Anda di halaman 1dari 9

TEKNIK PEMBACAAN DAN MENGHAFAL

ŚLOKA, MANTRA VEDA


Oleh : I Made Surada

Abstract

Śloka means stanza, praise or praise, singing and being heard. In the tradition in Bali
śloka is the verses of the mantra found in the Vedas. Saying śloka can be said to “follow”. Nyruti
means listening. The ancient Rsi before knowing reading and writing conveyed the teachings
to their students verbally. The students sat cross-legged while listening to the teachings of
the teacher. The teacher delivered the teachings in the form of śloka with songs, so it was
interesting for the students to listen. This school is usually used in times of accompanying
prayers, yajña ceremonies and for the worship of the people by the Sulinggih. Technically
reading the verses of okaloka is with a distinctive rhythm (batten mantra). The language used
is Sanskrit. Sound picking is usually at the base of the esophagus so that the sound sounds
echoed inward, like the hum of a beetle sucking on flower juice (Bramara angisep sari).

Keywords: Reading Technique And Handling, Śloka,and Mantra Veda

I. Pendahuluan

Dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali Setelah runtuhnya kerajaan Majapait (abad
sastra agama tidak terpisahkan. Kebudayaan ke-15-16 M) Bali adalah sebagai pelanjut dan
Hindu di Bali akan dapat dipahami dengan tempat bertahta agama Hindu dengan segala
memahami karya-karya sastra baik yang bersifat aspek budayanya. Sastra Jawa Kuno sebagai
agama ataupun yang bersifat ilmu pengetahuan sumber ajaran agama Hindu yang berkembang
(nyastra). Sebagian besar peninggalan karya di Indonesia masih tetap terpelihara dan
sastra agama di Bali ditulis dalam lontar. dipelajari di kalangan masyarakat Hindu
Peninggalan ini merupakan dokumen penting di Bali. Dokumen sastra lama ini membuat
yang memuat acuan kehidupan sesuai dengan konsep-konsep pemikiran Hindu yang
norma-norma agama. Disamping itu dalam senantiasa dipelajari yang menjiwai kehidupan
lontar pula tersimpan berbagai konsep masyarakatnya. Karya sastra tidak saja dipelajari
pemikiran leluhur yang dipakai pedoman dan tetapi dipraktekan di dalam kehidupan sehari-
diteladani dalam berperilaku oleh masyarakat hari sesuai dengan amanat ajaran agama Hindu
pendukung pada zamannya. yang terkandung di dalamnya.

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 63


Tradisi untuk mempelajari naskah lama anak sane seneng belog ajum, pamuputne ipun
ini yang dilakukan secara berkelompok sane pocol wiadin nemu baya.
dilingkungan masyarakat Bali yang dikenal
Namun Śloka dalam bahasa Sanskerta
dengan mabebasan. Dalam mabebasan karya
dalam kamus artinya a stanza, praise, fame
sastra dibacakan dengan ditembangkan seperti
(Apte, 2000:342), yaitu bait, pujian atau memuji-
śloka, wirama, palawakya, kidung, termasuk
muji, kemasyuran dan popularitas. Śloka adalah
gaguritan atau pupuh. Dalam kegiatan ini para
bahasa Sanskerta yang berasal dari kata “śru ”
pecinta sastra menterjemahkan, membahas dan
artinya mendengarkan, mendengarkan ajaran
mendiskusikan secara mendalam nilai-nilai
dari seorang guru (Apte, 2000:341).
ajaran yang terkandung di dalam teks-teks
karya sastra agama tersebut. Jadi dalam hal ini Śloka adalah bagian
ayat atau bait dari kitab suci Veda yang dibaca
Kegiatan kelompok ini terhimpun dalam
dengan irama mantra/śruti. Isinya mengandung
satu sekaa (organisasi) yang disebut pesantian.
pujian dan pujaan atas kebesaran Sang Hyang
Kegiatan ini dirasa sangat potensial untuk
Widhi beserta manifestasinya.
meningkatkan penghayatan dan iman umat
Hindu akan ajaran agamanya. Secara teknis bait-bait śloka dinyanyikan
dengan irama (reng) śruti. Mengucapkan śloka

II. Pembahasan dapat dikatakan “nyruti”. Nyruti berasal dari


kata “śruti” yang berarti ia mendengarkan. Jadi
2.1 Śloka orang-orang Hindu jaman dahulu sebelum tahu
Ada beberapa pengertian kata sloka, membaca dan menulis menyampaikan ajaran-
yaitu sloka dalam bahasa Indonesia, bahasa ajaran pada siswanya secara lisan. Para siswa
Bali dan bahasa Sanskerta. Sloka (‘s’ dental) duduk bersila sambil mendengarkan ajaran-
di Indonesia disebut bidal. Bidal adalah jenis ajaran dari gurunya (upaniṣad). Gurunya
puisi lama dalam bentuk peribahasa sastra menyampaikan ajaran dalam bentuk śloka
Melayu lama yang berisi sindiran, peringatan, dengan tembang, siswanya mendengarkan
nasihat, dan sejenisnya. Bidal merupakan jenis dengan baik.
peribahasa yang memiliki arti lugas, irama, dan Śloka yang dilantunkan oleh para
rima serta digolongkan ke dalam jenis puisi,
Pinandita dan Pandita atau sulinggih pada
contoh: Bagai kerakap di atas batu, hidup
saat memimpin suatu upacara yajña disebut
segan mati tak mau. Ada ubi ada talas, ada
dengan mantra. Mantra berasal dari kitab suci
budi ada balas. Ikan sepat ikan gabus, makin
Veda yang dipilih sesuai dengan upacara yajña.
cepat makin bagus.
Demikian juga doa untuk persembahyangan.
Sedangkan Sloka dalam kesusastraan Bali Bait-bait śloka dinyanyikan dengan irama
adalah mirip dengan sesonggan namun artinya śruti. Pengambilan suara biasanya di pangkal
lebih tersembunyi dan memakai kata “buka kerongkongan (bungkahing jihwa atau angkus
slokane”, contoh buka slokane ajum- ajum prana) sehingga suara kedengaran bergema
puuh sangkure masih ipun. Tetuekipun kadi

64 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


ke dalam, seperti dengungan kumbang yang Mantra berupa pujian-pujian yang
sedang mengisap sari bunga (Bramara angisep disampaikan dengan kalimat yang halus. Bahasa
sari). mantra sangat indah dan berirama, maka mantra
Pembacaan teks śloka dari bait-bait adalah termasuk kesusastraan lisan. Mantra
Veda yang oleh pinandita, pandeta/ sulinggih dapat digolongkan seni suara karena diucapkan
umumnya memakai beberapa cara pengucapan sesuai dengan chanda, yaitu tinggi rendahnya
yaitu diucapkan tanpa tembang, palawakya, intonasi secara teratur sehingga menimbulkan
wirama Sardhula, dan wirama śronca. Kalau suara yang harmonis. Pengucapan mantra
jumlah wrêtta atau suku katanya adalah delapan yang tepat memerlukan latihan, agar intonasi
dalam satu baris (sulur) dan empat baris di dan tekanan-tekanan suara dapat diucapkan
dalam satu bait, agaknya lebih enak dibaca atau dengan tepat. Mantra yang diucapkan sesuai
ditembangkan dengan wirama (irama) Sronca dengan aturan tersebut dapat menggerakkan
(Warjana,1994:84). kekuatan yang paling dasar dalam diri manusia
dan disebutkan pula dapat mengundang segala
Orang merapalkan śloka dengan irama
kekuatan alam yang ada. Cara untuk dapat
śruti dapat disebut memantra (merafalkan
menguasai suatu mantra, sehingga dinyatakan
mantra). Reng (irama) mantra adalah Śruti.
menjadi orang siddhi mantra (mantra siddhi)
Kata mantra berasal dari kata man yang berarti
adalah dengan melalui latihan dan bimbingan
pikiran dan tra berarti alat. Jadi kata mantra
(Pudja,1979).
berarti alat dari pikiran. Apa yang dimaksud
dengan alat dari pikiran? Sebenarnya semua Mantram yang diucapkan dengan irama
kata-kata diucapkan oleh seseorang adalah yang baik dapat berfungsi sebagai stuti,
merupakan alat dari pada pikiran. Kata-kata stava, stotra atau pūja yang bermakna untuk
adalah alat penyambung buah pikiran dari mengagungkan kebesaran Sang Hyang Widhi,
seseorang yang ditujukan pada orang lain atau dengan manifestasi-Nya, dan para leluhur, dan
obyek tertentu. Selanjutnya Mantra adalah termasuk pula untuk memohon keselamatan,
kata-kata yang diyakini bukan buatan manusia, kerahayuan, ketenangan dan kebahagiaan.
tetapi adalah hasil wahyu yang diterima oleh Dalam fungsinya untuk memohon perlindungan
manusia, sebagai alat berkomunikasi khusus diri, maka mantram berfungsi sebagai Kavaca
dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. (baju gaib yang melindungi tubuh dan pikiran
kita dari kekuatan-kekuatan negatif atau jahat)
Mantra berarti persembahyangan, himne
dan Panjara (membentengi keluarga dari
Veda, dan teks suci lainnya. Mantra merupakan
berbagai halangan atau kejahatan).Oleh karena
susunan kata-kata atau kalimat-kalimat khusus
itu sangat perlu untuk melatih mengucapkan
yang mengandung kekuatan ghaib. Dipakai
mantra dengan irama yang baik seperti irama
atau diucapkan pada waktu-waktu dan tempat
śruti. Irama śloka adalah irama mantra itu
tertentu, dengan tujuan untuk menimbulkan
sendiri.
kemampuan tertentu kepada orang yang
mengucapkannya atau kepada orang yang Untuk lebih memperluas pengetahuan kita
membaca mantra tersebut. tentang śloka-śloka yang ada dalam pustaka

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 65


suci Veda, baik juga kalau diketahui berapa 2.2 Bahasa Śloka
suku kata dalam satu baris yang ditetapkan
Bahasa yang digunakan dalam Śloka
dalam membentuk śloka seperti : Gayatrī, adalah bahasa Sanskerta. Bahasa Sanskerta
Anuṣþup, Bṛhati, Paṅkti, Triṣṭup, Jagati dan adalah bahasa yang digunakan dalam Veda.
Uṣnaik. Dalam Veda semua itu termasuk dalam Bahasa Sanskerta dikenal dengan nama
Chanda. Daivīvāk dan hurufnya bernama Devanāgarī.
Dalam perkembangan bahasa Sanskerta
Kecuali Gayatrī yang mempunyai tiga
sesudah di turunkan Veda kemudian para ahli
baris yang lainnya terdiri dari empat baris dalam
membedakan bahasa Sanskerta ke dalam tiga
pembentukan ślokanya. Dalam setiap baris ada
kelompok, yaitu :
beberapa jumlah suku kata yang berbeda-beda
a) Bahasa Sanskrta Veda (Vedic Sanskrit)
menurut nama śoka tersebut.
yakni bahasa yang digunakan dalam Veda
1. Śloka Gayatri terdiri atas 3 baris; 8 suku yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan
kata dalam setiap barisnya. dengan bahasa sanskerta yang kemudian
2. ŚlokaUṣnaik terdiri atas 4 baris; 7 suku digunakan berbagai susastra Hindu seperti
kata dalam setiap barisnya. dalam Hitihasa, Purana, Dharmaśāṣtra dan
3. Śloka Anuṣṭubh terdiri atas 4 baris; 8 lain-lain.
suku kata dalam setiap barisnya, seperti: b) Bahasa Sanskrta Klasik (Classical
Gajagāti, Pramānikā, Vidyumālā, dan Sanskrit) yakni bahasa Sanskerta yang
digunakan dalam susastra Hindu seperti
Samānikā.
Itihasa (Rāmāyana dan Mahābharāta,
4. Śloka Vṛhatī terdiri atas 4 baris; 9 suku
Purāṇa (Mahāpurāṇa dan Upapurāṇa,
kata dalam setiap barisnya, seperti:
Smṛti (kitab-kitab Hukum / Dharmaśāṣtra).
Bhujaṅgaśiśubhratā, Bujaṅgatā, dan
c) Bahasa Sanskerta Campuran (Hybrida
Manimadhyam. Sanskrit) dan Sanskerta di Indonesia oleh
5. Śloka Paṅktiḥ terdiri atas 4 baris; 10 para ahli menyebutkan sebagai Archipelago
suku kata dalam setiap barisnya, seperti: Sanskrit atau bahasa Sansketa kepulauan
Tvaritagatiā, Matta, dan Rukmavati. yaitu bahasa Sansketa yang digunakan di
6. Śloka Triṣṭubh terdiri atas 4; 11 suku Indonesia
kata dalam setiap barisnya, seperti:
Dalam kesusastraan Bahasa Sanskerta juga
Indravajra, Upendravajra, Dodhakam,
mengenal ilmu persajakan. Komposisi puitis
Bramaravilasitam, Rathodhata, Salinī, dan
di dalam bahasa Sanskerta adalah ada dalam
Svāgatā.
wujud nadya (prosa), atau padya (puisi) atau
7. Śloka Jagatī terdiri atas 4 baris; 12 suku
komposisi metris seperti śloka. Ilmu persajakan
kata dalam setiap barisnya, seperti: membicarakan menyangkut hukum verivikasi/
Vaṅśasthavila, Totakam, Pramitākṣarà, versification atau composisi. Sajak/ayat metris
Bhujaṅgaprayatam, Manimālā, Malati, Sanskerta diatur oleh kwantitas, bukan oleh
dan Visvadevī. aksen. Padya atau bait terdiri dari empat bentuk

66 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


atau baris masing-masing disebut pāda atau
(सानुस्वारश्च दीर्घश्च विसर्गी च गुरुर्भवेत्.
perempat. Suatu pāda diatur oleh banyaknya
वर्णः संयोगपूर्वश्च तथा पादान्तगोपि वा)
suku kata (aksara) atau oleh banyaknya jumlah
silabis (mātrā). Suatu kumpulan suku kata Disamping guru-laghu śloka juga
adalah suatu kata seperti dapat diucapkan mengenal wṛtta dan mātrā. Wṛtta adalah
dengan jelas dengan suara yaitu. huruf hidup, jumlah suku kata tiap baris dalam bait śloka.
vokal tunggal dengan atau tanpa yang satu Mātrā adalah susunan letak guru laghu masing-
atau lebih huruf mati. Mātrā menjadi ukuran masing baris dalam bait śloka, terdiri atas tiga
memerlukan waktu untuk melafalkan suatu kelompok suku kata, masing-masing disebut
huruf hidup pendek. dengan Gaṇa atau kaki sillabic. Masing-masing
gaṇa bernama: ma, na, bha, ya, ja, ra, sa dan
ta; seperti kutipan berikut ini.
2.3 Guru Laghu Śloka

Dalam Piṅgalachanda-śāstra oleh


Piṅgalāchārya dalam śloka Sanskerta mengenal
guru dan laghu. Guru-Laghu adalah panjang
pendek suku kata dan pola mengenai selang
seling huruf hidup pada suku kata terakhir Terjemahannya:
suatu irama Śloka dan Kakawin. Guru-laghu Ma adalah semua suku kata panjang; Na
berasal dari kata guru yang berarti berat atau adalah semua suku kata pendek; Bha
suara panjang dan laghu yang berarti ringan adalah suku kata pertama panjang dan
atau suara pendek. Guru lagu merupakan aturan suku kata kedua dan ketiga pendek; Ya
yang penting dalam Śloka dan Kakawin. adalah suku kata pertama pendek dan suku
Suku kata dinilai guru dalam śloka jika kata kedua dan ketiga panjang; Ja adalah
memiliki vokal panjang dan diphthongs seperti: suku kata pertama dan ketiga pendek, suku
ā, ī, ū, ṝ, e, ai, āi, o, au, āu dan vocal pendek yang kata kedua panjang; Ra adalah suku kata
diikuti lebih dari satu konsonan, misalnya: dhar- pertama dan ketiga panjang, suku kata
ma, kar-ma, parārtha, gamya, accha, dan lain- kedua pendek; Sa adalah suku kata pertama
lain. Suku kata yang dinilai laghu dalam Śloka dan kedua pendek, suku kata ketiga
adalah yang memiliki semua vocal pendek dan panjang; Ta adalah suku kata pertama dan
monophthongs seperti: a, i, u, ṛ, dan ḷ. kedua panjang, suku kata ketiga pendek.
Ketika suatu huruf hidup pendek dan Singkatnya seperti tabel berikut ini :
suku kata dengan Anusvāra (ṁ) atau Visarga
(ḥ) adalah selalu guru, seperti: kaḥ, kaṁ, kiṁ, Ma / ƒ ƒƒ / Ja / ‚ ƒ ‚ /
tvaṁ, bhvaḥ, svaḥ dan lain-lain. Suku kata yang
Na / ‚ ‚ ‚ / Ra / ƒ ‚ ƒ /
terakhir suatu pāda adalah dapat dibaca guru
atau laghu. Menurut Pandita Gangadasa suku Bha / ƒ ‚ ‚ / Sa / ‚ ‚ ƒ /
kata pada akhir suatu pāda selalu dianggap
guru tidak pernah dihitung sebagai laghu Ya / ‚ ƒ ƒ / Ta / ƒ ƒ ‚ /

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 67


Dari perhitungan kelompok tiga-tiga sejarah penulisan Veda, karena dengan canda itu
suku kata dalam satu baris śloka, apabila semua ayat-ayat Veda dapat dipelihara secara
masih tersisa satu suku kata yang terakhir turun temurun seperti nyanyian yang mudah
biasa ditandai dengan /‡ /. Suku kata terakhir dingat. Dua buah buku Chanda himpunan
ini dapat dibaca sebagai guru dan dapat juga Bhagavān Piṅgala adalah Chandasūtra dan
sebagai laghu. Kalu sisa terakhirnya dua suku Nidānasūtra.
kata, yang pertama guru /- / ini disebut Ga, Chanda adalah metrum atau wirama
yang terakhir laghu /u / disebut La. yang ditentukan oleh aturan jumlah suku kata
Padya atau bait adalah suatu vṛtta atau di dalam sebuah baris atau sebuah mantram
jāti. Vṛtta adalah suatu bait adalah mātrā yang Veda. Mantram Veda pada umumnya terdiri
diatur oleh posisi dan nomor ;jumlah suku kata dari tiga atau empat baris kalimat dalam satu
pada masing-masing pāda atau perempat bait. pāda. Jumlah suku kata yang dihitung adalah
Jāti adalah suatu bait mātrā yang diatur oleh suku kata yang konsonannya (vyāñjana) yang
banyaknya jumlah tertentu silabis pada setiap mengandung huruf vokal (svara), visarga (ḥ)
pāda atau perempat baris. dan suara sengau (anusvara ṁ). Baris baris
Vṛtta ada tiga macam yaitu; (1) samavṛtta mantram Veda ditentukan oleh irama berat
yaitu di mana jumlah suku kata pada masing- ringan, panjang pendek yang disebut dengan
masing baris dalam satu pāda sama/serupa; guru dan laghu.
(2) ardhasamavṛtta yaitu di mana jumlah suku Chanda yang terpendek terdiri dari 24
kata dalam satu pāda setengah sama yaitu baris suku kata dan terdiri dari tiga baris. Selanjutnya
pertama sama dengan baris ketiga dan baris suku katanya bertambah empat-empat dan
kedua sama dengan baris keempat; dan (3) barisnyapun berubah menjadi empat baris atau
visama vṛtta yaitu jumlah suku kata pada setiap lebih.Yang terpanjang dari kelompok biasa atau
baris dalam satu pāda/bait tidak sama. sedang terdiri dari 48 suku kata. Yang terpendek
Ada 26 samavṛtta atau metre reguler dari kelompok yang panjang adalah 52 suku
berlaku umum. Penggolongan ini berdasarkan kata dan yang terpanjang terdiri dari 76 suku
pada banyaknya suku kata pada setiap baris kata bahkan ada yang 104 suku kata, namun
dalam satu bait, yang mana mulai dari 1 (satu) dalam kenyataannya kini kita tidak jumpai lagi
sampai 26 (duapuluh enam). Masing-Masing chanda yang demikian. Beberapa bentu-bentuk
kelas ini meliputi berbagai metre semua berbeda variasi chanda atau metrum dalam mantram
dari satu dengan yang lain menurut kombinasi Veda adalah sebagai berikut : Gāyatrī, Anuṣṭup
dari berbagai gaṇa. (Anuṣṭubh) Bṛhatī (Vṛhatī ), Paṅkti, Triṣṭup
(Triṣṭubh), Jagati, dan Uṣṇiḥ.

2.4 Chanda
2.5 Pembacaan Mantram Veda
Chanda adalah cabang Veda yang khusus
membahas aspek ikatan bahasa yang disebut Teks Veda ditulis berbentuk prosa, puisi atau
lagu. Chanda memegang pranan penting dalam prosa liris (Ṛgveda, Yajurveda dan Sāmaveda).

68 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


Dalam memahami Veda seorang tidak hanya yajñama| dhvaraṁ viśvataḥ| paribhūrasi|.
pasih dalam penguasaan tata bahasa (grammar) (Ṛgveda I.1.4). Dari contoh di atas menurut
hukumnya : (1) ‘a’ adalah udātta dan (2)
dan ilmu akar kata (etimologi) tetapi harus yaṁ, ja, dan ra adalah juga udātta.
memahami aksentuasi. Mantram-mantram Veda 2) Anudātta adalah tekanan lemah, tekanan
mengalir dengan penekannan -penekanan yang rendah, turun. Tekanan ini merupakan
tekanan umum, tidak tinggi ataupun
indah. Para Ṛṣi tidak hanya gigih memelihara
rendah. Hal ini ditunjukkan dalam Ṛgveda,
dan mempertahankan mantram-mantram Veda Yajur dan Atharvaveda Saṁhitā dengan
dengan merapalkan dan mengingatnya, tetapi garis datar di bawah suku katanya, seperti
mereka juga mengabadikan cara penekanan contoh :
Agninā gayima| śnavatpoṣa|meva dive-
ucapan atau aksentuasi dalam pengucapan
di|ve, (Ṛgveda I.1.3)
mantram Veda. 3) Svarita, atau Samahara (disebut oleh Panini)
adalah tekanan campuran yang merupakan
Ada dua jenis pembacaan Veda, yaitu :
kombinasi antara tekanan tinggi(udātta)
Padapāṭha dan Saṁhitāpāṭha. Padapāṭha dengan tekanan rendah (anudātta). Svarita
adalah pembacaan setiap kata pada setiap baris di dalam Ṛgveda ditandai dengan garis kecil
dengan jelas dan terang. Pembacaan dengan tegak lurus di atas suku katanya, contoh :
di-saṁdhi-kan (digabung /ditemukan antara 4) Ekaśruti adalah monotone atau hanya
kata yang satu dengan yang lain) disebut terdengar satu suara dari ketiga jenis
Saṁhitāpāṭha. Saṁhitāpāṭha merupakan tekanan, oleh karena itu Ekaśruti juga
disebut Pracaya. Dalam Ekaśruti ini fungsi
peluluhan dua atau tiga huruf (svara / vyañjana)
Udātta, Anudātta, dan Svarita menjadi
yang menimbulkan bunyi yang halus dan setiap tidak jelas dan mejadi satu bunyi saja.
kalimat bahasa Sanskerta dapat dianggap Biasanya suku kata yang mengikuti sebuah
merupakan rangkaian dari Saṁdhi. Pemutusan Svarita dan tidak diberi tekanan (tanda garis
tegak kecil) dikenal dengan nama Ekaśruti,
saṁdhi kepada bentuk asalnya dianggap akhir
contoh :
dari sebuah kalimat. ”Hotā|raṁ ratnadhāta|mam” (Ṛgveda
I.1.1) tā, pada hotāraṁ adalah svarita
(diberi tanda berupa garis tegak) dan raṁ
2.6 Aksen Pembacaan Mantra Veda yang mengikutinnya disebut Ekaśruti.

Ada empat jenis aksen atau logat tekanan,


yaitu : Udātta, Anudātta, Svarita dan Ekaśruti. 2.7 Teknik Menghafal Śloka
1) Udātta adalah tekanan keras, tekanan tinggi Menghafal Śloka diikuti oleh peserta
atau tekanan tajam. Di dalam Sāmaveda perorangan tingkat anak-anak, remaja dan
Udātta ditunjukkan dengan angka
1(devanāgarī), contoh : Agna1 dewasa putra/putri. Śloka dan terjemahannya
ā yāhi. Udātta umumnya tidak diisi tanda dibawakan sendiri dengan cara menghafal.
tekanan, tetapi dapat diketahui melalui Śloka yang dibawakan sebelumnya diundi dari
dua aturan yaitu : (1) suku kata memiliki
30 bait śloka dan dibawakan hanya 10 bait
tekanan udātta, namun tidak ada tanda
tekanan di atasnya, dan demikian pula di śloka dalam waktu 5 menit. Śloka dibawakan
depannya. (2) adalah juga udātta bilamana dengan irama śruti periring (irama śruti yang
di depannya terdapat Anudātta, contoh : pendek), kemudian diterjemahkan sendiri.
Agne yaṁ

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 69


Śloka adalah menggunakan bahasa Mengucapkan śloka juga dapat dikatakan
Sanskerta. Bahasa Sanskerta adalah bahasa “nyruti”. Nyruti berarti ia mendengarkan.
sastra bukan bahasa sehari-hari. Oleh karena Jumlah suku kata dalam satu baris kalimat
itu jika menghafal śloka ada beberapa hal yang akan menentukan nama Śloka seperti : Gayatrī,
perlu diperhatikan, yaitu: Anuṣṭup, Bṛhati, Paṅkti, Triṣṭup, Jagati dan
1. Membaca dan cermati kata-kata śloka Uṣnaik. Dalam Veda semua itu termasuk dalam
yang akan difapalkan dengan benar Chanda. Chanda adalah metrum atau wirama
2. Mengerti dan pahami śloka yang akan yang ditentukan oleh aturan jumlah suku kata di
difapalkan dalam sebuah baris atau sebuah mantram Veda.
3. Mencatat beberapa kata-kata dalam śloka
yang sulit dihafal
4. Buat kata kunci dari tiap-tiap bait śloka Daftar Pustaka
hafalan supaya gampang diingat. Amulyadhan Mukherji, 1976. Sanskrit Prosody:
5. Pengulangan yaitu cara yang paling ampuh India: B. Bhattacharjee at Saraswat Press,
dalam menguatkan ingatan. Bila telah 206 Bidhan Rasni Calcutta-700006.
hafal dengan baik maka sering-seringlah
untuk mengulanginya. Apte, V.G. 2000. The Concise Sanskrit-English
6. Menyanyikan, yaitu dengan cara Dictionary. India: Motilal Banarsidass
menyanyikan apa yang akan dihafalkan. Publishers.
7. Bergeraklah sembari menghafal. Anda akan Kale, M.R. 1992. A Higher Sanskrit Grammar
lebih mudah menghafal sambil bergerak, (For the Use of school & College Students).
menggunakan gerakan, menunjukkan India: Motilal Banarsidass Publishers
emosi sembari menyatakannya. Jangan Private Limited.
sekadar mengeluarkan kata-kata, tapi ikuti
pula gerakan yang harus anda buat saat Macdonell,A.Arthur, 1997. A Sanskrit
sungguh menyampaikannya. Grammar for Students : India. Motilal
Banarsidass Publishers Private Limited.
Demikianlah beberapa teknik menghafal
---------, 1999. Vedic Grammar For Students.:
śloka terbanyak dalam utsawa Dharmagita.
India: D.K. Printworld’s Edition.

Rani Sadasiva Murty, 1988. Vedic Prosody(Its


III. Kesimpulan
Nature, Origin and Development). India:
Śloka adalah nama bait nyanyian pujian Vohra Publishers & Distributors Allahabad.
dala Veda yang dibentuk terdiri atas beberapa
Simpen, AB. 1985. Kamus Bahasa Bali.
jumlah suku kata dalam satu baris (pāda) dan
Denpasar: PT Mabhakti.
terdiri dari beberapa baris dalam satu bait
(padya). Śloka dinyanyikan dengan irama śruti Surada, I Made. 2006. Dharmagītā (Kidung
komposisi suara pada pangkal kerongkongan Panca Yajña, Wirama, Śloka, Palawakya,
(bungkahing jihwa/angkus prana). dan Macepat). Surabaya: Paramita.

70 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


---------, 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia.
Surabaya: Paramita.

Tim Penyusun. 1995. Naskah Buku Pedoman


5 Tahun Utsawa Dharmagita. Denpasar:
Proyek Bimbingan dan Penyuluhan
Kehidupan Beragama Tersebar di 9
(sembilan) Daerah Tingkat II di Bali.

Zoetmulder, PJ. 1999. Kamus Jawa Kuna-


Tndonesia [P-Y]. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama Jakarta.

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 71

Anda mungkin juga menyukai