) Sembah atau muspa puyung c. Mohon tirtha dan bija Setelah persembahyangan dilaksanakan dilanjutkan dengan mohon tirtha dan bija. Persembahyangan yang dilaksanakan dengan Kramaning sembah pada prinsipnya sama dengan persembahyangan dalam panca sembah yang diuraikan di atas.Namun,setelah pemujaan ista Dewata dilanjutkan dengan melaksanakan pemujaan atau persembahyangan ke hadapan Ida Bhatara-bhatari pada pura atau pelinggih saat beliau disthanakan. Dalam hal ini tergantung dari keyakinan dan kepercayaan umat setempat. Setelah itu baru kemudian dilanjutkan dengan persembahyangan untuk memohon anugerah-Nya dan seterusnya. Terdapat banyak mantra atau puja untuk pura atau pelinggih-pelinggih tertentu,antara lain.:

1) Mantra untuk di Pura Desa atau Bale Agung. 2) Mantra untuk di Pura Puseh. 3) Mantra untuk di Pura Dalem. 4) Mantra untuk pemujaan di Pura Leluhur,seperti Kemulan, Paibon, Dadia, 5) Mantra untuk pemujaan di Pura Segara dan Penyawangan-Nya. 6) Mantra untuk pemujaan di Pura Batur,Ulun Suwi,Pura Danu,Pengulu Carik,dan sebagainya. 7) Mantra untuk pemujaan pada hari Saraswati. Jenis Mantra di atas dapat dipergunakan sebagai pengantar dalam pelaksanaan persembahyangan,baik untuk perseorangan maupun dipimpin oleh sulinggih atau pemuka agama.Namun demikian,penggunaannya hendaknya disesuaikan dengan tempat umat melaksanakan pemujaan serta bagaimana kondisi liungkungan dan tempat suci masingmasing. pedharman.

Anda mungkin juga menyukai