Anda di halaman 1dari 6

Implementasi Tri Hita Karana Dan Tanggung Jawab Terhadap Alam Dan

Lingkungan Pada Upacara Tumpek Kandang.

Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni Dalam Perspektif Hindu.

Disusun guna memenuhi UAS mata kuliah


Agama Hindu

Dosen Pengampu :
Dr. I Ketut Yoda, S.Pd.,M.Or

Disusun oleh :
Anak Agung Istri Sukma Dewi (2211031013)

ROMBEL 29
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Bali merupakan salah satu daerah yang masih mempertahankan adat dan
tradisi keagamaannya. Bali tidak pernah lepas dari tradisi dan upacara
keagamaannya dimana masyarakat Bali menyimpan warisan leluhur nenek
moyang mereka dahalu. Dengan melakukan upacara, masyarakat Hindu
berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi umat Hindu,
manusia harus hidup rukun dan harmonis dengan alam semesta, khususnya
bumi ini dan makhluk lainnya termasuk tumbuhan dan hewan. Manusia harus
menjaga keanekaragaman hayati yang ada di muka bumi ini untuk kedepannya
yang berpedoman pada konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana adalah tiga
penyebab kesejahteraan yang bersumber dari hubungan yang harmonis, antara
lain hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungan,
hubungan manusia dengan sesamanya. Salah satunya melalui pelaksanaan
upacara Tumpek Kandang. Hubungan antara konsep Tri Hita Karana dan
Tumpek Kandang merupakan bagian dari hubungan manusia dengan alam
lingkungannya, namun ada juga hubungan antara manusia dengan Tuhan, agar
tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan alam,
umat Hindu mengemban mengadakan Upacara Tumpek. yang tujuannya adalah
sebagai bentuk pelestarian semua hewan. Dalam upacara Tumpek Kandang,
hubungan manusia dengan Tuhan diwujudkan dengan memuja Rare Angon
yang merupakan jiwa dari semua hewan, terutama hewan ternak dan hewan
peliharaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI DALAM


PERSPEKTIF HINDU
Ilmu pengetahuan dalam agama Hindu merupakan Jnana yang bersumber
pada Weda, Itihasa, Purana, dan Tattwa. Sedangkan, teknologi dan seni
termasuk pada Gandarwa Weda yang merupakan cabang ilmu seni. Di dalam
Hindu terdapat Sraddha, Jnana dan Karma sebagai kesatuan Yadnya. Dimana
Sraddha dapat diartikan sebagai sebuah kepercayaan atau keyakinan dalam
umat Hindu. Jnana artinya ilmu pengetahuan, Karma, Perbuatan, Laksana.
Sedangkan, Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta yang berakar kata “Yaj”
yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci
yang dipersembahkan secara tulus iklas dalam rangka memuja Ida Sang
Hyang WIdhi. Selain itu, beberapa Pustaka suci Weda memberikan amanat
diantaraanya kitab suci Bhagawad Gita, Kitab Canakya Nitisastra dan kitab
Saramuccaya serta masih banyaknya kitab lain yang membahas mengenai
sraddha, jnana dan karma sebagai kesatuan Yadnya. Umat Hindu juga
percaya terdapat 3 penyebab hubungan harmonis yang disebut dengan Tri
Hita Karana yang terdiri dari hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam atau lingkungan sekitar. Jika
ajaran Tri Hita Karana ini diterapkan dengan baik dan benar, maka
kesejahteraan dan kebahagiaan akan dapat dicapai secara harmonis.
2. 2. IMPLEMENTASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
2. 3. 1 Implementasi Tri Hita Karana Dalam Penerapan Upacara Tumpek
Kandang
Tumpek adalah salah satu dari sekian banyak hari besar agama
Hindu yang berdasarkan pawukon atau wuku yang dirayakan setiap 6
bulan atau 210 hari sekali. Pada setiap hari Sabtu Kliwon dengan
waktunya masing-masing yang berubah setiap bulan atau tiga puluh lima
hari berdasarkan arti dan jenis waktunya, maka dalam waktu enam bulan
umat Hindu akan merayakan tumpek sebanyak enam kali yang masing-
masing memiliki tujuan dan jenis yang berbeda-beda. Menurut jenis
enam tumpek di Bali.
Dalam penanggalan Bali, dari 30 wuku ada 6 kali tumpek.
Tumpek Kandang termasuk dalam hari raya yang berkaitan dengan
Wuku Uye, tanggal 22 dari total 30 Wuku yang ada. Maka dari itu,
Tumpek Kandang disebut juga dengan Tumpek Uye, yaitu tumpek yang
berkaitan dengan penghormatan kasih sayang terhadap semua hewan,
terutama hewan yang dekat dengan manusia. Pada intinya upacara
tersebut dilakukan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dan Sang
Hyang Siwa Pasupati atau biasa disebut Rare Angon. Rare Anggo adalah
penggembala makhluk. Mitologi Rare Anggo menceritakan tentang
Dewa Siwa yang turun ke dunia sebagai penggembala lembu. Saat itu
umat manusia harus menghormati lembu yang digembalakan oleh Dewa
Siwa, karena dipercaya sebagai lembu suci. Jadi Tumpek Kandang
dirayakan sebagai hari suci bagi hewan. Sistem pemujaan umat Hindu di
Bali berdasar pada konsep Tri Hita Karana sebagai pemujaan sikap hidup
yang seimbang dengan Tuhan, dan mengembangkan sistem sosialis yang
harmonis dengan melestasrikan alam lingkungan. Tri Hita Karana
berasal dari kata Tri yang berarti tiga, Hita yang berarti sejahtera, dan
Karana yang berarti penyebab. Maka pada hakekatnya Tri Hita Karana
mengandung tiga penyebab kesejahteraan yang bersumber pada
keharmonisan hubungan meliputi hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia dengan lingkungan sekitar, dan manusia dengan sesamanya.
Sehingga akan terwujud kehidupan yang bahagia lahir dan batin.
Hubungan konsep Tri Hita Karana dengan Tumpek Kandang merupakan
bagian dari hubungan manusia dengan alam lingkungan, tetapi ada juga
hubungannya manusia dengan Tuhan, untuk mewujudkan hubungan
keharmonisan manusia dengan alam lingkungan, maka umat Hindu
melaksanakan sebuah upacara Tumpek Kandang yang tujuannya adalah
sebagai bentuk pelestarian semua binatang. Manusia memohon kepada
Tuhan supaya lingkungan alamnya, khususnya binatang dapat membantu
dalam kehidupan manusia. Dalam hali ini, umat Hindu diajarkan untuk
mempunyai sifat saling menghargai, tidak hanya dengan sesama manusia
namun dengan binatang, tumbuhan, dan seluruh ciptan-Nya.
Pelaksanaan upacara Tumpek Kandang sudah turun – menurun
dilakukan oleh masyarakat Bali yang beragama Hindu. Biasanya upacara
ini dilaksanakan pada siang atau sore hari. Proses Upacara Tumpek
Kandang tidak semegah dengan upacara besar seperti upacara galungan,
upacara ngaben dan upacara besar lainnya. Upacara ini biasanya
dilakukan dengan durasi yang tidak panjang dan banten yang digunakan
tidak sebanyak dengan upacara besar lainnya. Upacara ini dipimpin oleh
pemangku atau anggota keluarga yang dituakan yang nantinya bertugas
untuk membacakan mantra atau doa untuk para binatang.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Simpulan
Makna filosofis yang terkandung dalam upacara Tumpek Kandang, upacara
ini mengandung makna rasa syukur kepada Tuhan karna sudah menciptakan
binatang sebagai pendamping hidup manusia, memberikan kelangsungan hidup
melalui protein yang terkandung dalam hewan tersebut, makna yang lain adalah
menunjukkan rasa kasih sayang terhadap binatang maupun hewan peliharaan
dengan cara melaksanakan upacara Tumpek Kandang.

Anda mungkin juga menyukai