Anda di halaman 1dari 10

Jñānasiddhânta

Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Tari Barong: Pergulatan Sakral dan Profan


(Tinjauan Teologis, Estetis, dan Etis)
Oleh
I Wayan Sunampan Putra
STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja
E-mail: sunamfan91@gmail.com

ABSTRACT
The existence of Hinduism is contained in (tattwa, Susila, upakara) Hinduism
is also inseparable from religious art, meaning that art is always used in the
realization of religious ritual activities, this gives birth to sacred art which is usually
used in religious ritual implementation or used to accompany the process of
religious ceremonies. . One of the sacred arts that is often used in religious
ceremonies is the barong dance. Even the barong dance has various types such as
the barong ket dance, barong bangkung, barong brutuk, barong landung and so on.
However, along with the development of the era of sacred dance, there has also been
a change in the placement, sometimes sacred art is used in the profane realm or is
only used for entertainment for material purposes. Like wise with the barong dance
which is often performed in the realm of propane such as the world of entertainment
tourism and so on. This is what makes a barong dance struggle whether sacred or
profane. Through this article, the barong dance will be studied and described from
the viewpoint of aesthetics, theology and ethics.

Keywords: barong dance, aesthetics, theology, ethics

idea, susila dengan aktifitas, dan acara


I. PENDAHULUAN dengan upakara.
Agama Hindu merupakan salah Kaitan antara agama dan
satu agama yang tidak terlepas dari kebudayaan memang sangat erat,
aspek kebudayaan. Keberadaan agama dengan meminjam uraian
terkadang berjalan beriringan dengan (Koentjaraningrat, 199: 1-2) bahwa
kebudayaan setempat. Terkadang agama agama atau religi merupakan salah satu
dan kebudayaan sulit dikaji mana yang bagian dari budaya atau dapat juga
duluan ada apakah agama atau dikatakan religi tersebut adalah salah
kebudayaan. Secara umum agama satu dari unsur budaya. Dikatan lebih
Hindu tertuang dalam tiga kerangka lanjut bahwa kebudayaan terdiri dari 7
agama yakni; tattwa (filsafat, nilai, unsur pokok yakni; sistem religi dan
pandangan), susila (aktifitas, tindakan), upacara keagamaan, sistem dan
dan upakara, upacara. Sedangakn organisasi kemasyarakatan, sistem
kebudayaan juga dibangun menjadi tiga pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem
wujud budaya yakni idea (gagasan, mata pencaharian hidup dan sistem
nilai), aktifitas (tindakan, dan prilaku), teknologi atau peralatan. Namun dalam
serta artepek (material). Jika dikaitkan pandangna agama Hindu bahwa
agama Hindu dan kebudayaan maka pelaksanna ritual keagamaan
terlihat benang merahnya jika dilihat diwujudkan dalam bentuk budaya,
hubungannya seperti filsafat dengan sehingga agamalah yang lebih
mendominasi budaya. Jika

81
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

diperdebatkan antara agama dan memahami permasalahan secara


buadaya mana yang lebih dulu ada, mendalam. Jadi penelitian ini
akan menjadi perdebatan yang panjang. merupakan penelitian kualitatif dengan
Hal yang terpenting adalah bahwa desain penelitian terfokus pada
anatara agama dan kebudayaan tidak (observational case studies). Jenis data
bisa dilepaskan (Kariarta, 2020). dalam penelitian ini disesuaikan dengan
Keberadaan agama dan seni jenis penilitian. Jenis penelitian yang
memperlihatkan adanya suatu dilakukan adalah jenis penelitian
keterjalinan sehingga muncul konsep kualitati denga jenis data yang
teologi seni atau estetika Hindu. diigunakan adalah data kualitatif yaitu
Keterkaitan seni dan teologis dalam dengan katagori-katagori, gambar,
masyaraka Hindu di Bali melahirkan informasi-informasi bukan dengan
seni sakral. Seni sakral biasayanya anggka-anggka.
dipakai dalam pelaksanna ritual Terkait dengan penelitian
keagamaan atau dipakai untuk kualitatif data dikumpulkan melalui data
mengiringi proses upacara keagamaan. primer dan skunder maka data yang
Salah satu seni sakral yang terkumpul selanjutnya melakukan
sering dipakai dalam uapacara proses analisis data seperti pilah-
keagamaan yaitu tari barong. Bahkan memilah data, klasifikasai data dan
tari barongpun memiliki berbagai jenis kodifikasi data. Sugiyono, 2007:337,
seperti tari barong ket, barong mengemukakan bahwa aktivitas dalam
bangkung, barong brutuk, barong menganalisa data kualitatif dilakukan
landung dan sebagainya. Namun seiring secara interaktif dan berlangsung secara
dengan perkembangan jaman tari sakral terus menerus sampai tuntas. Tahap
juga mengalami perubahan penempatan analisis selanjutnya setelah reduksi data
kadangkala seni sakral dipakai dalam adalah penyajian data. Penyajian data
ranah propan atau hanya dipakai adalah menyajikan sekumpulan
hiburan semata untuk keperluan informasi yang tersusun yang
material. Begitupula dengan tari barong memberikan kemungkinan adanya
yang yang sering dipentaskan dalam penarikan kesimpulan.Dalam penelitian
ranah propan seperti dunia pariwisata kualitatif penyajian data biasa dilakukan
hiburan dan sebagainya. Hal inilah lah dalam bentuk uraian, bagan, hubungan
yang menjadikan adanya suatu antar kategori, flowchat dan sejenisnya.
pergualatan tari barong apakah sakrala
ataukah profan. Melalui tulisan ini akan III. PEMBAHASAN
di kaji dan didiskripsikan tentang tari 3.1 Pengertian Estetika
barong dari suudut pandnag estetika, Estetika adalah suatu ilmu yang
teologism dan etika. mempelajari segala sesuatu yang
berkaitan dengan keindahan dan
II. METODE PENELITIAN mempelajari semua aspek dari apa yang
Hasil tulisan penelitian ini disebut keindahan. Misalnya: Apa arti
merupakan hasil penelitian kualitatif indah? Apakah yang menumbuhkan
yang mana penelitian kualitatif secara rasa indah itu?, Apa yang menyebabkan
umum memiliki karakteristik: (1) barang yang satu dirasakan indah dan
mempunyai latarbelakang alamiah yang yang lainnya tidak?, Apa yang
mana peneliti sendiri menjadi instrumen menyebabkan rasa indah yang dirasakan
inti, di mana peneliti lebih banyak satu orang berlainan dengan yang
mempergunakan waktu di daerah dirasakan oleh orang lain?, Apakah
penelitian untuk mengamati dan indah itu terletak pada barang atau

82
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

benda yang indah itu sendiri ataukah fisik yang lain. Tingkatan kedua:
hanya pada persepsi kita saja? penyusunan dan pengorganisasian hasil
Pertanyaan-pertanyaan yang demikian pengamatan, pengorganisasian tersebut
telah merangsang manusia untuk merupakan konfigurasi dari struktur
berpikir dan selanjutnya mengadakan bentuk-bentuk pada yang
penyelidikan dan penelitian. Makin hari menyenangkan, dengan pertimbangan
makin banyak orang yang terdorong harmoni, kontras, balance, unity yang
untuk memikirkan hal-hal mengenai selaras atau merupakan kesatuan yang
keindahan dan semakin banyak pula utuh. Tingkat ini sudah dapat dikatakan
muncul pertanyaan-pertanyaan yang dapat terpenuhi. Namun ada satu tingkat
perlu mendapat jawaban (Djelantik, lagi. Tingkatan ketiga: susunan hasil
2004 : 7). presepsi (pengamatan). Pengamatan
Oleh ahli pikir keindahan juga dihubungkan dengan perasaan atau
tersusun dari berbagai keselarasan dan emosi, yang merupakan hasil interaksi
perlawanan garis, warna, bentuk, nada antara persepsi memori dengan persepsi
dan kata-kata. Seorang filsuf seni visual. Tingkatan ketiga ini tergantung
dewasa ini dari Inggris merumuskan dari tingkat kepekaan penghayat.
definisi bahwa keindahan adalah Menurut Aristoteles, ciri-ciri
kesatuan dari hubungan-hubungan keindahan, baik dalam alam maupun
bentuk yang terdapat diantara dalam karya seni adalah (1) kesatuan
pencerapan- pencerapan indrawi kita atau keutuhan yang dapat
(beauty is in unity of formal relation menggambarkan kesempurnaan bentuk,
among our senseperceptions) tak ada yang berlebihan atau kurang,
(Dharsono, 2007 :2). Keindahan dalam suatu yang pas dan khas adanya atau
arti yang luas, merupakan pengertian kita kenal dengan istilah proporsional;
semula dari bangsa Yunani, yang (2) harmoni atau keseimbangan antara
didalamnya tercakup pula ide kebaikan. unsur-unsur yang proporsional, sesuai
Plato misalnya menyebut tentang watak dengan ukurannya yang khas, dan (3)
yang indah dan hukum yang indah, kejernihan, yaitu memberikan kesan
sedang Aristoteles merumuskan kejelasan, terang, jernih, tanpa ada
keindahan sebagai sesuatu yang selain keraguan. Berbeda dengan Plato yang
baik juga menyenangkan. Plotinus mengandalkan laku transendental untuk
menulis tentang ilmu yang indah dan menghayati keindahan. Aristoteles lebih
kebajikan yang indah. Orang Yunani memilih peran nalar untuk
dulu berbicara pula mengenai buah mengapresiasi suatu keindahan.
pikiran yang indah dan adat kebiasaan Thomas Aquinas
yang indah. Tapi bangsa Yunani juga menggabungkan dua teori yaitu : teori
mengenal pengertian keindahan dalam subyektif tentang perlunya pengalaman
arti estetis yang disebutnya symmetria keindahan dan teori obyektif yang
untuk keindahan visual berdasarkan bertumpu pada perlunya benda seni.
pendengaran (auditif), jadi keindahan Syarat-syarat keindahan yang diajukan
secara luas meliputi: seni, alam, moral Aquinas adalah: (1) kesempurnaan
dan intelektual (Dharsono, 2007 :6). bentuk atau kesatuan yang di dalamnya
Dharsono (2007:11) Secara garis terdapat integritas lengkap antara unsur
besar ada 3 tingkatan basis aktivitas -unsurnya; (2) proporsi atau
estetik/artistika tingkatan pertama: keselarasan; dan (3) kecemerlangan.
pengamatan terhadap kualitas material, Immanuel Kant membagi teori
warna, suara, gerak sikap, dan banyak keindahan kedalam empat kategori,
lagi sesuai dengan jenis seni serta reaksi yaitu; (1) teori disinterestedness atau

83
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

teori tanpa pamrih dalam seni. Karya tinggi akan tetapi masih bersifat
seni secara total mengetengahkan inderawi; dan (3) dalam arti paling
keindahan seni tanpa campurtangan dari sempit, keindahan sejati tidak hanya
kepentingan dan keinginan praktis menyenangkan, namun kesenangan
manusia; (2) teori universalitas, yang yang sesungguhnya, yakni memiliki
intinya karena keindahan bersifat nilai – nilai dalam kesenangan yang di
disinterestedness sehingga bersifat dalamnya terkait dengan konsep
universal, lepas dari kepentingan keindahan dan konsep moral.
subyek atau karakteristik obyek yang Teori Edward Bulloughyang
bersifat ruang dan waktu, dengan terkenal adalah masalah “jarak psikis”
demikian bersifat universal, abadi dan dalam karya seni. Gagasan ini berasal
berlaku untuk segala tempat dan waktu; dari kaum empiris yang juga
(3) teori esensialitas menengaskan dikembangkan oleh Kant, dengan istilah
bahwa jika seorang menilai sesuatu disinterested. Jarak psikis bertujuan
sebagai indah berarti sedang untuk melihat dan menilai karya seni
membicarakan suatu yang memberi secara obyektif, sehingga akan dapat
kesenangan yang muncul dari tercapai penikmatan seni yang obyektif
kemampuan manusia pada umumnya; tanpa adanya pengaruh dari kepentinagn
dan (4) teori bentuk tujuan, artinya pribadi ataupun kepentingan praktis
bahwa karya seni yang selalu berupa lainnya. Manfaat utama dari jarak psikis
bentuk merupakan hasil aktivitas yakni dapat ditemukannya karakteristik
manusia yang bertujuan. Penilaian yang terdapat pada obyek estetik.
keindahan hanya berurusan dengan Berdasarkan karakteristik ini, kita akan
bentuk. dapat mengarahkan perhatian sehingga
Friederich Schleiermacher mampu memperoleh pengalaman
Sepaham dengan pandangan Hegel yang estetik.
meletakkan estetika sebagai bagian
kerja dari filsafat. Seni dan estetika 3.2 Estetika Hindu
diletakkan dalam disiplin filsafat etik, Terkait dengan pengertian
sedang di lain pihak ada filsafat estettika atau filsafat seni, jika dikaitkan
dialektik (ontologi) dan fisik. Ada dua estetika dengan aspek ketuhaanan maka
kategori dari aktivitas manusia, yaitu biasa disebut Teoestetis (Teologi Seni)
aktivitas identitas yang bersifat umum berasal dari dua kata yaito Teos dan
dan aktivitas individual yang amat Estetis. Teos berarti Tuhan, Ilahi atau
beragam. Seni termasuk dalam aktivitas nilai Ketuhanan. Adapun Estetis
individual, merupakan kegiatan yang berkaitan dengan estetika yang memiliki
bersifat internal. Tentang arti segala sesuatu yang berkaitan
disinterestedness dalam seni, dia dengan keindahan, (Djlantik,1999:9).
berpegang pada pendapat Kant bahwa Jadi, Teoestetis berarti sesuatu yang
nilai seni terletak pada sifat sempurna, berkaitan dengan keindahan yang
korespondensi antara yang internal dan memilki hubungan dengan nilai
eksternal. Ketuhana.
Menurut G.T. Fechner Ada tiga Kaitannya dengan Teologi
arti keindahan dalam estetika Hindu yang menguraikan konsep
eksperimentalnya, yaitu: (1) dalam arti Ketuhanan Nirguna Brahman dan
luas, seni adalah segala sesuatu yang Saguna Brahman. Konsep Nirguna
menyenangkan; (2) dalam arti lebih Brahman yang menguraikan Tuhan
sempit, keindahan tampa sifat dan bentuk. Brahman
memberikankesenangan yang lebih digambarkan berada di luar persepsi

84
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

manusia karena dalam hal ini Beliau Widhi, orang Hindu percaya bahwa
merupakan substansi yang bersifat kesenian bukanlah ciptaan manusia,
transenden (Dewi, Konsep Ketuhanan melainkan ciptaan Tuhan. Untuk itu,
Filsafat Saiva Advaita, 2020) . sudah menjadi kewajiban umat Hindu
Tuhan dalam konsep Saguna untuk mempersembahkan kembali hasil
adalah Tuhan yang telah mengambil ciptaan-Nya.
wujud-wujud tertentu, dan memiliki Kebenaran(satyam) mencakup
sifat-sifat tertentu pula. Pada Saguna nilai kejujuran, ketulusan, dan
Brahman manusia membuat berbagai kesungguhan. Sesuai dengan ajaran
macama simbol, yang didalamnya agama Hindu, persembahan dan yadnya
disuguhkan akan berbagai makna. yang dilakukan masyarakat Hindu di
Simbol-simbol dengan bentuk pelinggih Bali, dilaksanakan dengan penuh
merupakan sebuah konsep sradha kejujuran hati, rasa tulus, dan niat yang
bhakti kehadapan Ida Sang Hyang sungguh-sungguh. Hanya atas dasar
Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Bhakti kejujuran persembahan dan yadnya
kepada Hyang widhi melalui simbol yang dilakukan masyarakat akan
misalnya: Menghormati dan menjaga diterima oleh Tuhan. Nilai-nilai
kesucian Pura sebagai lambang/simbol kebenaran inilah yang tidak membatasi
perwujudan Sang Hyang Widhi, karena orang Bali untuk tidak berbuat yang
melalui simbol tersebut manusia lebih tidak benar atau yang bertentangan
dekat dengan Tuhan dan manifestasi- dengan ajaran agama Hindu.
Nya (Dewi, 2019). Keseimbangan (Sundaram) yang
Penggunaan simbol juga untuk mencakup persamaan dan perbedaan
memahami Tuhan itu juga mencakup dapat terrefleksi dalam beberapa
dalam bentuk seni (estetika). Dunia dimensi. Refleksi keseimbangan yang
estetika Tuhan yang saguna disebut banyak ditemukan dalam kesenian baik
Siwa Nataraja yaitu Siwa yang yang dalam seni dua dimensi dan seni tiga
disimbolkan dengan tarian kosmik. dimensi. Refleksi estetis dengan konsep
Estetika Hindu pada intinya merupakan keseimbangan yang berdimensi dua
cara pandang mengenai rasa keindahan dapat menghasilkan bentuk-bentuk
(lango) yang diikat oleh nilai-nilai simetris yang sekaligus asimetris atau
agama Hindu yang didasarkan atas jalinan yang harmonis sekaligus
ajaran-ajaran kitab suci weda. Ada disharmonis yang lazim disebut rwa
beberapa konsep yang menjadi landasan bhineda. Dalam konsep rwa bhineda
penting dari estetika Hindu seperti: terkandung pula semangat kebersamaan,
konsep kesucian (siwam), konsep adanya saling keterkaitan, dan
kebenaran (satyam), dan konsep kompetisi mewujudkan interaksi dan
keseimbangan/Kehindaan (sundaram). persaingan (Suparta, 2019).
Estetika menurut Hindu, berkaitan Refleksi keseimbangan dalam
dengan prinsip-prinsip Ketuhanan. seni tiga dimensi sangat terkait dengan
Konsep Kesucian (Shiwan) pada konsep kosmologi Hindu yang membagi
intinya menyangkut nilai-nilai dunia ini menjadi tiga bagian: atas,
ketuhanan yang juga mencakup yadnya tengah, dan bawah yang disebut Tri
dan taksu. Umat Hindu, seperti yang Bhuwana. Dunia bawah disebut bhur
terlihat di Bali, memiliki pandangan loka, adalah dunia bhutakala, dunia
estetik yang diikat oleh nilai-nilai tengah disebut bhwahloka adalah dunia
spiritual ketuhanan sesuai dengan ajaran antara manusia dengan seisi alam
agama Hindu. Sebagai insan yang semesta, swah loka adalah dunia Tuhan
percaya akan kemahaesaan Hyang dan para Dewata. Karena alam atas dan

85
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

alam bawah adalah alam maya, maka penarinya atau tempat mundutnya
keduanya disebut alam niskala, (Segara, 2000 : 10).
sedangkan dunia tengah yang nyata Barong adalah simbolisme dari
disebut sebagai alam sekala. Konsep ini kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sangat mempengaruhi cara seniman Bali dengan segala aspek manifestasinya,
dalam menggunakan ruang vertikal sehingga masyarakat penyungsungnya
dalam karya seni mereka (Yudha, 2003: merasa aman dan terlindungi. Barong
25). yang distanakan di pura adalah simbol
dari kekuatan Tuhan yang kemudian
3.3 Pengertian dan Jenis tari Barong dikemas dalam cerita calonarang
Kata Barong berasal dari barwang sebagai pertarungan dharma melawan
(Barong) dalam bahasa jawa Kuno adharma (Segara, 2000 :45).
berarti beruang madu (Ursus Sesuai dengan bentuk dan
malayanus). Kata ini dapat dijumpai wujudnya, Barong di Bali memiliki
dalam Ramayana (12.61), bentuk atau jenis yang berpariasi antara
Sumanasantaka (159.3), Sutasoma (95.6) Barong yang satu dengan barong yang
Arjuna Wijaya (10.14). Singa barwang lainya sesuai dengan kreativitas dan
alayu (sering dikombinasi menjadi proses imajinasi dalam menciptakan
singha Barong) Sutasoma (131.1c), berbagai corak dan gaya seni. Adapun
Bharatayuddha (9.3; 46.14 Zoetmulder, jenis-jenis Barong yang terdapat di Bali
1995;112) (Titib, 2003:417). yaitu :
Secara etimologi, kata Barong 1. Barong Ket, sering juga disebut
berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu Barong ket-ket, Barong Rentet, atau
kata b(h)arwang yang didalam bahasa Barong Ketet. Jenis Barong ini
Indonesia sejajar dengan kata Beruang, merupakan penggambaran dari
yaitu nama seekor binatang berbulu Banaspati Rajaa yang berarti
tebal, hitam dan ekornya pendek. Istilah pelindung hutan atau pohon-pohonan
binatang Beruang untuk (raja hutan). Bentuknya merupakan
mengidentifikasi wujud Barong tidak kombinasi dari Singa, Macan, Sapi
lebih sebagai binatang mitologi yang atau beruang yang memiliki
sering kita jumpai dalam cerita Tantri. kekuatan magis. Jenis Barong ini
Hal ini berdasarkan pada kenyataan hampir terdapat disemua desa adat di
bahwa semua jenis pertunjukan yang Bali, biasanya disertai dengan
akan menggunakan Barong sama sekali Rangda sebagai pendampingnya
tidak sesuai dengan apa yang (Titib, 2003: 418).
sesungguhnya dimaksud dengan 2. Barong Bangkal, merupakan Barong
perkataan Barong, malahan beberapa yang menyerupai babi yang telah
jenis pertunjukan yang tidak ada unsur berumur tua dan dianggap sebagai
binatangnya disebut juga Barong. Ada binatang mitos yang mengingatkan
juga yang mengartikan kata Barong cerita kelahiran Bhoma. Ketika
berasal dari urat kata ba-ru-ang, dimana Brahma dan Visnu masing-masing
dalam bahasa Indonesia huruf u dan a menunjukkan kehebatannya, muncul
berasimilasi menjadi o, sehingga ru dan Siwa dalam wujud lingga kristal
ang menjadi ro (ng) yang berarti dua. ujung atasnya menembus langit dan
Rong mengandung makna ruang, jadi pangkal bawahnya masuk kedalam
dua rong yang dimaksud dengan dua bumi. Brahma mencari ujung
ruang. Pengertian ini dapat diterima atasnya dalam wujud burung layang-
karena pada umumnya Barong layang dan Wisnu mencari
mempunyai dua ruang sebagai tempat pangkalnya dengan berubah wujud

86
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

menjadi seekor babi yang buas. Barong ini baik yang laki-laki
Barong ini biasanya “ngelawang” maupun yang perempuan semuanya
(datang kerumah-rumah penduduk) tinggi-tinggi, dimainkan seperti
untuk menari sebagai pengusir ondel-ondel Betawi. Barong Ladung
kekuatan jahat dalam rangkaian hari seperti Barong-Barong lainnya
raya Galungan dan Kuningan (Titib, sangat disakralkan oleh umat
2003: 419). penyungsungnya. Tidak hanya
3. Barong Asu. Kata asu merupakan sepasang laki-laki dengan taringnya
bahasa bali halus dari kata anjing. yang melengkung keluar yang
Secara leksikal Asu berarti anjing. disebut Jero Gede dan perempuan
Wajah Barong ini mempunyai yang berwarna putih (wajahnya
kepala anjing. Barong ini merupakan mirip putri china) yang dsabut Jero
Barong yang angker dan disakralkan. Luh, tetapi juga diikuti oleh beberapa
Biasanya digunakan untuk pengiring sebagai putra dan putrinya.
“ngelawang” dalam rangkaian hari Kadang-kadang dipentaskan dalam
raya Galungan dan Kuningan (Titib, rangkaian hari raya Galungan dan
2003: 419). Kuningan (Titib, 2003:420).
4. Barong Macan. Barong dengan 9. Barong Brutuk, Barong ini terdapat
wajah atau tapelnya berwujud kepala di Desa Trunyan, Kintamani Bangli.
harimau. Barong Macan ini Tapel dari Barong ini menyerupai
dikaitkan dengan ceritra tantri, raksasa yang merupakan perwujudan
kulitnya dibuat dari kain beludru dewa Ratu pancering jagat dan Dewi
loreng menyerupai bulu macan yang Ayu pingit dengan bala pengiringnya.
asli. Dipentaskan pada waktu acara Penari Barong ini adalah laki-laki
ngelawang dalam rangkaian hari yang ketika pementasan memakai
raya Galungan dan Kuningan (Titib, senjata cemeti dari lidi tanpa diiringi
2003: 419). gamelan. Puncak pertunjukan
5. Barong Gajah. Barong ini berwujud Barong ini adalah bertemunya Ratu
seekor gajah yeng merupakan Pancering Jagat dengan Dewa Ayu
binatang yang terkenal di India, juga Pingit yang dilambangkan
merupakan binatang mitos yang suci. bertemunya Brutuk laki-laki dengan
Dipertunjukkan dalam rangkaian hari Brutuk Perempuan. Tujuan dari
raya Galungan dan Kuningan (Titib, pementasan Barong ini adalah untuk
2003: 420). memohon kesuburan (Titib, 2003:
6. Barong Sampi. Berwujud seekor sapi 421).
jantan, dipentaskan pada waktu acara 10. Barong Blas-blasan. Barong ini
ngelawang dalam rangkaian hari disebut juga Barong Kedingkling
raya Galungan dan Kuningan (Titib, atau Nongkling mengingatkan suara
2003:420). gamelan yang ditabuh. Barong Blas-
7. Barong Singa. Terdapat di blasan adalah Barong dengan
Kabupaten Buleleng, fungsinya sama topeng-topeng para tokoh dalam
dengan Barong-Barong yang lain, cerita Ramayana (wayang Wong),
sebagai penolak bala bencana (Titib, diiringi gamelan batel, bebarongan.
2003: 420). Barong ini dipentaskan Ngalawang.
8. Barong Landung. Barong ini tidak Penarinya sebagian besar anak-anak,
berwujud binatang, melainkan sedang penabuhnya orang-orang
berwujud laki-laki dan perempuan. dewasa (Titib, 2003: 421).
Kata landung dalam bahasa Bali 11. Barong Gagombrangan. Jenis
berarti tinggi, Karena wujud dari Barong ini sudah jarang dapat

87
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

disaksikan. Kata Gombrang artinya pementasan seni sakral senantiasa


rambutan terurai. Mungkin sejenis disucikan atau dikramatkan oleh
Barong Mamedi di beberapa desa di masyarakat Hindu di Bali. Begitupula
Bali (Titib, 2003: 421). dalam pementasan seni tari barong yang
12. Barong sae. Barong berwajah macan dilakukan saat uapacara yadnya sangat
atau kelelawar. Barong ini rupanya disusikan ataupun disakralkan oleh
karena pengaruh budaya Cina (Titib, masyarakat Hindu di Bali (Gunawijaya,
2003: 421). 2020).
13. Barong Jaran. Wajah Barong ini Hal ini memberi kesan bahwa
menyerupai Kuda (Titib, 2003: 421). tari barong merupakan tari sakral dalam
14. Barong Menjangan. Wajah Barong seni tari biasa disebut tari wali. Tari
ini seperti rusa atau menjangan sakral atau tari wali biasanya
(Titib, 2003: 422). dipentaskan pada tempat-tempat suci
15. Barong Dawang-Dawang. seperti pura sebagai iringan dari upacara
Merupakan variasi dari Barong keagamaan (Heriyanti, 2020). Seperti
Landung di daerah Tabanan, tari barong yang dipentaskan pada
topengya berwujud raksasa dan upacara keagamaa panca yadnya seprti
sangat besar (Team Survey tari barong landung, barong brutuk,
ASTI,1997: 117). Di Desa Muncan, barong dawang-dawang dan yang
Kabupaten Karangasem, Dawang- lainnya sehingga terkesan sakral
Dawang (untuk yang laki-laki) dan sehingga sejalan apa yang disamaikan
Dudong (untuk yang perempuan) oleh Emil Durkheim yang
digunakan sebagai pelengkap mendifinisikan tentang sakral tentang
upacara Ngaben, yakni mengiringi Agama,dia mengatakan bahwa Agama
wadah (usungan jenasah) ke setra adalah suatu sistem kepercayaan dengan
(kuburan), bersama dengan prilaku-prilaku yang utuh dan selalu
‘patungan’ berupa singa, gajahmina dikaitkan dengan yang sakral,yaitu
atau lembu hitam, Di Denpasar, tidak sesuatu yang terpisah dan
terdapat Dawang-Dawang melainkan terlarang,yang sakral tersebut memiliki
Ogoh-Ogoh yang diusung oleh pengaruh luas,menentukan
masyarakat sebagai perwujudan roh kesejahteraan dan kepentingan seluruh
yang meninggal. Dalam anggota masyarakat.
perkembangan mutakhir, Ogoh- Kadang kala tari barong juga
Ogoh dikaitkan dengan perayaan sering tampil dalam ajang hiburan yang
Nyepi berbentuk Bhuta, Kala dan lebih bersifat profan. Hal ini
Raksasa (Titib, 2003: 422). memperlihatkan bahwa tari barong
bersifat profan yaitu lawan dari sakral .
3.4 Keberadaan Tari Barong dalam Unsur profan terlihat dari bagaiman tari
Pergulatan Sakral dan Profan barong dipakai tidak lagi dalam dimensi
Keberadaan tari barong dalam religious atau aktifitas keagamaan
kehidupan masyarakat Bali secara namun dipakai pada industry pariwisata.
maknawi pada dasarnya adalah jenis tari Keberadaan tari barong yang
sakral, karena senantiasa berhubungan menggmbarkan aspek ketuhanan
dengan aktifitas keagamaan. Meminjam disakralkan serta kadang kala dipuja,
uraian Yudabakti (2007: 34) bahwa seni namun di dunia pariwisata dipakai
sakral merupakan kesenian yang untuk mengibur para wisatawan, bahkan
dipentaskan pada saat pelaksanaan digunakan untuk menyapa para tamu
upacara yadnya serta disesuaikan yang dating, hal ini berkesan bahwa tari
dengan keperluannya. Pada saat baronglah yang mengormati manusia

88
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

kebalikan dari makna sakral. nagmen. Jika dilihat dari phenomena


Keberadaan tari barong dalam dunia tersebut maka yang awalnya sebagai tari
hiburan (tari balih-balihan) memang sakral terkesan menjadi tari profan
menunjukan unsur estetika atau (hiburan). Pementasan tari barong yang
keindahan namun keindahan yang dipakai dalam ranah fropan untuk
ditampilkan tidak untuh seperti yang keperluan material terkadang selain
disampaikan oleh Aristoteles tentang melanggar tata cara (pakem) juga tidak
ciri – ciri keindahan, yang mencakup sesuai dengan etika seni barong baik
tiga hal yakni; (1) kesatuan atau dari prosesi ataupun maksud yang
keutuhan yang dapat menggambarkan diiningkan.
kesempurnaan bentuk, tak ada yang Ketidak sesuaian dengan tata
berlebihan atau kurang, suatu yang pas cara dan etika moral dalam pementasan
dan khas adanya atau kita kenal dengan seni barong memperlihtkan bhawa seni
istilah proporsional; (2) harmoni atau hanya dipandang sebagai hiburan belaka
keseimbangan antara unsur-unsur yang yang menarik untuk dikumsusmsi, hal
proporsional, sesuai dengan ukurannya ini berbanding terbalik dengan
yang khas, dan (3) kejernihan, yaitu pendaptat Plato yang menyebut tentang
memberikan kesan kejelasan, terang, watak yang indah dan hukum yang
jernih, tanpa ada keraguan. Berbeda indah. Begitu juga Aristoteles yang
dengan Plato yang mengandalkan laku merumuskan keindahan sebagai sesuatu
transendental untuk menghayati yang selain baik juga menyenangkan
keindahan. Aristoteles lebih memilih (Dharsono, 2007 :6). Dalam estetika
peran nalar untuk mengapresiasi suatu Hindu juga mengajarkan bahwa
keindahan. keindahan itu tidak sekedar indah akan
Berangkat dari pandangan tetapi juga mengandung aspek
Aristoteles bahwa keindahan dalam kebenaran (satyam) mencakup nilai
pandangan agama Hindu juga kejujuran, ketulusan, dan kesungguhan.
mencakup keutuhan atau kesatuan Sesuai dengan ajaran agama Hindu.
antara, kebenaran (satyam), kesucian Terkait dengan aspek sakral dan
(siwam), keseimbangan/keindahan profan dalam tari barong terkadang
(Sundaram). Sehingga tari barong yang menjadi suatu permaslahan dlam
dipentaskan dalam ranah profan juga pemaham seni dalam keagamaan.
terkadang tidah utuh selalu melihat Mengingat bahwa tari barong seakan-
dalam bebrapa sisi seperti hiburan serta adalah sakral namun dibalik sakral juga
material. Seperti halnya barong kadangkala berada dalam pentas profan
bangkung yang dipentaskan pada sehingga adanya suatu pergulatan antara
perayaaan hari raya galungan dan sakral dan profan. Namun berangkat
kuningan, yang mana biasanya dari konsep estetika Hindu segala
dipentskan oleh anak-anak dengan bentuk seni itu tidak terlepas dari aspek
sarana upacara (Windya, 2019). Namun sakral karana ada nilai kesucian atau
sering mengalami perubahan tarian ini niskala. Jika dilihat sesunggunhay seni
dipakai oleh anak-anaka untuk meminta yang ada di bali mengandung unsur
uang bahkan yang menjadi sasarannya sakral karena setiap pementasan seni
adalah tempat orang berjualan, senantiasa melibatkan aspek niskala.
phenomena ini menggambarkan tari Maka tidak salah seni yang ada di bali
barong bangkung sebagi media untuk dikatakan metaksu (energi spiritual).

89
Jñānasiddhânta
Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

IV. KESIMPULAN Hindu. Jñānasiddhânta: Jurnal


Estetika pada dasarnya merupakan suatu Teologi Hindu, 2(1).
pandangan atau paham tentang nilai Kariarta, I. W. (2020). Paradigma
keindahan. Segala sesuatu yang indah Materialisme Dialektis di Era
akan menjadi estetis. Namun yang Milenial. Sanjiwani: Jurnal
menjadi hal penting yaitu apa itu indah. Filsafat, 11(1), 71-81.
Beberapa tokoh pun memberikan Segara, yoga. 2000. Mengenal Barong
pemaknaan tentang apa itu arti keindahn dan Rangda. Surabaya: Paramita.
seperti Aristoteles dan Plato yang meberi Sipahelut, Atisah. 1995. Seni Rupa dan
pandangan keutuhan terhadapat arti dari Desain. Jakarta: Erlangga
keindahan. Bahkan dalam agama Hindu Sochari, Agus. 1999. Estetka Makna
keindahn pun memiliki ranah yang Simbol dan Trapan. ITB:
penting mengingat setiap ritual Bandung.
keagamaan tidak terlepas dari keindahn Sochari, Agus.1989. Estetika Terapan.
atau seni yang mencakup bahwa seni itu Bandung: Nova.
mengandung unsur kebenaran, kejujuran, Soetarno, Sunardi, Dan Sudarsono.
etika moralitas yang berlandaskana jaran 2007. Estetika Pedalangan. ISI
agama Hindu (satyam), seni itu Surakarta. Dam Cv Anji.
mengandung unsur kesucian (siwam), Suparta, I. G. A. (2020). Tinjauan
dan seni itu mengandung unsur keindahn Kosmologi Dalam Lontar
serta keseimbangan. Bhuwana Sangkșépa. Genta
Estetika dalam agama Hindu yang Hredaya, 3(2).
biasa disebut estetika Hindu identik Titib, I Made. 2003. Teologi & Simbol-
dengan tari keagamaan seperti salah Simbol dalam Agama Hindu.
satunya yaitu tari barong. Tari barong Surabaya; Paramita.
yang merupakan salah satu seni tarian Triguna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000.
yang dipentskan dalam ritual keagamaan Teori Tentang Simbol. Denpasar;
terkadang dipentaskan pada ranah profan Yayasan Widya Dharma
seperti untuk hiburan sehingga terkesan Univeritas Hindu Indonesia.
seni profan. Namun pada dasarnya seni Windya, I. M. (2019). Konsep Teologi
yang berkembang di Bali salah satunya Hindu Dalam
tari barong tidak lain adalah seni yang Tattwajñāna. Jñānasiddhânta:
berlandaskan estetika Hindu (satyam, Jurnal Teologi Hindu, 1(1).
siwam, Sundaram). Yudabakti, I Made & I Wayan Warta.
2007. Filsafat Seni Sakral dalam
DAFTARA PUSTAKA Kebudayaan Bali. Surabaya
Darsono. 2007. Estetika. Bandung: Paramita.
Rekayasa Sains.
Dewi, N. M. (2020). Konsep Ketuhanan
Filsafat Saiva Advaita. Sanjiwani:
Jurnal Filsafat , 11 (2), 126-137.
Gunawijaya, I. W. T. (2020). Teologi
Seks Dalam Penciptaan Keturunan
Suputra. Genta Hredaya, 3(2).
Heriyanti, K. (2020). Keutamaan Api
Sebagai Simbol Dewa Agni Dalam
Aktivitas Ritual Keagamaan Umat

90

Anda mungkin juga menyukai