Oleh :
Rifa’tul Khoer NIM : 21200011115
Hidayati Nur NIM : 21200011114
Ria Khoiriyyah NIM : 21200011089
B. Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn kepribadian ialah, merepresentasikan
keseluruhan profil atau kombinasi karakteristik serta menangkap keunikan secara alami
seseorang. sebagai reaksi dari interaksi dengan orang lain. Pengertian ini berkaitan
dengan penampilan fisik, kombinasi dari sifat manusia dan sifat natural atua alami yang
berada pada masing-masing individu untuk berinteraksi dengan yang lain. Hal senada
diutarakan oleh Kinichi and Kreitner bahwa kepribadian didefinisikan sebagai
kombinasi antara fisik dan karakteristik mental secara seimbang yang menjadikan
identitas bagi individu.. Selanjutny'a menurut Mc Shane and Von Glinow bahwa
kepribadian mengacu pada pola perilaku teladan, relatif seimbang dankonsisten dengan
keadaan internal yang menjelaskan kecenderungan tingkah laku seseorang. Intinya
pengertian dari personality kepribadian berkaitan dengan perilaku seseorang sebagai
individu untuk berinteraksi dengan lingkungan (ekternal maupun internal).
2. Dimensi kepribadian
Kepribadian (personality) juga berpengaruh terhadap tingkah Iaku seseorang.
Kepribadian adalah kumpulan dari sejumlah karakteristik, sikap, dan nilai-nilai yang
dianut seseorang yang membedakannya dari orang lain.
Silverman, mengemukakan terbentuknya kepribadian seseorang dipengaruhi oleh
sejumlah faktor. Sedangkan Gibson mengemukakan bahwa kepribadian dipengaruhi
oleh faktor-faktor:
1) Bawaan
2) Keluarga
3) Kebudayaan, dan
4) Kelas sosial serta keanegotaannya dengan kelompok yang Iain
Sedangkan menurut Schermerhorn, Hunt, dan Osbom menerangakan bahwa
kepribadian dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu pertama Heredity (keturunan/bawaan) yang
berkaitan dengan sosok fisik dan jenis kelamin, kedua Environment (lingkungan)
berkaitan dengan faktor budaya (berkaitan dengan norma-norma yang ada dalam
kehidupan keluarga, agama, dan kelompok maupun organisasi formal dan non formal),
faktor sosial, dan faktor siruasi (menekankan pada aspek yang berbeda pada pribadi
seseorang)
3. Struktur Kepribadian Manusia
Menurur Mar'at dan Kartono mengutip pendapat Freud membedakan
kepnbadian manusia menjadi beberapa gambaran :
a. Hal "Id" adalah hal ketidaksadaran. Freud beranjak bahwa manusia itu merupakan
suatu mahkluk bertenaga. Jadi keseluruhan perilakunya ditentukan oleh tenaga-
tenaganya yang menguasai ketidaksadaran ini adalah kekuatan-kekuatan kehidupan,
insting-insting, dan hal-hal ,yang sangat disukai di dalam Id. Jadi di dalam
ketidaksadaran, berkuasalah prinsip hedonistik atau prinsip mencari kesenangan
dan menghindari ketidakenakan sakit (lusrprincipe). Semua diarahkan pada
pemuasan yang sangat penuh gairah (lustfull). Pada usia lebih lanjut. individu
belajar untuk tidak segera menjalankan pemuasan, namun menundanya atau segera
mengabaikannya agar hidup selaras dengan prinsip realitas. Id berfungsi sebagai
sumber energi dari kepribadian. Id dikendalikan oleh tingkat bawah sadar, dan
berorientasi pada prinsip memenuhi kesenangan individu yang bersangkutan'
b. Hal "Ego" memiliki kesadaran dan mengamati, baik secara internal maupun
eksternal. Disini terlokasi akal dan alam pemikiran. Ego hendak menyesuaikan diri
dengan kenyataan, prinsip realitas Dalam banyak hal. ego perlu mengendalikan
tenaga-tenaga. Kepribadian tidak selalu dapat hidup ke arah keinginan-keinginan,
seperti yang dipresentasikan oleh kehidupan tenaga. Kaidah-kaidah hukum dan
larangan-larangan ditegakkan yang kadangkadang bertentangan dengan tenaga-
tenaga dari hal Id, Hal, elemen Ego tidak berfungsi berdasarkan prinsip hedonisme
(lLtstprincipei), namun berdasarkan prinsip realitas.
c. Hal “Super-ego” berdasarkan moralitas (conscience). Perwujudan keinginan yang
dilakukan berdasarkan ego, ditimbang oleh superego berdasarkan norrna-norma
atau aturan baik maupun buruknya.
C. Integrasi Sosial
Sunyoto Usman menyebutkan integrasi adalah suatu proses ketika kelompok-
kelompok sosial tertentu dalam masyarakat saling memelihara dan menjaga keseimbangan
untuk mewujudkan kedekatan hubungan sosial, ekonomi dan politik. Dalam konteks
tersebut integrasi bukanlah untuk menghilangkan diferensiasi, karena yang terpenting
adalah kesadaran untuk memelihara dan menjaga keseimbangan untuk menciptakan
hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan Menurut Usman, integrasi merupakan bentuk kontradiktif dari konflik,
namun meskipun demikian integrasi dan konflik bukanlah dua hal yang harus
dipertentangkan. Karena integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan konflik, bahkan
melalui konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan diciptakan kembali. Konsep yang
ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta melalui proses interaksi dan
komunikasi yang intensif. Kelompok-kelompok sosial yang berintegrasi membangun
sosial networks dalam suatu unit sosial yang relatif kohesif. Prasyarat integrasi yang
ditawarkan oleh Usman, pertama, kesepakatan sebagian besar anggotanya terhadap nilai-
nilai sosial tertentu yaitu bersifat fundamental. Kedua, saling ketergantungan di antara unit-
unit sosial yang terhimpun di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Memang
diakui bahwa akibat adanya perbedaan dalam pemilikan dan penguasaan sumber daya
ekonomi dapat melibatkan terjadinya stratifikasi sosial berdasarkan kelas kaya, menengah,
dan miskin.
D. Kelompok Sosial
1. Pengertian Kelomok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, Pengertian dari Kelompok sosial adalah himpunan atau
kesatuan kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan di antara mereka
secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L Hunt, Istilah kelompok sosial diartikan sebagai
kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotannya dan saling berinteraksi.
Sedangkan menurut George Homans, kelompok sosial adalah kumpulan individu yang
melakukan kegiatan, interaksi, dan memiliki perasaan untuk membentuk suatu keseluruhan yang
terorganisasi dan berhubungan timbal balik.
Kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok-kelompok yang terorganisasi
dengan baik sekali seperti negara, sampai pada kelompok-kelompok yang hampir-
hampir tak terorganisasi misalnya kerumunan. Dalam hal ini, kelompok sosial
keagamaan yang diteliti yaitu kelompok pengajian, termasuk ke dalam kelompok
sosial paguyuban (gemeinschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama
dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat
alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa
kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kelompok paguyuban dapat dilihat
dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, juga termasuk kelompok
pengajian.
E. Tindakan Sosial
Max Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia ketika
sejumlah individu memberikan suatu makna subyektif terhadap terhadap perilaku tersebut.
Dalam teori tindakannya, tindakan bermakna sosial sejauh, berdasarkan makna
subyektifnya yang diberikan oleh individu atau individu-individu, tindakan itu
mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorentasikan dalam
penampilannya.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, maka seseorang akan melakukan tindakan
sosial Max Weber bahkan menjadikan tindakan sosial sebagai objek kajian sosiologi. Tapi
yang dimaksud dengan tindakan sosial di sini adalah tindakan individu sepanjang
tindakannya itu memiliki makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada
tindakan orang lain.
Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok
(tipe) untuk menjelaskan makna tindakan dalam konteks motif para pelakunya, yaitu
tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan afektif, dan
tindakan tradisional.
1. Tindakan rasional instrumental. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekadar
menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari
tujuan itu sendiri. Tindakan yang didasarkan karena adanya instrumen, kepentingan,
atau tujuan tertentu. Contohnya kegiantan ekonomi dan politik.
2. Tindakan rasionalitas nilai. Tindakan yang dilakukan sebagai tujuan akhir itu sendiri.
Tindakan karena adanya doktrin tertentu atau komitmen. Dalam tindakan ini, aktor
tidak mampu menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling
tepat, ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Namun tindakan ini
rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang
diinginkan.
3. Tindakan afektf. Tindakan ini ditampilkan oleh aktor hanya untuk menunjukkan
emosi. Tindakan ini dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan
si aktor. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau tidak rasional.
4. Tindakan tradisional. Tindakan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan dalam
mengerjakan sesuatu di masa lalu atau tindakan yang diwariskan (given).
Tindakan sosial yang dilakukan kelompok pengajian termasuk dalam tindakan sosial
werkrational action atau rasionalitas nilai. Namun dalam kasus ini, anggota kelompok
pengajian yang diteliti tidak hanya memiliki motif tindakan rasionalitas nilai atau hanya
semata-mata mengharapkan pahala dari Allah. Meskipun sebagian anggota memilki motif
tersebut, namun ada beberapa tindakan lainnya yang dilakukan oleh para anggota
pengajian dalam mengikuti kegiatan dalam kelompok sosial keagmaan tersebut.
BAB III
METODE MINI RISET
D. Analisis Data
Analisis yang dipakai dalam Mini Riset ini adalah analisis deskriptif
(penggambaran), karena data yang dikumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif.
Dimana hasil tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara secara langsung
terhadap objek Mini Riset yang dilakukakan secara sistematis.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Pengajian
1. Kelompok Pengajian Mahasiswa
Kelompok pengajian yang kami teliti adalah salah satu kelompok pengajian
mahasiswa. Jika dilihat dari latar belakang anggota pengajian umumnya mereka
sejak kecil telah mendapat pengajaran islam yang kuat, jika dilihat secara latar
belakang akademik mereka berasal dari sekolah-sekolah islam sehingga mereka tidak
merasa canggung lagi dengan ajaran-ajaran islam yang didiskusikan dalam pengajian
tersebut. Ketika ditanya tentang motivasi mereka mengikuti kelompok pengajian,
mereka menjawab secara normatif misalnya karena menuntut ilmu agama,
mengharap ridha Allah, dan lain sebagainya. Tetapi jika ditelaah terlebih dalam lagi
ternyata hal tersebut tidak lepas dari riwayat pendidikan para anggota yang memang
telah diajarkan nila-nilai keagamaan sejak kecil.
Para anggota pengajian tersebut juga sangat plural dimana mereka berasal dari
suku-suku yang berbeda yang tentunya memiliki berbagai perbedaan kultur, bahasa,
kebiasaan, maupun karakter. Jumlah anggota pengajian tersebut umumnya berkisar
tujuh orang dengan satu murabbi atau guru, dalam pengajian mahasiswa ini terdapat
banyak kelompok yaitu 12 kelompok pengajian, yang masing-masing kelompok
memiliki pengajarnya masing-masing, pembatasan anggota bertujuan untuk lebih
memfokuskan kegiatan belajar mengajar. Pengajarnya atau ustadnya memiliki
kelompok pengajian juga, dimana pengajarnya satu tingkatan diatas mereka, jadi
model pengajian kelompok ini bertingkat.
Pengajian ini diwali dengan tahfidz atau hafalan ayat-ayat al-qur’an kemudian
dilangsungkan dengan ceramah singkat yang dibawakan oleh anggota pengajian.
Adapun pembagian kerja para anggota telah ditentukan terlebih dahulu misalnya
pembawa acara, ceramah singkat anggota dan lain sebagainya. Untuk tempat sendiri
pengajian ini tidak hanya dilakukan disatu tempat melainkan berpindah-pindah
sesuai dengan keadaan, kadangkala dilakukan di masjid-masjid ataupun kadangkala
dilakukan dikediaman anggota. Untuk pendanaan kegiatan mereka melakukan infak
atau iuran disetiap pertemuannya, uang tersebut digunakan sebagai alat untuk
memeperlancar agenda kelompok misalnya acara malam ibadah, olahraga, buka
bersama, ataupun sebagai cadangan untuk membantu anggota kelompok tersebut
jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Disetiap pertemuannya ustadz memberikan angket penilaian ibadah (lembar
mutaba’ah) yang dilakukan oleh anggota sebagai bahan evalalusi penerapan
keilmuan islam, misalnya berapa kali solat jamaah, sunah, puasa dan ibadah-ibadah
yang lainnya.
Posisi atau kedudukan ustadz dalam pengajian itu sebagai pengajar namun
terdapat interaksi yang sejajar antara mereka, artinya ustad tidak dikultuskan atau
diagung-agungkan seperti halnya islam tradisional. Karena latar belakang
pendidikanlah mereka cenderung bersikap rasional dalam memandang sesuatu, dari
hasil wawancara ustadz mengatakan bahwa “tidak ada pengkultusan terhadap guru
dalam kelompok ini, kami saling bertukar ilmu keagamaan karena pada dasarnya
masing-masing dari kami masih memiliki berbagai kekurangan sehingga kami saling
melengkapi”.
Dalam proses pengajian yang diobservasi menelaah suatu fakta yang cukup
menarik, yaitu meskipun kedudukan ustadz dianggap setara namun ada pola
ketimpangan komunikasi yang diwujudkan dalam doktrinansi. Para anggota tidak
mengkritisi secara mendalam apa yang diajarkan oleh ustadz, karena pemahaman
mereka yang bersifat normatif dan cenderung mudah dibentuk dan diarahkan oleh
ustadz. Ruang kosong inilah (doktrinasi) ini menjadi lebih efektif dan dengan mudah
diinternalisasi anggota. Sehingga jika ruang doktrinasi ini disalah gunakan untuk
menanamkan idiologi radikal maka akan dengan mudah diinternalisasi anggota
dikarnakan anggota cenderung menerima doktrin tersebut.
Diakhir pengajian meraka saling membahas permasalahan yang sedang
dihadapi, misalnya masalah-masalah dikampus ataupun diluar kampus. Melalui
pembicaraan itulah mereka memecahkan masalah-masalah yang ada pada setiap
anggotanya mereka saling membantu dalam member solusi pada masalah tersebut.
Selain kegiatan dalam forum pengajian, terdapat juga berbagai agenda diluar forum
pengajian tersebut misalnya, olahraga bersama, jalan-jalan (rihlah), bahkan kegiatan
seperti out bound dan pramuka.
2. Kelompok Pengajian Ibu- Ibu
Kelompok pengajian ibu-ibu yang diteliti adalah kelompok pengajian ibu-ibu.
Kelompok pengajian ini telah lama berjalan. Menurut penuturan salah satu ibu-ibu
yang telah diwawancarai, pengajian ini telah ada sejak sekitar empat tahun yang lalu.
Pengajian ini rutin, diadakan setiap hari, namun tidak di satu tempat. Waktu
pengajian biasanya diadakan pagi hari, kecuali hari jumat yang diadakan sore hari.
Pengajian ini tidak terlalu lama, hanya sekitar satu jam-an. Mulai dari jam empat
sampai jam lima sore. Hari kamis dan minggu diadakan di masjid Sapen.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian pertama, latar belakang yang
dimiliki oleh anggota kelompok pengajian ibu-ibu ini tidak jelas. Karena sebagian
besar anggota yang mengikuti pengajian tersebut mayoritas anggota pengajian terdiri
dari mbah-mbah yag sudah sepuh dan ibu-ibu paruh baya. Susunan kegiata di
pengajian ini dimulai dari membaca shalawat nariyah, lalu membaca tahlil, kemudian
doa. Semua bacaan-bacaan amalan itu dipimpin oleh seorang “hajjah” yang sangat
disegani karena dianggap mumpuni di antara mereka. Setelah membaca amalan-
amalan tersebut, kegiatan selanjutnya adalah pengumuman dari pemimpin acara
(semacam MC). Pengumuman yang disampaikan mengenai jumlah infaq yang
terkumpul, jumlah uang kas mereka. Juga pengumuman-pengumuman lain yang
berhubungan dengan kelompok pengajian mereka. Kegiatan mereka selanjutnya diisi
dengan tausyiah oleh seorang ustazah yang mengampu pengajian tersebut (sekaligus
tuan rumah tempat pengajian itu berlangsung). Isi tausyiah yang disampaikan
sebagaimana taisyiah-tausyiah pengajian pada umumnya. Berkisar surga, neraka, dan
ibadah kepada Allah. Si ustazah juga menyampaikan tentang cara bergaul dalam
masyarakat dengan baik, terkadang diselingi dengan membahas isu-isu politik atau
berita terhangat yang terjadi di negeri ini.
Bahasa yang digunakan selama pengajian berlangsung baik itu pengumuman,
dan tausyiah-tausyiah yang disampaikan semuanya. Selama pengajian berlangsung,
mereka mendengarkan tausyiah dengan seksama, dan terlihat sangat patuh pada si
pemberi tausyiah. Di tengah-tengah acara, diedarkan kaleng infaq. Selain infaq
mereka juga mengeluarkan uang kas. Uang kas tersebut nantinya bisa dipinjam oleh
anggota pengajian bila membutuhkan uang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, anggota pengajian yang
mayoritas orang tua memiliki beragam alasan atau motivasi mengikuti pengajian
diantaranya alsan “standar”, maksudnya alasan kebanyakan orang melakukan
kegiatan keagamaan seperti ikut pengajian, yaitu mencari pahala dan ridho Allah
(tindakan rasionalitas nilai). Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para anggota
adalah untuk bersosialisasi dan mengeratkan rasa kebersamaan antar warga..
Menurut mereka dengan adanya pengajian seperti ini sangat membantu mereka
dalam berbagai hal. Terutama dalam hal sosial kemasyarakatan, dan tidak dipungkiri
sedikit membantu mereka dalam perekenomian, misalnya saja mereka bisa
meminjam uang kas pengajian jika sedang membutuhkan uang.
Kelompok pengajian ini juga membentuk integrasi yang kuat diantara mereka
sesama warga. Hal ini juga didukung dengan tausyiah-tausyiah yang diselipi
pembahasan mengenai masalah atau sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar
mereka, meskipun hal-hal kecil sekalipun. Misalnya saja mengenai selokan yang
tersumbat, atau tentang si ibu ini yang sedang menghadapi musibah dan sebagai
sesama muslim harus saling membantu. Atau mengenai cara bergaul dengan
tentangga yang baik. Dalam pegajian tersebut, para anggota bisa saling berinteraksi
satu sama lain, dan selama interaksi berlangsung, maka perlahan akan terbentuk
integrasi yang kuat diantara mereka. Karena rasa “sejalan” satu sama lain. Semakin
mereka sering bertemu dalam suatu pertemuan, maka rasa kesatuan yang berbasis
kekeluargaan akan semakin kuat, dan menciptakan rasa solidaritas yang kuat antar
anggota dalam kelompok tersbut. Intensitas pertemuan yang setiap hari dari pegajian
ini akan mendorong semakin kuatnya solidaritas dan penyatuan intern dalam
kleompok. Selama observasi, anggota pengajian sangat mendengarkan apa yang
dikatakan oleh si ustazah yang memberikan ceramah. Dengan kata lain, ustazah yang
memberikan tausyiah dalam pengajian tersebut dapat dikatakan sebagai ketua
kelompok yang mampu memegaruhi para anggotanya, bahkan bisa dikatakan dia
mempunyai kendali atas anggota-anggota kelompok pengajian tersebut, yang kata-
katanya akan didengar dan dipatuhi oleh anggotanya. Kelompok pengajian tersebut
membentuk karakter anggotanya melalui tausyiah-tausyiah. Pada intinya anggota
kelompok pengajian tersebut mengaplikasikan apa yang didapat dari pengajian
tersebut. Jika suatu kelompok memiliki seorang ketua yang dipatuhi atau disegani,
maka kelompok tersebut akan mudah diorganisir. Dalam Mini Riset kami mengenai
kelompok pengajian ini, teori mengenai kelompok dan ketua kelompok tersebut
sesuai. Ustadzah yang meberikan tausyiah bisa mengorganisir anggota pengajian
dalam artian mereka benar-benar mengaplikasikan apa yang mereka dapat di
pengajian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak semua yang mereka
dapat realisasikan. Sedangkan mengenai integrasi mereka, seperti yang telah dibahas
di atas, integrasi di antara anggota kelompok pengajian tersebut bisa terjadi karena
adanya pemikiran yang sama, idealisme dan “jalan” yang sama.
B. Motivasi Anggota Pengajian Mengikuti Kelompok Sosial Keagamaan (Pengajian)
1. Motivasi Mahasiswa
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, Pada kelompok pengajian
mahasiswa, sebagian besar anggotanya memiliki motivasi atau alasan normatif dalm
mengikuti pengajian tersebut, alasan untuk mendapatkan ilmu dan memperdalam
ilmu agama. Namun hal itu tidak lepas dari sosialisai keagamaan yang telah terlebih
dulu ditanamkan sejak kecil sehingga mereka lebih mudah dalam melakukan adaptasi
terhadap kelompok.
2. Motivasi Ibu-Ibu
Terdapat beragam motivasi di antara anggota pengajian yang mengikuti
pengajian tersebut. Beragamnya motivasi yang ada disebabkan karena perbedaan
kepentingan yang ada di antara anggota kelompok tersebut. Perbedan kepentingan itu
juga dipengaruhi oleh perbedan anggapan terhadap fungsi pengajian. Ada saja ibu-
ibu yang ikut pengajian hanya karena ibu-ibu di sekitarnya mengikuti pengajian
tersebut (ikut-ikutan), juga alasan ekonomi, alasan sosial, dan alasan-alasan lainnya.
Alasan-alasan ini adalah implikasi dari fungsi laten pengajian tersebut, misalnya saja,
pengajian selain sebagai sarana mendapatkan ilmu agama, juga menjadi sarana
sosialisasi antar anggota.
Namun alasan mayoritas tetap saja ingin mencari ridha Allah. Jika melihat
alasan ini, dapat dikatakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial
keagamaan tersebut adalah tindakan rasionalitas nilai. Jika melihat kegiatan yang ada
dalam pengajian kelompok ibu-ibu tersebut, ada banyak kegiatan misalnya
mengumpulkan uang kas, yang mana nantinya uang kas tersebut dapat dipinjam oleh
anggota pengajian yag sedang membutuhkan uang. Hal ini bisa saja menjadi alasan
anggota pengajian tersbut mengikuti pengajian itu, sudah menjadi alasan ekonomi.
Ini terkait dengan para anggota ekonomi memandang apa sebenarnya fungsi
pengajian tersebut. Jadi pada initinya motivasi yang dikemukakan oleh ibu-ibu
anggota pengajian tersebut beragam, namun tetap mayoritas mengikuti pengajian
tersebut dengan alasan normatif (mencari pahala dan ridha Allah).
A. Simpulan
Bedasarkan hasil Mini Riset dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa, kelompok sosial keagamaan seperti pengajian memiliki
peran yang besar daam pembentukan ingtrasi antar anggota kelompok, juga memiliki peran
yang besar dalam pembentukan krakter anggota kelompok. Namun di samping fungsi
manifestasi yang terdapat pada kelompok pengajian ini, terdapat juga fungsi laten, yaitu
sebagai wadah sosialisasi dan interaksi antar anggota, dan fungsi-fungsi lainnya termasuk
fungsi ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka 1994.
Machendrawati Nanih, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi Sampai
Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001.
Ansori Hafi, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah , Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Maropen Simbolon, Persepsi dan Kepribadian. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Maret
2008.
Retnowati, Agama, Konflik dan Integrasi Sosial. Jurnal Analisa. Vol. 21, No. 01, Desember 2014.
Belva Hendry Lukaman, Hubungan Antara Dukungan Kelompok Sosial Dengan Perilaku Pemilih
Pada Pemilihan Kepala Daerah Sukoharjo Tahun 2015. Jurnal Sosiologi Dilema. Vol. 32, No.
01, 2017.
Yunas Kristiyanto, Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk : (Studi
Deskriptif Mengenai Tindakan Soaial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk di Desa
Bareng, kabupaten Jombang, Jawa Timur). Jurnal Sosial dan Politik
Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka 1994), h. 431
Nanih Machendrawati, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi Sampai
Tradisi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001), h. 152
Hafi Ansori, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 103-108
Maropen Simbolon, “Persepsi dan Kepribadian”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Maret
2008, 62-65.
Retnowati, ”Agama, Konflik dan Integrasi Sosial”. Jurnal Analisa. Vol. 21, No. 01, Desember
2014, 193-194.
Belva Hendry Lukaman, “Hubungan Antara Dukungan Kelompok Sosial Dengan Perilaku Pemilih
Pada Pemilihan Kepala Daerah Sukoharjo Tahun 2015”. Jurnal Sosiologi Dilema. Vol. 32, No. 01, 2017, 3-4.
Yunas Kristiyanto, “Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk : (Studi
Deskriptif Mengenai Tindakan Soaial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk di Desa Bareng, kabupaten
Jombang, Jawa Timur)”. Jurnal Sosial dan Politik.