Anda di halaman 1dari 33

MATA KULIAH : PENDIDIKAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

NAMA DOSEN : Ns SUDARMAN S.Kep,. M.Kes

“KONSEP DASAR PENDIDIKAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN”

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 1:

NURMALA 142 2016 0002

FASRIANTI 142 2016 0003

ALHAMIDA SALNAF ITUGA 142 2016 0004

YULI SAFIRA 142 2016 0005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
A. PENGERTIAN NILAI, AKHLAK, MORAL, ETIKA, KARAKTER
DAN KEPRIBADIAN.
Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga,
kebenaran, atau keyakinan mengenai ide-ide, objek, atau perilaku khusus
[CITATION Suh \l 1057 ]. Menurut Koentjaraningrat pengertian nilai yaitu
suatu bentuk budaya yang mempunyai fungsi sebagai suatu pedoman untuk
setiap manusia dalam masyarakat. Bentuk budaya ini dapat dikehendaki dan
dapat juga dibenci tergantung anggapan tersebut baik atau buruk dalam
masyarakat.
Akhlak bukanlah sekedar fenomena luaran yang bersifat insidental,
sehingga tidak semua yang tampak seperti kebaikan adalah baik dalam makna
hakiki. Ketika kebaikan itu tidak didasarkan pada ketulusan hati, maka
kebaikan itu adalah keburukan yang berselimut kebaikan. Akhlah adalah
kebaikan hakiki, luar dalam, lahiriah batiniah. Persoalan akhlak bukanlah
sekedar persoalan perilaku yang kompleks yang berkaitan langsung dengan
keadaan rohani. Membahas perbaikan akhlak haruslah diawali dengan
perbaikan batin. Ibn Miskawaih (w. 1030) dalam Tahdzib al-akhlaq
mendefinisikan akhlak sebagai kondisi jiwa yang mendorong terwujudnya
perilaku tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan. [ CITATION Sod18 \l
1057 ]

Pengertian moral secara umum adalah suatu hukum tingkah laku yang
di terapkan kepada setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan benar
agar terjalin rasa hormat dan menghormati. Kata moral selalu mengacu pada
baik dan buruknya perbuatan manusia (akhlak). Jadi, moral dapat diartikan
sebagai tindakan seseorang untuk menilai benar dalam cara hidup seseorang
mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Yaitu pengetahuan dan wawasan
yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. [ CITATION San14 \l
1057 ]

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah


cabang filsafat yang menyelidiki tentang pertanyaan dasar bagaimana
seharusnya kita hidup dan berperilaku. Dapat dikatakan pula bahwa etika
adalah suatu kefilsafatan tentang moralitas.[ CITATION Set17 \l 1057 ]

Karakter adalah nilai yang melembaga dalam diri seseorang yang


dikenali sebagai sifat. Karakter bukanlah watak bawaan, akan tetapi ia adalah
dibentuk berdasarkan pengalaman dan pembiasaan. Proses membangun
sebuah karakter adalah proses penanaman nilai pada diri seseorang sehingga
ia benar-benar menjadi sifat yang menetap dalam jiwa. Tentu saja dibutuhkan
waktu yang lama dan intensitas internalisasi yang mendalam untuk sampai
keadaan itu. [ CITATION Sod18 \l 1057 ]

Kepribadian memiliki banyak arti karena perbedaan sudut pandang


para ahli yang didiasarkan dari hasil penelitian, cara pengukuran, maupun
teori yang dikemukakan. Menurut Kusumanto Setyonegoro kepribadian
adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya, yang
digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan terhadap segala rangsang, baik
yang datan dari dalam dirinya maupun lingkungannya sebagai corak dan cara
kebiasaannya itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk
manusia itu.[ CITATION Sum14 \l 1057 ]

B. TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN


Lahirnya pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha
untuk menghidupkan spiritual yang ideal. Foerster seorang ilmuan pernah
mengatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah untuk membentuk
karakter karena karakter merupakan suatu evaluasi seorang pribadi atau
individu serta karakter pun dapat memberi kesatuan atas kekuatan dalam
mengambil sikap di setiap situasi. Pendidikan karakter pun dapat dijadikan
sebagai strategi untuk mengatasi pengalaman yang selalu berubah sehingga
mampu membentuk identitas yang kokoh dari setiap individu dalam hal ini
dapat dilihat bahwa tujuan pendidikan karakter ialah untuk membentuk sikap
yang dapat membawa kita kearah kemajuan tanpa harus bertentangan dengan
norma yang berlaku. Pendidikan karakter pun dijadikan sebagai wahana
sosialisasi karakter yang patut dimiliki setiap individu agar menjadikan
mereka sebagai individu yang bermanfaat seluas-luasnya bagi lingkungan
sekitar. Pendidikan karakter bagi individu bertujuan agar :
1. Mengetahui berbagai karakter baik manusia.
2. Dapat mengartikan dan menjelaskan berbagai karakter.
3. Menunjukkan contoh perilaku berkarakter dalam kehidupan sehari-hari.
4. Memahami sisi baik menjalankan perilaku berkarakter.[ CITATION
Ros18 \l 1057 ]

Tujuan Pendidikan Umum berkaitan dengan pendidikan kepribadian


adalah untuk membina manusia menjadi manusia yang utuh, sehat mental dan
jiwanya, memahami orang lain dan memahami diri sendiri.[ CITATION
Ros18 \l 1057 ]

C. ASPEK–ASPEK KEPRIBADIAN
Aspek–aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan
Klages diantaranya adalah materi (stuff), struktur (structure), dan kulitas
kepribadian (sistem dorongan-dorongan). Materi/bahan merupakan salah satu
aspek yang berkaitan dengan semua kemampuan (daya) pembawaan dengan
seluruh talentanya (keistimewaannya). Struktur dipandang sebagai sifat
bentuk. Perbedaan tingkah laku dipengaruhi oleh dua kekuatan yakni
kekuatan pendorong dan kekuatan penghambat [CITATION Placeholder1 \l
2057 ].
Terjadi perlawanan ataupun kebalikan antara kemauan dan perasaan.
Dua hal inilah yang menjadi dasar daripada sistem dorongan–dorongan
Klages (Suryabrata, 2011). Watak (character) merupakan disposisi antara
kemauan dengan perbuatan. Pernyataan ini merupakan teori yang
dikemukakan oleh E. Meumann. Selanjutnya, Meumann mengemukakan ada
tiga aspek pokok yang terkandung dalam kemauan, diantaranya adalah aspek
yang mempunyai dasar kejasmanian (intensitas/kekuatan kemauan,
lama/tidaknya orang akan melakukan kemauan, taraf perkembangan
kemauan), aspek afektif yakni aspek yang berhubungan sifat-sifat dasar
perasaan (berdasarkan atas mudah tidaknya terpengaruh, berdasarkan
kualitas, berdasarkan intensitas, berdasarkan lama berlangsungnya,
berdasarkan pengaruh, berdasarkan genesis, berdasarkan hubungan/isi
kesadaran, berdasarkan hubungan dengan subjek), dan aspek
kecerdasan/intelligence (berhubungan dengan sifat kerja mental, melingkupi
taraf kebebasan intelektual, dan melingkupi perbedaan dengan cara berpikir)
[CITATION Placeholder1 \l 2057 ].
D. CIRI-CIRI KEPRIBADIAN YANG POSITIF

Sifat-sifat kepribadian positif atau bagaimana kita bisa


menggunakanya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh sifat utama yang
menjadi ciri khas kepribadian positif. Sifat-sifat itu akan membantu kita
mewujudkan cita-cita, serta memberi kebahagian, ketenangan, dan
ketentraman jiwa.

1. Beriman, memohon bantuan, dan tawakal kepada Allah.


Kepribadian positif adalah kepribadian yang beriman kepada allah,
tawakal kepada-Nya dan meminta pertolongan kepada-Nya di setiap
waktu. Allah berfirman “kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad maka tawakallah kepada allah. Sesngguhnya Allah menyukai
Orang-orang yang tawakal kepada-Nya (Ali ‘Imran : 159).
2. Nilai-nilai Luhur
Pribadi yang sukses hidup dengan nilai-nilai luhur. Sebesar apapun
pengaruh dan godaan, ia akan selalu menjauh dari perilaku
3. Belajar dari masalah dan kesulitan
Kepribadian yang sukses tidak hanya focus pada pemecahan masalah,
tapi bagaimana dapat mengambil pelajaan dari setiap masalah yang di
hadapi. Pelajaran itu akan ia gunakan untuk merencanakan masa depan.
Dengan demikian, ia mengolah masalah menjadi keahlia, keterampilan,
dan pengalaman yang dapat di andalkan.
4. Tidak membiarkan masalah dan kesulitan mempengaruhi
kehidupanya.
Ada tujuh aspek kehidupan utama, yaitu spritualitas, kesehatan,
individual, keluarga, social, karier, dan funangsial. Ketika pribadi positif
menghadapi masalah keuangan atau karier, ia tidak akan rela
membiarkan masalah tersebut mempengaruhi aspek kehidupan yang lain.
Ia sikapi segala masalah dengan wajar dan tidak berlebihan. Karena itu,
hidupnya menyenangkan dan selalu dapat menemungkan jalan keluar dan
masalah yang di hadapi.
5. Percaya diri, menyukai perubahan, dan berani menghadapi
tantangan
Pribadi yang sukses tahu betul bahwa perubahan tidak dapat dihindari.
Karena tahu tujuan yang di inginkan, ia menyusun rencana berdasarkan
segala kemungkinan, lalu di rencanakan dalam tindakan nyata. Ia juga
selalu melakuakan evaluasi dan memperbaiki ; belajar dari kesalahan lalu
melakukan sesuatu dengan kepercayaan pada Allah sepenuhnya.
6. Hidup dengan cita-cita, perjuangan, dan kesabaran.
pribadi yang sukses tahu betul bahwa tanpa cita-cita pasti hidup ini terasa
sangat sempit. Tanpa cita-cita seseorang akan hilang di telan gelombang
kesulitan, perasaan negative, pikiran negative, dan berbagai aneka
penyakit kejiwaan atu fisik. Pribadi yang sukses tahu bahwa cita-cita
adalah fondasi kemajuan. Tanpa cita-cita segala sesuatu akan terhenti.
Tanpa perbuatan dan perjuangan, kemajuan tidak akan pernah terjadi.
Karena itu pribadi yang sukses selalu berusaha keras dalam mengejar cita-
cita dan menghadapi tantangan hidp. Ketika ia berpikir tentang segala
kemungkinan, ia bersabar menghadapi kesulitan yang terjadi. Karena dasar
kepribadianya adalah cinta karena allah, tawakal pada-Nya dan yakin
bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi orang yang berbuat
baik.
7. Pandai bergaul dan suka membantu orang lain.
Pribadi yang sukses suka bergaul dengan siapa saja dan ia dekat di
hati siapa saja. Ia juga menyukai cara-cara positif, seperti menghormati
orang lain hingga muda di terima dan tidak pernah berusaha meguasai
orang lain. Ia mencintai orang lain dan suka membantu mereka. Tanganya
selalu terulur untuk membantu siapa saja, bantuan harta, waktu atau
pelajaran. Kepribadian yang sukses tahu betul bahwa orang bisa mati, tapi
pikiranya akan tetap hidup dan membantu or#ang lain. Karena itu ia tidak
pelit untuk memberikan bantuan.
[CITATION Elf09 \l 2057 ]
E. HUBUNGAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN
1. Karakter
Karakter adalah nilai yang berlembanga dalam diri seseorang yang
dikenali sebagai sifat, karakter dan bukanlah watak bawaan, akan tetapi ia
adalah dibentuk berdasarkan pengalaman dan pembiasaan
2. Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam
dirinya, yang di gunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan terhadap
segala rangsang, baik yang datang dalam dirinya maupun lingkungannya
sebagai corak dan cara kebiasaannya itu merupakan suatu kesatuan
fungsional yang khas untuk manusia itu.
3. Hubungan karakter dan kepribadian
Keduanya saling terkait, Keduanya saling mempengaruhi, Kepribadian
seseorang yang baik sangat mendukung terbentuknya karakter yang baik
dan sebaliknya.
a. Moral knowing adalah pengetahuan moral berhubungan dengan
bagaimana seorang individu mengetahui sesuatu nilai yang abstrak yang
dijabarkan dalam 6 sub komponen, antara lain:
1) Moral awareness (kesadaran moral )
Aspek dalam kesadaran moral ini adalah pertama, menggunakan
pemikirannya untuk melihat suatu situasi yang memerlukan
penilaian moral. Sehingga kemudian dapat memikirkan dengan
cermat tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang
benar. Kedua, memahami informasi dari permasalahan yang
bersangkutan. Jadi, dalam pengetahuan moral ini, harus
mebngetahui fakta yang sebenarnya mengenai suat hal yang
bersangkutan sebelum mengambil suatu penilaian moral.
2) Knowing moral values ( mengetahui nilai-nilai moral)
Nilai-nilai moral diantaranya yaitu menghargai kehidupan dan
kemerdekaan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran,
keadilan, toleransi, penghormatan, disiplin diri, integritas,
kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan. Jika seluruh
nilai digabung, maka akan menjadi warisan moral yang diturunkan
dari satu generasi, ke generasi yang berikutnya.
Mengetahui sebuah nilai berarti memahami bagaimana caranya
menerapkan nilai yang bersangkutan dalam berbagai macam
situasi. Pengetahuan moral ini membutuhkan “penerjemahan”,
yang mana membantu setiap individu menerjemahkan nilai-nilai
abstrak dari seluruh nilai yang ada ke dalam hubungan personal
mereka.
3) Perspective-taking (memahami sudut pandang lain )
Penentuan perspektif atau penentuan sudut pandang ini merupakan
kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat
situasi sebagaimana adanya, membayangkan bagaimana mereka
akan berfikir, bereaksi, dan merasakan masalah yang ada
4) Moral reasoning ( penalaran moral )
Pemikiran moral mengikutsertakan pemahaman atas prinsip moral
klasik yaitu, “hormatilah hak hakiki intrinsik setiap individu”,
bertindaklah untuk mencapai kebaikan yang terbaik demi jumlah
yang paling besar”, dan “bertindaklah seolah-olah Anda akan
membuat semua orang lain akan melakukan hal yang sama di
bawah situasi yang serupa”
5) Decision-making ( membuat keputusan )
Aspek komponen moral knowing ini lebih kepada individu itu
mampu memikirkan cara bertindak melalui permasalahan moral
pada situasi tertentu.
6) Self-knowledge ( pengetahuan diri )
Pengetahuan tentang diri masing-masing sangat diperlukan dalam
pendidikan karakter. Menjadi orang yang bermoral memerlukan
keahlian untuk mengulas kelakuan dirinya sendiri dan
mengevaluasi perilakunya masing-masing secara kritis
b. Moral feeling
Komponen karakter ini merupakan komponen yang akan mengisi dan
menguatkan aspek afeksi individu agar menjadi manusia yang
berkarakter baik. Beberapa aspek komponen ini adalah:.
1) Conscience (hati nurani )
Hati nurani memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif, mengetahui apa
yang benar, dan sisi emosional, serta merasa berkewajiban untuk
melakukan apa yang benar. Banyak orang tahu apa yang benar,
namun merasakan sedikit kewajiban untuk berbuat sesuai dengan
hal tersebut.
2) Self-esteem (percaya diri )
Berdasarkan penelitian, anak-anak dengan harga diri yang tinggi
lebih tahan terhadap tekanan teman sebayanya dan lebih mampu
untuk mengikuti penilaian mereka sendiri daripada anak-anak yang
memiliki harga diri yang rendah.
Harga diri yang tinggi tidak menjamin karakter yang baik karena
lebih kepada kepemkilikan, popularitas, atau kekuasaan.
Seharusnya, mampu mengembangkan harga diri berdasarkan nilai
seperti tanggung jawab, kejujuran, dan kebaikan serta berdasarkan
pada keyakinan kemampuan diri sendiri demi kebaikan
3) Empathy ( merasakan penderitaan orang lain )
Perlunya empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain sehingga kita mampu keluar dari zona kita. Sebagai aspek dari
komponen karakter, empati harus dikembangkan secara
generalisasi. Mempu melihat di luar perbedaan dan menanggapi
kemanusiaan bersama.
4) Loving the good ( mencintai kebenaran )
Ketika setiap individu mencintai hal-hal yang baik atau mencintai
kebenaran, maka setiap individu akan melakukan hal-hal yang
bermoral baik dan benar atas dasar keinginan, bukan hanya karena
tugas.
5) Self-control ( mampu mengontrol diri )
Kendali diri atau pengendalian diri sangat diperlukan dalam
pendidikan karakter. Emosi tinggi mampu membuat karakter baik
menjadi buruk ketika tidak ada pengendali diri. Dengan
pengendalian diri, juga dapat menahan segala hasrat dan keinginan
negatif dalam diri.
6) Humility ( kerendahan hati )
Kerendahan hati merupakan keterbukaan yang sejati terhadap
kebenaran dan keinginan untuk bertindak guna memperbaiki
kegagalan kita. Kerendahan hati adalah sisi afektif pengetahuan
pribadi.
c. Moral behavior
Komponen tindakan ini merupakan hasil dari kedua komponen
karakter lainnya yaitu moral knowing dan moral feeling. Aspek dari
komponen tindakan moral atau moral acting ini yaitu:
1) Competence ( kopetensi )
Aspek ini mampu mengubah penilaian dan perasaan moral ke
dalam tindakan moral yang efektif. Untuk hal ini, kita harus
mampu merasakan dan melaksanakan rencana tindakan.
2) Will (keinginan )
Keinginan berada pada inti dorongan moral. Menjadi orang yang
baik memerlukan tindakan keinginan yang baik, suatu
penggerakkan energy moral untuk melakukan apa yang kita pikir
harus dilakukan.
3) Habit ( kebiasaan )
Kebiasaan yang baik melalui pengalaman yang diulangi dalam apa
yang dilakukan itu membantu, ramah, dan adil dapat menjadi
kebiasaan baik yang akan bermanfaat bagi dirinya ketika
menghadapi situasi yang berat.
F. DIMENSI-DIMENSI KARAKTER YANG BAIK
1. Dimensi etik (olah hati)
Dalam dimensi ini siswa diharapkan menjadi pribadi yang beriman dan
bertaqwa, sehingga sangat jelas proses/prosedurnya yakni dengan banyak
mendidik dan mengajar anak/siswa/peserta didik untuk belajar dan
memahami ilmu agama. Ilmu agama merupakan fondasi utama yang bisa
membentuk karakter siswa untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Generasi yang memiliki akhlak mulia bisa menjadi recovery dalam
masyarakat dalam menghadirkan suasana masyarkata yang santun dan
peduli
2. Dimensi literasi (olah pikiran)
Dalam dimensi ini siswa didorong untuk menjadi manusia yang cerdas dan
menjadi individu yang unggul dalam bidang akademis sebagai hasil
pembelajaran yang bisa digunakan sebagai pembelajaran sepanjang hayat.
Dimensi literasi/olah pikiran diharapkan bisa men grow-up semangat dan
motivasi siswa untuk menjadi pembelajar yang serius dan bersungguh-
sungguh dalam mengejar mimpi dan cita-citanya agar kelak bisa menjadi
pribadi yang sukses dan bermanfaat bagi orang lain.
3. Dimensi estetik (olah rasa)
Dimensi estetik berorientasikan dalam mendidik siswa menjadi manusia
yang memiliki integritas moral, rasa berkesenian dan berkebudayaan.
Melalui dimensi ini siswa akan belajar menemukan sisi estetik dalam
dirinya baik yang berkaitan dalam bidang seni, kebudayaan dan moral.
4. Dimensi kinestetik (olahraga)
Dimensi kinestetik menekankan pada pembentukan individu yang sehat
dan mampu berparisipasi aktif sebagai warga negara. Dan hal tersebut bisa
terwujud secara maksimal jika peserta didik memiliki raga yang sehat.
[ CITATION Sap14 \l 1057 ]
G. SALURAN-SALURAN PENDIDIKAN KARAKTER
Implementasi pendidikan karakter harus sesuai dengan saluran-saluran
pendidikan karakter itu sendiri, maksudnya penerapan atau implikasinya
harus mempunyai metodelogi-metodelogi yang tepat yang berbeda antara satu
dan lainnya dissuaikan dimana tempat penerapan pendidikan karakter itu.
Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu
di lingkungan Keluarga, di Sekolah, di masyarakat, pemerintah, dunia usaha,
dan media massa. Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada
keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di
wilayah publik.
1. KELUARGA
Berbicara tentang pendidikan karakter, baik kita mulai dengan
ungkapan indah Phillips dalam The Great Learning(2000:11): “If there is
righteousness in the heart, there will be beauty in the character; if there is
beauty in the character, there will be harmony in the home; if there is
harmony in the home, there will be order in the nation; if there is order in
the nation, there will be peace in the world”. ( jika ada kebenaran di
dalam hati, akan ada keindahan karakter; jika ada keindahan dalam
karakter, aka nada harmoni di rumah; jika ada harmoni di rumah, aka
nada ketertiban di Negara ini, jika ada ketertiban di Negara ini, akan ada
kedamaian di dunia).
Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi
seperti dikemukakan di atas, pendidikan karakter merupakan langkah
sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa
dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru. Tetapi penting
untuk segera dikemukakan sebagaimana terlihat dalam pernyataan
Phillips tadi bahwa pendidikan karakter haruslah melibatkan semua
pihak; rumahtangga dan keluarga; sekolah; dan lingkungan sekolah lebih
luas (masyarakat) dan lain-lain.. Karena itu, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational
networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini.
Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama
antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
harmonisasi.
Dengan demikian, rumahtangga dan keluarga sebagai lingkungan
pembentukan watak dan pendidikan karakter pertama dan utama mestilah
diberdayakan kembali. Sebagaimana disarankan Phillips, keluarga
hendaklah kembali menjadi “school of love”, sekolah untuk kasih sayang
(Phillips 2000). Dalam perspektif Islam, keluarga sebagai “school of
love” dapat disebut sebagai “madrasah mawaddah wa rahmah, tempat
belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada pembinaan
keluarga (usrah). Keluarga merupakan basis dari ummah (bangsa); dan
karena itu keadaan keluarga sangat menentukan keadaan ummah itu
sendiri. Bangsa terbaik (khayr ummah) yang merupakan ummah
wahidah (bangsa yang satu) dan ummah wasath (bangsa yang moderat),
sebagaimana dicita-citakan Islam hanya dapat terbentuk melalui keluarga
yang dibangun dan dikembangkan atas dasar mawaddah wa rahmah.
Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan Anas r.a, keluarga
yang baik memiliki empat cirri :
a. Pertama, keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan
untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan
sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kedua, keluarga di mana setiap anggotanya saling menghormati dan
menyayangi; saling asah dan asuh.
c. Ketiga, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-
lebihan; tidak ngoyo atau tidak serakah dalam usaha mendapatkan
nafkah; sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan.
d. Keempat, keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya;
dan karena itu selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan
setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan
seumur hidup (life long learning), min al-mahdi ila al-lahdi.
Datang dari keluarga mawaddah wa rahmah dengan ciri-ciri seperti
di atas, maka anak-anak telah memiliki potensi dan bekal yang memadai
untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Dan, sekali lagi,
sekolah seperti sudah sering dikemukakan banyak orang selogannya
tidak hanya menjadi tempat belajar, namun sekaligus juga tempat
memperoleh pendidikan, termasuk pendidikan watak dan pendidikan
nilai.
2. PENYALURAN PENDIDIKAN KARAKTER DILINGKUNGAN
SEKOLAH
Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter
karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di
sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi
pembentukan karakternya.
Menurut Berman, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan
kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu dari ukuran
keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan saran
dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran
kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan
pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui
motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan
konsep karakter pada anak didiknya dengan baik.
Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU. menjelaskan pendidikan
karakter tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara kognitif tetapi juga
melalui penghayatan secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai tersebut
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan siswa seperti pramuka, upacara bendera, palang merah
remaja, teater, praktek kerja lapangan, menjadi relawan bencana alam,
atau pertandingan olahraga dan seni adalah cara-cara efektif menanamkan
nilai-nilai karakter yang baik pada siswa. Ia menekankan pendidikan
berbasis karakter bukan merupakan mata pelajaran tersendiri melainkan
dampak pengiring yang diharapkan tercapai.
Sementara itu Kemendiknas menyebutkan beberapa prinsip
pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah, yaitu:
a. Keberlanjutan : yaitu bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter
dan budaya bangsa dimualai dari awal peserta didik masuk hingga
selesai dari satuan pendidikan.
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya
sekolah.
c. Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai
karakter bukan merupakan pokok bahasan yang harus diajarkan,
sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai bahan atau media
mengembangkan nilai-nilai karakter.
d. Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif
dan menyenangkan.
Dengan demikian pengembangan pendidikan karakter dapat
melalui mata pelajaran (terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan
budaya sekolah.
Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah,
guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru
merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik.
Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap
dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga
ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan
demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas
manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian
tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam
kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan
kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal
dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah,
sebagai berikut :
a. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.
Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat
dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan
sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi
dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan
dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
b. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran.
Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-
konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam
mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini,
setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat
diintergrasikan dalam proses pembelajaran.Mengoptimalkan
kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia.
c. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih
mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan
pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual,
kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan
psikomotorik.
d. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan
berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat
berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta
didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu
sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan
melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan
pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
e. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat
dalam pengembangan pendidikan karakter.
Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan
orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara
sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter
yang dilaksanakan di sekolah.
f. Menjadi figur teladan bagi peserta didik.
Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang
diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung kepada
penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi seorang
guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan
selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari
model/figurnya tersebut.
Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi
seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan
nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses
pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat
diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada
prosesnya dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam
pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan
sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan
evaluator.
Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang
guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter
peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola
yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang
guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju
mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung
makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan semangat, etos
kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai
dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk
mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh
kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas.
Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut
untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan
metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan
karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas,
efisiensi, dan produktivitas programnya.
Pendidikan karakter di lingkup satuan pendidikan perguruan
tinggi dilaksanakan melalui tridharma perguruan tinggi, budaya
organisasi, kegiatan kemahasiswaan, dan kegiatan keseharian (Tim
Pendidikan Karakter Ditjen Dikti, 2011). Penjelasan dari setiap aspek
pendidikan sebagai berikut:
a. Tridharma Perguruan Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke
dalam kegiatan pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan
pengabdian kepada masyarakat;
b. Budaya organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan
pengelolaan perguruan tinggi;
c. Kegiatan kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke
dalam kegiatan kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga,
Karya Tulis, Seni;
d. Kegiatan keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, dan
masyarakat.
e. Untuk mewujudkan budaya perguruan tinggi. Diperlukan karakter
individu, yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam
mewujudkan karakter individu, diperlukan pengembangan diri secara
holistic, yang bersumber pada olah hati, olah pikir, olah raga, dan
olah karsa. Seperti yang telah dikemukakan dari konfigurasi nilai
yang terdapat dalam ranah olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah
rasa/karsa masing-masing diambil satu nilai sebagai nilai-nilai utama
karakter yang dikembangkan secara nasional, termasuk dilingkungan
Dikti. Karakter yang dimaksud adalah: Jujur, Cerdas, Tangguh,
Peduli (Jurdastangli). Definisi Konseptual Jujur, Cerdas, Tangguh,
dan Peduli :Jujur: Lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus,
ikhlas.Cerdas: Sempurna perkembangan akal budinya untuk
berpikir, tajam pikirannya.Tangguh: Sukar dikalahkan, kuat, andal,
kuat sekali pendiriannya, tabah dan tahan menderita. Peduli:
Mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan.
3. MASYARAKAT
Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam
upaya pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan masyarakat disini adalah orang yang lebih tua yang “ tidak dekat
“, “ tidak dikenal “ “ tidak memiliki ikatan famili “ dengan anak tetapi
saat itu ada di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak.
Orang-orang inilah yang dapat memberikan contoh, mengajak, atau
melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.
Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat:
a. Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman
rumah masing-masing, membersihkan saluran air, menanami
pekarangan rumah.
b. Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan,
merusak atau mencoret-coret fasilitas umum.
c. Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik.
b. Kendala – kendala yang dihadapi dimasyarakat:
a. Tidak ada kepedulian.
b. Tidak merasa bertanggung jawab.
c. Menganggap perbuatan anak adalah hal yang sudah biasa.
Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap
keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk
pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Shihab (1996:
321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya,
mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara
keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada
“kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di
sini pula.
Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan memang sangat
erat sekali berkait dengan pengubahan cara pandang masyarakat terhadap
pendidikan. ini tentu saja bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Akan
tetapi apabila tidak dimulai dan dilakukan dari sekarang, kapan rasa
memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat
dengan tingkatan maksimal dapat diperolah dunia pendidikan.
a. Norma-norma Sosial Budaya
Masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga sesudah keluarga dan
sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang
lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk
kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan
di keluarga dan sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai sosial budaya
yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap
masyarakat, dimanapun berada pasti punya karakteristik sendiri
sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan
masyarakat yang lain. Norma-norma yang terdapat di Masyarakat
harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap.
Dan normanorma tersebut merupakan aturan-aturan yang ditularkan
oleh generasi tua kepada generasi berikutnya. Penularan-penularan itu
dilakukan dengan sadar dan bertujuan, hal ini merupakan proses dan
peran pendidikan dalam masyarakat.
b. Jenis jenis peran serta masyarakat dalam pendidikan
Ada bermacam-macam tingkatan peran serta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan. Yang biasa diklasifikasikan dalam, dimulai
dari tingkat terendah ke tingkat lebih tinggi, yaitu;
1) Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia.
Jenis ini adalah jenis tingkatan yang paling umum, pada tingkatan
ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk pendidikan
anak.
2) Peran serta secara pasif.
Artinya, menyetujui dan menerima apa yang diputuskan lembaga
pendidikan lain, kemudian menerima keputusan lembaga tersebut
dan mematuhinya.
3) Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan
tenaga. Pada jenis ini, masyarakat berpartisipasi dalam perawatan
dan pembangunan fisik sarana dan prasaranan pendidikan dengan
menyumbangkan dana, barang atau tenaga.
4) Peran serta dalam pelayanan. Masyarakat terlibat dalam kegiatan
belajar mengajar, misalnya membantu sekolah dalam bidang studi
tertentu.
5) Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan
misalnya, sekolah meminta masyarakat untuk memberikan
penyuluhan pentingnya pendidikan, dan lain-lain.
6) Peran serta dalam pengambilan keputusan.
Masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan anak,
baik akademis maupun non akademis. Dan ikut dalam proses
pengambilan keputusan dalam rencana pengembangan pendidikan.
4. PEMERINTAH
Pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan Nasional
dalam pengembangan pendidikan karakter, yaitu: pertama melalui stream
top down; kedua melalui stream bottom up; dan ketiga melalui stream
revitalisasi program. Strategi yang dimaksud secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Intervensi melalui kebijakan (Top - Down)
Jalur/aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil oleh
Pemerintah/Kementerian Pendidikan Nasional dan didukung secara
sinergis oleh Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas pendidikan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam strategi ini pemerintah
menggunakan lima strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu:
1) Sosialisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif
tentang pentingnya pendidikan karakter pada lingkup/tingkat
nasional, melakukan gerakan kolektif dan pencanangan pendidikan
karakter untuk semua.
2) Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan
Nasional Pendidikan Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional
bergerak mengkonsolidasi diri di tingkat internal dengan
melakukan upaya-upaya pengembangan regulasi untuk
memberikan payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan,
program dan kegiatan pendidikan karakter.
3) Pengembangan kapasitas
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif
akan melakukan upaya-upaya pengembangan kapasitas sumber
daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan satu sistem pelatihan
bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan
menjadi pelaku terdepan dalam mengembangkan dan
mensosialisikan nilai-nilai karakter.
4) Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal
yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup
tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
5) Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan
melakukan monitoring dan evaluasi terfokus pada tugas, pokok,
dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik di Unit
Utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta
pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Monitoring dan
evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan mengendalikan
pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
b. Pengalaman Praktisi (Bottom - Up)
Pembangunan pada jalur/tingkat ini diharapkan dari inisiatif yang
datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis
kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan
melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di
lingkungan sekolah tersebut.
c. Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program
kegiatan pendidikan karakter di mana pada umumnya banyak terdapat
pada kegiatan ekstrakurikuler yang sudah ada dan sarat dengan nilai-
nilai karakter.
d. Integrasi Tiga Strategi
Ketiga jalur/tingkat pada Bagan 4, yaitu: top down yang lebih
bersifat intervensi, bottom up yang lebih bersifat penggalian
bestpractice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang
sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan merupakan satu kesatuan
yang saling menguatkan.
Ketiga pendekatan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara
terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter di
sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk
Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu: kegiatan pembelajaran di
kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-
kurikuler, dan ekstrakurikuler.
Ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam
pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya dilakukan secara
koheren.
a. Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Untuk mendukung terlaksananya pendidikan karakter di
tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada
kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk
mensinerjikan semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk
melibatkan instansi-instansi lain yang terkait dan dapat menunjang
pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat
dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program
dan kegiatan karakter.
b. Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang
diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian
masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan daerah
tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan penambahan
baik indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah.
Selain itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan
untuk menggandakan dan menyebarkan bahan – bahan yang
dimaksud (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di
lingkungan masyarakat luas).
c. Pemberian dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK)
tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang
bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya dilakukan
terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas
pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional
tingkat daerah seperti TPK Provinsi dan kabupaten/kota.
d. Pemberian Dukungan Sarana, Prasarana, dan Pembiayaan
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang oleh
Pemerintah Daerah, dunia usaha dalam mengadakan tanaman hias
atau tanaman produktif.
e. Sosialisasi ke masyarakat, Komite Pendidikan, dan para pejabat
pemerintah di lingkungan dan di luar diknas.
5. DUNIA USAHA
Sebagaimana masyarakat ketahui bersama, saat ini dunia dalam era
liberalisasi perdagangan dimana persaingan dalam perdagangan barang
dan jasa semakin ketat baik untuk pasar dalam negeri maupun dalam
rangka pemanfaatan pasar ekspor. Sayangnya negara-negara majulah
yang cenderung lebih banyak memanfaatkan kesempatan dibandingkan
dengan negara-negara sedang berkembang. Hal ini dimungkinkan karena
negara maju jauh lebih siap menghadapi era globalisasi, dibandingkan
dengan negara berkembang. Salah satu faktor yang juga sering menekan
dan berpotensi merugikan negara-negara berkembang karena
ketidaksiapannya tersebut yaitu adanya isu-isu baru yang mempengaruhi
kegiatan industri dan perdagangan, antara lain adalah pengkaitan isu
demokrasi, penanganan hak-hak asasi manusia (HAM), perburuhan,
lingkungan hidup.
Dalam hal liberalisasi perdagangan, Indonesia telah
menandatangani beberapa perjanjian baik itu bilateral, regional maupun
multilateral. Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai bentuk perjanjian
Internasional adalah salah satu upaya dalam mendapatkan akses pasar
yang lebih besar bagi produk ekspor Indonesia. Hal ini perlu direspon
positif dan ditindaklanjuti oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga
semua elemen bangsa ini mampu memanfaatkan peluang dalam
kerjasama tersebut. Pemanfaatan peluang kerjasama perdagangan bebas
perlu direncanakan dan dirancang strateginya dengan teliti dan tepat
sehingga mampu mewujudkan kerjasama industri dan perdagangan yang
bermanfaat serta peningkatan ekspor yang saling menguntungkan.
Dalam menghadapi era liberalisasi ekonomi seperti saat ini baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan seluruh elemen
masyarakat harus mampu merespon secara positif. Pemerintah harus
mampu merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat, para pelaku usaha
harus mampu meningkatkan mutu produk, kinerja, dan budaya kerja yang
baik serta masyarakat harus memiliki kesadaran dan rasa cinta terhadap
produk dalam negeri.
Salah satu peranan pemerintah dalam merespon kondisi tersebut
adalah mempercepat proses industrialisasi, menjawab tantangan dari
dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia, serta
mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang, dan mencoba
untuk memberikan arahan terhadap pembangunan industri nasional.
Kementerian Perindustrian dalam rangka meningkatkan daya saing
industri nasional telah mengeluarkan Kebijakan Pembangunan Industri
Nasional sesuai Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 28 tahun 2008.
Kementerian Perindustrian telah merumuskan visi sebagai berikut: Visi
Industri 2025: membawa Indonesia pada tahun 2025 menjadi “Sebuah
Negara Industri Tangguh di Dunia”.
Dalam mencapai visi industri nasional 2025, SDM Industri yang
kompeten wajib diwujudkan sesuai dengan standar berdasarkan
kebutuhan. Sumber Daya Manusia adalah faktor utama dan terpenting
dalam kompetisi liberalisasi perdagangan. Oleh karena itu, standar
kompetensi dan pembentukan karakter pada dunia usaha dan industri
mutlak diperlukan. Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan
(melaksanakan tugas) yang dilandasi oleh pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills) dan sikap kerja (attitute) untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu.
Kompetensi yang digunakan untuk mencapai sebuah target yang
diinginkan dan memenuhi standar dalam sebuah pekerjaan maka
membutuhkan kompetensi standar. Dalam sebuah standar kompetensi
memang harus menjadi perhatian khusus terutama era kompetisi
perdagangan bebas seperti saat ini.
Beberapa hal yang menjadi latar belakang pentingnya penentapan
standar kompetensi dan pembentukan karakter pada dunia usaha dan
industri adalah sebagai berikut:
a. Di Indonesia kompetensi adalah istilah yang belum populer di
masyarakat dan dunia kerja;
b. Kualitas tingkat kompetensi diukur dari tingkat pendidikan dan
pengalaman;
c. Belum ada format sertifikasi yang baku yang diakui oleh semua
pihak (standar kompetensi, sistem kelembagaan sertifikasi);
d. Belum adanya acuan yang jelas pada tataran diklat sebagai proses
produksi kompetensi kerja;
e. Adanya trend dibanyak negara terkait acuan diklat;
f. Keikutsertaan Indonesia dalam WTO, AFTA, APEC;
g. Kesiapan indonesia menghadapi globalisasi dibidang jasa tenaga
kerja;
h. Pada forum WTO lebih dari 20 negara meminta indonesia agar
membuka pasar kerja untuk tenaga profesional (dokter, akuntan,
arsitek, pangacara dll);
i. Request Indonesia terhadap negara lain untuk tenaga kerja perawat,
pelaut, perhotelan, konstruksi terkendala persyaratan standar
kompetensi yang ditetapkan oleh negara penerima;
j. Bukti empiris menggambarkan bahwa sebuah bangsa yang memiliki
budaya kerja yang baik maka bangsa tersebut menjadi bangsa yang
unggul.
Untuk merespon latar belakang di atas pemerintah salah satunya
telah mengeluarkan kebijakan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI). Dalam SKKNI terdapat 3 (tiga) klasifikasi
kompetensi yaitu :
a. Kompetensi produktif
Kompetensi produktif adalah kompetensi yang mengacu pada
standar kompetensi nasional yang sudah ada atau yang disepakati
sebagai acuan. Kompetensi produktif juga dimungkinkan mengacu
pada kompetensi industri tertentu. Selain itu kompetensi produktif
mengacu pada kemampuan menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan
tertentu. Oleh karena itu, kompetensi produktif digunakan secara
terbatas untuk pekerjaan dan keahlian tertentu.
b. Kompetensi kunci
Kompetensi kunci adalah kompetensi umum yang dibutuhkan oleh
setiap orang sehingga dapat digunakan dalam pekerjaannya secara
efisien. Contoh dari kompetensi kunci misalnya:
1) Kemampuan dalam mengkomunikasikan ide dan informasi;
2) Kemampuan dalam merancang dan mengorganisasikan
kegiatan;
3) Kemampuan dalam menginvetarisasi masalah, mencari akar
masalah dan menyelesaikan masalah;
4) Kemampuan dalam menggunakan teknologi;
5) Kemampuan bekerjasama dalam tim;
6) Kemampuan menggunakan ide matematis dan teknis;
7) Kemampuan mengumpulkan, menganalisis dan
mengorganisasikan informasi.
c. Kompetensi normatif dan adaptif.
Kemampuan normatif dan adaptif adalah kemampuan yang harus
ada. Kemampuan ini lebih menitikberatkan pada pencarian makna
kehidupan daripada sekedar penguasaan ilmu yang mengacu pada
pohon ilmu.
Ketiga kompetensi tersebut harus secara sinergi dikembangkan
terhadap para pelaku industri. Kompetensi akan tercipta dengan baik
ketika pembentukan karakter terhadap individu mampu tercipta dengan
baik. Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari
orang lain. Karakter adalah suatu keadaan atau konstitusi jiwa yang
nampak dalam perbuatan-perbuatannya.
Karakter mencakup dimensi overt (terlihat) dan covert (tidak
terlihat) dari kepribadian manusia dalam mengadakan konsistensi antara
keduanya serta yang satu merupakan cerminan yang lain. Karakter
menunjukan siapa diri anda. Karakter menentukan sifat, perkataan dan
tindakan seseorang. Karakter yang baik adalah motivasi dari dalam untuk
melakukan yang benar walaupun kita suka/tidak suka dalam setiap
situasi.
Karakter bergantung pada pembawaan dan lingkungan hidup
(pergaulan dan pendidikan), dengan demikian karakter tergantung pada
kekuatan dari dalam dan kekuatan dari luar.
Dalam hal ini karakter dilihat dari faktor pembentuknya dapat
dibedakan menjadi:
a. Faktor pembentuk alamiah
Pada dasarnya setiap manusia telah memiliki karakter dasar yang
dibawanya melalui gen orang tuanya. Karakter dasar ini walaupun
sulit tetapi dapat dirubah oleh lingkungan.
b. Faktor pembentuk lingkungan
Dalam teori Tabula rasa John Locke, George Berkely dan David
Hume menyatakan bahwa lingkungan sangat berperan dalam
menentukan tingkah laku manusia. Anak-anak dengan fitrahnya yang
bersih namun jika dalam tumbuh kembangnya berada dalam
lingkungan yang tidak kondusif maka lambat laun fitrahnya akan
tertutupi dengan keburukannya. Keburukannya itu berasal dari
lingkungannya.
Pada umumnya pembentukan karakter individu itu berhubungan
antara individu dengan dirinya sendiri (tanggung jawab, menghargai diri
sendiri, disiplin diri, motivasi diri), antara individu dengan orang lain
(kejujuran, menghargai orang lain, baik hati, empati) dan dengan
komunitas yang lebih luas (keadilan dan kebenaran).
Dalam dunia industri di Indonesia ada beberapa karakter penting
yaitu:
a. Visi dan Harapan
Dunia usaha terutama usaha kecil harus dipacu untuk memiliki
harapan. Harapan itulah yang menggerakan usaha tersebut untuk
berjalan setapak demi setapak meraih posisi yang lebih baik. Visi dan
harapan tersebut diharapkan secara tidak sadar mampu mengantarkan
para pelaku usaha kecil untuk terus tumbuh dan berkembang sehingga
mampu berpartisipasi dalam mengkondisikan industri nasional yang
stabil.
b. Tradisi Belajar (membaca, menulis, berdiskusi, meneliti)
Tak dipungkiri bahwa bangsa yang memiliki tradisi belajar akan
menjadi bangsa yang maju. Jika bangsa Indonesia memiliki tradisi
belajar misalnya tradisi membaca, menulis, berdiskusi, meneliti serta
memiliki motivasi untuk terus tumbuh dan meningkatkan kompetensi
diri, motivasi untuk menghasilkan sebuah karya maka bangsa ini akan
memiliki kualitas yang unggul. Dunia industri sangat membutuhkan
tradisi ini, karena modal yang paling utama adalah Sumber Daya
Manusia.
c. Kreativitas dan Inovasi
Saat ini, Indonesia membutuhkan industri-industri kreatif ditengah-
tengah gelombang masuknya produk barang dan jasa dari luar negeri
akibat FTA. Era sekarang bukan zamannya untuk melihat yang sudah
ada tetapi kreativitas untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda dan
baru. Untuk menghasilkan industri-industri kreatif tersebut,
pemerintah hendaknya merangsang seluruh elemen baik pihak swasta,
institusi pendidikan dan masyarakat untuk senantiasa mengasah
kreativitas dan inovasi.
d. Manajemen Waktu
Dalam dunia industri waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.
Manajemen waktu berarti memanfaat waktu sebaik mungkin untuk
menghasilkan sesuatu yang produktif secara efektif dan efisien.
Bangsa yang mampu memanfaatkan waktu dengan baik maka bangsa
tersebut akan mampu menghasilkan produktivitas jauh lebih besar
daripada bangsa lain. Demikian juga dalam bidang industri di
Indonesia. Jika sebagian industri di Indonesia mampu menerapkan
manajemen waktu dengan baik maka pertumbuhan industri di
Indonesia akan jauh lebih cepat.
e. Bekerja keras dan bekerja cerdas
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal ulet dan tekun, sebagai
contoh bangsa ini telah menghasilkan beberapa karya dari hasil
ketekunannya berupa ukiran pada candi, batik, kerajinan tangan dan
sebagainya. Disisi lain tidak hanya kerja keras yang dibutuhkan tetapi
juga kerja cerdas. Bangsa ini harus mampu melihat dengan jeli dan
teliti fenomena-fenomena yang terjadi di sekitanya. Bangsa ini harus
mampu membaca dan menganalisis setiap pernyataan dan pemikiran
bangsa lain sehingga mampu bersikap dengan tepat. Bangsa ini harus
mampu mengolah informasi dan menciptakan berbagai alternatif
peluang dari informasi yang telah di olah. Bangsa ini harus mampu
berpikir strategis dalam merespon fenomena-fenomena yang terjadi di
era globalisasi ini.
f. Disiplin
Salah satu budaya Indonesia katanya adalah budaya jam karet. Hal ini
sangat mempengaruhi produktivitas kinerja dari sebuah bangsa.
Budaya ini mungkin sudah mengakar dalam pikiran sebagian
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu hendaknya pemerintah
mengambil kebijakan yang lebih tegas agar bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang disiplin.
g. Bekerja sama dan adaptif
Globalisasi telah mengkondisikan laju informasi dan teknologi
bergerak sangat cepat. Oleh karena itu bangsa ini harus memiliki
karakter terbuka yang selektif bukan berkarakter yang terbuka tanpa
penyaringan nilai-nilai yang kurang sesuai dengan nilai-nilai bangsa
Indonesia. Globalisasi juga mempermudah proses interaksi dengan
orang asing. Dalam proses interaksi tersebut bangsa Indonesia harus
mampu mengenal karakter bangsa lain dan mampu mengolah karakter
tersebut sehingga bangsa Indonesia dapat mengambil keuntungan dari
proses interaksi tersebut. Kemampuan bangsa Indonesia dalam
mengatur ritme kapan harus berkompetisi dan kapan harus bekerja
sama adalah suatu modal keunggulan bangsa.
h. Jujur dan Terpercaya
Salah satu penyakit bangsa ini yang harus dihilangkan jika bangsa ini
ingin maju adalah budaya tidak jujur. Seperti halnya jam karet budaya
ini rasanya seperti telah mengakar kuat dalam setiap lapisan
masyarakat. Kasus-kasus seperti korupsi, kolusi dan manipulasi yang
tersajikan dalam berita-berita setiap hari adalah bukti nyata. Setiap
insan yang berada dalam dunia industri membutuhkan sikap jujur dan
terpercaya. Kejujuran dan kepercayaan menjadikan bangsa ini menjadi
bangsa yang maju. Jangan sampai permasalahan ketidakjujuran ini
menguras dan membuang banyak energi yang seharusnya energi
tersebut digunakan untuk berproduktif dan berkarya dalam hal positif.
i. Keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama. Tak dapat dipungkiri
bahwa agama memiliki peranan yang sangat signifikan dalam menjaga
harmonisasi kehidupan dan keseimbangan individu. Jika setiap
individu mengamalkan ajaran-ajaran agama masing-masing dengan
baik maka akan tercipta masyarakat madani di negara ini.
Perwujudan beberapa karakteristik guna meningkatkan industri
nasional tersebut di atas bukan tanpa kendala. Beberapa kendala yang
terjadi diantaranya:
a. Belum adanya rencana strategis dalam pembentukan karakter bangsa
lintas sektoral.
b. Budaya-budaya asing yang masuk di negeri ini tanpa ada penyaring
sehingga mampu meracuni para generasi muda.
c. Kurang selektifnya media di Indonesia baik media elektronik dan
media cetak dalam menayangkan berbagai hiburan yang direspon
negatif oleh sebagian besar masyarakat
d. Budaya kerja yang kurang membudaya dalam setiap kehidupan
masyarakat Indonesia
e. Tradisi belajar yang kurang terinternalisasi dalam setiap jiwa
masyarakat Indonesia
5. MEDIA MASSA
Di era globalisasi ini tentunya media sangatlah menjadi hal yang
harus diperhatikan. Media masa selain memiliki fungsi hiburan juga
sebagai penyebaran nilai dan pengetahuan lainnya.
Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada
tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus
didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam
pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Media perlu pula ditambahkan sebagai suatu kekuatan pembentuk
perilaku umum (common opinion) sekaligus saluran informasi yang dalam
banyak hal dapat memperluas pendidikan karakter bangsa tetapi di sisi lain
menjadi saluran penetrasi budaya asing. Selain itu media sebagai kekuatan
demokrasi suatu bangsa, memainkan peran strategis dalam menumbuhkan
demokrasi, termasuk demokrasi Pancasila sebagai karakter bangsa
Indonesia.
Fungsi media massa menurut Dominick (2001), terdiri dari
surveillance, interpretation, linkage , transmission of values dan
entertainment yang dapat diuraikan berikut ini.
a. Surveillance(Pengawasan)
Fungsi pengawasan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:
1) Pengawasan Peringatan (Warning or Beware Surveillance)
Fungsi ini terjadi ketika media massa menginformasikan tentang
ancaman dari angin topan, meletusnya gunung berapi, kondisi
efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi, atau adanya
serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi
ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau
ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak
orang yang tidak mengetahui ancaman itu.
2) Pengawasan Instrumental (Instrumental Surveillance
Fungsi ini merupakan penyampaian atau penyebaran informasi
yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam
kehidupan sehari- hari. Berita tentang film apa yang sedang
diputar di bioskop, bagaimana harga- harga saham di bursa efek,
produk- produk baru dan sebagainya, adalah contoh - contoh
pengawasan instrumental.
3) Interpretation(Interpretasi)
Fungsi komunikasi massa ini sangat erat sekali kaitannya dengan
fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya menyajikan data
dan fakta, tetapi juga menyajikan informasi beserta interpretasi
mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata
untuk memahami fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan
komentar radio atau televisi siaran.
4) Linkage(Hubungan)
Media massa mampu menggabungkan unsur - unsur yang terdapat
di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung
oleh saluran perorangan. Misalnya, hubungan para pemuka partai
politik dengan para pengikutnya ketika membaca berita surat
kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya
itu.
5) Transmission of value (Penyebaran nilai - nilai)
Fungsi ini disebut juga socialization (sosialisasi). Sosialisasi
mengacu pada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan
nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambar masyarakat
itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan
pada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan
mereka. Dengan kata lain, media mewaki li kita dengan model
peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya.
6) Entertainment (hiburan)
Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua
media menjalankan fungsi hiburan. Fungsi komunikasi massa
sebagai hiburan jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman
suara. Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah,
meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk
pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita
pendek, cerita besambung, atau cerita bergambar.

DAFTAR PUSTAKA
Elfiky, I. (2014). Terapi Berfikir Positif. Jakarta: zaman.
Rosidatun. (2018). Model Implementasi Pendidikan Karakter. Kulon Gresik:
Caremedia Communication.

Santoso, A. (2014). Hukum, Moral, dan Keadilan : Sebuah Kajian Filsafat


Hukum. Jakarta: Kencana.

Saptono. (2014). Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan, Strategi,


Langkah Praktis. Jakarta: Erlangga.

Setyabudi, M. P., & Hasibuan, A. A. (2017). Pengantar Studi Etika Kontemporer


(Teoritis dan Terapan). Malang: Universitay Brawijaya Press (UB Press).

Sodiq, A. (2018). Prophetic Character Building: Tema Pokok Pendidikan Akhlak


Menurut Al-Ghazali. Jakarta Timur: Kencana.

Suhaemi, M. E. (2014). Etika Keperawatan: Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC.

Sumadi, S. (2014). Psikologi Kepribadian . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sumaryo. (2014). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai