Anda di halaman 1dari 12

SATUAN PEMBELAJARAN KATEKISASI SIDI

TOPIK : ADAT DAN KEKRISTENAN BAGI

ORANG BATAK

Nama : Gr.Maruasas Siringoringo (NIM. 16.3088)

Tiur Simanjuntak (NIM. 16.3100)

Semester :V

Mata Kuliah : Katekisasi

Dosen : Pdt. Joksan Simanjuntak,M.Th.

STT HKBP PEMATANGSIANTAR

2018

0
SATUAN PEMBELAJARAN
KATEKISASI SIDI

A. Identitas

Nama Gereja : HKBP ________________


Alokasi Waktu : 120 menit (2 x pertemuan)
Topik : Adat dan Kekristenan Bagi Orang Batak

Standar Kompetensi : Memahami adat dan budaya adalah sebagai anugerah, yang patut
disyukuri. Ijil dan Adat/Budaya menjadi hal yang saling
berhubungan dalam kehidupan Kekristenan orang Batak.

Kompetenasi Dasar : 1. Katekument mampu memahami arti dan makna adat/budaya.


2. Katekument mampu memahami hubungan antara adat/budaya
dengan Injil (iman), Pandangan Iman Kristen terhadap
adat/budaya Batak serta Makna Adat dalam kehidupan Krsiten
Batak Masa kini.

Indikator : 1. Menjelaskan arti adat/budaya


2. Menjelaskan Pandangan Iman Kristen terhadap Adat/Budaya
3. Menjelaskan Makna Adat/Budaya dalam kehidupan masa kini.

B. Tujuan Pembelajaran :
Setelah proses pembelajaran selesai katekument diharapkan mampu : memahami arti dan
makna adat/budaya, hubungan Adat dengan Iman, dan makna adat/budaya dalam
kehidupan kekristenan masa kini

C. Materi Pembelajaran :
1. Pengertian Adat
2. Perjumpaan adat Batak dengan Iman Kristen
3. Pandangan Iman Krsiten terhadap adat Batak
4. Makna Adat dalam Kehidupan Kristen Batak Masa Kini

D. Metode Pembelajaran :
1. Ceramah bervariasi
2. Diskusi
3. Tanya jawab

1
E. Kegiatan Pembelajaran

I. Kegiatan Awal
1. Salam
2. Kebaktian Singkat / Doa
(BE No. 22:1 “ Nunga ro di parguruan hami on na dison, masihangoluan. Jesus, sai
huingot hami hataMi, nidokMi: Ho naeng dongan nami”)

II. Kegiatan Inti

1. Menjelaskan Pengertian Adat


2. Menjelaskan Perjumpaan adat Batak dengan Iman Kristen
3. Menjelaskan Pandangan Iman Krsiten terhadap adat Batak
4. Menjelaskan Makna Adat dalam Kehidupan Kristen Batak Masa Kini

III. Kegiatan Penutup

1. Mereview
2. Melakukan post test :
1. Apakah pengertian Adat/Budaya?
2. Bagaimana Pandangan Iman Kristen terhadap
adat Batak?
3. Apakah makna adat dalam kehidupan Krsiten
Batak masa kini ?

3. Tugas : Katekument disuruh untuk menuliskan beberapa


bentuk/jenis adat Batak yang berlawanan dengan Iman Krsiten, dan beberapa
bentuk/jenis adat yang tidak bertentangan dengan Iman Kristen.

4. Kebaktian Singkat/Doa :
(BE No.518:2 “Nang au on na dao najolo, di na holom lilu au, Alai sondang ni
Tuhanku do mamboan mulak au. Tapagalak palintonta, tapatiur dalan i. Ai torop
dope na lilu, sai hatop ma mulak i”.)

Mengetahui:
Katekis :

(Maruasas Siringoringo) (Tiur Simanjuntak)


NIM. 16.3088 NIM. 16.3100

2
BAHAN AJAR:
ADAT DAN KEKRISTENAN BAGI ORANG BATAK

1. Pengantar
Adat merupakan hal yang sangat penting dalam suatu masyarakat, apalagi di dalam
masyarakat Batak. Sebelum Kekristenan memasuki tanah Batak, adatlah yang menjadi
hukum sekaligus aturan paling tinggi diakui. Tetapi setelah kekristenan memasuki tanah
Batak, pandangan terhadap makna “Adat” mengalami pergeseran. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa adat tidak perlu lagi dipelihara, sebab dianggap budaya kafir atau
hasipelebeguon.
Adat dan Kekristenan adalah topik yang tetap hangat diperbincangkan dan
dipermasalahkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat Kristen Batak saat ini. Diakui
munculnya pemahaman yang kontroversial tentang adat-budaya merupakan dampak
langsung dari kesaling-terpengaruhan antara adat-budaya Batak dengan nilai-nilai
teologis kekristenan secara timbal-balik. Memang kita rasakan juga bahwa pada akhir-
akhir ini pelaksanaan Adat Batak sudah sangat banyak keragamannya dan terlalu banyak
menyita waktu, daya dan dana.
Masyarakat Batak dikenal sebagai masyarakat yang sangat ketat memelihara adat
budayanya, sekaligus masyarakat yang religius, yang hidup dengan nilai-nilai keagamaan.
Semua tindakan dan rencaya yang hendak dilakukan selalu dipahami dalam konteks adat
budaya dan konteks kepercayaan. Semua pelaksanaan adat dan budaya selalu
dilaksanakan dalam kepercayaan kepada Tuhan, dan kepercayaan kepada Tuhan selalu
dilaksanakan melalui Adat Budaya Batak. Dengan demikian adat dan kepercayaan, atau
agama saling terkait dan tidak terpisahkan satu sama lain, baik fungsi dan peranannya
maupun pelaksanaannya. Pengaruh itu masih ditemukan sampai sekarang, sekalipun
masyarakat Batak sudah menganut agama Kristen.

2. Pengertian Adat Batak


Kata “Adat” adalah kata dari bahasa Arab, yang juga diambil alih oleh bangsa-
bangsa yang bukan Islam di Asia Tenggara sebagai kata-pinjaman yang mengalami
sedikit perubahan. Asal katanya adalah kata kerja “ada”, bentuk jamak dari “adah”yang
artinya:berbalik-kembali, datang-kembali, berulang, juga berarti yang lazim, yang umum,
3
sudah biasa, sudah tersebarluaskan, berulang-ulang, telah dialami orang, dengan demikian
berarti: “cara”, “kebiasaan”.
Arti lain yang lebih tua, dalam sejarah kebudayaan Indonesia ialah “Biasa” yang
berasal dari kata Sangsekerta “abhaysa”. Jadi orang dapat berkata: Adat itu telah lama
dibiasakan, maka kata: membiasakan sama dengan meng-adat-kan, membuat sesuatu
menjadi kebiasaan. Adat-Kebiasaan ini menjadi norma yang diturun-alihkan kepada
setiap generasi, hal ini terjadi karena dilakukan berulang-ulang. Dengan cara seperti itu
maka adat-kebiasaan itu memperoleh kedudukan sebagai sesuatu yang mengikat, yang tak
ter-elakkan, baik untuk golongan tertentu maupun untuk perorangan dalam golongan itu.
Adat merupakan bagian dari budaya mencakup tata hubungan antar manusia
dalam kelompok serta hubungan antar kelompok masyarakat atau komunitas yang
didasarkan pada kebiasaan yang diwariskan secara turun termurun. Budaya merupakan
sistem peradaban masyarakat, mencerminkan tata kehidupan dan nilai-nilai yang dianut
kelompok masyarakat tertentu. Adat berfungsi sebagai ketentuan atau norma yang secara
moral harus diikuti oleh setiap anggota komunitas dalam kekerabatan dan bahkan dalam
hidup sehari-hari. Tujuan adat adalah untuk mencapai hubungan antar manusia dan antar
kelompok yang teratur, damai dan adil. Dengan demikian, setiap kelompok masyarakat
yang berbudaya pada dasarnya juga mempunyai dan mengikuti adat-istiadat kelompok
masyarakat tertentu.
Setiap suku bangsa memiliki adat yang berbeda sebagaimana yang dikatakan
Umpama Batak: “asing dolok, asing do duhutna, asing luat sai adong do asing ni
uhumna”. Namun, harus diakui, walaupun berbeda cara melaksanakan adat di setiap
temapt, suku, namun memiliki tujuan yang sama yaitu: untuk mengatur kehidupan. Suku
bangsa Batak termasuk pada kelompok suku yang sudah memiliki adat-budaya yang telah
dihidupi oleh nenek moyang sejak dahulu kala. Orang Batak menghargai dan tetap
memelihara adat dari dulu hingga sekarang terbukti dari Umpama Batak yang
mengatakan: “Janji urat ni eme tu laklak ni simarlasuna, adat na denggan na so ra sega
ulaon na uli na so ra muba, pinungka ni opunta angka na tumua, siihuthonon ni
naumpudi, asa manumpak ompunta na martua Debata, sinur pinahan, gabe na niula jala
horas jolma.”

4
3. Perjumpaan Adat Batak Dengan Iman Kristen

Sebelum kekristenan datang ke tengah-tengah kehidupan orang Batak, maka yang


menjadi sumber nilai kebenaran, nilai moral, nilai hukum, dan nilai-nilai kepercayaan
adalah Adat Batak. Segala sesuatu yang terjadi di dalam kchidupan, benar atau salah, baik
atau jahat, pantas atau tidak pantas, boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan, sopan atau
tidak sopan, hak milik atau bukan dan semua aturan dan tatanan kehidupan lainnya sełalu
diatur dan disesuaikan dengan Adat Batak. Adat Batak adalah dasar hukum, dasar
bermasyarakat dan dasar kehidupan beragama. Jadi bagi masyarakat Batak Adat lebih luas
cakupannya dan lebih dalam maknanya dari agama atau kepercayaan. Agama atau
kepercayaan adalah sebagian dari adat itu sendiri. ltulah sebabnya orang Batak sangat
tersinggung apabila dituduh sebagai orang yang tidak beradat, na so maradat, melebihi
ketersinggungan apabila ia dituduh sebagai orang yang tidak beragama, na so
marhaporseaon.
Namun setelah datangnya kekristenan ke dalam kehidupan orang Bauk, sumber
nilai dan tolok ukur kebenaran hukum, moral dan agama menjadi dua, yaitu Adat Batak
dan iman Kristen. Pada satu pihak ada orang yang memahami Adat Batak dapat sama-
sama diberlakukan secara setara dan berimbang dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi
pada pihak lain ada yang lebih mengutamakan kekristenan, bahkan ada yang serta merta
mengabaikan nilai-nilai Adat Batak demi menjunjung tinggi nilai kekristenan dalam
kehidupan sehari-hari.
Perjumpaan Adat Batak dengan kekristenan dalam kehidupan orang batak kristen
akhimya melahirkan ketegangan-tension. Masyarakat kristen Batak banyak mengalami
identitas rangkap, dua identitas, sebagai orang batak dan sebagai orang kristen.
Ketegangan itu muncul ketika mayoritas orang Batak yang memiliki, menganut dan
melaksanakan tradisi dan adat Budaya Batak dan sekaligus hidup sebagai orang Kristen.
Mereka sangat sulit menanggalkan kebatakannya demi kekristenan. Sementara itu tidaka
da ada larangan menganut kekristenan dari siapapun demi tuntutan kebatakan. Jadi orang
Butak kristen selalu hidup dalam identitas tersebut. Sebab pada kenyataannya nilai-nilai
Adat Batak dan iman kristen tidak selalu paralel dan tidak selalu dapat disejajarkan.
Ketegangan dalam diri orang Batak Kristen itu sedikit banyaknya dapat dinetraliser
oleh gereja berlatar etnis Batak, seperti HKBP dan gereja-gereja lain yang memakai
bahasa Batak dalam peribadahannya. Sebagaimana diketahui fungsi bahasa sangat penting
dalam menentukan dan menetapkan identitas kesukuan. Gereja-gereja yang memakai
5
bahasa Batak atau bahasa suku sebagai bahasa liturgi merupakan solusi terbaik untuk
dapat hidup dalam dua identitas sebagai orang kristen dan sebagai orang Batak. Apalagi
gereja-gereja yang berlatarbelakang etnis Batak itu adalah merupakan satu-satunya
institusi fornal yang memelihara bahasa, adat dan pola pikir Batak maka gereja-gereja
berlatarbelakang etnis Batak ini pada akhimya dapat menjadi dua fungsi. Fungsi pertama
sebagai persekutuan spiritual yaitu kekristenan dan Fungsi kedua sebagai persekutuan
cultural yaitu habatahon.
Itulah salah satu sebab mengapa begitu sulit masyarakal kristen Batak
meninggalkan gerejanya. Sebab persekutuan di dalam gerejanya tersebut telah
terakomoder nilai-nilai cultural budaya Batak dan nilai-nilai kekristenan secara sekaligus.

4. Pandangan Iman Kristen Terhadap Adat Batak

Firman Tuhan datang kepada manusia melalui bahasa, adat-budaya, dan pola
pikir manusia setempat, kepada siapa firman itu ditujukan oleh Allah. Sebab bahasa adat-
budaya dan pola pikir itulah yang dipakai manusia untuk mengeluarkan pendapat,
menyalurkan dan mengekspresikan perasaan, pemahaman dan kepercayaannya. Namun
oleh karena pada dasarnya manusia telah berdosa, maka dosa itu sendiri dapat melekat di
dalam unsur-unsur bahasa, adat-budaya dan pola pikir manusia.
Oleh karena budaya adalah suatu tindakan dan perbuatan bersosialisasi, maka ada
kalanya di dalam kebudayaan manusia terkandung hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak Allah. Untuk itu dalam kontcks kehidupun kristen, setiap pemergunaan dan
pelaksanaan budaya harus diseleksi agar sesuai dengan nilai-nilai kekristenan.
Kebudayaan haras ditempatkan berada di bawah sinar Alkitab, sehingga dengan
jelas dapat diketahui mana yang salah dan mana yang benar, apa yang boleh dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Untuk itu, dari segi iman kristen ada 5 (lima ) sikap Etis Kristen terhadap
Adat-kebudayaan:
1) Sikap Kontradiksi terhadap Adat-kebudayan
Sikap ini sama sekali tidak mengakui adanya hubungan iman dengan adat-
kebudayaan. Iman Kristen dipahami datang dari Allah dan adat-kebudayaan datang
dari manusia berdosa. Kekristenan menolak kebudayaan/adat. Kekristenan
6
menentang kebudayaan/adat khususnya terhadap unsur-unsur yang secara total
bertentangan dengan kekristenan, umpamanya terhadap kultus agama, suku dan tata
kehidupan yang tidak membangun seperti poligami, perjudian, perhambaan.

2) Sikap Akomodatif
Kebudayaan/adat turut mendukung di dalam kekristenan, terutama dalam
menyebarkan Injil atau ajaran kekristenan. Nilai-nilai kebudayaan dipahami tidak
bertentangan dengan Iman Kristen. Oleh karena itu nilai-nilai yang ada dalam budaya
diakomoder-dimasukkan langsung dan dimanfaatkan untuk menjelaskon iman
Kristen. Misalnya menyanyikan lagu rohani dengan diiringi uning-uningan (alat
musik tradisional Batak)

3) Sikap Asimilatif
Sikap ini menunjukkan perpaduan antara Iman Kristen dan kebudayaan. Hubungan
kebudayaan dan iman kristen diposisikan sebagai dua nilai yang saling mengisi.
Kebudayaan dapat dijelaskan secara iman kristiani dan iman kristiani dapat
dilaksanakan sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan.

4) Sikap Paralel
Kebudayaan/adat bisa diterima oleh kekristenan. Menerima unsur-unsur
kebudayaan/adat yang bersesuaian dengan Injil dan bermanfaat bagi kehidupan.

5) Sikap Transformatif.
Semua unsur-unsur kebudayaan dapat diterima setelah ditransormasi, diperbaharui,
sesuai dengan nilai-nilai kekristenan. Dengan demikian unsur-unsur adat-kebudayaan
harus terlebuh dahulu ditempatkan dibawah Sinar Alkitab. Dengan demikian nilai-
nilai Adat-istiadat dan kebudayaan dapat diterima dan dilaksanakan dalam kehidupan
kristen. Misalnya tata perkawinan, seni tari dll sehingga dapat menjadi sarana Injil
untuk membangun iman dan kehidupan.

7
5. Makna Adat Dalam Kehidupan Kristen Batak Masa Kini

Sekarang kita akan melihat bagaimana adat itu dilaksanakan dan dimaknai oleh orang
Batak yang sudah kristen. Sejauh mana pengaruh kekristenan dalam adat, dan sejauh
mana pengaruh adat bagi kehidupan orang Batak Kristen. Sebagian ada yang alergi
dengan adat, mereka tidak mau melaksanakan adat serta tidak mau menggunakan alat
material adat karena dianggap masih mengandung unsur hasipelebeguon, seperti
jambar dan ulos, gondang dan umpasa. Disamping itu bagi orang Batak yang
menerima dan melaksanakan adat itu juga banyak yang mengeluh tentang pelaksanaan
adat yang begitu banyak menyita waktu, daya dan dana. Sebagai orang Batak kristen kita
harus secara dewasa melihat dan memaknai serta melaksanakan adat sebagai alat
persekutuan untuk menunjukkan saling mengasihi dan bukan sebagai beban. Ada
beberapa Adat Batak yang harus dimaknai dari sudut iman/ kehidupan kekristenan, yang
juga tidak terlepas dari adat/kebudayaan, antara lain:

1) Adat Perkawinan
Perkawinan bagi adat batak adalah perkawinan Adat Dalihan Natolu. Perkawinan
Adat Dalihan Natolu tidaklah hanya perkawinan antara dua muda-mudi yang saling
jatuh cinta yang saling mengasihi, atau antara keluarga pemilik anak yang kawin.
Tetapi adalah perkawinan unsur Dalihan Natolu dari pihak paranak dan unsur Dalihan
natolu dari pihak parboru. Perkawinan itu tidak lepas dari unsur adat/budaya, dan juga
tidak leaps dari ke-Kristenan. Sebelum adat perkawinan dilakukan, terlebih dahulu
pengantin menerima berkat dari Gereja sebagaimana yang telah diaturkan di Agenda
Penerimaan Berkat.

2) Meninggal dan Pembangunan Tugu


a. Pandangan Kepada Roh Orang mati
Menurut pemahaman orang Batak sebelum datangnya kekristenan, bahwa
setiap orang yang meninggal mengalami tiga dimensi perobahan yaitu: Daging
gabe tano, Hosa gabe alogo, tondi gabe begu (Tubuh jadi tanah, nafasnya jadi
angin, rohnya jadi hantu). Di dunia orang mati bahwa roh mereka memiliki
tingkatan atau kelas. Jika keturunan orang mati ini semakin banyak
mempersembahkan sesajen ke kuburannya maka tingkatan rohnya akan semakin
naik di dunia kebeguan, dan sebaliknya jika tidak ada yang membuat sesajen
8
maka rohnya tetap di kelas rendah. Dengan pemahaman itulah sebabnya banyak
sekali orang Batak yang memberikan sesajen dikuburan nenek-moyangnya. Tentu
dengan harapan agar roh nenek moyang mereka naik tingkat. Dari begu menjadi
sumangot, dari sumangot menjadi sahala, dan dari sahala menjadi sumbaon.
Gereja akhirnya “membersihkan” pelaksanaan acara ritual adat tersebut
dengan cara membuka dan menutup melalui partangiangan. Gereja juga
mengawasi agar dalam acara manortor tidak terjadi dalam bentuk kepercayaan
hasipelebeguon, seperti mangondas, mangalap tua dari roh nenek moyang yang
sudah meninggal dunia. Gereja memberikan pemahaman baru “tubuh menjadi
tanah, nafas menjadi angin, dan roh akan kembali kepada Sang pemilik, yaitu
Tuhan”.
b. Penggalian Tulang belulang leluhur yang meninggal.
Bapak leluhur yang sudahs meninggal dunia beberapa puluh tahun yang
lalu digali kembali, dan tulang belulangnya ditempatkan kembali ke dalam
tambk. Baik sebelum maupun sesudah penggalian tulang belulang dan
penempatan ke dalam tambak, selalu disertai dengan upacara tertentu. Pada masa
orang Batak belum memeluk agama Kristen, hal itu dilakukan dengan ritus dan
kepercayaan hasipelebeguon. Akan tetapi setelah orang Batak menjadi kristen,
pelaksanaan adat selalu dikontrol oleh gereja agar tidak jatuh ke dalam tindakan
hasipelebeguon. Pelaksanaan penggalian tulang belulang tersebut tidak boleh
dipahami sebagai acara mangalap tondi atau manjou tondi tetapi hanya boleh
dipahami sebagai bentuk kekayaan adat dan budaya.
Dalam hal ini perlu diberikan solusi teologis yang berpedoman kepada
firman Tuhan, antara lain:
 Orang mati tidak dapat dan tidak mungkin lagi berhubungan dengan yang
masih hidup, demikian juga sebaliknya, dengan cara apapun dan dengan
bentuk apapun (Pengkhotbah 9:5-6).
 Orang yang hidup dan yang mati adalah milik Tuhan. Yesus sendiri
mengatakan:”Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa yang percaya
kepadaku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati”. (Yoh.11:25; Rom 14:7-9).

9
3) Pemakaian Ulos
Salah satu unsur material dan simbolik dalam kebudayaan Batak adalah “Ulos”.
Hampir setiap pelaksanaan adat, selalu dengan pemakaian ulos. Dengan demikian
ulos, makna dan pemanfaatannya tidakd dapat dilepaskan dari pelaksanaan adat
Batak. Namun demikian, ulos bukan hanya bermakna simbolik, tetapi juga bermakna
konkrit dengan efisiensi ekonomis. Kalau dulu orang Batak memakai ulos itu juga
sebagai pakaian sehari-hari. Ulos sangat penting bagi orang Batak karena situasi
kondisi daerahnya yang dingin. Namun setelah masyarakat Batak hidup dalam dunia
modern ulos digantikan dengan baju, celana, jas, kebaya, sarung, dll. Saat ini ulos
tidak lagi dipahami sebagai busana, tetapi hanya dalam arti nilai budaya yang
bermakna simbolik.

4) Gondang Batak
Tuduhan yang sering kita dengar tentang Gondang Batak adalah bahwa
gondang atau ogung dan uning-uningan adalah ciptaan leluhur Batak yang ketika itu
masih animisme, karena itu sebagai produk animisme, kuranglah layak digunakan
memuliakan Tuhan. Musik tiup atau piano dan gitar yang sifatnya netral adalah lebih
tepat digunakan memuliakan Tuhan karena khusus dibuat untuk itu. Dan sebagian lagi
menuduhkan bahwa menari di acara gondang terutama pada acara kematian secara
tidak langsung adalah memeprsembahkan sesuatu kepada roh orang mati itu. Hal ini
dituduhkan karena masih menganggap bahwa di dalam Gondang dan musik Batak
saat ini masih terkandung makna animisme.
Tuduhan di atas sebenarnya kurang beralasan karena gondang dan musik
dapat kita gunakan sebagai alat memuji Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam
mazmur 33:2-3 (bnd.Maz.150:1-7).
“Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya
dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah
kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!
Orang kristen Batak menggunakan gondang atau musik tradisional jangan lagi
menggunakannya seperti cara animisme, yaitu memanggil roh nenek moyang,
meminta berkat, meminta petunjuk, dll sebagaimana yang digunakan dulu waktu
animisme.
Tugas gereja adalah memperbaiki “Gondang dan tortor Batak” itu agar sejalan
dan senafas dengan iman Kristen. Ini sejalan dengan Firman Tuhan yang tertulis di
10
dalam Injil Matius 5:13-16; yang berisi bahwa iman Kristen itu menggarami yang
sudah tawar. Jadi Gondang Batak dan Tortor Batak yang dulu terkait dengan roh
animisme, ktia garami agar dapat memuji Tuhan.

6. Penutup
Selama orang Batak memakai dan mengakui marganya, dan mengakui bahwa dia
adalah keturunan orang Batak berarti dia tidak terlepas dari adat-budayanya, dia tidak
terlepas dari komunitasnya sebagai orang Batak, sekalipun dia Kristen atau bukan kristen.
Pada hakekatnya manusia akan bersatu denagn komunitasnya, akan bersosialisasi dengan
sesamanya. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial, maka setiap manusia mencari komunitasnya dimana dia bersatu, itulah
sebabnya kemana orang Batak pergi, mereka selalu membawa adatnya. Tetapi yang
menjadi persoalan kenapa ada orang batak yang alergi dengan adat Batak? Itu adalah
pertanyaan yang seharusnya dijawab oleh orang Batak yang alergi dengan Adat.
Jika ada adat budaya Batak itu tidak sesuai dengan Kekristenan, bukan adat-
budaya Batak itu yang kita tinggalkan, tetapi kita genapi dan kita garami dengan Firman
Tuhan agar sejalan dengan kekristenan.
Itu berarti adat dan kebudayaan dapat saja berubah sesuai dengan tuntutan kaidah,
norma dan teologi berdasarkan Alkitab agar adat-kebudayaan itu relevan dalam
kehidupan orang Kristen. Orang Kristen sendiri sebagai pengikut Kristus perlu berubah,
melakukan pembaharuan, mentransormasi identitas kesukuan dan kebudayaan. Namun
hal itu tidak berarti harus meninggalkan dan menanggalkan identitas kesukuan dan
kebudayaannya.
Hal ini sama seperti anjuran berteologi dari perspektif teologi kontekstual yang
mengatakan: biarlah orang Batak memuji Allah sebagai orang Batak. Orang Jawa memuji
Allah sebagai orang Jawa. Orang Batak tidak perlu meninggalkan dan menanggalkan ke-
Bataknnya, adat dan kebudayaannya, untuk memuji Tuhan. Apabila suatu suku bangsa
memuji dan bersaksi tentang Yesus Kristus sesuai dengan kesukuan, kebangsaan, adat
dan kebudayaannya masing-masing, maka itulah kekayaan kesaksian orang-orang
percaya kepada Yesus Krsitus (band.Kis.10:35).

11

Anda mungkin juga menyukai