Anda di halaman 1dari 7

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by eJournal of Sunan Gunung Djati State Islamic University (UIN)
Religious: Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7

KONSEP PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM UPACARA


TUMPEK WARIGA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN BAGI
MASYARAKAT HINDU BALI
I Ketut Sudarsana
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
E-mail: iketutsudarsana@ihdn.ac.id
__________________________
Abstract
Environment is a place close to the existence of human life, but the environment also has significance for humans.
With the physical environment man can use it to meet his material needs, with the human biological environment to
meet his physical needs, and with his social environment man can meet his spiritual needs. This research has found
that Tumpek Wariga as the local wisdom of the Balinese Hindu community is not an offering for plants, but a
ceremony made, presented to the Lord. This means the ceremony is to express God's gratitude. The implementation
of the ceremony Tumpek Wariga provides education to all Hindus of the importance of conservation, especially the
preservation of plants.
Keywords:
Environmental Conservation, Tumpek Wariga, Education, Bali Hindu Society
__________________________

Abstrak
Lingkungan merupakan tempat yang dekat dengan keberadaan kehidupan manusia, selain itu lingkungan juga
memiliki makna penting untuk manusia. Dengan lingkungan fisik manusia bisa menggunakannya untuk mencukupi
kebutuhan materilnya, manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya dengan lingkungan biologi, dan manusia
dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan lingkungan sosialnya. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa
Tumpek Wariga sebagai kearifan lokal masyarakat Hindu Bali bukanlah persembahan bagi tumbuh-tumbuhan,
melainkan upacara yang dibuat, dihaturkan (dipersembahkan) kehadapan Tuhan. Artinya upacara ini adalah untuk
mengucapkan rasa syukur Tuhan. Pelaksanaan upacara Tumpek Wariga memberikan pendidikan pada seluruh umat
Hindu akan pentingnya pelestarian, khususnya pelestarian tumbuh-tumbuhan.

Kata Kunci:
Pelestarian Lingkungan, Tumpek Wariga, Pendidikan, Masyarakat Hindu Bali
__________________________

hasil pertanian di Bali yang di persembahkan


kepada Tuhan sebagai wujud rasa bhakti.
A. PENDAHULUAN Adi Putra (Udayana, 2008:9-10) menye-
Bali tidak bisa terlepas dari upacara-upa- butkan bahwa sebagian dari ritual atau upa-
cara adat dan keagamaan, yang menyebabkan cara-upacara tersebut menghadirkan segala
Bali mempunyai pesona yang bisa membuat jenis pohon sebagai sarananya, meskipun
orang tertarik dan terkagum. Pulau Bali di sarana tersebut tidak mutlak adanya, namun
kenal sebagai daerah pariwisata dikarenakan hal itu tidak terlepas dari peradaban manusia,
adat istiadat dan budayanya. Masyarakat Bali yang tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
tidak luput dari upacara Yajna (persembahan pohon atau tumbuh-tumbuhan. Manusia dan
tulus iklas) hampir setiap hari, orang Bali kehidupan, tampaknya tidak terpisahkan dari
selalu melaksanakan yajna dari yang paling keberadaan tumbuh-tumbuhan, dari dahulu
sederhana sejumput nasi setelah memasak, hingga kini. Tumbuh-tumbuhan mengambil
sampai pula Tawur atau Caru Ekadasa Rudra peran sebagai teman hidup dan memberi
yang di laksanakan seratus tahun sekali, semua beraneka manfaat bagi manusia, bukan seba-
bahan yajnya tersebut dahulunya berasal dari gai sebuah panggilan takdir untuk sebuah
keaneka ragaman hayati.
I Ketut Sudarsana Konsep Pelestarian Lingkungan Dalam Upacara
Tumpek Wariga Sebagai Media Pendidikan Bagi
Masyarakat Hindu Bali

Ada serangkaian bukti yang menggam- lingkungan harus dihargai, disayangi, seperti
barkan kedekatan manusia dan alam. Pening- manusia menyayangi dirinya sendiri karena
galan prasejarah meninggalkan bukti pahatan pepohonan juga adalah ciptaan dari Tuhan
berbentuk pepohonan di gua-gua, bahkan yang patut disyukuri oleh manusia itu sendiri.
terukir di relief-relief candi. Kehadiran pepo- Menyayangi dan melindungi keberadaan
honan bahkan termuat dalam buku-buku suci tumbuh-tumbuhan adalah sikap dan sifat
(agama) yang umumnya dihadirkan sebagai manusia yang amat mulia. Walaupun dalam
pohon suci. Pohon suci memang dapat dijum- tingkatan kesadaran manusia biasa, manusia
pai pada jaman prasejarah. Ketika sejarah juga diberikan kuasa untuk menebang atau
umat manusia mulai ditemukan, mulai dike- memanfaatkan pepohonan itu untuk
nalnya sebuah tulisan, kepercayaan kepada dipergunakan dalam kehidupan.
binatang-binatang mitos tetap berlangsung Di samping hari Tumpek Wariga, terdapat
(Sukmono, 1973:86). juga lima jenis Tumpek yang lain dalam hari-
Dalam konsep keharmonisan alam (Tri Hita hari raya Hindu di Bali yaitu : 1. Tumpek
Karana) dijelaskan adanya Parhayangan yang Landep yakni upacara selamatan untuk
berarti menjaga hubungan yang harmonis senjata, 2. Tumpek Wariga selamatan untuk
dengan sang pencipta atau Tuhan Yang Maha tumbuh-tumbuhan, 3. Tumpek Kuningan
Esa, kemudian ada yang disebut dengan selamatan untuk gamelan, 4. Tumpek Klurut
Pawongan yang berarti menjaga hubungan selamatan untuk unggas, umumnya upacara
yang harmonis dengan semua mahluk hidup selamatan untuk unggas ini digabungkan pada
dan yang terakhir adanya Palemahan yang hari Tumpek Uye ini, 5. Tumpek Uye atau
berarti menjaga hubungan yang harmonis Tumpek Kandang yakni upacara selamatan
dengan alam lingkungan. Kemudian dari untuk binatang periaraan, 6. Tumpek Wayang
ketiga konsep keharmonisan tersebut dapat yakni upacara selamatan untuk Wayang.
ditelusuri konsep yang ketiga yaitu, menjaga Lontar Sundarigama yang memberikan
keharmonisan dengan alam lingkungan (Pale- petunjuk mengenai hari-hari raya Hindu di
mahan), yang dikenal di Bali dengan nama Indonesia mengungkapkan : Hari Tumpek
upacara Tumpek. Tumpek merupakan salah Kandang ialah upacara selamatan untuk
satu dari sekian banyaknya hari raya agama binatang-binatang, binatang yang disembelih
Hindu yang berdasarkan pawukon (wuku), dan binatang piaraan, hakekatnya ialah untuk
yang dirayakan setiap enam bulan sekali (210 memuja Tuhan Yang Maha Esa, Siwa yang
hari) yaitu setiap hari sabtu kliwon dengan disebut Rare Angon, penggembala makhluk.
wukunya masing-masing yang berganti-ganti Bersandarkan kutipan ini, tegas bahwa yang
setiap bulan atau 35 hari. Berdasarkan penger- dipuja ialah Tuhan Yang Maha Esa, bukan
tian dan jenis wukunya itu, maka dalam waktu memuja binatang, demikian pula terhadap
enam bulan itu umat Hindu akan merayakan senjata-senjata, tumbuh-tumbuhan, gamelan
tumpek selama enam kali, yang masing-masing dan lain sebagainya. Dalam ajaran agama
memiliki tujuan nama, dan jenis yang berbeda- Hindu, keharmonisan hidup dengan semua
beda, sesuai dengan jenis keenam Tumpek makhluk dan alam semesta senantiasa
yang ada di Bali (Arwati, 2003:5). diamanatkan.
Bahwa di dalam pelaksanaan hari Tumpek Manusia hendaknya hidup harmonis dan
Wariga tersebut manusia sangat penting untuk selaras dengan alam semesta, khususnya bumi
melestarikan lingkungannya. Pelestarian terha- dan dengan ciptaan-Nya yang lain, terliput
dap lingkungan harus dipandang sama pen- binatang dan tumbuh-tumbuhan. Di dalam
tingnya dengan pelestarian keberadaan manu- ajaran Hindu, seluruh makhluk diyakini
sia itu sendiri. Jika sejak awal manusia mempunyai jiwa yang berasal dari Tuhan
mengembangkan esensi dari perayaan hari Yang Maha Esa. Doa umat Hindu sehari-hari
Tumpek Wariga ini, maka niscaya tidak akan (dalam Puja Tri Sandhya bait ke-5) dengan
ada bencana alam di muka bumi ini. Alam gamblang menyatakan : Sarvaprani

2 Religious: Jurnal Studi Agama- Agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7
I Ketut Sudarsana Konsep Pelestarian Lingkungan Dalam Upacara
Tumpek Wariga Sebagai Media Pendidikan Bagi
Masyarakat Hindu Bali

hitankarah (hendaknya semua makhluk hidup perkembangan zaman. Konsep Tri Hita
sejahtera) ialah doa yang bersifat universal Karana mengajarkan kepada umat Hindu
atau umum bagi keseimbangan jagat raya dan mengenai pendekatan yang digunakan untuk
segala isinya. Upacara selamatan kepada mencapai tujuan. Selanjutnya, bertolak daro
tumbuh-tumbuhan dimaksudkan untuk me- konsep Trihita karana (tiga penyebab
numbuhkan rasa kasih sayang kepada alam, kebahagian). Apabila ada kesenjangan antara
khususnya tumbuh-tumbuhan. ketiganya maka akan menimbulkan suatu yang
tak diinginkan oleh manusia. Dalam hal ini
B. METODE tujuan pemujaan mengandung pengertian
Penelitian ini merupakan jenis peneli- adanya keharmonisan dengan alam beserta
tian kualitatif, dikatakan demikian sebab hasil- isinya, Filosofis Tri Hita Karana bersifat
hasil dari semuannya tak didapatkan melalui universal dalam artian dapat diterapkan oleh
prosedur statistik atau pun hitungan lainya. semua manusia yang mendambakan
Penelitian ini bukan membutuhkan rangkaian kebahagiaan dalam kehidupannya. Tujuan
angka-angka tetapi lebih banyak membu- akhir dari hubungan yang seimbang dan
tuhkan jenis data yang berbentuk rangkaian harmonis antara manusia dengan manusia,
kata-kata. Prosedur penelitian ini mengha- manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan
silkan data deskriptif berupa lisan, kata-kata lingkungannya adalah kesejahteraan alam
tertulis, dan prilaku orang-orang yang dapat semesta beserta isinnya. Hubungan yang
diamati. Jenis data kualitatif yang diperoleh harmonis antara manusia dengan lingkungan
bersumber dari data primer dan data skunder terlebih dengan alam semesta ini diterapkan
Penentuan informan dalam penelitian dengan upacara Tumpek Wariga yang
ini menggunakan teknik Purposive Sampling, merupakan salah satu dari sekian upacara
yang merupakan teknik penentuan informan yang ada di Bali. Upacara Tumpek Wariga ini
dengan akurasi dapat memberikan data yang berupaya untuk mengharmoniskan alam
diperlukan sesuai dengan tujuan peneliti. semesta beserta isinnya.
Metoda pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah wawancara, observasi, dan pencatatan
dokumen dengan analisis data dilakukan
melalui tiga jalur kegiatan yaitu : 1) data
reduction (reduksi data), 2) data display
(penyajian data), 3) conclusion drawing
(verifikasi).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Upaya Mengharmoniskan Alam
Semesta Menuju Pelestarian
Lingkungan
Hidup harmonis ialah dambaan bagi setiap Gambar 1: Bentuk upacara Tumpek Wariga
umat manusia, hubungan yang harmonis dalam
pandangan Hinduisme dijabarkan dengan Melalui upacara tersebut diharapkan
konsep Tri Hita Karana. Filosofis Tri Hita keharmonisan tetap terjaga berdasarkan
Karana ialah kebahagian hidup batin dan lahir konsep Tri Hita Karana, hubungan yang
yang disebabkan oleh hubungan yang harmonis terhadap Tuhan, hubungan yang
seimbang dan harmonis antara manusia harmonis terhadap sesama mahkluk hidup,
dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan dan hubungan yang harmonis terhadap
manusia dengan lingkungan, substansi dan lingkungan sekitar akan senantiasa terjaga dan
nilai yang terkandung didalamnya sangat luas tetap bertahan. Upacara Tumpek Wariga
dan tidak pernah mengalami degradasi oleh dilaksanakan pada saniscara Keliwon Wuku

Religious: Jurnal Studi Agama- Agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7 3
I Ketut Sudarsana Konsep Pelestarian Lingkungan Dalam Upacara
Tumpek Wariga Sebagai Media Pendidikan Bagi
Masyarakat Hindu Bali

Wariga sebagaimana yang disebutkan dalam


salinan lontar Sundari Gama sebagai berikut :2. Upacara Tumpek Wariga Sebagai Media
“Wariga Saniscara Kliwon, ngaran Pendidikan Bagi Masyarakat Hindu Bali
panguduh pujawali Sanghyang Sangkara, Ada banyak cara para leluhur umat
Hindu dalam mewariskan nilai-nilai luhur
apan sira amrtaken sarwaning tawuwuh, agama Hindu yang bersifat global salah satu
kayu-kayu kunang, widhi-widhanana, pras caranya adalah dengan cara mewariskan
bentuk upacara keagamaan yang penuh
tulung, sesayut, tumpeng, bubur mwang mengandung nilai-nilai pendidikan agama.
tumpeng agung iwak nia guling bawi, itik Diantara upacara keagamaan yang banyak
jenisnya adalah upacara keagamaan yang
wenang, saha raka, penyeneng, tetabuh, dilaksanakan pada Tumpek Wariga. Dari segi
kalinggania anguduh ikang awoh mwang kata “tumpek” menurut Sudarsana (2003 : 14),
artinya dekat, atau hari suci, sebagai hari
godong, dadya pamrtaning hurip ring peringatan turun mendekatnya kekuatan Ida
manusa. Sesayut cakragni kalinggania Sang Hyang Widhi. Pada hari rerainan
Tumpek Wariga khususnya, yang diperingati
anuduh kna adnyana sandhi.” sebagai pemujaan sarwa tumawah, merupakan
Terjemahannya : peringatan akan melekatnya kekuatan Tuhan
sebagai Dewa pelindung tumbuh-tumbuhan.
Wuku wariga yakni pada hari Saniscara Momentum yang sangat tepat bagi umat
Kliwon, disebutlah hari panguduh. Suatu Hindu untuk memuja Tuhan sebagai Dewa
hari untuk memuja Sanghyang Sangkara, Sangkara/Dewa pelindung tumbuh-tumbuhan
sebab Beliaulah yang menciptakan segala pelaksanaan upacara Tumpek Wariga
tumbuh-tumbuhan termasuk kayu-kayuan. sekaligus memberikan pendidikan bagi umat
Adapun upakaranya ialah peras tulung akan kebesaran Tuhan yang berada dimana-
sesayut, tumpeng bubur dan tumpeng mana, Tuhan berada di setiap tempat, Wyapi-
agung dengan daging babi, atau itik Wyapaka, termasuk juga Tuhan berada
diguling. Baik pula disertai dengan raka- disetiap tumbuh-tumbuhan. Tuhan Yang Maha
raka (jajan dan buah-buahan), penyeneng, Esa yang berada dalam tumbuh-tumbuhan
tetebus dan sesayut cakragni. Adapun dalam kita Sveta Svatara Upanisad disebut
bebanten tersebut di atas ialah mendoakan Vanaspati selengkapnya kitab Sveta Svatara
semoga atas rahmat Hyang Widhi maka Upanisad 11.17 sebagai berikut :
segala tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh yo devo gnah yo psu
subur, lebat buahnya bersusun-susun dan
dapat dimanfaatkan untuk kehidupan yo visvam bhuvana ma visesa
manusia dalam ketentraman hati, serta yo osadhisu yo vanaspatisu
kesejahteraan lahir dan bathin (Suandra,
1992 : 15). jasmai devaya namo nama.
Sesuai dengan salinan lontar di atas Terjemahananya :
bahwasannya pada waktu wariga yaitu
tepatnya pada Sabtu Kliwon merupakan Sujud bhakti pada Tuhan yang berada pada
memperingati otonan terhadap tumbuh- api, yang berada di air, yang meresapi seluruh
tumbuhan. Masyarakat Hindu berdoa kepada alam semesta yang ada dalam tumbuh-
Dewa Sangkara agar tumbuh-tumbuhan tumbuhan, yang ada dalam pohon-pohon
diberikan keselamatan dan kesuburan. Upacara kayu. (Tim Penyusun, 2003 : 32).
ini memiliki makna tersendiri karena Sabda kitab Sveta Svatara Upanisad
upacaranya untuk mendoakan tumbuhan yang mengatakan tentang Tuhan dalam immanent
pada saat itu sedang berbunga. atau Tuhan berada dimana-mana, di air, api
dan pohon-pohon kayu, sangat dekat

4 Religious: Jurnal Studi Agama- Agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7
I Ketut Sudarsana Konsep Pelestarian Lingkungan Dalam Upacara
Tumpek Wariga Sebagai Media Pendidikan Bagi
Masyarakat Hindu Bali

maknanya dengan pelaksanaan upacara Aham bhunmi madada marryyayaham


Ngatag pada hari Tumpek Wariga.
vrstim
Saat hari Tumpek Wariga difokuskan
untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya Disuse martaya ahamapo anayam vavasana
sebagai Dewa Sangkara atau pelindung
Mama devaso anu katamayan.
tumbuh-tumbuhan. Pelaksanaan upacara
Tumpek Wariga memberikan pendidikan pada Terjemahan :
umat Hindu tentang kemahakuasaan Tuhan,
Aku memberikan bumi kepada orang-orang
bahwa Tuhan berada di segala tempat,
baik dan hujan serta udara untuk umat
termasuk berada di tumbuh-tumbuhan.
manusia, wahai para bijaksana, datanglah
Dalam wujud tindakan sehari-hari
kehadapanku dengan keinginan yang penuh.
(Nitya Karma) pelaksanaan upacara Tumpek
Orang-orang baik, akan memelihara
Wariga memberikan pendidikan pada seluruh
alam dengan arif bijaksana, maka Tuhan akan
umat Hindu akan pentingnya pelestarian,
memberi anugerahnya dengan hasil bumi yang
khususnya pelestarian tumbuh-tumbuhan.
melimpah dan dengan cuaca alam yang penuh
Pelaksanaan upacara Tumpek Wariga jika
persahabatan. Pelaksanaan upacara Tumpek
dicermati dan dilaksanakan sesuai dengan
Wariga adalah contoh perbuatan yang baik
semangat Veda, dapat mencegah adanya
dari manusia terhadap alam dan tumbuh-
penebangan hutan secara liar dan membabi
tumbuhan, tetapi masih bersifat serimonial
buta (illegal logging). Pelaksanaan Tumpek
formal. Tindakan yang berupa serimonial
Wariga pada hakekatnya bertujuan untuk
formal perlu ditindaklanjuti dengan perbuatan
melestarikan sumber daya hayati dari alam
nyata dalam bentuk tindakan sehari-hari
semesta, misalnya hutan yang masih
(Nitya Karma).
terpelihara dengan baik dapat menjaga
Berbicara tentang masyarakat dan
kestrabilan debit air dan mencegah timbulnya
budaya Bali yang beragama Hindu pada
tanah longsor, karena kondisi tanah yang
khususnya segala aktivitasnya dalam berbagai
disangga oleh akar-akar pohon yang kuat dan
bentuk selalu diusahakan berlandaskan ajaran
menjalar di tanah.
agama yang dianutnya, sehingga dikatakan
Keadaan pepohonan yang lestari dan
sebagai suatu masyarakat yang religious. Sifat
seimbang dengan keadaan luas tanah dapat
demikian secara nyata dapat dilihat dalam
pula mencegah kekeringan atau mencegah
berbagai kegiatan atau usahanya dalam
krisis air saat musim kemarau. Dengan
mencapai kebahagian yang abadi. Tujuan
demikian pelaksanaan upacara Tumpek Wariga
tersebut dalam agama hindu disebut
berfungsi memberikan pendidikan pada umat
Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma,
akan pentingnya pelestarian tumbuh-tumbuhan
artinya tujuan agama Hindu adalah untuk
agar tetap terjaganya keseltarian alam. Umat
mencapai kesejahteraan didunia dan moksa.
diharapkan memperlakukan alam dengan
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu
bersahabat dan manusia dilarang
diadakan pendidikan baik dibidang jasmani
memperlakukan kekerasan pada alam. Dengan
maupun mental spiritual sehingga terwujudlah
demikian, alam akan sangat ramah pada
tujuan yang ingin dicapai. “Salah satu cara
manusia dan memberi segala jenis kehidupan
pendidikan dibidang mental spiritual yaitu
pada manusia.
melalui pelaksanaan yadnya”(Surayin,
Dalam kitab Reg Veda dinyatakan bahwa
2004:9).
Tuhan menitipkan bumi ini kepada orang-
Didalam Upadesa disebutkan tiga
orang budiman, sehingga akan membalas
kerangka dasar agama Hindu yaitu: “tatwa,
dengan mencurahkan hujan, dan udara yang
etika dan upacara. Ketiga kerangka dasar ini
segar serta makanan yang cukup. Hal tersebut
dilaksanakan dalam kehidupan beragama demi
dinyatakan dalam kitab Reg Weda IV.25.6
terwujudnya suatu kehidupan yang mantap,
sebagai berikut :
serasi dan seimbang serta terpeliharanya suatu

Religious: Jurnal Studi Agama- Agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7 5
I Ketut Sudarsana Konsep Pelestarian Lingkungan Dalam Upacara
Tumpek Wariga Sebagai Media Pendidikan Bagi
Masyarakat Hindu Bali

kerukunan hidup beragama. Seiring dengan selaku sumber-Nya untuk memohon anugrah
maksud diatas dalam prakteknya dimasyarakat keselamatan untuk tumbuh-tumbuhan agar
khususnya di Bali, yang paling menonjol terhindar dari segala jenis penyakit.
adalah upacara (ritual) dan tercetus dalam
bentuk korban suci yang disebut yadnya. D. SIMPULAN
Pelaksanaan yadnya atas dasar adanya Tuhan Umat Hindu melaksanakan Upacara
mengawali penciptaan dunia beserta isinya Tumpek Wariga atas petunjuk kitab
berdasarkan yadnya. Jadi yadnya bermula dari Sundarigama dan sesuai pula dengan kitab
Tuhan patut diteruskan agar kehidupan didunia suci Veda. Bahwa manusia sangat tergantung
ini berlanjut terus dengan saling beryadnya. pada alam semesta, khususnya pada tumbuh-
Konsep agama Hindu adalah tumbuhan, karena itu manusia sebagai
mewujudkan antara manusia dengan manusia, makhluk yang percaya pada Tuhan sebagai
manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan Maha Pencipta, patut bersyukur dan mohon
lingkungannya. Di Bali tiga keseimbangan itu kepada Tuhan sebagai pencipta tumbuh-
disebut dengan Tri Hita Karana, artinya tiga tumbuhan, diharapkan beliau memberi
faktor yang menyebabkan terwujudnya suatu anugerahnya agar melimpahkan amerta
kebahagiaan (Arwati, 2007:4). Kehidupan melalui segala tanem tuwuh. Upacara Tumpek
manusia dimuka bumi ini selalu dihadapkan Wariga terus dilaksanakan dan dilestarikan
pada permasalahan yang rumit dan kompleks. karena diyakini dengan melaksanakan upacara
Manusia hidup dialam dan dari hasil alam, ini bisa selalu dekat dengan Tuhan dan
oleh sebab itu manusia patut menjaga dan melalui upacara ini masyarakat bisa
memelihara hubungan yang harmonis antara menyampaikan rasa terima kasihnya terhadap
manusia (Bhuana Alit) dan alam (Bhuana tumbuh-tumbuhan karena tanpa adanya
Agung) secara lahir dan bathin. tumbuh-tumbuhan manusia tidak bisa
Manusia tidak dapat hidup sendiri sangat melangsungkan kehidupan di dunia ini.
tergantung pada alam, sesama manusia, dan Melalui pelaksanaan Upacara Tumpek
Sang Pencipta. Munculnya berbagai kejadian Wariga sekaligus memberikan pendidikan
yang aneh pada alam, sangat mempengaruhi bagi umat akan kebesaran Tuhan yang berada
kehidupan makhluk-makhluk hidup di dunia dimana-mana, Tuhan berada disetiap tempat,
ini, sehingga manusia yang berperan sebagai Wyapi-Wyapaka, termasuk juga Tuhan berada
subyek sekaligus obyek perasaannya disetiap tumbuh-tumbuhan.
terganggu, cemas, ragu-ragu, takut dan kurang
menentu. Ketidak harmonisan bermunculan DAFTAR PUSTAKA
akibat adanya berbagai masalah, antara lain Arwati, N. M. S. (2003). Hari Raya Tumpek.
muncul dari pemikiran, perkataan, dan Denpasar : Upada Sastra.
perbuatan manusia, sehingga alam, manusia, Arwati, N. M. S. (1996) Upacara-Upakara
dan sampai tempat suci sthana-Nya Tuhan ikut Agama Hindu Berdasarkan Pawukon.
tercemar, dilain pihak ada pengaruh dari Denpasar : Upada Sastra.
pergantian musim (Panas kehujan dan Bakker, A. (1995). Kosmologi dan Ekologi.
sebaliknya) menimbulkan pengaruh yang Yogyakarta : Kanisius.
buruk pula terhadap kehidupan semua Donder, I K. (2007). Kosmologi Hindu :
makhluk hidup didunia ini. Untuk memilah- penciptaan, pemeliharaan, dan
milah berbagai permasalahan yang dihadapi peleburan, serta penciptaan kembali
akibat adanya ketidak harmonisan itu, maka alam semesta. Surabaya: Paramita.
upaya awal untuk menetralisir perlu Januariawan, G. (2004). Konsep Pelestarian
diupayakan oleh manusia selain secara nyata Lingkungan dalam Sastra Agama Hindu
melalui usaha-usaha sekala, dan secara niskala Dan Penerapannya Dalam Masyarakat
melalui pelaksanaan upacara ritual, yaitu Bali. Denpasar: STAHN Denpasar.
memohon kembali kehadapan Sang Pencipta

6 Religious: Jurnal Studi Agama- Agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7
I Ketut Sudarsana Konsep Pelestarian Lingkungan Dalam Upacara
Tumpek Wariga Sebagai Media Pendidikan Bagi
Masyarakat Hindu Bali

Sudarsana, I. K. (2017). Interpretation Pudja, G. (1999). Bhagawadgita (pancama


Meaning of Ngaben for Krama Dadia veda). Surabaya : Paramita.
Arya Kubontubuh Tirtha Sari Ulakan Titib, I M. (2001). Teologi & Simbol-simbol
Village Karangasem District (Hindu Dalam Agama Hindu. Surabaya :
Religious Education Perspective). Pāramita.
Vidyottama Sanatana: International Wiana. I K. (2006). Menyayangi Alam Wujud
Journal of Hindu Science and Religious Bhakti Pada Tuhan. Surabaya: Paramita.
Studies, 1(1), 1-13. Wiana. I K. 2007, Tri Hita Karana, Menurut
Sudartha, T. R., dan Atmaja, I. B O. P. (2005). Konsep Hindu, Surabaya : Paramita.
Upadesa Tentang Ajaran-ajaran Agama
Hindu, Surabaya : Paramita

Religious: Jurnal Studi Agama- Agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017): 1-7 7

Anda mungkin juga menyukai