Anda di halaman 1dari 9

Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)

6 (1) (2020): 84-92


DOI: 10.24114/antro.v6i1.16822

Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal


of Social and Cultural Anthropology)
Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/anthropos

Perkembangan Ritual Adat Mangongkal Holi Batak Toba


dalam Kekristenan di Tanah Batak

The development of the Mangongkal Holi Batak Toba


Indigenous Ritual in Christianity in the Batak Land

Firman Oktavianus Hutagaol* & Iky Sumarthina P. Prayitno


Magister Sosiologi Agama, Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Diterima:28 Januari 2020; Disetujui:04 Maret 2020; Dipublikasi:01 Juni 2020;
Abstrak
Tulisan ini merupakan sebuah hasil pengamatan dan analisa sosiologi agama terhadap ritual adat
mangongkal holi yang ada di Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Tulisan ini
bertujuan untuk mengeksplorasi dan menjelaskan nilai-nilai sosial serta budaya yang terkandung dari
ritual adat ini. Ritual ini tetap bertahan dan melekat pada masyarakat suku Batak Toba meskipun
pelaksanaannya telah disesuaikan dengan ajaran Kekristenan yang berlaku di Tanah Batak. Beberapa
nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam ritual tersebut masih tetap bertahan dan penting bagi
masyarakat suku Batak Toba. Guna mendekati masalah ini, dipergunakan acuan teori dari Emile
Durkheim dan Max Weber. Data-data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara, dan pengamatan
secara langsung terhadap ritual adat tersebut di daerah Pahae Julu, serta dianalsis secara kualitatif.
Tulisan ini menyimpulkan bahwa ritual adat ini mengandung solidaritas mekanik dan peran dari
pemimpin ritual yang kharismatis bagi masyarakat suku Batak.
Kata Kunci: Mangongkal Holi, Batak Toba, Solidaritas Mekanik, Pemimpin Ritual Kharismatis

Abstract
This paper is the result of observations and analysis of religious sociology on the traditional mangongkal
holi rituals in Pahae Julu, North Tapanuli Regency, North Sumatra. This paper aims to explore and explain
the social and cultural values contained in this traditional ritual. This ritual survives and adheres to the
Toba Batak tribe even though its implementation has been adapted to the teachings of Christianity
prevailing in the Batak Land. Some of the social and cultural values contained in the ritual still survive and
are important for the Toba Batak people. To approach this problem, theoretical references from Emile
Durkheim and Max Weber are used. Data was collected through literature studies, interviews, and direct
observations of these traditional rituals in the Pahae Julu area, as well as qualitative analysis. This paper
concludes that this traditional ritual contains mechanical solidarity and the role of the charismatic ritual
leader for the Batak people.
Keywords: Mangongkal Holi, Toba Batak, Mechanical Solidarity, Charismatic Ritual Leader

How to Cite: Hutagaol, F.O. & Prayitno, I.S.P. (2020). Perkembangan Ritual Adat Mangongkal Holi Batak
Toba dalam Kekristenan di Tanah Batak, Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of
Social and Cultural Anthropology) 6(1): 84-92.
*Corresponding author: ISSN 2460-4585 (Print)
E-mail: hutagaol.firman8@gmail.com ISSN 2460-4593 (Online)

84
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
6 (1) (2020): 84-92

PENDAHULUAN Kristen yang berlaku. Meskipun begitu,


Indonesia merupakan salah satu masih ada beberapa nilai yang masih tetap
negara yang kaya dengan berbagai macam bertahan dalam ritual tersebut. Melalui
adat dan budaya daerah. Adat dan budaya tulisan ini, penulis mengamati secara
merupakan bagian yang tidak bisa lepas langsung bagaimana ritual adat
dari manusia secara individu maupun mangongkal holi dilakukan di tengah
komunal, karena di dalamnya terkandung Kekristenan Tanah Batak. Penulis mencoba
nilai, aturan, norma, tradisi, ritual, dan memahami ritual ini dengan menggunakan
hukum. Hal tersebut juga berlaku bagi kajian Sosiologi Agama, lalu mengaitkannya
masyarakat suku Batak Toba. Suku Batak dengan teori yang dapat mendukung
Toba memiliki adat serta budaya yang unik, argumen penulis dalam tulisan ini,
sakral, dan magis, sehingga dianggap sehingga menghasilkan tulisan yang baik
sebagai sesuatu yang penting, dihormati, dan objektif sesuai dengan kajian Sosiologi
dihargai serta dilestarikan dengan baik. Agama.
Salah satu ritual adat yang sakral tersebut
adalah ritual mangongkal holi. METODE PENELITIAN
Mangongkal holi merupakan salah Dalam upaya meneliti serta
satu ritual adat yang terkenal di Tanah mengamati topik di lapangan, maka penulis
Batak dan juga Sumatera Utara. Ritual ini menggunakan metode penelitian kualitatif
diawali dengan kisah nenek moyang atau sebagai metode yang dapat mengamati
leluhur yang hadir kepada salah satu suatu ritual adat mangongkal holi tersebut.
anggota keluarga melalui pengelihatan Menurut peneliti, metode ini cocok
maupun mimpi. Dalam mimpi, leluhur digunakan dalam menganalisis ritual adat
memohon kepada keluarganya agar dan budaya tersebut. Hal ini juga didukung
dipindahkan serta disatukan ke tempat oleh beberapa pendapat tokoh, seperti
yang lebih baik, layak, dan sempurna dari Erikson, Creswell serta Kirk & Miller.
tempat sebelumnya, sehingga hal tersebut Menurut Erikson (1968) dalam Anggito dan
harus dilaksanakan dengan segera. Itu yang Setiawan (2018) bahwa metode kualitatif
menjadi salah satu latar belakang merupakan metode penelitian yang
dilaksanakannya ritual tersebut. Ritual ini berusaha menemukan dan juga
dilakukan oleh kelompok marga yang menggambarkan secara naratif mengenai
sudah memiliki keturunan besar dan juga kegiatan, tindakan serta dampak yang
tersebar di seluruh daerah (Nasution, dilakukan oleh manusia terhadap
2019). Kegiatan ini merupakan ritual yang kehidupan mereka.
dilakukan oleh suku Batak Toba sebagai Menurut Creswell (2010) dalam
bentuk penghormatan mereka terhadap Rukajat (2018) menjelaskan bahwa
leluhur mereka yang sudah meninggal penelitian kualitatif bertujuan untuk
dunia. Ritual adat ini sudah dilakukan sejak mencakup informasi tentang fenomena
nenek moyang orang Batak ada, dan masih utama yang dieksplorasi dan juga
berlangsung hingga sekarang ini. Namun, partisipan penelitian tersebut.
ritual adat ini telah mengalami perubahan Pengetahuan dibangun berdasarkan
semenjak Kekristenan datang ke Tanah interpretasi terhadap berbagai perspektif
Batak. Kekristenan menganggap bahwa yang didapatkan dari hasil pengamatan dan
ritual ini mengandung unsur dinamisme, juga partisipan yang terlibat dalam
animisme, spritisme, dan lain sebagainya, penelitian, seperti catatan obeservasi,
sehingga bertentangan dengan ajaran wawancara dan juga sejarah dari hasil
Kristen. Karena itu, lembaga keagamaan penelitian tersebut menurut Kirk & Miller
seperti gereja berusaha mengawasi dan (1986) dalam Anggito & Setiawan (2018)
menyesuaikan ritual ini dengan ajaran menjelaskan bahwa penelitian kualitatif

85
Firman Oktavianus Hutagaol & Iky Sumarthina P. Prayitno, Perkembangan Ritual Adat

merupakan salah satu tradisi tertentu beragama Kristen dari jemaat HKBP Tor
dalam ilmu pengetahuan sosial yang pada Dolok Nauli Ressort Sarulla, Tapanuli Utara,
dasarnya bergantung kepada pengamatan sembari melaksanakan kegiatan Praktek
terhadap kehidupan manusia, baik dalam Lapangan II (dua) di lingkungan gereja
kawasan maupun peristiwa dengan cara tersebut, sehingga dapat berbaur,
mengidentifikasi hal-hal yang relevan berkomunikasi, dan juga berdiskusi dengan
dengan beragam keadaan manusia, dunia, masyarakat yang ada di wilayah tersebut
tindakan, kepercayaan dan juga minat tentang ritual adat mangongkal holi di
dengan fokus pada perbedaan sehingga tengah-tengah Kekristenan yang ada di
menghasilkan jawaban dan makna yang sana. Selain itu, hal ini semakin
berbeda-beda. memudahkan peneliti untuk mengamati
Dari berbagai pendapat di atas, dapat secara langsung kegiatan ritual adat
dipahami bahwa metode penelitian tersebut.
kualitatif merupakan metode penelitian
yang meneliti berbagai fenomena sosisal HASIL DAN PEMBAHASAN
yang terjadi dalam kehidupan secara Mangongkal Holi dan Agama Kristen
realitas dengan mengambil sampel data Penulis mengikuti ritual adat
secara deskriptif, baik itu dari pengamatan, mangongkal holi (penggalian tulang-
sejarah dan juga wawancara, sehingga belulang leluhur) yang dilaksanakan di
hasilnya dapat analisis serta desa Aek Horsik, Pahae Julu, Kabupaten
diinterpretasikan. Metode di atas, Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara,
digunakan untuk memahami kehidupan pada hari Jumat, 22 Juni 2018. Saat itu,
sosial manusia terhadap ritual, adat penulis sedang menjalani Kegiatan Praktek
maupun budaya yang terjadi dalam Lapangan II (dua) sebagai salah satu
masyarakat. Dengan adanya metode program pendidikan dari Lembaga STT
kualitatif, maka peneliti dapat memahami HKBP Pematangsiantar dan ditempatkan di
serta menangkap arti dari budaya tersebut. gereja HKBP Sarulla Ressort Sarulla Distrik
Itu merupakan unsur yang sangat penting II Silindung, Kabupaten Tapanuli Utara,
dan harus dipahami serta diketahui oleh Provinsi Sumatera Utara. Berikut adalah
peneliti (Raco, 2010). Apabila peneliti yang hasil lapangan yang penulis dapatkan
ingin memahami suatu ritual, adat maupun ketika mengikuti serta mengamati ritual
budaya dari suatu komunitas masyarakat, adat tersebut.
maka ia harus memberikan waktu untuk Kegiatan ritual adat mangongkal holi
hidup, tinggal dan berbaur dengan ini merupakan permintaan dari keluarga
komunitas masyarakat tersebut, sembari besar pomparan Ompung Tumpak
mengamati, melakukan wawancara dan Nainggolan. Keluarga tersebut merupakan
juga obeservasi terhadap objek yang anggota jemaat gereja HKBP Tor Dolok
diamati. Nauli, bagian dari jemaat induk HKBP
Peneliti menggunakan metode Sarulla. Keluarga memohon kepada majelis
penelitian kualitatif ini dalam rangka gereja untuk melaksanakan ritual adat
meneliti ritual adat mangongkal holi di mangongkal holi, dibawah pengawasan
tengah-tengah Kekristenan yang ada di majelis gereja HKBP, sesuai dengan aturan
Tanah Batak, tepatnya di daerah Pahae Julu, dan hukum siasat gereja HKBP yang
Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi mengatur tentang ritual adat mangongkal
Sumatera Utara. Daerah tersebut dihuni holi, yakni dalam Ruhut Parmahanion
oleh mayoritas masyarakat suku Batak dohot Paminsangon (RPP) HKBP, halaman
Toba beragama Kristen dan juga Islam. 47-48. Sebelum melaksanakan ritual adat
Peneliti melakukan penelitian tersebut mangongkal holi, tentunya majelis gereja
terhadap masyarakat suku Batak Toba menanyakan apa yang menjadi alasan

86
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
6 (1) (2020): 84-92

utama keluarga untuk melaksanakan cangkul oleh Pendeta, keluarga, pemimpin


kegiatan tersebut. Keluarga beralasan daerah setempat, dan juga perwakilan
bahwa makam leluhur mereka sudah rusak masyarakat setempat. Setelah itu, makam
dan juga terpisah dari kelompok keluarga tersebut digali oleh petugas penggali
yang lain di berbagai tempat. Ada yang makam secara perlahan untuk menemukan
tersebar di daerah Pahae Jae, Kabupaten tulang-belulang leluhur tersebut, sekaligus
Tapanuli Utara dan ada yang tersebar di diawasi oleh majelis gereja dan masyarakat
daerah Tanah Jawa, Kabupaten setempat.
Simalungun. Karena alasan tersebut, Petugas menggali makam dengan
keluarga ingin menggali, memindahkan dan hati-hati agar tulang belulang yang
juga menyatukan tulang belulang leluhur didapatkan tidak pecah dan masih tetap
Ompung ke makam baru milik keturunan utuh. Tulang belulang yang dicari adalah
Ompung tersebut di daerah Tanah Jawa, tulang tengkorak, tangan, rusuk, dan juga
karena di sanalah bona pasogit (tanah tulang kaki. Selama menanti proses
kelahiran) mereka, sehingga mereka sudah penggalian, pihak keluarga menyediakan
membangun tambak di sana. Majelis gereja makanan serta minuman, yakni lampet,
mengabulkan serta melaksanakannya kopi dan teh. Setelah tulang belulang
sesuai dengan aturan dan hukum siasat tersebut ditemukan, pihak gereja
gereja milik Sinode HKBP. mengawasi pengangkatan dan juga
Keluarga juga meminta izin kepada pemindahan tulang belulang ke dalam peti
pemimpin daerah setempat, yakni Kepala khusus tersebut demi menghindari andung
Desa serta perkumpulan marga di daerah oleh keluarga. Pihak gereja kembali
tersebut, sambil mengundang mereka memperingatkan keluarga dan masyarakat
untuk hadir pada ritual adat tersebut sekitar agar tidak mengandungi tulang
sebagai saksi. Itu menunjukkan bahwa belulang tersebut, karena dianggap sebagai
ritual adat mangongkal holi membutuhkan ajaran sinkritisme, animisme, spiritisme
izin terhadap pemimpin daerah dan dan lain sebagainya. Setelah tulang
kerabat dekat. Dalam pelaksanaannya, belulang tersebut berhasil ditemukan,
pihak keluarga, pemimpin daerah pihak keluarga membungkusnya dengan
setempat, masyarakat dan juga majelis kain putih dan memasukkannya ke dalam
gereja sebelumnya mengadakan ibadah peti kecil.
singkat dengan nyanyian gerejawi, Peti mati kecil tersebut dibungkus
pembacaan ayat Alkitab dan juga hukum dengan kain Ulos, yang menunjukkan
siasat gereja tersebut agar seluruh pihak identitas suku Batak Toba, penghormatan,
dapat mengetahui apa saja yang menjadi dan juga kasih sayang terhadap yang
aturan dalam hukum siasat gereja tersebut. leluhur tersebut. Kemudian, peti mati
Hal tersebut dilakukan demi menghindari diangkat dan makam ditutup kembali oleh
berbagai tindakan sinkritisme, animisme, petugas tersebut.
spritisme dan lain sebagainya yang Peti mati dibawa bersamaan dengan
tentunya bertentangan dengan ajaran kembalinya seluruh orang ke rumah
gereja HKBP. Ibadah tersebut dipimpin keluarga untuk beristirahat dan makan
oleh Pdt. Martuani P. Sihombing, S.Th, bersama. Dalam acara makan bersama
selaku Pendeta dan pemimpin jemaat di tersebut, pihak keluarga besar
gereja tersebut. Setelah selesai ibadah, menyembelih daging babi, dan memberi
maka semua pihak berangkat dari rumah makan tamu undangan yang sudah hadir
keluarga menuju ke makam lama yang dalam kegiatan tersebut. Keluarga besar
hendak digali. Setelah tiba di makam, juga membagikan jambar sesuai dengan
penggalian makam diawali dengan tamu undangan yang hadir dan juga sesuai
penggalian secara simbolis menggunakan aturan keluarga dalihan na tolu, yakni

87
Firman Oktavianus Hutagaol & Iky Sumarthina P. Prayitno, Perkembangan Ritual Adat

untuk keluarga Boru, Hula-hula, dan sudah meninggal dunia setelah beberapa
dongan Sabutuha. Setelah selesai makan tahun silam dan memindahkannya ke
bersama, acara dilanjutkan dengan bagian makam baru, dan lebih baik dari yang
ramah tamah. Pada momen tersebut, sebelumnya diikuti dengan acara adat dan
keluarga besar menyampaikan ucapan juga pesta.
terima kasih kepada seluruh tamu dan juga Ritual mangongkal holi, hampir mirip
pihak yang berpartisipasi pada ritual adat dengan ritual rambu solo di Toraja,
tersebut. Sulawesi Selatan, karena berhubungan
Setelah acara ramah tamah berakhir, dengan ritual kematian dan penghormatan
acara ditutup dengan doa oleh majelis kepada roh leluhur maupun orang
gereja, dan pihak keluarga besar berangkat meninggal diikuti dengan pesta besar dan
menuju daerah Tanah Jawa untuk juga makan bersama (Nasution, 2019).
memakamkan tulang belulang tersebut Mangongkal holi sudah dilakukan oleh
pada tambak milik keluarga. Namun, jarak nenek moyang suku Batak Toba hingga
antara Kabupaten Tapanuli Utara dengan sekarang ini. Ritual ini berkaitan dengan
Kabupaten Simalungun cukup jauh dan pesan yang diwariskan oleh leluhur kepada
memakan durasi perjalanan kurang lebih keturunannya.
sekitar enam jam sehingga ada Orang tua maupun leluhur suku Batak
kemungkinan tiba pada malam hari di Toba sejak dulu selalu menekankan pada
daerah Tanah Jawa. Keluarga membawa keturunannya agar memiliki tanah dan
surat izin dari pihak gereja HKBP Sarulla tinggal di tanah kelahirannya tersebut
dan Tor Dolok Nauli untuk menitipkan peti (Bona Pasogit), ketika orang tua atau
kecil tersebut kepada pihak gereja HKBP leluhur telah meninggal dunia di tempat
Tanah Jawa sambil menunggu keesokan kelahiran maupun perantauan, maka
harinya. Hari berikutnya, acara jenazah maupun tulang belulangnya harus
pemindahan ke makam yang baru dibawa kembali ke tanah kelahiran (Bona
dilakukan oleh pihak majelis gereja HKBP Pasogit) tersebut. Itu sebabnya, setiap
Tanah Jawa. Demikianlah laporan keturunan marga memiliki kuburan
pengamatan terhadap kegiatan ritual adat (tambak) yang besar dan megah di tanah
mangongkal holi dalam tradisi Kekristenan kelahiran sebagai simbol penghormatan
dan Batak yang ada di daerah Pahae Jae, dan juga status sosial keturunan marga
Sumatera Utara. mereka (Sinaga & Supsiloani, 2016).
Menurut J. Warneck, seorang Pendeta Sebelum mereka melaksanakan ritual
Jerman yang pernah melayani di Tanah mangongkal holi, keluarga terlebih dahulu
Batak dan menuliskan Kamus Bahasa Batak berdiskusi dengan berbagai pihak yang
Toba menjelaskan bahwa istilah terlibat di dalamnya, seperti hula-hula atau
mangongkal holi dalam bahasa Indonesia tulang dari marga, tetua adat, pemerintah
diartikan sebagai kegiatan menggali tulang- setempat, dan lain sebagainya. Pelaksanaan
belulang orang meninggal dengan tujuan ritual adat ini harus dipersiapkan dengan
untuk dikuburkan kembali ke tempat lain baik dan juga tersusun rapi, sehingga
diikuti dengan upacara pesta (Warneck, pembagian tugas serta proses
2001). Istilah mangongkal holi dapat berlangsungnya acara dapat berjalan
diartikan ke dalam bahasa Indonesia, dengan baik.
terdiri dari dua kata, yakni mangongkal, Ritual ini merupakan salah satu ritual
yang berarti menggali, dan holi, yang yang cukup rumit, karena banyak
berarti tulang belulang (Tiarma, dkk., mempertimbangkan tenaga kerja, waktu,
1999). Dengan demikian, mangongkal holi dana serta interaksi sosial dengan berbagai
dipahami sebagai kegiatan menggali pihak yang bersangkutan (Silalahi &
kembali tulang belulang manusia yang Sibarani, 2015). Dalam pelaksanaannya,

88
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
6 (1) (2020): 84-92

ritual mangongkal holi ini cenderung sering Mangongkal Holi Sebagai Solidaritas
dilakukan kepada makam nenek moyang Mekanik Yang Menyatukan Masyarakat
atau leluhur yang dikenal dengan istilah Suku Batak Toba
Ompung, yang menjelaskan status orang Ritual mangongkal holi mengandung
tua, kakek/nenek, dan juga leluhur (Sagala, solidaritas mekanik Durkheim.
2008). Menurutnya, solidaritas mekanik
Menurut penuturan orang tua dahulu, merupakan solidaritas yang membuat
sebelum masuknya Kekristenan di Tanah orang-orang di sekitarnya bersatu karena
Batak, ritual ini dilakukan dengan ada ikatan yang umum, di mana ikatan
memindahkan tulang belulang leluhur dari tersebut membuat orang yang terlibat di
makam batu lama menuju makam batu dalamnya memiliki tanggung jawab, dan
baru, dan dikenal dengan istilah batu na pir juga kegiatan yang sama. Di dalamnya
(tugu batu) (Simanihuruk & Muchtar, terdapat berbagai aturan, moral serta
2013). Namun, seiring dengan tanggung jawab yang didasarkan pada
perkembangan zaman, maka leluhur di kesadaran kolektif bersama sebagai
makamkan dalam suatu makam baru, besar sesuatu yang mempersatukan dan juga
dan megah yang dikenal dengan istilah tugu mempererat masyarakat di dalamnya
maupun tambak (Sagala, 2008). (Ritzer, 2012). Apa yang disampaikan oleh
Ritual ini diikuti dengan perayaan Durkheim tersebut sudah ada pada ritual
besar seperti pesta, makan bersama, dan tersebut. Ritual itu menunjukkan adanya
juga tor-tor serta gondang Batak yang suatu bentuk solidaritas mekanik yang
meriah. Untuk menu makanan bersama, terjadi di dalam masyarakat suku Batak
mereka akan memasak daging babi dan Toba.
juga kerbau untuk memenuhi kebutuhan Dalam pelaksanaannya, ritual
selama diselenggarakannya ritual adat mangongkal holi secara langsung
tersebut. Sementara untuk musik dan juga mempersatukan seluruh keturunan yang
tari-tarian, mereka melibatkan gondang berasal dari leluhur tersebut dari berbagai
sabangunan dan tortor Batak Toba. Itu daerah (Simangunsong, 2008). Selain itu,
sebabnya, gondang sabangunan dan tortor ritual adat mangongkal holi dilakukan
selalu berkaitan dengan ritual dengan tujuan agar mendapatkan
hasipelebeguon maupun adat leluhur, hagabeon (panjang umur), hasangapon
seperti mamele sumangot hingga (kehormatan), dan hamoraon (kekayaan)
mangongkal holi (Purba, 2014). Namun, dari leluhur kepada keturunannya. Ritual
setelah masuknya Kekristenan, pihak ini menunjukkan bagaimana kekerabatan
gereja menolak hal demikian karena antar masyarakat suku Batak Toba dan
dianggap sebagai bagian daripada keturunan marga tetap bertahan serta
sinkritisme dan berpotensi menimbulkan terjalin dengan baik.
perdebatan, sehingga dalam Ritual ini menjadi tempat
pelaksanaannya saat ini, pihak gereja berkumpulnya antar generasi leluhur
mengganti gondang dan tortor Batak maupun marga, sehingga dapat saling
dengan doa dan nyanyian gerejawi. Dari mengenal satu sama lain (Hutapea, 2015).
penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Apabila ritual adat tersebut berhasil
perayaan mangongkal holi merupakan dilaksanakan, maka timbul perasaan
perayaan yang penting dan menyatukan bangga, puas, dan bahagia bagi keturunan
masyarakat suku Batak Toba dan leluhur tersebut, karena kerja sama dan
keturunannya, meskipun pelaksanaannya perjuangan mereka untuk leluhur tidak sia-
cenderung menelan biaya besar dan waktu sia. Keberhasilan pelaksanaan acara ini
yang lama (Putri & Nurjanah, 2015). semakin mempererat hubungan antar
keturunan (Putri & Nurjanah, 2015).

89
Firman Oktavianus Hutagaol & Iky Sumarthina P. Prayitno, Perkembangan Ritual Adat

Ritual ini menunjukkan bagaimana dianggap sebagai salah satu ritual yang
solidaritas mekanik itu hadir dalam sakral dan tidak boleh sembarangan
konteks masyarakat Batak ketika kegiatan dilakukan dalam Suku Batak Toba, sehingga
tersebut dilaksanakan. Status sosial dalam memerlukan pemimpin ritual yang dapat
keluarga juga tidak menjadi perbandingan memimpin serta mengarahkan ritual
untuk ikut berpartisipasi melaksanakan tersebut dengan baik.
acara tersebut. Baik keluarga kaya maupun Masuknya ajaran Kekristenan ke
miskin, semua anggota keluarga keturunan Tanah Batak membawa pencerahan dari
tersebut dapat bersatu serta berkontribusi sisi agama sehingga membuat peran datu
dalam ritual adat mangongkal holi tersebut. (dukun) dalam ritual adat tergantikan oleh
Itu semua dilakukan berdasarkan ikatan Pendeta, Imam dan juga majelis gereja
serta kesadaran kolektif bersama sebagai (Situmorang, 2009). Perubahan peran
masyarakat suku Batak Toba, khususnya pemimpin ritual dalam ritual ini mengarah
kepada kelompok keturunan leluhur kepada teori Weber tentang pemimpin
tersebut (Reid & Loir-Chambert, 2006). kharismatis dalam agama dan ritual.
Teori Durkheim, dapat dipahami Menurut Weber, setiap praktik
bahwa ritual ini memainkan fungsi yang keagamaan maupun ritual yang terdapat
penting pada masyarakat suku Batak dalam agama primitif maupun modern
secara keseluruhan untuk menjaga bergantung kepada peranan pemimpin
solidaritas, stabilitas, dan kohesi sosial ritual, sebagai orang yang memahami
secara kolektif dalam suku Batak Toba, simbol dan juga tindakan simbolik dalam
berdasarkan ikatan marga dan kultus maupun ritual yang dilakukan. Ritual
kekeluargaan suku Batak Toba terhadap merupakan salah satu cara untuk
leluhurnya, sehingga mereka menghubungkan diri dengan yang sakral
melaksanakan ritual tersebut dengan sesuai dengan kesadaran kolektif bersama,
serius dan saling bekerja sama (Norris & sehingga memerlukan pemimpin untuk
Inglehart, 2009). memimpin kultus maupun ritual tersebut.
Weber membaginya ke dalam dua hal,
Peran Pemimpin Ritual Mangongkal Holi yakni ahli magis dan juga Imam (Pendeta).
Pada Masa Dahulu dan Sekarang Jika dihubungkan dengan ritual adat
Mangongkal holi merupakan salah mangongkal holi, dapat dipahami bahwa
satu ritual yang sakral, karena selain datu (dukun) merupakan ahli magis dalam
melakukan penggalian dan juga suku Batak Toba, karena mereka
pemindahan, mereka juga menyampaikan memahami simbol ritual dan juga tindakan
doa serta ritual untuk roh orang mati, simbolik ritus lebih dalam, termasuk dalam
sehingga keturunannya diberkati dan juga ritual mangongkal holi. Akan tetapi, seiring
dijauhkan dari segala bahaya yang ada masuknya Kekristenan ke Tanah Batak,
(Schreiner, 2003). Ritual tersebut tidak maka pemimpin ritus telah mengalami
dapat dipimpin oleh sembarang orang. transisi menjadi Imam atau Pendeta.
Ritual tersebut biasanya dipimpin oleh datu Tentunya, Imam atau Pendeta berlawanan
(dukun) atau orang tua yang dipandang dengan para ahli magis, di mana ritual
penting dalam suku Batak Toba tersebut. primitif menjadi lebih tidak rasional.
Datu (dukun) maupun Natuatua ni Huta Karena Imam atau Pendeta lebih menjalani
(orang tua yang paling dihormati di desa) pelatihan secara sistematik dan memiliki
memiliki ilmu tinggi dalam suku Batak dan spesifikasi, maka mereka menghasilkan
dianggap sebagai orang yang dapat konsep religius yang berbeda serta
berhubungan langsung dengan dunia roh memisahkan diri dari ahli magis.
orang mati tersebut. Itu sebabnya, pada Imam maupun Pendeta juga mulai
zaman dahulu, ritual mangongkal holi mengambil peran pastoral dalam

90
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology)
6 (1) (2020): 84-92

kehidupan sehari-hari, sehingga dapat pemerintah setempat dan juga lembaga


memengaruhi orang sekitar untuk keagamaan sekitar. sehingga
meninggalkan ritus lama dan menjadikan membutuhkan segala persiapan matang
agama sebagai suatu yang rasional (Ritzer, dan tersusun secara sistematis agar dapat
2012). Itu menunjukkan bahwa Imam berjalan dengan baik. Jika acara berjalan
maupun Pendeta berperan sebagai dengan lancar dan baik, maka hal tersebut
pemimpin kharismatis dan menjadi bagian menjadi keberhasilan serta kesuksesan
penting dari kekuasaan dalam agama bagi seluruh keturunan.
Kristen secara umum, sehingga segala Mangongkal holi juga menunjukkan
sesuatu yang berlawanan dari ajaran bagaimana solidaritas mekanik itu hadir
Kristen, seperti mangongkal holi harus dan terjadi dalam kehidupan masyarakat
disesuaikan, diawasi dan dipimpin dengan suku Batak Toba, didasarkan dengan asas
ajaran agama yang berlaku, baik itu dari kekeluargaan dalihan na tolu (konsep
segi Alkitab hingga segi aturan dan hukum tungku berkaki tiga). Ini terlihat dari
siasat gereja. bagaimana seluruh keturunan leluhur
Pengaruh agama Kristen dalam ritual saling bekerja sama, tolong-menolong, dan
mangongkal holi tidak lagi murni dilakukan bersatu untuk memberikan penghormatan
seperti zaman dahulu demi menghindari dan juga ucapan syukur terhadap leluhur
ajaran dinamisme, animisme, dan sebagai bentuk solidaritas mekanik
spiritisme, sehingga bentuknya diubah bersama. Ritual ini memainkan fungsi yang
mengikuti ajaran Kristen dan gereja dapat penting untuk menjaga solidaritas,
mengawasi ritual tersebut. Gereja berupaya stabilitas, dan kohesi sosial secara kolektif
menyebarkan ajaran Kristen yang bersifat dalam suku Batak Toba, berdasarkan ikatan
menyeluruh (holistik) dan bersangkut paut marga dan kekeluargaan suku Batak Toba
dengan keterlibatan sosial dalam terhadap leluhurnya. Selain itu, ritual ini
masyarakat Batak. telah mengalami transisi kepemimpinan
Dengan demikian, gereja sedang ritual dari datu (dukun) menjadi Pendeta
menjalankan misi berhubungan dengan atau Imam.
konteks budaya sosial setempat, termasuk Pengaruh agama Kristen yang masuk
pada budaya, tradisi atau adat masyarakat ke Tanah Batak, sangat memengaruhi
Batak (Singgih, 2007), sehingga konsep kepemimpinan tersebut. Meskipun
menggunakan peran Pendeta untuk demikian, ritual mangongkal holi harus
menjalankan misi tersebut sebagai seorang tetap dijaga dan dilestarikan sebagai salah
pemimpin ritus yang kharismatis. satu warisan adat dan budaya suku Batak
Toba yang unik dan juga penting bagi suku
SIMPULAN Batak Toba.
Mangongkal holi merupakan salah
satu ritual adat suku Batak Toba yang UCAPAN TERIMAKASIH
masih bertahan dari lampau hingga saat ini. Berterimakasih kepada kedua orang
Ritual ini berkaitan dengan ritual kematian tua, atas semua dukungan moril dan materi
dan penghormatan kepada roh leluhur selama kuliah di Universitas Kristen Satya
sehingga sebagian orang yang beragama Wacana.
cenderung menganggapnya sebagai bagian
dari sinkritisme, dinamisme, animisme, DAFTAR PUSTAKA
spiritisme, dan lain sebagainya. Ritual ini Anggito, A. & Setiawan, J, (2018). Metode Penelitan
mempertimbangkan tenaga kerja, waktu, Kualitatif. Sukabumi: CV. Jejak.
Durkheim, E, (2017). The Elementary Forms The
dana dan juga interaksi sosial dengan Religious Life: Bentuk-bentuk Dasar
berbagai pihak terlibat, mulai dari seluruh Kehidupan Beragama. Yogyakarta: IRCISoD.
anggota keluarga, hingga sampai kepada Hutapea, A.Y, (2015). Upacara Mangokal Holi Pada
Masyarakat Batak Di Huta Toruan,

91
Firman Oktavianus Hutagaol & Iky Sumarthina P. Prayitno, Perkembangan Ritual Adat

Kecamatan Banuarea, Kota Tarutung Sagala, M, (2008). Injil dan Adat Batak: Menggali
Sumatera Utara, Universitas Udayana, Tulang-belulang Ompung. Jakarta: Yayasan
Humanis: Journal of Arts and Humanities, 11 Bina Muda.
(2), 1-7. Schreiner, L, (2003). Adat dan Injil: Perjumpaan Adat
Nasution, F.H., (2019). 70 Tradisi Unik Suku Bangsa dengan Iman Kristen di Tanah Batak. Jakarta:
Di Indonesia. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. PT. BPK Gunung Mulia.
Norris, P, & Inglehart, R. (2009). Sekularisasi Ditinjau Silalahi, C.D.M., & Sibarani, R, (2015), Mangongkal
Kembali: Agama dan Politik di Dunia Dewasa Holi As The Highest Level Tradition In Batak
Ini. Tangerang: Pustaka Alvabet. Toba Society, Universitas Methodist
Purba, M, (2014), Musik Tiup dan Upacara Adat: Indonesia, Majalah Ilmiah Methoda, 5 (3), 1-
Kasus Pengayaan Identitas Kebudayaan 9.
Musikal pada Masyarakat Batak Toba di Kota Sinaga, F. & Supsiloani, (2016), Fungsi Tanah dan
Medan, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kaitannya dengan Konflik Tanah pada
Bandung, Panggung: Jurnal Seni Budaya, 24 Masyarakat Batak Toba, Universitas Negeri
(3), 258-274. Medan, Anthropos: Jurnal Antroplogi Sosial
Putri, D.F & Nurjanah, (2015). Makna Simbolik dan Budaya, 2 (1), 14-30.
Upacara Mangongkal Holi Bagi Masyarakat Simanihuruk, B. & Muchtar, M. (2013), Analysis Of
Batak Toba Di Desa Simando Kecamatan Translation Techniques And Shifts Of Batak
Simanindo Kabupaten Samosir Provinsi Toba Cultural Terms In Inside Sumatera:
Sumatera Utara, Universitas Riau, Jurnal Tourism And Lifestyle Magazine, Universitas
Online Mahasiswa (JOM) FISIP, 2 (2), 1-15. Sumatera Utara, Kajian Linguistik: Program
Raco, J.R., (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Studi Linguistik USU, 10 (2), 195-207.
Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: Simangunsong, D, (2008). Bahaya Sinkritisme: Suatu
Grasindo. Studi Empiris. Medan: Kantor HKBP Distrik X
Reid, A, & Loir-Chambert, H. (2006). Kuasa Leluhur: Medan-Aceh.
Nenek Moyang, Orang Suci dan Pahlawan di Singgih, E.G, (2007). Berteologi dalam Konteks.
Indonesia Kontemporer. Medan: Bina Media Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Perintis. Situmorang, S, (2009). Toba Na Sae. Jakarta:
Ritzer, G, (2012). Teori Sosiologi Klasik: Dari Komunitas Bambu.
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Tiarma, R., dkk., (1999). Untaian Manik-manik
Terakhir Postmodern (Edisi Kedepalan). Nusantara. Jakart: Direktorat Jenderal
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kebudayaan.
Rukajat, A, (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif: Warneck, J., (2001). Kamus Batak Toba-Indonesia.
Qualitative Research Approach. Yogyakarta: Medan: Bina Media.
Deepublish.

92

Anda mungkin juga menyukai