Riwayat Jurnal
Artikel diterima :-
Artikel direvisi :-
Artikel disetujui :-
Abstrak
Agama Hindu merupakan salah satu agama besar yang diakui diseluruh dunia dan
merupakan agama tertua yang berdiri di atas pondasi Tri Kerangka Dasar Agama Hindu,
yakni Tattva atau filsafat agama Hindu, Susila atau etika agama Hindu, dan Upacara atau
ritual agama Hindu. Tri Kerangka Dasar Agama Hindu ini diibaratkan seperti sebutir telur,
dimana kuning telurnya merupakan tattva, putih telurnya adalah susila serta kulit telurnya
diibaratkan sebagai upacara. Upacara atau ritual inilah merupakan bagian dari Tri
Kerangka Dasar agama Hindu yang dapat dengan mudah dilihat dan dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Berbagai macam ritual agama Hindu dilaksanakan oleh umat, salah
satunya adalah upacara agnihotra. Agnihotra adalah upacara persembahan kepada Deva
Agni yang kerap disebut dengan istilah Vedic ritual atau juga disebut Vedic Fire
Ceremony. Meskipun istilah agnihotra terdengar asing ditelinga umat Hindu, namun pada
dasarnya simbolisasi dari anihotra ada dalam setiap ritual keagamaan di Bali yakni dalam
bentuk pasepan. Upacara agnihotra sendiri memiliki beberapa fungsi yang berkaitan juga
dengan fungsi api itu sendiri sebagai bagian terpenting dari upacara agnihotra. Adapun
fungsi dari upacara Agnihotra antara lain : agnihotra sebagai inti yajna, agnihotra sebagai
perantara pemuja dengan yang dipuja, agnihotra sebagai penyucian, agnihotra sebagai
penerangan, agnihotra sebagai sumber energi, agnihotra sebagai sarana peningkatan
spiritual serta agnihotra untuk keharmonisan.
Widhi (Suhardana, 2007:4). Meskipun telah kiranya tidak sulit untuk mengakui dan
memiliki kerangka dasar, namun tampaknya menerima Agnihotra sebagai ritual Hindu,
umat Hindu di Bali dalam pelaksanaan kecuali orang-orang yang memang awam
ajaran agamanya, lebih memperlihatkan terhadap pengetahuan Veda. Selain itu, hasil
jalan bhakti dan karma daripada riset para ilmuwan kaliber dunia telah
pemahamannya atas pengetahuan dan tattwa membuktikan bahwa ritual Agnihotra
agama. Oleh karena itu, banyak pihak memiliki efek positif terhadap vibrasi dan
agama Hindu dipandang sebagai agama kesadaran kosmik hingga mampu
yang lebih menekankan pada bentuk mewujudkan keharmonisan sistem kosmis
ekspresif dibanding dengan agama dalam (jagad raya) (Donder, 2008:6-7). Selain itu,
tattwa atau makna (Triguna, 1994:73-74). ditegaskan kembali dalam “Chanakya
Begitu banyak upacara atau ritual Nitisastra, VIII.10”: Agnihotra bina veda na
yang hidup dan berkembang di Bali, baik itu ca danam bina kriyah/ na bhavena bina
upacara yang bersumber langsung dari siddhis tasmad bhavo hi karaman//
kitab suci Veda, maupun upacara yang (Pelajaran Veda tanpa korban suci
berkembang bersama adat yang ada di Agnihotra adalah sia-sia. Korban suci tanpa
masyarakat Bali. Salah satu ritual atau disertai dana punia tidaklah sempurna.
upacara yang bersumber langsung dari Tanpa disertai rasa bhakti semua itu tidak
Veda adalah Ritual Agnihotra, sehingga akan berhasil. Oleh karena itu, hal yang
Agnihotra kerap juga disebut dalam bahasa paling penting adalah bhakti yaitu penyebab
Inggris sebagai Vedic ritual atau juga dari segala keberhasilan).
disebut Vedic Fire Ceremony. Predikat Di Bali, pelaksanaan Agnihotra
Agnihotra sebagai Vedic ritual sangat jelas pernah dilakukan pada jaman raja-raja
menunjukkan bahwa ritual Agnihotra masih berkuasa, tetapi karena pernah terjadi
bersumber dari Veda, apalagi secara nyata kebakaran akibat api Agnihotra kurang
ritual Agnihotra tersebut benar-benar terkontrol dengan baik, maka sejak saat itu
terdapat dalam berbagai mantram Veda dan pelaksanaan Agnihotra kurang mendapat
berbagai sloka kitab suci Hindu. Oleh sebab perhatian. Sisa-sisa pelaksanaan Agnihotra
itu umat Hindu sebagai umat yang jaman kerajaan itu masih dapat ditemukan di
menerima Veda sebagai kitab sucinya, Pura Gunung Kawi di Desa Tampaksiring,
Kabupaten Gianyar, dan di Pura Kehen dengan adanya gaung “Back To Veda” yang
Bangli. Kata “Kehen” adalah kata bahasa seolah-olah ingin menggeserkan keberadaan
Bali Kuna yang artinya “api”. Homa sebagai budaya masyarakat Bali. Padahal jika
bentuk upacara yang penting sekarang ditelusuri, beberapa Pura di Bali menyimpan
didapat dalam bentuk Pasepan yang pada peninggalan yang berkaitan dengan upacara
umumnya dipakai dalam berbagai bentuk Agnihotra, yang menunjukkan bahwa
pemujaan. Pasepan berasal dari kata “asep” upacara Agnihotra bukanlah upacara yang
yang artinya asap sebagai kehadiran api sangat asing dan tidak pernah dilakukan
dalam hampir setiap pemujaan, diasumsikan sama sekali. Hanya saja seiring berjalannya
berasal dari bentuk Homa atau Agnihotra waktu upacara Agnihotra dalam bentuk
yang diperkecil dan sering kehilangan unsur aslinya sudah tidak dilaksanakan lagi. Oleh
mantra yang harus menyertai pelaksanaan karena itu, tulisan ini dibuat dengan tujuan
Homa atau Agnihotra itu. untuk memperkenalkan kembali agnihotra
Walaupun Agnihotra merupakan sebagai sebuah ritual yang pada dasarnya
ritual atau upacara yang bersumber merupakan salah satu ritual yang sangat
langsung dari Veda, namun tidak semua dekat dengan umat Hindu di Bali, serta
umat Hindu Bali mengenal upacara untuk mengungkap fungsi dari upacara
Agnihotra ini. Bahkan tidak sedikit yang agnihotra itu sendiri. Metode yang
mencemooh pelaksanaan Agnihotra. Hal ini digunakan dalam pembuatan tulisan ini
terjadi karena kekurang pahaman tentang adalah studi kepustakaan. Tulisan ini
pelaksanaan dan makna yang terkandung disusun dengan menelaah buku-buku,
dalam Agnihotra. Upacara Agnihotra sering artikel ilmiah sejenis dan referensi-referensi
dikaitkan dangan ritual yang hanya yang berkaitan dengan agnihotra. Selain itu,
dilakukan oleh Sampradaya, kelompok telaah terhadap penelitian sejenis juga
belajar Veda, maupun kelompok spiritual dilakukan untuk mendapatkan simpulan
tertentu. Dan tidak sedikit pula yang yang valid.
menganggap bahwa upacara Agnihotra
merupakan “produk” India yang dibawa ke
Bali dengan tujuan untuk “mengindia-
indiakan” umat Hindu di Bali. Apalagi II. Pembahasan
Pota visvam tad invati. aspek negatif. Oleh karena itu, dalam Lontar
(Rgveda. II.5.2).
Surya Sewana dan Veda Parikrama
Terjemahan:
Api adalah pembersih / pemurni. Ia dijumpai puja (doa) yang disebut Mantra
memperkuat/menghidupkan alam semesta
Asep sebagai berikut:
Agnes-te pranam amrtad. Ayusmato vanve. Om Ang Brahma Amerta dipa ya namah
(Atharvaveda VIII.2.13). swaha
Terjemahan: Om Ung Visnu Amerta dipa ya namah
Kami memperoleh zat asam (oksigen) dari swaha
api yang kekal untukmu, api memberikan Om Ang Linga Dipa Purusa ya namah
usia panjang swaha
Mantra ini setiap pagi diucapkan
Agne sahasraksa satamurdhan Satam te
oleh Pandita Hindu saat beliau melakukan
pranah sahasram vyanah.
(Yajurveda. XVII. 7). Puja Surya Sewana (Wiana, 2002:81). Hal
Terjemahan:
ini semakin mempertegas posisi api bagi
Ya Sang Hyang Agni Engkau memiliki
ribuan mata dan kepala. Kemampuan-Mu kehidupan manusia. Sedemikian pentingnya
tidak terkira banyaknya, Engkau memiliki
api baik bagi kehidupan sehari-hari dan
ratusan prana dan Vyana yakni tenaga-
tenaga (Titib, 1998:602-604). salah satu komponen utama dalam upacara
yajna. Selain itu, sesuai dengan identitas
Mantra-mantra di atas menunjukkan
nama upacara tersebut yakni Agnihotra,
kapasitas api yang tidak bisa dilepaskan dari
maka tanpa adanya unsur api maka upacara
kehidupan manusia sehari-hari. Deva Agni
Agnihotra tidak dapat dilaksanakan.
dipandang memiliki kekuasaan untuk
b. Pelaku Upacara Agnihotra
menjadi perantara manusia dengan Tuhan.
Pelaku upacara Agnihotra yang
Selain itu, Pandita Hindu juga dimaksud adalah orang-orang yang terlibat
dalam pelaksanaan Upacara Agnihotra,
mempunyai Swadharma atau kewajiban
antara lain:
untuk memelihara api suci Sang Hyang Tri a. Hotri
Hotri adalah orang yang bertugas
Murti agar mendapat tuntunan sinar suci
memimpin upacara Agnihotra dan harus
Sang Hyang Brahma, Visnu, dan Siva untuk
hafal mantra-mantra yang digunakan dalam
selalu menuntun umatnya, untuk menjaga
upacara serta fasih melafalkannya.
keseimbangan dari proses Utpati, Sthiti, dan
Salah satu perbedaan Upacara
Pralina, serta menyinari Tri Guna manusia
Agnihotra dengan upacara -upacara yang
agar Tri Guna tersebut tidak menimbulkan
lainnya adalah terletak pada banyaknya
adat istiadat daerah tempat upacara Agnihotra masih waktu Sandya maka
agnihotra dilaksanakan.
ucapkan mantra-mantra Sandya, namun bila
d. Waktu dan Tempat Pelaksanaan lewat waktu telah larut dan matahari telah
Upacara Agnihotra
bersinar terang, sebaiknya tidak
Ditinjau dari situasi dan kondisi
mengucapkan mantra-mantra Sandya
tuntutan wajib dan tidaknya Agnihotra,
(Penyusun, 2006:xi).
maka Agnihotra itu dapat dibedakan
Tempat pelaksanaan upacara
menjadi dua macam sebagai berikut:
Agnihotra bisa dilakukan di merajan, Pura,
Nitya Agnihotra adalah Agnihotra
maupun di halaman rumah, sedangkan
yang wajib dilaksanakan karena tuntutan
posisi duduk penyelenggaraan upacara
sesuatu situasi kontekstual seperti
Agnihotra dilakukan dengan mengelilingi
terdesaknya karena kegelisahan, kekacauan,
kunda. Yajna Kunda atau Yajna Sala
atau karena sakit dan lain sebagainya
menjadi patokannya. Posisi duduk Hotri
(Jendra dan Titib, 1999:36)
biasanya disebelah selatan kunda
Kamya Agnihotra adalah Agnihotra
menghadap ke utara, sedangkan sang
yang bersifat suka rela yang menginginkan
Yajamana duduk disebelah barat kunda
keadaan lebih bahagia, lebih suci, lebih
menghadap ke timur. Hal ini juga sesuai
meningkatkan rejeki, dan lain sebagainya
dengan tradisi adat Bali yang pelinggihnya
(Jendra dan Titib, 1999:36-37).
berada di timur menghadap ke barat, dan di
Pelaksanaan upacara Agnihotra,
utara yang menghadap ke selatan. Posisi
sebaiknya dilaksanakan secara rutin,
Hotrika berada di sekeliling Kunda dan
biasanya dua kali sehari, pada saat Sandya.
diikuti oleh para peserta dalam upacara
Yang dimaksud dengan Sandya adalah:
Agnihotra tersebut. Sebagaimana mantra
pada dua pertemuan waktu, antara malam ke
dalam Rgveda I.I.4, menegaskan:
pagi dan sore ke malam, demikian
Agneyam yajnam advaram visvatah
sebaliknya. Waktu tersebut dilakukan kira-
pariburasi Sad id devesu gacchati
kira pukul 18.15 saat matahari terbenam dan Terjemahan:
Dengan persembahan tanpa Himsa,
waktu matahari pagi atau sebelum matahari
persembahan dilakukan dari segala arah,
condong. Di luar jam-jam itu tidak disebut semoga sampai kepada para dewa-dewa
(Aripta, 2007:75).
Sandya. Bila saat sedang melaksanakan
Pelaksanaan Dharma meliputi: (Sila banyak ditemui dan tidak mudah untuk
melaksanakan tingkah laku yang baik, yajna
ditiadakan. Api merupakan salah satu
berarti melaksanakan upacara Homa
(Agnihotra). Tapa berarti mengendalikan bentuk simbol dan sarana yang tidak bisa
indria, tidak terikat kepada obyeknya. Dana
dilepaskan dari pemujaan dalam agama
berarti memberi (pemberian sesuatu kepada
yang memerlukan). Pravrja berarti pandita Hindu. Api (Deva Agni) khususnya dalam
yang melakukan puasa (pertapaan), Bhiksu
Upacara Agnihotra memiliki posisi sebagai
berarti yang melaksanakan dwijati, yang
menjadi pandita. Yoga berarti perantara untuk menghadirkan para Deva
melaksanakan meditasi. Demikianlah
yang dipuja oleh umat. Hal ini dapat dilihat
bentuk realisasi pengamalan dharma)
(Aripta, 2007:5-6). dalam mantra Ṛgveda I.I.1 sebagai berikut:
Agniḥ pūrvebhir ṛṣibhir
Dari kutipan di atas, kembali
Īḍyo nūtanair uta,
diingatkan fungsi upacara Agnihotra Sa devâṁ eha vakṣati.
Artinya:
sebagai inti yajna. Selain sebagai ritual yang
Semoga Tuhan (Deva Agni) yang senantiasa
tidak bisa terlepas dari api/Deva Agni yang dipuja para bijak dimasa lalu dan sekarang,
menjadi sumber inspirasi orang-orang
merupakan pemimpin atau pendeta utama
bijaksana di segala jaman (Maswinara,
dalam suatu penyelenggaraan Yajna dan 1999:1).
sebagai pelaksana yajna, upacara
Api atau Deva Agni merupakan
Agnihotra juga merupakan salah satu bentuk
Deva yang dipuja oleh para Maharsi dengan
realisasi pengamalan dharma yang
tujuan untuk menghadirkan para Deva ke
merupakan yajna utama dalam kehidupan
tempat pelaksanaan upacara Yajna.
sehari-hari.
Api/Deva Agni dianggap mampu untuk
2. Agnihotra Sebagai Perantara Pemuja
menghadirkan para Deva tersebut. Inilah
Dengan Yang Dipuja
Setiap manusia khususnya umat mengapa api/Deva Agni disebut sebagai
beragama memiliki tingkat spirtualitas yang perantara pemuja dengan yang dipuja. Jika
berbeda satu dengan yang lain. Bagi orang di Sekala-kan, api/Deva Agni memiliki
yang memiliki tingkat Jnana dan Wijnana kedudukan seperti Pendeta, yang menjadi
yang tinggi, mungkin tidak memerlukan perantara umat dengan Tuhan-nya. Oleh
sarana sebagai perantara dalam memuja karena itu, Pendeta yang memimpin
Tuhan. Namun pada umumya simbol- upacara dianggap sebagai perwujudan
simbol dan sarana-sarana perantara masih Siwa Raditya. Pendeta pada saat itu
dengan pemahaman bahwa api merupakan Bagaikan api menyala, wahai Arjuna
Yang membakar kayu api menjadi abu
salah satu sumber cahaya. Cahaya atau sinar
Demikian pula api ilmu pengetahuan
merupakan salah satu faktor yang sangat membakar, segala karma menjadi abu.
(Pudja dalam Asri, 2008:121).
mempengaruhi kehidupan manusia. Dengan
cahaya manusia dapat melihat. Benda-benda Upacara Agnihotra disebut
di sekeliling manusia manusia memantulkan memiliki fungsi sebagai penerangan selain
cahaya dan ditangkap oleh mata manusia karena api sebagai salah satu sumber
sehingga manusia dapat melihat benda- cahaya, juga karena pada prosesi upacara
benda tersebut. Agnihotra terdapat simbol pembebasan diri
Prosesi upacara Agnihotra dari kebodohan (Awidya), dimana
dilakukan antara lain dengan kebodohan yang disimbolkan dengan kayu
mempersembahkan “kayu bakar/samidha”, bakar, dibakar oleh api ilmu pengetahuan.
kayu bakar merupakan simbol kebodohan. Kebodohan/Awidya merupakan kegelapan
Kayu ini sebagai simbol pikiran bodoh yang menyeliputi diri manusia sehingga
dibakar oleh api sebagai simbol Deva Agni, manusia merasakan penderitaan di
sebagaimana salah satu sifat Agni adalah dunia/alam sekala ini. Dengan melenyapkan
Dharmanya membakar/melalap apa saja kebodohan ini, maka manusia akan
yang ada didepannya (Sarvabhaksa) lalu membuka kesadarannya, menyadari bahwa
membuatnya berubah menjadi partikel- dirinya merupakan percikan terkecil dari
partikel pembentuknya dibawa ke atas Tuhan. Selain itu, dengan ilmu pengetahuan
bersama asap dan yang tersisa hanyalah abu seseorang akan dapat mengabdikan diri
di dalam kunda, yang mana kunda kepada masyarakat dalam bentuk ide-ide
merupakan lambang kesadaran itu sendiri dan penemuan-penemuan yang berguna
(Suja dalam Asri,2008:121). bagi masyarakat. Dengan ilmu pengetahuan
Dalam Kitab suci Bhagavadgita pula seseorang akan dapat membedakan
disebutkan:
baik dan buruk (Wiweka), sehingga orang
Yathaihāmsi samiddho’gnir
Bhasma-sāt kurute ‘ rjuna tersebut akan menjadi lebih bijaksana dan
Jñānāgnih sarva karmāni
kwalitas spiritualnya akan meningkat.
Bhasma-sāt kurute tathā
(Bhagavadgita IV.37) 5. Agnihotra Sebagai Sumber Energi
Terjemahan:
yang dapat membantu kita menyembuhkan dilihat dari hakikat sains dan teknologi yang
dan membangun diri kita yang utuh. Banyak terdapat pada Agnihotra tersebut. Donder
sekali diantara kita menjalani hidup dengan (2008) yang menyebutkan sebagai berikut:
penuh luka dan berantakan. Kita Hakikat sains dan teknologi dalam ritual
Agnihotra sesungguhnya dapat dijelaskan
merindukan persentuhan dan keharmonisan
dengan teori ilmu Mekanika Gelombang
yang lebih dalam dengan “pusat” yakni sang atau Fisika Quantum. Pelaksanaan
Agnihotra tersebut telah terjadi suatu reaksi
jiwa. Orang yang cerdas secara spiritual
gelombang dalam tingkat partikel sub
sanggup melihat kesatuan di balik segala atomik atau reaksi gelombang pada tingkat
partikel elektron atom. Hal tersebut dapat
perbedaan, mampu menghubungkan makna
dijelaskan sebagai berikut: ketika Damaru
dan esensi semua agama. Ia mungkin saja (kendang), Genta (lonceng Pandita
manggala upacara ), Kirtan (lagu pujian),
menjalankan agama tertentu, namun tidak
Japam (pengulangan nama-nama deva atau
secara picik, eksklusif, dan fanatik atau Tuhan) diuncarkan dalam pelaksanaan
Agnihotra, juga meditasi atau pemusatan
dengan berprasangka buruk. Ia memliki
pikiran dilaksanakan, maka terjadi proses
kualitas spiritual yang tinggi superposisi-superposisi gelombang, yakni :
damaru dan genta melakukan super-posisi
(Surpi,2005:33).
terhadap gelombang bettha (β) yang
Upacara yang berlandaskan kasih besarnya 14-30 Hz, kirtan melakukan
superposisi terhadap gelombang alpha (α)
sayang dan japa inilah yang membuat
yang besarnya 8-13 Hz, japam melakukan
upacara Agnihotra memiliki fungsi superposisi terhadap gelombang tetha (θ)
yang besarnya 4-7 Hz, dan meditasi atau
peningkatan spiritual yang tinggi.
samadhi melakukan superposisi terhadap
7. Agnihotra Untuk Keharmonisan gelombang delta (δ) yang besarnya 0,5-3
Keharmonisan dalam Kamus Besar Hz. Frekuensi gelombang delta (δ) yang
besarnya 0,5-3 Hz ini disebut dengan
Bahasa Indonesia (1989:299) mengandung
gelombang kosmik atau gelombang alam
arti suatu keadaan yang selaras atau serasi semesta. Telah terbukti bahwa dengan
tahapan-tahapan proses Agnihotra yang
dimana keserasian ini diakibatkan oleh
benar, dapat membuat manusia memiliki
beberapa faktor yang ikut menjadi bagian pancaran gelombang otak yang selaras
dngan gelombang kosmik. Ketika vibrasi
yang saling menguntungkan, sedangkan
otak manusia setara dengan gelombang
keselarasan mengandung makna kosmik, maka manusia menjadi bagian dari
kosmik dan sekaligus menjadi penguasa
kesesuaian, kecocokan (2002:641).
kosmik itu sendiri. Dengan kata lain bahwa
Fungsi keharmonisan yang manusia yang memiliki vibrasi gelombang
pikirannya setara dengan gelombang
terkandung dalam upacara Agnihotra dapat
kosmik, maka manusia seperti itu telah