Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN DAN FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Landasan Bimbingan dan Konseling

Landasan bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang


harus diperhatikan oleh para konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan
layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan
kokoh tentu membutuhkan fondasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut
tidak memiliki fondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan
ambruk. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu
akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan
konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan
kehancuran bagi klien yang telah dilayani oleh konselor untuk memberikan layanan
bimbingan konselingnya. layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien

Landasan Filosofis
Filosofis berasal dari bahasa Yunani yaitu Philos berarti cinta dan sophos berarti
bijaksana, jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Menurut asal kata
filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksannaan. Menurut kamus Webster New
Universal, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-
tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang sesuatu masalah.
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan
pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan
konseling yang lebih bisa dipertanggung jawabkan secara logis, etis dan estetis. Beberapa
pemikiran filosofis yang terkait dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling
Hakikat manusia
Para tokoh dunia mengupas hakikat manusia dari sudut pandang psikologis,
perikehidupan manusia yang meliputi pola berpikir, persepsi, kesadaran, kepribadian, moral,
kemauan, kepercayaan. Beberapa deskripsi tentang hakikat manusia:
 Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan ilmu untuk
meningkatkan perkembangandirinya.
 Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
 Manusia berusaha terus menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri,
khususnya melalui pendidikan
 Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk; dan hidup berarti
upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya
mengontrol keburukan.
 Manusia adalah makhluk yang tertinggi dan termulia derajatnya. Keberadaan manusia
dilengkapi dengan empat dimensi kemanusian (dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan, dan keberagaman)
Tujuan dan Tugas Kehidupan
Adler (1954), mengemukakan bahwa tujuan akhir dari kehidupan psikis adalah
menjamin terus berlangsungnya eksistensi kehidupan kemanusian di atas bumi, dan
memungkinkan terselesaikannya dengan aman perkembangan manusia. Sedangkan Jung
(1958), melihat bahwa kehidupan psikis manusia mencari keterpaduan, dan didalamnya
terdapat dorongan instinctual kearah keutuhan dan hidup sehat (dalam Witner & Sweeney,
1992). Maslow (dalam Witner & Sweeney) menegaskan adanya daya upaya untuk
terciptanya hidup yang sehat merupakan kecenderungan yang universal dalam kehidupan
manusia. Witner& Sweeney (1992) mengajukan suatu model tentang kebahagian dan
kesejahteraan hidup, serta upaya mengembngkan dan mempertahankan kehidupan. Kedua
pemikir tersebut menjelaskan cirri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima katagori
tugas kehidupan, yaitu:
1. Spiritualitas. Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi kehidupan.
Agama sebagai sumber moral, etika, dan aturan-atura formal yang berlaku.
2. Pengaturan diri. Sesorang yang sehat akan mampu menkoordinasikan hidupnya dengan
pola tingkah laku yang bertujuan positif dan sesuai norma-norma yang berlaku.
3. Bekerja. Dengan bekerja seseorang akan memperoleh keuntungan ekonmi, psikologis,
dan keuntungan social.
4. Persahabatan. Merupakan hubungan social. Persahabatan memberikan tiga dukungan
utama, yaitu dalam bentuk dukungan emosional, keberadaan, dan informasi.
Landasan Religius
Dalam landasan religius BK diperlukan penekanan pada 3 hal pokok:
1. Keyakinan bahwa mnusia dan seluruh alam adalah mahluk Tuhan
2. Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah Agama.
3. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana
dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama
untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu. Landasan Religius
berkenaan dengan: (a) Manusia sebagai Mahluk Tuhan. Manusia adalah mahluk Tuhan
yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tidak boleh
dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan
mengarahkan sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif. (b) Sikap Keberagamaan.
Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap
keberagamaan. Sikap keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu
sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya
harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut
dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat. (c) Peranan Agama. Pemanfaatan unsur-
unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat
menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan
sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama
sebagai pedoman hidup yang memiliki fungsi untuk memelihara fitrah, jiwa, akal, dan
keturunan.
Landasan Psikologis
Landasan psikologis adalah landasan yang berhubungan dengan pemahaman tentang
perilaku individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling. Beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif
sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir
dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot,
warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda.
Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi
aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia
belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.
Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-
tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan.
Kepribadian
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin
S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian
yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu
rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
Landasan Sosial Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan
dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-
budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang berbagai aspek
konseling budaya antara lain:
 Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri
konselor dan klien maka konseling akan berhasil
 Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka
makin efektif konseling tersebut
 Makin sederhana harapan yang diinginkan klien, makin berhasil konseling tersebut
 Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya
makin memudahkan konselor memahami klien.
 Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap
proses komunikasi.
 Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman
terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
 Makin klien kurang memahami proses konseling makin perlu konselor/program
konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang proses ketrampilan
berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.
Landasan Pedagogis
Pendidikan itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi
sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992):
Pendidikan sebagai upaya pengembangan Individu
Bimbingan merupakan bentuk upaya pendidikan.Pendidikan adalah upaya
memanusiakan manusia. Seorang bagi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai
dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang
telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya,
kesosialisasinya, dan keberagamaanya.Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan sebagai inti Proses Bimbingan Konseling.
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-
kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan
Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan
Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar, belajar untuk
memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan
secara efektif berbagai pemahaman (dalam Belkin, 1975). Menurut Nugent (1981)
mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan
keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru . Dengan
belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan memperoleh
hal-hal baru itulah klien berkembang.
Pendidikan sebagai inti tujuan Bimbingan tujuan dan konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling adalah memperkuat tujuan-tujuan pendidikan,
juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena
program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan
individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan
personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury, 1992).
B. Prinsip Bimbingan dan Konseling
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan lembaga
yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling
diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan
lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru
menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Pelayanan Bimbingan dan Konseling
secara resmi memang ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki.
Dalam kaitan ini Belkin menegaskan enam prinsip untuk menumbuh kembangkan pelayanan
Bimbingan dan Konseling disekolah.Adapun beberapa prinsip Bimbingan dan Konseling
menurut Belkin (Dalam Prayitno, 1994):
1. Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja keras yang jelas,
dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut.
2. Konselor harus tetap mempertahankan sikap professional tanpa mengganggu
keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa.
3. Konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor
professional dan menerjemahkan peranannya itu kedalam kegiatan nyata.
4. Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik yang gagal maupun yang
mengalami masalah emosional.
5. Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-
siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah, serta bentuk-bentuk
kegiatan lainnya.
6. Konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah , memberikan
perhatian dan peka terhadap kebutuhan , harapan, dan kecemasan-kecemasannya.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi Pencegahan
Merupakan suatu pencegahan terhadap timbulnya suatu masalah agar konseli
terhindar dari masalah yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian tertentu yang akan
menghambat proses perkembangannya. Konselor berupaya mengntisipasi atau mencegah
hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan diri konseli. Koselor perlu membimbing
konseli bagaimana cara menjauhkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dan merugikan dirinya. Dalam hal ini masalah yang perlu diinformasikan kepada konseli
adalah minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, pergaulan bebas, drop out,
dan lain-lain. Segala hal yang berhubungan dengan diri klien (konseli) harus mendapat
perhatian khusus dari konseler.
Fungsi Pemahaman
Dalam hal ini, pelayanan bimbingan konseling dilaksanakan untuk membuat konseli
memahami segala sesuatu yang ada pada dirinya dan yang berkaitan dengan dirinya. Dalam
hal ini, konselor memberikan pemahaman tentang diri konseli, latar belakangnya,
permasalahan yang sedang dihadapi, potensi yang dimiliki, lingkungan sekitar, dan bahkan
lingkungan yang lebih luas (informasi pendidikan, informasi jabatan atau pekerjaan,
informasi sosial dan budaya). hal-hal tersebut harus dipahami oleh klien itu sendiri, orang
tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing. Dengan adanya fungsi tersebut diharapkan
konseli mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Pengentasan
Melalui fungsi ini, Pelayanan bimbingan konseling diharapkan dapat mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi siswa (konseli) supaya tidak ada yang menghalangi
perkembangannya, dengan begitu siswa (konseli) dapat berkembang secara optimal. Dalam
hal ini, siswa yang tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri mengharapkan terpecahnya
atau teratasinya masalah tersebut supaya siswa yang dalam keadaan atau kondisi yang tidak
nyaman pada dirinya tersebut mengharapkan bisa terangkat dari kondisi tersebut. Dengan
begitu, tugas konselor adalah memberikan bantuan kepada konseli yang mempunyai
masalah baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier. Teknik yang dapat
digunakan adalah konseling ataupun remedial teaching dan pelayanan atau pendekatan yang
dipakai dapat bersifat konseling perorangan atau bisa juga konseling kelompok. Terkait
dengan fungsi pengentasan keterampilan guru perlu ditingkatkan dengan beberapa
keterampilan dasar seperti: keterampilan bersikap (attending), keterampilan memberikan
bantuan (helping).
Fungsi Pemeliharaan
Mempertahankan apa yang sudah ada tetap terjaga dengan baik dan mengusahakan
agar hal-hal tersebut bertambah lebih baik dan berkembang. Fungsi pemeliharaan adalah
untuk membantu konseli menjaga diri, mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta
dalam dirinya, dan terhindar dari kondidi-kondisi yang akan menurunkan produktifitas diri.
Hal-hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, program-program
yang kreatif, menarik, fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
Fungsi Penyaluran
Dalam hal ini, pelayanan bimbingan dan konseling harus mengenali masing-masing
siswa secara peroragan. Dengan begitu, konselor dapat memberikan bantuan penyaluran ke
arah kegiatan atau program yang dapat menunjang tercapainya perkembangan yang optimal
sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih kesempatan yang ada di lingkungan sekolah yang
sesuai dengan keadaan mereka. Bentuk bimbingan konseling yang berkaitan:
1. Pemilihan sekolah lanjutan.
2. Memperoleh jurusan yang tepat.
3. Penyusunan program belajar.
4. Pemgembangan minat dan bakat.
5. Perencanaan karier.
Hal yang sangat penting dalam fungsi ini adalah konselor perlu bekerjasama dengan
guru dan dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
Fungsi Penyesuaian
Untuk membantu terciptanya penyesuaian diri secara baik antara siswa dan
lingkungannya baik itu lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat secara dinamis
dan konstruktif. Dan juga membantu siswa yang mempunyai masalah dalam hal penyesuaian
yang dialaminya dengan cara identifikasi diri dan masalahnya ataupun memahami diri dan
masalahnya. Dengan begitu timbul kesesuaian antara pribadi siswa dan sekolah. Kegiatan
dalam layanan fungsi ini dapat berupa orientasi sekolah dan kegiatan-kegiatan kelompok.
Funsi penyesuaian memiliki dua arah yaitu: dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekolah atau mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan keadaan masing-
masing siswa.
Fungsi Pengembangan
Membantu siswa (konseli) memelihara dan mengembangkan potensi dan kondisi
yang positif secara mantap terarah dan berkelanjutan. Konseor harus bekerjasama dengan
personil sekolah dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memfasilitasi
perkembangan konseli dan merencanakan dan melaksanakan program bimbingan sistematis
dan berkesinambungan. Fungsi pengembangan ini sifatnya lebih proaktif dibanding fungsi-
fungsi yang lainnya. Teknik bimbingan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-
tugas perkembangannya yaitu: pelayanan informasi, diskusi kelompok, curah pendapat
(brain stroming), karyawisata, dan lain-lain.

Fungsi Advokasi
Layanan bimbinagn dan konseling melalui fungsi ini adalah membantu peserta didik
memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
(Tohirin, 2011 :50).
Landasan atau konsep dasar bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh para konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat
berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fondasi yang kuat dan tahan lama. Apabila
bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah
goyah atau bahkan ambruk.

DAFTAR PUSTAKA

Winkel, WS. (1991).Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.


Yusuf, Syamsu LN. & Nurishan, AJ. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Prayitno dan Amti, Erman, 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka
Cipta.
Syamsuddin, Abin .(2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey. Supratiknya (ed). (2005). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).
Jakarta: Kanisius.
Depdiknas, (2004). Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan
Tenaga Akdemik Dirjen Dikti.
Gendler, ME.(1992). Learning & Instruction: Theory to Practice. New York: McMillan
Publishing.
Surya, M. (1997). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: PPB – IKIP Bandung
Yusuf, Syamsu LN. (2003). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda
Karya Remaja.
Prayitno & Amti, E. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusuf, Syamsu LN & Nurihsan, AJ. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai