Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

Pemberdayaan Guru Sekolah Minggu

2.1 Pemberdayaan

Pemberdayaan menyuarakan toleransi, pemberian atau pemberian kekuasaan kepada individu

atau kelompok oleh beberapa agen ataupun pimpinan organisasi. Gerakan pemberdayaan

pertama sekali disuarakan oleh aktivis feminis western yang menegaskan hak mereka atas

persamaan representasi, perlakuan dan kesempatan dan ini kemudian diformalkan dan

diperkuat oleh undang-undang hak pilih dan persamaan hak pada waktu itu.1

Pemberdayaan atau disebut juga dengan empowerment yang berasal dari kata “empower”

yang memberikan pengertian tentang : (1) to give power to (memberi kekuasaan), (2) to give

ability to (usaha untuk memberikan kemampuan). Dalam Bahasa Indonesia, pemberdayaan

berasal dari kata dasar “daya”, yang berarti kekuatan atau tenaga, juga mengandung arti

sebagai potensi yang dapat menggerakan sesuatu. Secara umum diartikan lebih berdaya dari

sebelumnya baik dalam hal wewenang, tanggung jawab maupun kemampuan individual

manusia.2Pemberdayaan menjadi bentuk upaya pendelegasian otonomi, kepercayaan atasan

kepada bawahan, serta mendorong mereka secara mandiri agar dapat merampungkan

tugasnya dengan baik dan penuh pertanggungjawaban.3

1
Quinn, Jhon J. dan Davies, Peter W.F., Ethics and Empowerment, (London : Macmillan
Press, 2008), 23-24.
2
Imam Wahyudi, Pengembangan Pendidikan : Strategi Inovatif dan Kreatif dalam
Mengelola Pendidikan Secara Komprehensif, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), 25-26.
3
Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), 233.
Pemberdayaan (empowerment) merupakan upaya pengembangan yang melingkupi employee

involvement, yaitu memberikan wewenang dan tanggung jawab yang cukup untuk

penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan. Pemberdayaan merupakan wujud dari

sistem desentralisasi yang melibatkan para pekerja atau bawahan dalam pembuatan

keputusan. Pemberdayaan juga sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan

kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk

kreatif agar dapat merampungkan tugasnya sebaik mungkin. Dengan demikian,

pemberdayaan pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk memperdayakan manusia melalui

perubahan dan pengembangan manusia itu sendiri, yang berupa kemampuan (competency),

kepercayaan (confidence), wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibility) dalam

rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan (activities) organisasi untuk meningkatkan kinerja

(performance).4 Sedangkan perkembangan ialah serangkaian perubahan progresif yang terjadi

sebagai akibat proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan memiliki dua proses yang

saling berlawanan yakni pertumbuhan atau evolusi dan kemunduran atau involusi. Bower

mengungkapkan bahwa perkembangan merupakan proses berkembangnya kemampuan-

kemampuan dan kemudian akan menghilang dan yang akan dapat muncul kembali.5

Pemberdayaan ini tentunya memberikan penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan,

dan ketrampilan kepada seseorang untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan

kehidupan mereka dan untuk berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan komunitasnya.

Pemberdayaan harus ditujukan demi revolusi atau pengembangan masyarakat maupun

komunitasnya.6

4
Nurul Ulfatin dan Teguh Triwiyanto, Manajemen Sumber Daya Manusia Bidang
Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016), 90.
5
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan , terjemahan oleh Istiwidayanti dan

Soedjarwo, (Jakarta : Erlangga, 2016), 2-3.


Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu usaha untuk

meningkatkan daya atau kekuatan yang ada menjadi lebih, sehingga dengan peningkatan daya

dan kekuatan tersebut, seorang menjadi lebih berdaya dari sebelumnya. Daya yang bersumber

dari manusia akan memiliki kemampuan (competency) yaitu pengetahuan (knowledge),

ketrampilan (skill) dan sikap (attitude). Pemberdayaan sumber daya manusia (SDM)

(empowering of human resources atau empowerment of human recourses) merupakan suatu

aspek manajemen yang sangat kunci dan strategis, karena sumber daya manusia yang akan

memberi daya terhadap sumber-sumber lainnya dalam suatu manajemen untuk mencapai

tujuan. Aspek penting lain dari pemberdayaan adalah bahwa pemberdayaan turut serta

membebaskan kreatifas karyawan. Konsep pemberdayaan memberikan karyawan suatu

pekerjaan untuk dilakukan dan kebebasan bagi mereka untuk melakukannya secara kreatif.

Ini berarti pengakuan terhadap berbagai potensi guru/karyawan untuk diaktualisasikan

melalui pembinaan serta melakukan pekerjaan secara kreatif.7

Pendekatan pembinaan dapat berupa individual, berkelompok atau massal. Tetapi

motivasinya sama, yaitu mengantar orang ke dalam keadaan yang lebih baik, ke kemampuan

yang lebih besar dan kepribadian yang lebih dewasa. Fokus pembinaan adalah manusia yang

hidup di dalamnya. Disana jiwa dan imannya dapat berkembang secara kodrati dan Injil dapat

meneranginya.8Pembinaan yang riil tidak bermaksud mengubah orang menurut tatanan luar,

tetetapi menolong orang mengubah diri atas kesadaran diri sendiri bahwa yang ada padanya

perlu dan dapat berubah dalam arti perbaikan dan peningkatan.9

6
Sumodiningrat, Upaya Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: IDEA, 1997), hal. 165
7
Syafarudin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep Strategi, dan Aplikasi,
(Jakarta: Grasindo Gramedia Indiasrana, 2002), hal. 66-67
8
J.J. To masoa, Membina Jemaat Kristen di Bumi Indonesia, (Yogyakarta : TPK Gunung Mulia, 1986), 9-10

9
J.J. To masoa, Membina Jemaat Kristen di Bumi Indonesia, (Yogyakarta : TPK Gunung Mulia, 1986), 9
Membina artinya membangun. Tetetapi bukan membangun sesuatu yang mati. Melainkan

membangun sesuatu yang hidup, misalnya manusia dan masyarakat yang karyanya bermakna

bagi kehidupan semesta. Hal ini bisa dirumuskan seperti ini : membina jemaat yang sudah

ada, adalah mengembangkan kepribadiannya sampai mengenal hakekatnya sendiri dengan

kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab yang bertautan. Bersama dengan itu meningkatkan

kemampuannya lahir batin, intelektual maupun mental. Pembinaan tentu harus dilaksanakan

dengan sistematis, berikut beberapa asas-asas pembinaan :10

1. Pertama-tama pekerjaan tentu harus memiliki motivasi.

2. Pembinaan bukanlah mengerjakan sesuatu bagi seseorang, melainkan membantu

orang berbuat sesuatu dengan sendirinya atau membantu seseorang membangun

dirinya sendiri untuk melakukan fungsi yang diharapkan padanya.

3. Jasa Pembina merupakan pemberi pengarahan, penerangan serta dorongan untuk

menggiatkan potensi yang belum bangun dan aktif pada mereka yang dibina.

4. Pembinaan bukanlah pekerjaan sepihak untuk pihak lain, melainkan kepentingan

semua orang dalam kesatuan gereja. Ini artinya seseorang ataupun sekelompok orang

harus merasa terpanggil untuk turut memasang dayanya, material maupun spiritual.

Dengan demikian, manajer atau pimpinan organisasi mampu belajar untuk berhenti

mengontrol dan pekerja belajar bagaimana bertanggung jawab atas pekerjaannya dan

membuat keputusan yang tepat. Pemberdayaan yang diikuti dengan pembinaan dapat

mengubah gaya kepemimpinan, hubungan kekuasaan, cara pekerjaan dirancang, dan cara

organisasi distrukturkan.11

10
J.J. To masoa, Membina Jemaat Kristen di Bumi Indonesia, (Yogyakarta : TPK Gunung Mulia, 1986) 80-84.

Prof. Dr. Wibowo. Manajemen Kinerja. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
11

114.
2.2 Kepribadian dan Motivasi

2.2.1 Kepribadian

Kepribadian atau personality berasal dari istilah bahasa latin yakni persona yang memiliki

arti topeng, perlengkapan yang selalu dipakai dalam panggung drama. Konotasi persona ini

dapat terlihat dari :12

1. Kenyataan yang bersifat biologis

2. Kenyataan psikologis

3. Kenyataan sosial

Gordon W. Allport mengemukakan kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem

psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuain-penyesuaian yang unik terhadap

lingkungan. Sifat dinamis memiliki ikatan erat dengan kepribadian .13

Setiap orang merupakan pribadi yang memiliki ciri atau karakter khas dan unik. Karakter

berasal dari istilah Belanda yakni Karakterologie juga berasal dari bahasa Yunani Charas

Sein yang memiliki arti pencerminan seluruh kepribadian dan muncul secara sepintas. 14

Beberapa ahli psikologi yang menyangkut kepribadian telah mengatakan bahwa kepribadian

adalah sekumpulan organisasi dinamik dari sistem psikologis yang terdapat dalam diri

seseorang yang pada akhirnya menentukan penyesuaian-penyesuaian khas yang dilakukan

Irwanto, Heman Elia, dkk, Psikologi Umum : Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : PT
12

Gramedia, 1989), 226-227.

Irwanto, Heman Elia, dkk, Psikologi Umum : Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : PT
13

Gramedia, 1989), 227.


14
Agus Sujanto, Psikologi umum, (Jakarta : Aksara Baru, 1986), 101.
terhadap lingkungannya. Sederhananya, kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara

yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.15

Kepribadian maupun personality adalah pola-pola perilaku, tata krama, pemikiran, motif, dan

emosi yang khas, yang membentuk karakter kepada individu sepanjang waktu dan berbagai

situasi yang berbeda. Pola-pola ini meliputi banyak trait yaitu cara-cara dan kebiasaan

berperilaku, berpikir dan merasakan seperti contohnya pemalu, ramah, mudah berteman,

kasar, murung, percaya diri, dan banyak hal lainnya.16

Mengenai proses tata cara terbentuknya suatu kepribadian seseorang, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa terdapat paling tidak ada tiga faktor yang turut berperan dalam

pembentukan kepribadian yaitu :17

1) Faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, ialah yang diwarisi oleh seseorang dari orang

tuanya pada komposisi biologis, fisiologis, dan psikologis yang secara inheren

terdapat dalam diri orang yang bersangkutan.

2) Interaksi dengan lingkungan. Ini meliputi ajaran dan disiplin dalam keluarga, kultur di

mana seseorang dibesarkan, norma-norma yang berlaku dan berbagai kelompok sosial

dengan siapa seseorang menjalin komunikasi.

3) Faktor situasi. Merupakan reaksi seseorang terhadap situasi tertentu yang bisa saja

berbeda pada waktu yang berlainan.

Maka ada beberapa ciri-ciri yang membentuk atau mendorong seseorang memiliki

kepribadian yang positif yakni :18

15
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 93-94

Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi Jilid 2, Terjemahan oleh Padang Mursalin dan
16

Dinastuti, (Jakarta : Erlangga, 2017), 194.


17
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 94-95.
1. Keyakinan dan proyeksi positif, pribadi yang positif tentu memiliki keyakinan.

2. Selalu mencari jalan keluar dari berbagai masalah

3. Mampu belajar dari masalah dan kesulitan

4. Beriman, memohon bantuan dan selalu berharap pada Allah

5. Menghidupi nilai-nilai luhur

6. Memiliki visi yang jelas

7. Menyikapi masalah dengan wajar dan tidak lari dari masalah

8. Menyukai perubahan dan berani menghadapi tantangan

9. Hidup dengan cita-cita, perjuangan dan kesabaran

10. Suka bersosial dan berperan aktif menolong orang lain

Merumuskan seluruh kepribadian tentu saja menjadi hal yang sangat sulit. Salah satu cara

yang dapat dilakukan untu mudah mengenali berbagai jenis kepribadian itu ialah dengan

mengisolir empat jenis variabel umum, yaitu :19

a) Kepribadian ekstrovert

b) Kepribadian introvert

c) Tingkat keresahan yang tinggi

d) Tingkat keresahan yang rendah

Perlu ditegaskan kembali bahwa dengan memiliki tipe kepribadian tertentu, tetap terbuka

kemungkinan bagi seseorang untuk berperilaku dan bertindak menyimpang dari ciri-ciri

utama kepribadiannya. Artinya manifestasi munculnya kepribadian itu sangat situasional.

Menurut Freud, kepribadian terdiri dari tiga sistem utama : id, ego, dan superego. Setiap

tindakan yang diperlihatkan merupakan hasil interaksi dari keseimbangan antara ketiga
Alam Bachtiar, Obat Minder : Rahasia Menjadi Pribadi Percaya Diri, Berani Tampil Beda
18

dan Dikagumi, (Yogyakarta : Araska, 2020), 155-160.


19
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 96-97.
sistem tersebut. Id yang telah ada sejak manusia dilahirkan merupakan sumber energi

psikologis yang tidak disadari dan motivasi untuk menghindari rasa sakit dan mendapatkan

kesenangan. Ego merupakan sistem kedua yang muncul setelah id. Ego adalah “wasit” atau

penengah antara kebutuhan insting dan tuntunan sosial masyarakat. Freud berpendapat ego

disadari sekaligus tidak disadari dan mewakili “akal sehat dan penilaian yang baik”.

Superego merupakan sistem terakhir yang mewakili moralitas dan otoritas orang tua,

termasuk juga suara hati yang memberitahu suatu waktu jika merasa berbuat salah. Menurut

Freud, kepribadian yang sehat harus dapat menyeimbangkan ketiga sistem didalamnya.20

Murray juga memiliki defenisi tersendiri mengenai bentuk kepribadian. Defenisi kepribadian

menurut Murray :

1) Kepribadian individu adalah abstraksi yang dirumuskan oleh teoretikus dan bukan

merupakan gambaran tentang tingkah laku individu belaka

2) Kepribadian individu adalah rangkaian peristiwa yang secara ideal mencakup seluruh

rentang hidup seorang pribadi.

3) Defenisi kepribadian ini mencerminkan unsur-unsur tingkah laku yang bersifat

menetap dan berulang maupun unsur-unsur baru juga unik

4) Kepribadian adalah fungsi yang menata atau mendorong dalam diri individu. Tugas-

tugasnya meliputi mengintegrasikan konflik-konflik dan rintangan-rintangan yang

dihadapi individu, memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan menyusun rencana-

rencana untuk mencapai tujuan di masa mendatang

5) Kepribadian terletak di otak.

Jadi, Murray secara sederhana merumuskan kepribadian yang berorientasi pada pandangan

bentuk organisme, fungsi kepribadian sifat dasarnya mengatur, ciri-ciri berulang dan baru

Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi Jilid 2, Terjemahan oleh Padang Mursalin dan
20

Dinastuti, (Jakarta : Erlangga, 2017), 195-196.


pada tingkah laku seorang individu, hakikat kepribadian yang abstrak atau konseptual dan

proses-proses fisiologis yang mendasari proses-proses psikologis.21

2.2.2 Motivasi

Kata motivasi berasal dari bahasa latin yang memiliki arti bergerak. Motivasi merupakan

penyebab atau alasan yang membuat melakukan apa yang dilakukan. Ada empat area utama

motivasi manusia yakni : makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Dorongan untuk bergerak ini

akan mencapai suatu tujuan karena motivasi intrinsik, yakni suatu keinginan untuk

melakukan suatu aktivitas atau pencapain tertentu semata-mata demi kesenangan atau

kepuasan yang didapat dari melakukan aktivitas tersebut, atau juga karena motivasi

ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-

imbalan eksternal.22

Yang dimaksud dengan motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang

anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya dalam bentuk keahlian

atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang

menjadi tanggung jawabnya dalam menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian

tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.23

Dorongan ialah kekuatan dari dalam yang memiliki tujuan tertentu dan berlangsung di luar

kesadaran. Dorongan berpangkal pada 3 hal yakni :24

Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis),


21

(Yogyakarta : Kanisius, 2015), 25.

Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi Jilid 2, Terjemahan oleh Padang Mursalin dan
22

Dinastuti, (Jakarta : Erlangga, 2017), 144.


23
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 138.
24
Agus Sujanto, Psikologi umum, (Jakarta : Aksara Baru, 1986), 84-85
1. Dorongan mempertahankan diri

2. Dorongan mempertahankan jenis

3. Dorongan mengembangkan diri

Motivasi dimulai dengan mendefinisikan motif bukan dengan mengacu pada rangsangan

internal tetapi dengan mengacu pada tujuan. Menurut definisi, tujuan, yang disebut motif,

harus memiliki otonomi tertentu. Pekerjaan merintis tentang pendekatan pencarian tujuan

dilakukan oleh Henry Murray dan rekan-rekannya pada tahun tiga puluhan. Murray beralih

ke definisi motif sebagai tujuan dan bukan dorongan karena kebutuhan, dia menemukan

bahwa dia tidak bisa menggambarkan hal-hal yang orang perjuangkan. Perjuangan tujuan

manusia terlalu kompleks dan dibedakan untuk dicakup oleh kosakata dorangan atau tujuan.25

Motivation ialah satu variabel yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di

dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan

tingkah-laku menuju satu sasaran.26

Teori-teori Motivasi

Salah satu teori motivasi berdasarkan riset ditemukan gagasan bahwa ada beberapa motif

tertentu yang merupakan dasar manusia dalam berfungsi dan orang-orang memilikinya dalam

berbagai derajat (Murray, 1938). Motif-motif ini dibayangkan sebagai kekuatan-kekuatan

diafektif yang mirip dorongan seperti kebutuhan pencapaian dan afiliasi.27

Andrade, Roy D dan Strauss, Claudia, Human Motives and Cultural Models, (New York :
25

Cambridge University Press, 1992), 24

James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terjemahan oleh Kartini Kartono, (Jakarta :
26

PT Grafindo Persada, 1995), 310

Carol S. Dweck, Self Theories : Wawasan Psikologi Terbaru tentang Motivasi,


27

Kepribadian, dan Pengembangan Diri, Terjemahan oleh Maria Lubis, (Jakarta : PT Bentara
Aksara Cahaya, 2020), 237.
Andrew Elliot mengemukakan suatu integrasi antara pendekatan motif dan pendekatan

tujuan. Elliot mengusulkan bahwa motif-motif pencapaian adalah factor kepribadian yang

tersimpan dalam diri, yang mengarahkan orang-orang ke tujuan pencapaian berbeda, dan

dalam risetnya yang cemerlang, dia menunjukkan bagaimana pengukuran “motif pencapaian”

bisa digunakan untuk memprediksi orientasi tujuan pencapaian.28

Brofenbrenner dan Ceci (1994) mengemukakan manusia terlahir dengan temperamen

tertentu, tetapi bagaimana seseorang diperlakukan oleh orangtua, guru, saudara, dan teman

telah menentukan cara temperamen itu mengekspresikan diri dalam kehidupan. Beberapa

temperamen seperti karakter ceria, mungkin cenderung menjadi aset dan yang lain seperti

karakter mudah kesal mungkin cenderung menjadi beban.29

Teori Motivasi Freud

Teori Freud klasik berdasarkan pada keinginan orang-orang untuk mencari kesenangan dan

menghindari rasa sakit. Seluruh pencapaian dalam teori Freud mengarah pada, apa yang

benar-benar diinginkan manusia adalah memuaskan hasrat mereka. Serta ada dua tujuan yang

mendorong pencapaian yakni hasrat untuk memvalidasi kompetensi seseorang serta hasrat

untuk belajar dan menguasai hal-hal baru. Hal 240-242

Berbicara motivasi mengandung tiga hal yang penting, yakni :30

1) Pemberian motivasi tentulah berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan

berbagai sasaran organisasional. Melalui pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan
Carol S. Dweck, Self Theories : Wawasan Psikologi Terbaru tentang Motivasi,
28

Kepribadian, dan Pengembangan Diri, Terjemahan oleh Maria Lubis, (Jakarta : PT Bentara
Aksara Cahaya, 2020), 238.

Carol S. Dweck, Self Theories : Wawasan Psikologi Terbaru tentang Motivasi,


29

Kepribadian, dan Pengembangan Diri, Terjemahan oleh Maria Lubis, (Jakarta : PT Bentara
Aksara Cahaya, 2020), 239
30
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 139.
sasaran organisasi yang diberi motivasi tersebut. Secara populer dapat dikatakan

bahwa pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri para anggota

organisasi yang digerakkan itu terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan

dan berbagai sasaran organisasi tujuan pribadipun akan ikut pula tercapai.

2) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan

tertentu. Dengan perkataan lain, motivasi merupakan kesediaan untuk mengerahkan

usaha tingkat tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi kesediaan

mengerahkan usaha itu sangat bergantung pada kemampuan seseorang untuk

memuaskan berbagai kebutuhannya. Apabila seseorang termotivasikan, yang

bersangkutan akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.

3) Dalam usaha pemahaman teori motivasi dan aplikasinya, yang dimaksud dengan

kebutuhan ialah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu

menjadi menarik.

Dari batasan pengertian diatas, terlihat bahwa motivasi dapat bersumber dari dalam diri

seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik. Akan tetapi

dapat pula bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah

motivasi eksternal atau ekstrinsik. Kunci keberhasilan seorang pimpinan dalam

menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuannya untuk memahami faktor-faktor

motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif.

Salah seorang pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham H. Mashlow.

Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Mashlow berintikan pendapat yang

mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarki

kebutuhan, yaitu :31

31
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 146.
1) Kebutuhan fisiologis

2) Kebutuhan akan keamanan

3) Kebutuhan akan sosial

4) Kebutuhan “esteem”

5) Kebutuhan aktualisasi diri

Karena itulah dapat dikatakan bahwa bagaimanapun motivasi didefenisikan, terdapat tiga

komponen utamanya, yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan, yang merupakan

segi pertama dari motivasi, timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan

dalam dirinya. Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan dorongan.

Berarti dorongan merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah. Dapat dikatakan

bahwa dorongan, sebagai segi kedua motivasi, berorientasi pada tindakan tertentu yang

secara sadar dilakuka oleh seseorang. Dorongan dapat bersumber dari dalam diri seseorang

dan dapat pula bersumber dari luar diri orang tersebut. Dorongan yang berorientasi pada

tindakan itulah yang sesungguhnya menjadi inti motivasi sebab apabila tidak ada tindakan,

situasi ketidakseimbangan yang dihadapi oleh seseorang tidak akan pernah teratasi. Segi

ketiga motivasi adalah tujuan. Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan

dan mengurangi dorongan. Mencapai tujuan berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri

seseorang, baik yang bersifat fisiologis maupun yang bersifat psikologis.32

2.3. Pendidikan Kristen

Pendidikan menurut Paulo Freire ialah “circulo de cultura” yang merupakan sebuah lingkup

kebudayaan dimana orang merasa aman dan diterima sebagai subyek-subyek yang berhak

berkembang. Dan tujuan pendidikan ialah sebagai tugas kultural untuk membuka tabir

Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), 142-
32

143.
dehumanis dan mengubahnya menjadi keadaan humanis yang akan memerdekakan

manusia.33

Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya mencakup tujuh

kegiatan utama yaitu perencanaan tenaga kependidikan, pengadaan tenaga kependidikan,

pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, promosi dan mutasi, pemberhentian

tenaga kependidikan, kompensasi dan penilaian tenaga kependidikan. Semua itu perlu

dilakukan dengan baik dan benar agar diharapkan tercapainya ketersedianya tenaga

kependidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat

melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Kualitas program pendidikan bergantung tidak saja pada konsep-konsep program yang

cerdas tapi juga pada para personel sekolah yang mempunyai kesanggupan dan keinginan

berprestasi. Tanpa personel yang cakap dan efektif, program pendidikan yang dibangun di

atas konsep yang cerdas serta dirancang dengan teliti pun dapat tidak berhasil. Pentingnya

kesanggupan dan gairah personil sekolah dalam pelaksanaan program telah mendorong

banyak kepala sekolah untuk menuntut tanggung jawab lebih besar dalam seleksi,

pengangkatan, dan pengembangan personil.34

Durkheim memandang pendidikan sebagai sarana untuk memulihkan keseimbangan. Ahli

sosiologi harus mempelajari jenis-jenis pendidikan yang umum yang berkaitan dengan

berbagai jenis masyarakat, berusaha mencari tahu kondisi apa yang membuat jenis-jenis

pendidikan tersebut saling bergantung dan bagaimana pendidikan tersebut saling bergantung

dan bagaimana pendidikan itu bermunculan dari satu sama lain. Dalam analisisnya tentang

33
Mudji Sutrisno, Pendidikan Pemerdekaan, (Jakarta : Obor, 1995), 22-29.
34
Oteng Sutrisna, Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk praktek Profesional, (Bandung:Angkasa,1983),
hal. 109
pendidikan, Durkheim melihat pendidikan memiliki tiga tingkat yakni ilmu pendidikan, teori

pedagogi, dan praktek pendidikan.

Di tingkat penyelidikan ini, pendidik Kristen bisa berpartisipasi dalam penelitian dan

menggunakan deskripsi yang diperolehnya sebagai hipotesis untuk teori pedagogi di tingkat

berikutnya. Dalam menggunakan hipotesis itu, bagi orang Kristen adalah cara pandangnya.

Cara pandang Kristen berfokus pada Firman Allah yang hidup dan tertulis dan

menyingkirkan semua pandangan lain yang tidak sesuai atau tidak melengkapi kebenaran

Allah. Tingkat kedua dari analisis Durkheim adalah tingkat teori pedagogi atau teori praktis.

Teori pedagogi diorientasikan bukan kepada masa kini atau masa lalu, tetapi masa depan.

Teori-teori pedagogi tersebut menghasilkan dan memberikan pengarahan dan sintesis untuk

pendidikan. Tingkat ketiga dari analisis Durkheim adalah tingkat praktik. Praktik dalam

pendidikan digambarkan sebagai apa yang harus dilakukan, prosedurnya seperti apa. Praktik

berkaitan dengan seni pendidikan yang berorientasi pada sebuah tujuan yang khusus.

Kekuatan pendidikan Injili terletak pada komitmennya kepada praktek pendidikan dan

komitmen ini tidak boleh hilang. Namun, para pendidik Injili juga harus secara lebih serius

melihat tantangan dalam memformulasikan teori pedagogi ataupun teori praktika.35

John Eggleston dalam analisisnya memberikan lima pertanyaan kunci untuk mengeksplorasi

nilai-nilai dan komitmen dalam pekerjaan atau pelayanan pendidikan secara khusus :36

1. Apa yang disebut sebagai pengetahuan, pengertian, nilai, sikap dan kemampuan ?

35
Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen : Sebuah Pengantar dalam Perspektif
Injili, Terjemahan oleh Denny Pranolo dan Yanti, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2013), 254-
256.
36
Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen : Sebuah Pengantar dalam Perspektif
Injili, Terjemahan oleh Denny Pranolo dan Yanti, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2013), 256-
257.
2. Bagaimana caranya mengurutkan elemen-elemen ini berdasarkan derajat pentingnya

dan statusnya ?

3. Prinsip-prinsip apa yang mengatur distribusi elemen-elemen ini berdasarkan derajat

pentingnya dan statusnya ?

4. Apa yang menjadi identitas dari kelompok di mana defenisi-defenisi tersebut bisa

menjawab permasalahan yang ada ?

5. Apakah sah bagi kelompok tersebut untuk bertindak dengan cara seperti itu ?

Perspektif Eggleston menyarankan agar mereka yang terpanggil untuk berada di posisi yang

bertanggung jawab dan berkuasa harus dipertanyakan dan dievaluasi oleh mereka yang

dilayaninya.37

Paulston mengatakan bahwa reformasi teori pendidikan berakar dalam orientasi ideologi yang

sistematis tentang realitas sosial dan proses perubahan sosial. Cara pandang Paulston

menantang orang Kristen yang peduli pada reformasi atau pembaharuan pendidikan. Teori

mana yang konsisten dengan cara pandang Kristen dengan mempertimbangkan observasi

Paulston bahwa orientasi tersebut “bukan acak atau variatif, tetapi berasal dari bias personal

tentang orientasi teoritis dan ideologis yang mengarah pada realitas sosial dan proses

perubahan sosial ?

Paulston juga mengingatkan bahwa orang Kristen mungkin terpanggil untuk melayani dalam

berbagai poin dalam masyarakat, ada yang bekerja dalam sistem yang berusaha mencari

keseimbangan untuk menyesuaikan tuntutan Injil, sementara yang lain lagi terpanggil untuk

menentang sistem atau masyarakat dengan cara konflik kreatif dan menawarkan peluang

baru.38

PERKEMBANGAN IMAN
37
Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen : Sebuah Pengantar dalam Perspektif
Injili, Terjemahan oleh Denny Pranolo dan Yanti, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2013), 258.
James Fowler telah mengembangkan teori tentang tahap-tahap perkembangan iman, yang

membangun teorinya berdasarkan teori Piaget tentang perkembangan kognitif dan teori

Kohlberg tentang perkembangan moral. Iman lebih merupakan suatu proses menjadi daripada

sesuatu yang diproses seseorang. Fowler memberikan tujuh kategori yang membedakan

tahap-tahap berbeda dari perkembanga manusia : bentuk logika, mengambil peran, bentuk

penilaian moral, batasan-batasan dari kesadaran sosial, fokus otoritas, bentuk dari koherensi

dunia dan peran simbol. Enam tahap perkembangan iman Fowler adalah sebagai berikut :39

1. Iman intuitive-projektive. Anak-anak kecil yang berusia sampai tujuh tahun

mencerminkan iman yang terlihat jelas dari orang tuanya.

2. Iman mythic-literal. Pada masa akhir kanak-kanak seorang anak biasanya

mempercayai sesuatu yang dipercayai orang tuanya dan tidak pernah yang lain.

3. Iman synthetic-conventional. Remaja pada masa awal cenderung mengikuti iman

yang dimiliki oleh “kelompok” mereka. Iman pada tahap ini mulai mensintesakan

bertambahnya kompleksitas kehidupan. Banyak orang dewasa yang sangat

dipengaruhi oleh teman sebaya berada pada tahap ketiga ini.

4. Iman individual-reflektive. Pada masa akhir remaja dan awal masa dewasa, fokus

seseorang biasanya pada tanggung jawabnya sebagai seorang dewasa terhadap

komitmen dan kepercayaannya sendiri meragukan, mempertanyakan, dan menolak

asumsi tradisional.

5. Iman conjunctive. Tahap iman yang dewasa, jarang ditemukan dalam diri seseorang

yang belum beranjak usia 30 tahun yang mengintegrasikan posisi posisi di luar

38
Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen : Sebuah Pengantar dalam Perspektif
Injili, Terjemahan oleh Denny Pranolo dan Yanti, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2013), 259-
260.
39
Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen : Sebuah Pengantar dalam Perspektif
Injili, Terjemahan oleh Denny Pranolo dan Yanti, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2013), 297-
301
posisinya sendiri, dan merespons identifikasi yang melampaui ras, kelas sosial atau

batasan-batasan ideologis. Pada tahap kelima ini, seorang dewasa mampu

mengintegrasikan posisi posisi tradisional, keraguan dirinya, dan memandang orang

lain sebagai satu keutuhan yang bermakna.

6. Iman universalizing. Jumlah orang pada tahap ini langka sekali, karena hanya sedikit

sekali orang yang disebut “raksasa rohani” yang mampu mencapai tahap ini. Iman

pada tahap ini bersifat universal di mana seorang individu mengidentifikasi dirinya

melampaui dirinya dan mengarah kepada Allah sebagai suatu realitas yang

dirindukan.

Sebuah alternatif yang radikal terhadap teori Fowler diberikan oleh Ruth Beechick yang

mengadopsi karya Robert Havighurst dalam menggariskan perkembangan rohani orang

Kristen. Havighurst mengidentifikasikan peran-peran berbeda yang harus dimainkan

seseorang dalam hidupnya, misalnya peran sebagai anak, teman, anggota organisasi, pekerja,

pasangan, orang tua, anggota gereja dan sebagainya.

Beechick mendefenisikan tugas-tugas perkembangan yang utama harus dipenuhi seseorang

saat mencapai usia tertentu. Tugas-tugas perkembangan spiritual yakni :40

1. Masa prasekolah

a) Mengalami kasih, rasa aman, disiplin, sukacita, dan penyembahan.

b) Mulai mengembangkan kesadaran dan konsep tentang Allah, Yesus dan

realitas-realitas kristiani yang mendasar lainnya

c) Mengembangkan sikap terhadap Allah, Yesus, Gereja, diri sendiri, dan

Alkitab

40
Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen : Sebuah Pengantar dalam Perspektif
Injili, Terjemahan oleh Denny Pranolo dan Yanti, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2013), 301-
302.
d) Mulai mengembangkan konsep tentang yang benar dan salah

2. Masa Sekolah Dasar

a) Menerima dan mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan

b) Bertumbuh dalam kesadaran akan kasih dan tanggung jawab kristiani dalam

hubungannya dengan orang lain

c) Terus membangun konsep tentang realitas realitas Kristiani yang mendasar

d) Mempelajari pengajaran Alkitab yang mendasar yang menunjang iman pribadi

dan kehidupan Kristen sehari-hari

e) Mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri

3. Masa remaja

a) Belajar menunjukkan kasih kristiani dalam kehidupan sehari-hari

b) Terus mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri

c) Mengembangkan pengetahuan Alkitab dan keterampilan intelektual yang

berguna untuk melawan serangan terhadap iman

d) Mencapai kekuatan karakter kristiani yang berguna untuk melawan tekanan-

tekanan sosial yang anti-Kekristenan

e) Menerima tanggung jawab pelayanan Kristiani sesuai dengan kemampuan

yang bertambah

f) Belajar membuat keputusan-keputusan berdasarkan nilai-nilai Kristiani yang

bersifat kekal

g) Meningkatkan disiplin diri untuk “mencari hal-hal yang diatas”

4. Kedewasaan

a) Menerima tanggung jawab untuk terus bertumbuh dan belajar

b) Menerima tanggung jawab yang alkitabiah terhadap Allah dan sesama

c) Menjalani kehidupan yang berintegritas, bertujuan yang berpusat kepada Allah


Pemikiran Beechick ini menunjukkan suatu upaya untuk memberikan panduan praktis yang

akan mengarahkan perkembangan spiritual dalam suatu perencanaan dasar yang bersifat

umum dalam rangka menyusun program pendidikan kristen.

Kompetensi Profesional Guru

Pengertian Kompetensi Profesional Guru

kompetensi berarti kemampuan atau kecakapan, maka hal ini erat kaitannya dengan

pemilihan pengetahuan, kecakapan atau keterampilan guru. Kompetensi juga merupakan

perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Hall dan Jones mengatakan bahwa kompetensi (competence) adalah pernyataan

yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan

perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Sedangkan

menurut Jonhson, kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang

dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kompetensi merupakan peleburan

dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya fisik) yang

diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, kompetensi merupakan perpaduan

dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Dapat juga

dikatakan bahwa kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan,


kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apersepsi dan harapan yang mendasari karakteristik

seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaan guna mencapai

standar kualitas dalam pekerjaan nyata.41

Senada dengan itu Usman mngatakan bahwa, kompetensi adalah suatu hal yang

menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang

kuantitatif. Pengertian ini menggambarkan makna bahwa kompetensi ini dapat digunakan

dalam dua konteks, yakni: pertama, sebagai indikator kemampuan yang menunjukkan kepada

perbuatan yang diamati. Kedua, sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif,

dan perbuatan serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. 42

Sedangkan yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan

materi pembelajaran secara luas dan mendalam. 43 Kompetensi profesional merupakan

kemampuan nyata atas penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

mencakup pengusaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah, substansi

keilmuan, dan kemampuan guru dalam mengembangkan wawasannya.44

Menurut Manpan Drajat dan M. Ridwan Effendi, kompetensi profesional merupakan

kemampuan seorang guru dalam penguasaan materi secara luas dan mendalam yang meliputi

penguasaan materi keilmuan, metode khusus pembelajaran bidang studi serta pengembangan

wawasan etika dan pengembangan profesi sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang

dimilikinya. Kompetensi ini mutlak diperlukan untuk keberhasilan pembelajaran dan

Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung:


41

Alfabeta, 2013), hlm. 23

Kunandar, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan


42

Sukses dalam Sertifikasi Guru), (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 51-52
43
Ramayulis, Etika dan Profesi Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hlm. 84

Hudiyono, Membangun Karakter Siswa Melalui Profesionalisme Guru dan Gerakan


44

Pramuka, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 52


peningkatan mutu pendidikan. Tanpa kompetensi profesional proses pembelajaran dan

pendidikan hanya akan jalan ditempat, tidak ada tanda-tanda dalam peningkatan mutu

kualitas pendidikan.45

Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk watak atau karakter yang dimiliki seorang individu,

corak tingkah laku, tanda khusus. Ada bebrapa karakteristik mengenai kompetensi

profesional guru diantaranya:46

1. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawabnya dengan sebaik- baiknya.

2. Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-perananya secara berhasil.

3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan.

4. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar

dalam kelas.

Sedangkan menurut Gary dan Margaret yang di kutip oleh Mulyasa, berpendapat bahwa

karakteristik kompetensi profesional sebagai berikut:47

1. Kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif, menciptakan iklim untuk

tumbuhnya kerjasama, melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan

merencenakan pembelajaran.

2. Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, berkaitan

dengan kemampuan untuk menghadapi dan menagani peserta didik yang bermasalah,

45
Manpan Drajat dan M. Ridwan Effendi, Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2014), 90.

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi


46

Aksara, 2016), 38.

E. Mulyasa, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Putra Grafika, 2007), 22-
47

24.
3. Memiliki kemampuan memberikan umpan balik (feed back) dan penguatan

(reinforcement) antara lain: memberikan umpan balik yang positif terhadap respon

peserta didik, memberikan respon yang sifatnya membantu terhadap peserta didik

yang lamban belajar, memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang

kurang memuaskan dan kemampuan memberikan bantuan profesional kepada peserta

didik jika diperlukan.

4. Memiliki kemampuan peningkatan diri antara lain menerapkan kurikulum dan metode

mengajar secara inovatif, memperluas dan menambah pengetahuan tentang metode

pembelajaran.

Guru sekolah minggu

Dalam proses mengajar, guru memiliki tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi

fasilitas belajar untuk mencapai pada tujuan belajar. Guru memiliki tanggung jawab untuk

membantu proses perkembangan anak. Secara rinci tugas guru yakni :48

1. Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan memotivasi pencapaian tujuan

2. Memberi fasilitas pencapain tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai

3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi anak seperti sikap, nilai-nilai dan

penyesuaian diri. Guru juga harus mampu merangsang murid untuk memenuhi

kebutuhan dalam pencapain tujuan pendidikan.

Sebagai perencana pengajaran, guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-

prinsip belajar dalam merancang kegiatan belajar mengajar, merumuskan tujuan, memiliki

bahan ajar, memilih metode, dan menetapkan evaluasi. Dengan demikian proses belajar

mengajar akan senantiasa ditingkatkan terus-menerus.49

H. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991),
48

98-99
Sebagai motivator, guru juga berperan memberikan motivasi yakni :50

1. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar

2. Menjelaskan secara konkret kepada siswa

3. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai demi merangsang prestasi yang

lebih baik

4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

Menurut Nasrun Harapa, ada beberapa pelaksanaan evaluasi dalam memberikan perhatian

kepada kepribadian yakni :51

1. Aspek tentang berpikir yang meliputi pemikiran yang logis, inteligensi, ingatan dan

lain-lain.

2. Aspek perasaan sosial yang meliputi kerjasama tim, cara pemecahan masalah, nilai-

nilai sosial serta cara berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Aspek kekayaan sosial yang meliputi pandangan hidup, masalah-masalah sosial, politik dan

ekonomi.

Pelayanan anak (sekolah minggu) merupakan tempat yang dipakai oleh Tuhan untuk

menjangkau anak-anak agar mereka mengenal kasih Tuhan Yesus Kristus serta keselamatan

dari-Nya. Melalui sekolah minggu, anak-anak juga memiliki relasi yang baik dengan Tuhan,

sehingga mereka memliki pengalaman spiritualitas yang bagus. Untuk mewujudkan tujuan

H. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991),
49

100.

H. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991),
50

101.

H. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta,
51

1991),188.
sekolah minggu tersebut, maka gereja merekrut warga jemaat untuk menjadi guru sekolah

minggu.

Panggilan untuk mengajar jemaat di dalamnya termasuk anak sekolah minggu sudah di awali

sejak Perjanjian Lama. Dalam artian, umat menerima pendidikan dalam proses sosialisasi,

baik dalam konteks keluarga maupun umat Allah. Selanjutnya, dalam Perjanjian Baru, hal

mengajar telah dimulai oleh Tuhan Yesus Kristus saat memanggil para murid-Nya menjadi

komunitas murid Kristus yang menjadi ‘cikal bakal’ gereja Kristen. Di sinilah mandat

pendidikan itu sudah kita temukan. Tuhan Yesus memanggil dan mendidik para murid-Nya

dengan tujuan agar menjadi murid Kristus dan mengikuti Dia.52

Jelas di sini, warga jemaat dipanggil melakukan tugas panggilan Kristiani untuk menjadikan

semua bangsa murid-Nya. Begitu juga menurut penulis bahwa ungkapan Rasul Paulus dalam

Efesus 4:1-6 sangat menarik bahwa Tuhan telah menganugerahkan tugas-tugas pelayanan

sebagai guru atau pengajar kepada gereja. Karunia sebagai guru atau pengajar diberikan

Allah untuk membangun tubuh Kristus menuju kedewasaan iman. Setiap orang yang

dipanggil-Nya

Sebagai faktor penentu keberhasilan sekolah minggu, seorang guru sekolah minggu harus

memenuhi beberapa syarat: 1) Seorang yang telah diselamatkan; 2) Seorang Kristen yang

bertumbuh; 3) Seorang Kristen yang setia terhadap gereja; 4) Memahami pelayanan

pendidikan adalah sebuah panggilan; 5) Suka pada anak didiknya; 6) Baik kesaksian

hidupnya; 7) Bertanggung jawab; 8) Terlatih sebagai guru; 9) Bersandar pada kuasa Roh

Kudus. 26 Seorang guru harus berani “membayar harga atas panggilan kudus yang

diterimanya dari Tuhan”. Ia rela mempersembahkan semuanya bagi Tuhan, baik waktu,

tenaga, pemikiran, maupun uang, bagi pelayanan anak. Agar pelayanannya berhasil, ia harus

Dien Sumiyatingsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta: ANDI, 2006), 32-
52

33.
mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik secara pribadi maupun bersama teman guru

lainnya. Persiapan mengajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para guru sekolah

minggu, baik secara pribadi maupun secara bersama-sama guru yang lain.53

Setiap guru sekolah minggu memiliki tugas pribadi, sebagai berikut: Pertama, menyiapkan

setiap pertemuan hari Minggu dengan berbagai acara atau lagu/cerita/aktivitas yang kreatif,

sehingga sekolah minggu tidak menjadi pertemuan rutin yang monoton. Sekolah Minggu

diharapkan penuh variasi yang bukan saja menyenangkan anak, melainkan juga membuat

anak semakin mengenal Yesus bertumbuh dalam segala hal seperti yang Yesus inginkan.

Kedua, mengikuti persiapan mengajar serajin mungkin, membuat alat peraga sebaik

mungkin, membuat tata ruang kelas variatif agar tidak monoton, menyiapkan aktivitas anak

yang kreatif yang mengembangkan seluruh potensi anak. Ketiga, mengembangkan diri,

sebagai seorang guru ia harus terus aktif mengembangkan dirinya dengan banyak membaca

buku dan menerapkan serta mengembangkan pengetahuan yang ia peroleh. Seorang guru juga

harus aktif mengikuti pelatihan seminar, pelatihan mengajar, pembinaan guru, dan

sebagainya. Keempat, tugas guru lainnya adalah belajar dari kebutuhan dan keinginan anak.

Tujuannya adalah agar guru semakin memahami dunia anakanaknya, dan kemudian

memikirkan arah pembinaan dan model pembinaan yang tepat.54

Sistem Pengajaran Sekolah Minggu Di Gereja HKBP

Ada sebuah Pelayanan Pelepasan Sidi yang dikenal dengan “malua” yang merupakan

singkatan dari malua sian panghanghungion ni natora, yang mengartikan lepas dari tanggung

jawab “Janji Pembaptisan Anak”. Ini yang menjadi alasan adanya tanggung jawab orangtua
Ayub Yahya, Menjadi Guru Sekolah Minggu yang Efektif (Jakarta: Footprints Publishing,
53

2011), 19.
54
Paulus Lie, Mereformasi Sekolah Minggu, (Yogyakarta : Andi, 2003), 122-123.
oleh janjinya sendiri untuk membina anaknya supaya mengikuti iman kepercayaannya, hanya

dengan cara itu anaknya layak dibaptis. Oleh sebab itu, pelayanan Sekolah Minggu memiliki

makna serta hubungan dengan Pelayanan Belajar Sidi yakni :55

1. Pembentukan sikap koinonis dengan rasa sukacita untuk bersekutu di tengah gereja

2. Di Sekolah Minggu diajarkan pengajaran iman melalui cerita-cerita Alkitab

Pengajaran Sekolah Minggu ini telah diupayakan sejak awal oleh Dr. I.L. Nommensen yang

telah meringkas cerita-cerita Alkitab ke dalam bahasa Batak dengan judul Buku Padan na

Robi na Pinajempek dan Padan na Imbaru na Pinajempek. Hal ini merupakan upaya untuk

mempermudah mengenal isi Alkitab serta menceritakannya. Pada buku ini telah dilengkapi

dengan referensi ayat hafalan, bagian Katekismus, dan Buku Ende. Pengajaran ini telah

menjadi cikal bakal dalam dunia pendidikan menjadi bahan pengajaran Agama Kristen.56

Guru Sekolah Minggu haruslah memiliki dua ciri berikut agar layak untuk memimpin

Sekolah Minggu, yakni :57

1. Menaruh minat. Siapa pun yang akan menjadi guru Sekolah Minggu haruslah

memiliki cinta kasih kepada anak-anak. Menaruh minat dan menyediakan diri bagi

kebutuhan anak-anak tentu akan mendapatkan perhatian dari anak-anak serta menjadi

Darwin Lumbantobing, dkk, Menggagas Masa Depan : HKBP Pasca-100 Tahun Dr. I.L.
55

Nommensen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018), 400-401.

Darwin Lumbantobing, dkk, Menggagas Masa Depan : HKBP Pasca-100 Tahun Dr. I.L.
56

Nommensen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018), 401.


57
R. Manurung, Sekolah Minggu, (Bandung : G.Kolf & Co., 1952), 22-28.
panutan anak-anak nantinya karena anak-anak akan menaruh minat yang sama

kepadanya.

2. Pengetahuan keagamaan. Guru yang telah memiliki minat dan watak yang selalu giat

bekerja, diharuskan juga memiliki pengetahuan alkitab yang mumpuni. Sebab,

pengetahuan inilah yang nantinya akan ditanamkan ke diri anak-anak tersebut.

3. Mampu Mengajar.

Bagi Gereja HKBP tugas pelayanan kepada anak-anak diakui berasal dari pengajaran Yesus.

Anak-anak disambut Yesus untuk datang ke dalam kerajaan-Nya (Markus 10:13-16). Maka

HKBP sebagai perwujudan tubuh Kristus di dunia ini terpanggil untuk melayani anak-anak

seperti yang dikehendaki Tuhan. Pelayanan kepada anak-anak diwujudkan dalam wadah

sekolah minggu. Pelaksanaan pengajaran terhadap sekolah minggu di HKBP dilakukan dalam

bentuk ibadah dan khotbah. Ibadah secara bersama diadakan di dalam gedung gereja. Setalah

ibadah berakhir, kemudian dilanjutkan untuk menyampaikan khotbah yang dilaksanakan

dengan membagi sesuai tingkatan (horong) usia anak sekolah minggu tersebut. Ibadah di

dalam gereja wajib dipimpin oleh penatua (Majelis Jemaat) yang sudah ditentukan

petugasnya serta dibantu oleh para guru Sekolah Minggu yang berfungsi sebagai pengawas

dan pengajar selama ibadah berlangsung. Pengkhotbah (pengajaran Firman Tuhan) dilakukan

oleh guru Sekolah Minggu yang diangkat dari antara warga jemaat muda, orangtua, atau oleh

majelis jemaat itu sendiri. Kemampuan mereka mengajar tentu dibekali dalam sermon

(penelahan materi) sebagaimana yang telah disediakan oleh Biro Sekolah Minggu,

Departemen Koinonia HKBP dari Kantor Pusat HKBP.


Sesuai dengan aturan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh gereja HKBP tentang

Dewan Koinonia, telah merumuskan bahwa syarat menjadi Guru Sekolah Minggu adalah

sebagai berikut58:

a) Bersedia mempersembahkan diri bekerja di tengah-tengah anak-anak Sekolah

minggu jemaat.

b) Berperilaku yang pantas ditiru, tidak bercela, rajin mengikuti kebaktian atau

persekutuan, dan melakukan pekerjaan gerejawi.

c) Rajin mengikuti sermon.

d) Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun dan sudah sidi.

e) Seboleh-bolehnya berpendidikan keguruan, dan memiliki pengertian tentang

perkembangan pikiranm emosi, dan fisik anak-anak sekolah minggu, dan proses

belajar.

f) Dipilih dalam rapat gabungan dewan Koinonia dan majelis tahbisan dari antara

warga jemaat, dan ditetapkan oleh pimpinan jemaat dengan surat keputusan, serta

diumumkan dalam ibadah minggu.

Tugasnya adalah sebagai berikut59:

a) Menyusun bahan ajar tentang firman Allah, kehidupan kekristenan dan jemaat,

demikian juga kehidupan segenap HKBP sesuai dengan perkembangan pikiran,

emosi, dan fisik anak-anak sekolah minggu.

b) Menyajikan bahan ajar yang telah direncanakan kepada sekolah minggu sesuai

dengan kelasnya.

HKBP, Aturan Dohot Paraturan HKBP 2002 Dung Amandemen Paduahon, (Tarutung : Kantor
58

Pusat HKBP, 2015), 45-46.

HKBP, Aturan Dohot Paraturan HKBP 2002 Dung Amandemen Paduahon, (Tarutung : Kantor
59

Pusat HKBP, 2015), 46.


c) Merencanakan dan mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti wisata

rohani dan kunjungan ke panti-panti asuhan untuk dilaksanakan oleh anak-anak

sekolah minggu.

d) Mengadakan evaluasi tentang pemahaman dan penghayatan anak sekolah minggu

secara berkala dan mempergunakan hasil-hasil evaluasi itu untuk meningkatkan

mutu pengajaran Sekolah Minggu.

Membuat laporan tentang pelaksanaan pembelajaran Sekolah Minggu secara berkala dan

menyampaikannya kepada Ketua Seksi Sekolah Minggu, dan selanjutnya disampaikan

kepada Ketua Dewan Koinonia dan ke Pimpinan Jemaat.

Anda mungkin juga menyukai