Anda di halaman 1dari 9

Ajaran Tantra, Yantra, Dan Mantra

Tantra

Kata tantra berasal dari bahasa Sanekerta yang memiliki makna “memperluas”. Tantra dapat
diartikan yaitu kekuatan suci dalam diri yang dibangkitkan dengan cara-cara yang ditetapkan
dalam kitab suci. Tantra adalah konsep pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa di mana manusia
kagum pada sifat-sifat kemahakuasaan-Nya, sehingga ada keinginan untuk mendapatkan sedikit
kesaktian.
Tantra dalam perkembangannya sering menggunakan simbol-simbol material termasuk simbol-
simbol erotis. Tantra sering diidentikkan dengan ajaran kiri yang mengajarkan pemenuhan nafsu
seksual, pembunuhan dan kepuasan makan daging. Padahal beberapa perguruan tantra yang saat
ini mempopulerkan diri sebagai tantra putih menjadikan; mabuk-mabukan, makan daging dan
hubungan seksual sebagai sadhana dasar pantangan dalam meniti jalan tantra. Konsep ini
berpangkal pada percakapan Devi Parwati dengan Deva Siva yang menguraikan turunnya Devi
Durga ke Bumi pada zaman Kali untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan
perilaku. Dalam beberapa sumber Devi Durga juga disebut “Candi”. Mulai saat itulah pada
mulanya muncul istilah candi ‘candikaghra’ untuk menamai bangunan suci sebagai tempat
memuja Deva dan arwah yang telah suci. Peran Devi Durga dalam menyelamatkan dunia dari
kehancuran moral dan perilaku disebut kalimosada ‘kali-maha-usada’ yang artinya Devi Durga
adalah obat yang paling mujarab dalam zaman kekacauan moral, pikiran dan perilaku; sedangkan
misi beliau turun ke bumi disebut Kalika-Dharma.

Yantra

Dalam kamus Sanskerta, kata Yantra memiliki arti mengikat, menyimpulkan sebuah peralatan,
instrumen, mesin dan sebuah jimat (Surada, 2007: 257). Yantra umumnya berarti alat untuk
melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. Di dalam pemujaan yantra adalah sarana tempat
memusatkan pikiran. Yantra merupakan aspek dalam dari bentuk penciptaan.
Yantra adalah bentuk “niyasa” (= simbol = pengganti yang sebenarnya) yang diwujudkan oleh
manusia untuk mengkonsentrasikan baktinya ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, misalnya
dalam perpaduan warna, kembang, banten, gambar, arca, dan lain-lain.
Yantra biasanya berbentuk diagram, di lukis atau dipahatkan di atas logam, kertas atau benda-
benda yang lain, dan disucikan seperti menyucikan pratima, kemudian dilakukan pemujaan
melalui sarana yantra tersebut, seperti pemujaaan melalui pratima, arca (patung) dan sebagainya.
Mantra yang berbeda digunakan untuk melakukan pemujaan yang berbeda, demikian pula halnya
dengan penggunaan yantra-yantra itu.
Mantra

Kata mantra berasal dari bahasa Sanskerta dari kata “Man” artinya pikiran dan “Tra” artinya
menyeberangkan. Mantra adalah media untuk menyeberangkan pikiran dari yang tidak suci atau
tidak benar menjadi semakin suci dan semakin benar (Wiana, 2004:184). Mantra memiliki tujuan
untuk melindungi pikiran dari jalan sesat menuju jalan yang benar dan suci. Menurut Danielou
(dalam Titib 2003:437) bahasa yang benar yang merupakan ucapan suci yang digunakan dalam
pemujaan disebut dengan mantra. Kata mantra berarti “bentuk pikiran”, sehingga seseorang yang
mampu memahami makna yang terkandung di dalam mantra dapat merealisasikan apa yang
digambarkan di dalam mantra tersebut. Mantra adalah kumpulan dari pada kata-kata yang
mempunyai arti mistik, serta umumnya berasal dari bahasa sanskerta dan dinamai Bijaksara (Tim
Penyusun, 1987:6). Mantra disusun dengan menggunakan aksara-aksara tertentu yang diatur
sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan huruf-huruf itu sebagai
perlambang dari bunyi tersebut.
Mantra adalah sebuah kata-kata atau kalimat suci yang bersumber dari kitab suci weda
khususnya dalam teks dharma pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha
Esa beserta dengan berbagai macam manifestasi-Nya pada saat pelaksanaan Panca Yajna dalam
kehidupan dan penerapan ajaran Hindu.
Mantra adalah sebuah kekuatan kata yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan keinginan
spiritual atau keinginan material, yang dapat dipergunakan demi kesejahteraan ataupun
penghancuran diri seseorang.

Fungsi dan Manfaat Tantra, Yantra, Mantra


Fungsi dan Manfaat

1. Tantra
· Menyeimbangkan keaktifan semua chakra.
· Memurnikan prana atau energi yang masuk ke dalam tubuh.
· Membantu bangkitnya kemampuan clairvoyance, yaitu kemampuan dalam melihat dan
merasakan energi yang halus (subtleenergies) seperti : melihat aura, pancaran energi, melihat
chakra.
· Membantu bangkitnya kemampuan clairaudience, yaitu kemampuan dalam mendengar
dan memahami suara gaib, mendengar pesan dari alam atau dimensi lain.
· Membantu bangkitnya kemampuan psychometry, yaitu dapat mengetahui sejarah suatu
benda hanya dengan sentuhan saja.
· Membantu bangkitnya kemampuan clairsentience, yaitu kemampuan merasakan suatu
pikiran, emosi, aroma, dan sensasi fisik (emosi dan sakit yang diderita orang lain).
· Membantu bangkitnya kemampuan psychokinesis, yaitu kemampuan mempengaruhi
sikap, pikiran dan jiwa seseorang ke arah yang lebih baik, menenangkan orang yang kalap,
bingung, emosi, dan dapat menyadarkan/menetralisir orang yang kesurupan (trance).
· Merasakan peningkatan pengalaman spiritual dalam kehidupan yanganda jalani sekarang
maupun pada tingkat dimensi yang lebih subtle dan tinggi.

2. Yantra
Fungsi dan manfaat Yantra, dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu
bagi umat sedharma adalah:
a. Simbol sesuatu yang dihormati/dipuja.
b. Sarana atau media mewujudkan tujuan hidup dan tujuan agama yang diyakininya.
c. Media memusatkan pikiran.

3. Mantra
Fungsi dan manfaat mantra dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat sedharma
adalah:
a. Memuja Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran Agama Hindu, Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
pencipta semua yang ada ini. Beliaulah menyebabkan semua yang ada ini menjadi hidup. Tanpa
bantuan beliau semuanya ini tidak akan pernah ada. Kita patut bersyukur kehadapan-Nya dengan
memuja-Nya, sebagaimana diajarkan oleh agama yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci
‘veda’.
b. Memohon kesucian.
Tuhan Yang Maha Esa bersifat Mahasuci. Bila kita ingin memperoleh kesucian itu, dekatkanlah
diri ini kepada-Nya. Dengan kesucian hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan,
menghancurkan pikiran atau perbuatan jahat. Orang yang memiliki kesucian hati mencapai surga
dan bila ia berpikiran jernih dan suci maka kesucian akan mengelilinginya. Kesucian atau hidup
suci diamanatkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
c. Memohon keselamatan.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon keselamatan dan kebahagiaan
melalui berbagai jalan yang telah ditunjukkannya dalam kitab suci menjadi kewajiban umat
sedharma. Keselamatan dalam hidup ini merupakan sesuatu yang sangat penting. Dalam keadaan
selamat kita dapat melaksanakan pengabdian hidup ini menjadi lebih baik. Tuhan Yang Maha
Esa , pengasih dan penyayang selalu menganugerahkan pertolongan kepada orang-orang-Nya.
Orang-orang yang bijaksana sesudah kematiannya memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
yang sejati.
d. Memohon Pencerahan dan kebijakan.
Dalam kitab Nirukta Vedangga, mantra dapat dibagi menjadi 3 sesuai dengan tingkat
kesukarannya, seperti: Paroksa Mantra, yaitu mantra yang memiliki tingkat kesukaran yang
paling tinggi. Hal ini disebabkan mantra jenis ini hanya dapat dijangkau arti dan maknanya kalau
diwahyukan oleh Tuhan. Tanpa sabda Tuhan mantra ini tidak mungkin dapat dipahami;
Adyatmika Mantra, yaitu mantra yang memiliki tingkat kesukaran yang lebih rendah dari
Paroksa Mantra. Mantra ini dapat dicapai maknanya melalui proses pensucian diri. Orang yang
rohaninya masih kotor, tidak mungkin dapat memahami arti dan fungsi jenis mantra ini;
Pratyāksa Mantra, yaitu mantra yang lebih mudah dipahami dibandingkan dengan Paroksa
Mantra dan Adyatmika Mantra. Untuk menjangkau makna mantra ini dapat hanya mengandalkan
ketajaman pikiran dan indriya.
e. Melestarikan ajaran “dharma”.
Sumber ajaran Agama Hindu adalah Veda. Veda adalah wahyu Tuhan yang diterima oleh para
Maharsi baik secara langsung, maupun berdasarkan ingatannya. Diyakini bahwa pada awalnya
veda diajarkan secara lisan, hal ini memungkinkan karena pada saat itu manusia masih
mempolakan dirinya secara sederhana dan polos. Setelah kebudayaan manusia semakin
berkembang, peralatan tulis-menulis telah ditemukan maka berbagai jenis mantra yang sudah ada
dan yang baru diterima dituliskan secara baik dalam buku, kitab, lontar yang disebut Varnātmaka
Sabda, yang terdiri dari suku kata, kata ataupun kalimat. Sedangkan mantra yang diucapkan
disebut Dhvanyātma Sabda, yang merupakan nada atau perwujudan dari pikiran melaui suara
tertentu, yang dapat berupa suara saja atau kata-kata yang diucapkan ataupun dilagukan dan
setiap macamnya dipergunakan sesuai dengan keperluan, kemampuan serta motif pelaksana.

Bentuk-bentuk Tantra, Yantra, dan Mantra yang dipergunakan dalam


Praktik Kehidupan Sesuai Ajaran Agama Hindu
1. Tantra
Secara umum dapat dinyatakan bahwa yantra adalah bentukbentuk ajaran tantra yang sudah
dilaksanakan oleh masyarakat pengikutnya guna memuja kebesaran Tuhan sebagai pencipta,
pemelihara dan pelebur semua yang ada ini. Namun demikian pelaksanaannya masih perlu
disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan pelaksananya, sehingga mereka dapat terhindar
dari sesuatu yang tidak kita inginkan bersama.

2. Yantra
Adapun bentuk-bentuk yantra yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini adalah;
1. Banten
Banten adalah salah satu bentuk Yantra, sebagaimana dinyatakan dalam Lontar Yadnya
Parakerti. Banten itu memiliki arti yang demikian dalam dan universal. Banten dalam upacara
agama Hindu adalah wujudnya sangat lokal, namun di dalamnya terkandung nilai-nilai yang
universal.
2. Susastra
Dalam tradisi Hindu, yantra umumnya digunakan untuk melakukan upakara puja dengan
mengikut-sertakan bija mantra sesuai yantra tersebut. Banyaknya jenis puja dan setiap puja
menggunakan yantra maka penggunaan mantra juga menjadi berbeda. Adapun bentuk-bentuk
yantra dalam kesusteraan Hindu antara lain:
a) Bhu Pristha yantra; adalah yantra yang biasanya dibuat secara timbul atau dipahat pada
suatu bahan tertentu. Bhu Pristha yantra biasanya hanya ditulis pada selembar kertas atau kain.
b) Meru Pristha yantra; adalah yantra yang berbentuk seperti gunung atau piramid dimana di
bagian dasar penampangnya dibuat lebar atau besar semakin keatas semakin mengecil misalnya
bentuk meru pada bangunan pelinggih yang ada di Bali.
c) Meru parastar yantra; adalah bentuk yantra yang dipotong sesuai garis yantra tersebut atau
dipotong bagian tertentu.
d) Ruram Pristha yantra; adalah yantra dimana bagian dasarnya membentuk mandala segi
empat dan diatasnya dibentuk sebuah bentuk tertelungkup atau seperti pundak kura-kura.
e) Patala yantra: adalah yantra yang di bagian atas bentuknya lebih besaran dari pada bentuk
bagian bawahnya yang ‘kecil’. Bentuk ini kebalikan dari meru Pristha yantra.
3. Mantra
Mantra-mantra digambarkan dalam bentuk yang sangat halus dari sesuatu, bersifat abadi,
berbentuk formula yang tidak dapat dihancurkan yang merupakan asal dari semua bentuk yang
tidak abadi. Bahasa yang pertama diajarkan oleh Manu adalah bahasa awal dari segalanya,
bersifat abadi, penuh makna. Bahasa Sansekerta diyakini sebagai bahasa yang langsung barasal
dari bahasa yang pertama, sedang bahasa-bahasa lainnya dianggap perkembangan dari bahasa
Sansekerta (Majumdar, 1916, p.603). Sebagai asal dari bahasa yang benar, merupakan ucapan
suci yang digunakan dalam pemujaan disebut mantra. Kata mantra berarti “bentuk pikiran”.
Seseorang yang mampu memahami makna yang terkandung di dalam mantra dapat
merealisasikan apa yang digambarkan di dalam mantra itu (Danielou, 1964, 334).

Cara Mempraktikkan Ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra.


1. Tantra
Bagaimana praktik ajaran tantra, berikut ini dapat dipaparkan, antara lain;
1. Memuja shakti
Tantra merupakan ajaran filosofis yang pada umumnya mengajarkan pemujaan kepada shakti
sebagai obyek utama pemujaan, dan memandang alam semesta sebagai permainan atau kegiatan
rohani dari Shakti dan Siwa. Tantra juga mengacu kepada kitab-kitab yang pada umumnya
berhubungan dengan pemujaan kepada Shakti (Ibu Semesta, misalnya Devi Durga, Devi Kali,
Parwati, Laksmi, dan sebagainya), sebagai aspek Tuhan Yang Tertinggi dan sangat erat
kaitannya dengan praktek spiritual dan bentuk-bentuk ritual pemujaan, yang bertujuan
membebaskan seseorang dari kebodohan, dan mencapai pembebasan. Shakti yang berisi tentang
tata cara upacara keagamaan, filsafat, dan cabang ilmu pengetahuan lainnya, yang ditemukan
dalam percakapan antara Deva Siwa dan Devi Parwati, maupun antara Buddha dan Devi Tara.
2. Meyakini pengalaman mistis
Para penganut tantra meyakini bahwa pengalaman mistis adalah merupakan suatu keharusan
yang menjamin keberhasilan seseorang dalam menekuni tantra. Beberapa jenis tantra
membutuhkan kehadiran seorang guru yang mahir untuk membimbing kemajuan siswa tantra.
3. Simbol-simbol erotis
Dalam perkembangannya dimana tantra sering menggunakan simbolsimbol material termasuk
simbol-simbol erotis. Tantra sering kali diidentikkan dengan ajaran kiri yang mengajarkan
pemenuhan nafsu seksual, pembunuhan dan kepuasan makan daging. Padahal beberapa
perguruan tantra yang saat ini mempopulerkan diri sebagai tantra putih menjadikan pantangan
mabuk-mabukan, makan daging dan hubungan seksual sebagai sadhana dasar dalam meniti jalan
tantra.
4. Penyelamat dunia dari kehancuran
Dalam beberapa sumber Devi Durga juga disebut “Candi”. Dari sinilah pada mulanya muncul
istilah “candi” (candikaghra) untuk menamai bangunan suci sebagai tempat memuja Deva dan
arwah yang telah suci. Peran Devi Durga dalam menyelamatkan dunia dari kehancuran moral
dan perilaku disebut kalimosada. Kalimosada (Kali-maha-usada), yang artinya Devi Durga
adalah obat yang paling mujarab dalam zaman kekacauan moral, pikiran dan perilaku; sedangkan
misi Beliau turun ke bumi disebut Kalika-Dharma. Seiring pendistorsian ajaran Hindu di
Indonesia.
5. Mewarnai kebudayaan dan keagamaan
Dalam perkembangannya, praktik tantra ini juga selalu mewarnai kebudayaan dan keagamaan
yang berkembang di nusantara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai jenis peninggalan prasasti,
candi dan arcaarca bercorak tantrik. Karakteristik tantrisme di India secara alami ajaran-
ajarannya yang berpedoman pada Veda, mengalir ke Indonesia. Konsekuensinya, bahwa ajaran-
ajaran Tantra yang bersumber pada Veda, di Indonesia berkembang sebagaimana yang
diharapkan oleh para pengikutnya.

2. Yantra
Yantra adalah sarana dan tempat memusatkan pikiran. Adapun unsur-unsur sebuah yantra
adalah: Titik (bindu), garis lurus, segi tiga, lingkaran, heksagon (persegi enam), bujur sangkar,
bintang (pentagon), garis melintang, svastika, bintang segi enam (star heksagon), dan padma
yang untuk lebih jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Bindu (titik)
Titik dapat juga menggambarkan keterbatasan perbedaan yang satu eksistensi atau asal
manifestasi yang satu dengan yang lainnya. Ketika sesuatu eksistensi dalam tingkat tidak
termanifestasi menjadi bermanifestasi, maka manifestasi mulai di berbagai tempat, dalam
beberapa titik di ruang angkasa, dalam beberapa titik waktu.
2. Garis lurus
Ketika sebuah titik bergerak secara bebas dalam aktrasinya yang abadi, gerakannya itu berbentuk
garis lurus. Garis lurus dipakai untuk menggambarkan gerakan yang tiada merintangi,
demikianlah prinsip dari semua perkembangan.
3. Segi Tiga
Segi tiga dengan pucaknya ke atas melambangkan api, diidentifikasikan dengan prinsip laki-laki,
lingga atau phallus, simbol Siva, leluhur atau manusia kosmos (purusa).
4. Lingkaran
Gerakan melingkar adalah kecenderungan sifat rajas (berputar) yang merupakan sifat dari
manifestasi yang dapat dimengerti. Pusat lingkaran, bagaimanapun, dapat melambangkan ciptaan
yang dapat ditarik ke dalam, energi yang bergelung, yang ketika dibangkitkan, mengantarkan
semua mahluk dapat menyeberangi ruang dan bentuk manifestasi dan mencapai tingkat
kebebasan.
5. Persegi Enam (Hexagon)
Lingkaran kadang-kadang dijadikan sebuah unsur dari sebuah udara, meskipun secara
konvensional simbol untuk udara adalah persegi enam (hexagon).
6. Bujur sangkar
Bujur sangkar dijadikan lambang bumi. Bujur sangkar ini melambangkan unsur bunyi. Angka
bilangan yang merupakan simbol bumi adalah 4.
7. Bintang (Pentagon)
Bintang diasosiasikan dengan cinta dan nafsu seperti halnya kekuatan untuk memisahkan. Hal ini
merupakan unsur yang sangat penting dari yantra-yantra yang bersifat magis.
8. Tanda Tambah
Tanda ini merupakan simbol dari perkembangan titik di dalam ruang seperti halnya juga
pengkerutan (reduksi) ruang menjadi satu (ke titik tengah). Hal ini menunjukkan bahwa satu
kekuatan bias berkembang berlipat ganda. Di Bali tanda tambah ini disebut “tapak dara”, tanda
bekas diinjak burung merpati, digunakan untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan gaib.
9. Svastika
Tanda tambah yang sederhana tidak hanya menggambarkan reduksi ruang menuju satu kesatuan,
tetapi juga lapangan manifestasi yang dari titik pusat, bindu, simbol ether, mengembang ke 4
arah mata angin dan 4 unsur yang nampak. Hal ini diperlihatkan dengan cabang berliku dari
kemurahan svastika, yang bagaimanapun dihubungkan dengan titik pusat material, saat ini titik
tidak dapat ditentukan luas ruang angkasa.
10. Bintang Segi Enam (Hexagon)
Bintang segi enam (hexagon) atau kenyataannya dalam bentuk dodecagon adalah salah satu
unsur yantra yang sangat umum. Dibuat dari dua segi tiga yang saling tembus (penetrasi). Kita
dapat melihat segi tiga yang puncaknya menghadap ke atas menggambarkan Manusia Kosmos
(purusa) dan segi tiga yang ujungnya ke bawah merupakan Sifat Kosmos (prakrti).
11. Bunga Padma
Segala simbol-simbol bilangan menggambarkan kesatuan tertentu yang ditunjukkan di dalam
yantra sebagai bunga yang bentuknya bundar yang disebut bunga padma.

3. Mantra
Tidak terhitung jumlahnya mantra. Semua sabda Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab suci
Veda adalah mantra. Walaupun demikin banyak jumlahnya, mantra-mantra itu dapat dibedakan
menjadi 4 jenis sesuai dengan dampak atau pahala dari pengucapan mantra, antara lain ;
1. Siddha, yang pasti (berhasil).
2. Sadhya, (yang penuh pertolongan).
3. Susiddha, (yang dapat menyelesaikan).
4. Ari, musuh (Visvasara).

Anda mungkin juga menyukai