Anda di halaman 1dari 17

RISET AGAMA ISLAM

PENGARUH PENGAJIAN TERHADAP DALAM BENTUK KARAKTER

Oleh :
Rifa’tul Khoer NIM : 21200011115
Hidayati Nur NIM : 21200011114
Ria Khoiriyyah NIM : 21200011089

FAKULTAS PENDIDIKAN ISLAM


UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mini Riset
Di era modern ini kelompok keagamaan bukan hanya sekedar membahas masalah
keagaman, tetapi juga membahas ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Hal itu dibuktikan
dengan sejarah Indonesia yang digerakkan atas nama kelompok agama yang merupakan
bentukan dari diskusi-diskusi ataupun pengajian keagamaan yang diselenggarakan oleh
kelompok tersebut.
Pengajian menempati posisi sentral dalam berjalannya suatu kelompok sosial, karena
pengajian merupakan salah satu proses pentransferan amupun sosialisasi nilai atau norma-
norma kelompok terhadap para anggota baru, agar nantinya dapat diinternalisasikan dan
diimplementasikan oleh anggota baru tersebut yang nantinya dijadikan standar pedoman
dan perilaku. Pengajian dapat meningkatkan solidaritas maupun jiwa kepedulian anggota
karena berbagai persamaan baik itu ideologi, cita-cita, maupun musuh bersama.
Namun dewasa ini fungsi pengajian tidak hanya sebatas itu, tetapi terdapat juga fungsi
laten lainnya, seperti fungsi ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Pengajian tidak lagi
mutlak sebagai tempat penyaluran atau bentuk tindakan rasionalitas nilai dari anggotanya.
Hal inilah yang nantinya akan dibahas dalam Mini Riset ini, yaitu bagaimana proses
berlangsungnya kajian keagamaan dan pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian
dan integrasi sosial, dan juga fungsi laten dari pengajian tersebut

B. Rumusan Masalah Mini Riset


1. Bagaimanakah proses berlangsungnya penanaman nilai-nilai islam dalam kelompok
keagamaan?
2. Bagaimanakah interaksi yang terjadi didalam kelompok sosial keagamaan tersebut?
3. Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap integrasi dan apakah faktor-faktor
pemersatu itu?
4. Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap pembentukan karakter anggota?
5. Apa motivasi anggota pengajian bergabung dengan kelompok sosial keagamaan
tersebut?

C. Tujuan Mini Riset


1. Untuk mengetahui bagaimana proses penanaman nilai-nilai Islam dalam kelompok.
2. Untuk mengetahui bagaimana interaksi yang terjadi didalam kelompok sosial
keagamaan tersebut.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengajian tersebut terhadap integrasi dan
apakah faktor-faktor pemersatu tersebut.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengajian tersebut terhadap pembentukan
karakter.
5. Untuk mengetahui bagaimana motivasi anggota pengajian bergabung dengan
kelompok sosial keagamaan tersebut.
D. Manfaat Mini Riset
1. Mini Riset ini secara teoritis dapat digunakan sebagai bahan pembelajan mahasiswa
untuk lebih mengetahui bagaimana kelompok keagaman menjalankan aktivitasnya,
baik proses interaksi, sosialisasi, maupun integrasinya dilihat dari berbagai perspektif
teori.
2. Mini Riset ini juga dapat digunakan sebagai pengayaan sosiologi islam yang nantinya
digunakan sebagai pembangunan konsep sosiologi islam.
3. Secara praktisi dapat digunakan sebagai pengembangan dan pembangunan pengajian-
pengajian islam dalam rangka meningkatkan kualitas umat islam secara umum.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengajian
1. Pengertian Pengajian
Pengajian berasal dari kata “kaji” yang artinya meneliti atau mempelajari tentang
ilmu-lmu agama Islam. Pengajian merupakan pengajaran agama Islam yang menanam
norma-norma agama melalui media tertentu, sehingga terwujud suatu kehidupan yang
bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat dalam ridho Allah SWT.
Dengan demikian maka pengajian merupakan bagian dari dakwah Islamiyah yang
menyeru kepada ma’ruh dan mencegah yang mungkar. Sehingga kedua sifat ini
merupakan satu-satunya yang tidak dapat dipisahkan.
2. Tujuan Pengajian
Pengajian merupakan salah satu unsur pokok dalam syiar dan pengembangan
agama Islam. Pengajian ini juga sering disebut dengan dakwah Islamiyah, karena salah
satu upaya dalam dakwah Islamiyah adalah lewat pengajian. Dakwah Islamiyah
diusahakan untuk terwujudnya ajaran agama dalam semua segi kehidupan.
H.A Solaiman menjelaskan bahwa tujuan pengajian terbagi menjadi 2 (dua)
tujuan utama, yakni: tujuan kurikuler dan tujaun final. Tujuan kurikuler mengandung
konsep teoritis umtuk mencapai target sasaran dakwah secara bertahap sampai batas
final. Tujuan ini mengandung 2 (dua) sub tujuan yaitu:
a. Menghidupkan fitrah hati manusia dari kemungkinan kelumpuhan dan
kematiannya akibat polusi mental yang merayapi dan merusak dirinya, sehingga fitrah
dan hati itu kembali memiliki daya tanggap yang benar dalam membedakan mana
yang hak dan yang bathil, ma’ruf dan mungkar memiliki kembali daya tindak untuk
hanya berbuat diatas yang hak, ma’ruf dan manfaat serta mempunyai daya
kesanggupan untuk meninggalkan segala perbuatan yang bathil dan mungkar.
b. Amal ma’ruf nahi mungkar
1) Mengembangkan manusia yang sudah berada pada posisi ma’ruf supaya lebih
meningkat nilai-nilai ma’rufnya dan menjaga serta melindunginya jangan
sampai tergeser pada posisi yang mungkar.
2) Membawa lingkup hidup manusia yang berada pada posisi mungkar pada
posisi mungkar yang ma’ruf.
3) Meyakinkan mereka yang ragu-ragu betapa yang ma’ruf itu dengan segala
pengaruhnya yang konstruktif dan yang mungkar itu dengan segala
pengaruhnya destruktif kemudian membawanya secermat mungkin kepada
lingkup yang ma’ruf dan mengamankannya dari gangguan mungkar.

B. Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn kepribadian ialah, merepresentasikan
keseluruhan profil atau kombinasi karakteristik serta menangkap keunikan secara alami
seseorang. sebagai reaksi dari interaksi dengan orang lain. Pengertian ini berkaitan
dengan penampilan fisik, kombinasi dari sifat manusia dan sifat natural atua alami yang
berada pada masing-masing individu untuk berinteraksi dengan yang lain. Hal senada
diutarakan oleh Kinichi and Kreitner bahwa kepribadian didefinisikan sebagai
kombinasi antara fisik dan karakteristik mental secara seimbang yang menjadikan
identitas bagi individu.. Selanjutny'a menurut Mc Shane and Von Glinow bahwa
kepribadian mengacu pada pola perilaku teladan, relatif seimbang dankonsisten dengan
keadaan internal yang menjelaskan kecenderungan tingkah laku seseorang. Intinya
pengertian dari personality kepribadian berkaitan dengan perilaku seseorang sebagai
individu untuk berinteraksi dengan lingkungan (ekternal maupun internal).

2. Dimensi kepribadian
Kepribadian (personality) juga berpengaruh terhadap tingkah Iaku seseorang.
Kepribadian adalah kumpulan dari sejumlah karakteristik, sikap, dan nilai-nilai yang
dianut seseorang yang membedakannya dari orang lain.
Silverman, mengemukakan terbentuknya kepribadian seseorang dipengaruhi oleh
sejumlah faktor. Sedangkan Gibson mengemukakan bahwa kepribadian dipengaruhi
oleh faktor-faktor:
1) Bawaan
2) Keluarga
3) Kebudayaan, dan
4) Kelas sosial serta keanegotaannya dengan kelompok yang Iain
Sedangkan menurut Schermerhorn, Hunt, dan Osbom menerangakan bahwa
kepribadian dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu pertama Heredity (keturunan/bawaan) yang
berkaitan dengan sosok fisik dan jenis kelamin, kedua Environment (lingkungan)
berkaitan dengan faktor budaya (berkaitan dengan norma-norma yang ada dalam
kehidupan keluarga, agama, dan kelompok maupun organisasi formal dan non formal),
faktor sosial, dan faktor siruasi (menekankan pada aspek yang berbeda pada pribadi
seseorang)
3. Struktur Kepribadian Manusia
Menurur Mar'at dan Kartono mengutip pendapat Freud membedakan
kepnbadian manusia menjadi beberapa gambaran :
a. Hal "Id" adalah hal ketidaksadaran. Freud beranjak bahwa manusia itu merupakan
suatu mahkluk bertenaga. Jadi keseluruhan perilakunya ditentukan oleh tenaga-
tenaganya yang menguasai ketidaksadaran ini adalah kekuatan-kekuatan kehidupan,
insting-insting, dan hal-hal ,yang sangat disukai di dalam Id. Jadi di dalam
ketidaksadaran, berkuasalah prinsip hedonistik atau prinsip mencari kesenangan
dan menghindari ketidakenakan sakit (lusrprincipe). Semua diarahkan pada
pemuasan yang sangat penuh gairah (lustfull). Pada usia lebih lanjut. individu
belajar untuk tidak segera menjalankan pemuasan, namun menundanya atau segera
mengabaikannya agar hidup selaras dengan prinsip realitas. Id berfungsi sebagai
sumber energi dari kepribadian. Id dikendalikan oleh tingkat bawah sadar, dan
berorientasi pada prinsip memenuhi kesenangan individu yang bersangkutan'
b. Hal "Ego" memiliki kesadaran dan mengamati, baik secara internal maupun
eksternal. Disini terlokasi akal dan alam pemikiran. Ego hendak menyesuaikan diri
dengan kenyataan, prinsip realitas Dalam banyak hal. ego perlu mengendalikan
tenaga-tenaga. Kepribadian tidak selalu dapat hidup ke arah keinginan-keinginan,
seperti yang dipresentasikan oleh kehidupan tenaga. Kaidah-kaidah hukum dan
larangan-larangan ditegakkan yang kadangkadang bertentangan dengan tenaga-
tenaga dari hal Id, Hal, elemen Ego tidak berfungsi berdasarkan prinsip hedonisme
(lLtstprincipei), namun berdasarkan prinsip realitas.
c. Hal “Super-ego” berdasarkan moralitas (conscience). Perwujudan keinginan yang
dilakukan berdasarkan ego, ditimbang oleh superego berdasarkan norrna-norma
atau aturan baik maupun buruknya.

C. Integrasi Sosial
Sunyoto Usman menyebutkan integrasi adalah suatu proses ketika kelompok-
kelompok sosial tertentu dalam masyarakat saling memelihara dan menjaga keseimbangan
untuk mewujudkan kedekatan hubungan sosial, ekonomi dan politik. Dalam konteks
tersebut integrasi bukanlah untuk menghilangkan diferensiasi, karena yang terpenting
adalah kesadaran untuk memelihara dan menjaga keseimbangan untuk menciptakan
hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan Menurut Usman, integrasi merupakan bentuk kontradiktif dari konflik,
namun meskipun demikian integrasi dan konflik bukanlah dua hal yang harus
dipertentangkan. Karena integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan konflik, bahkan
melalui konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan diciptakan kembali. Konsep yang
ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta melalui proses interaksi dan
komunikasi yang intensif. Kelompok-kelompok sosial yang berintegrasi membangun
sosial networks dalam suatu unit sosial yang relatif kohesif. Prasyarat integrasi yang
ditawarkan oleh Usman, pertama, kesepakatan sebagian besar anggotanya terhadap nilai-
nilai sosial tertentu yaitu bersifat fundamental. Kedua, saling ketergantungan di antara unit-
unit sosial yang terhimpun di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Memang
diakui bahwa akibat adanya perbedaan dalam pemilikan dan penguasaan sumber daya
ekonomi dapat melibatkan terjadinya stratifikasi sosial berdasarkan kelas kaya, menengah,
dan miskin.

D. Kelompok Sosial
1. Pengertian Kelomok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, Pengertian dari Kelompok sosial adalah himpunan atau
kesatuan kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan di antara mereka
secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L Hunt, Istilah kelompok sosial diartikan sebagai
kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotannya dan saling berinteraksi.
Sedangkan menurut George Homans, kelompok sosial adalah kumpulan individu yang
melakukan kegiatan, interaksi, dan memiliki perasaan untuk membentuk suatu keseluruhan yang
terorganisasi dan berhubungan timbal balik.
Kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok-kelompok yang terorganisasi
dengan baik sekali seperti negara, sampai pada kelompok-kelompok yang hampir-
hampir tak terorganisasi misalnya kerumunan. Dalam hal ini, kelompok sosial
keagamaan yang diteliti yaitu kelompok pengajian, termasuk ke dalam kelompok
sosial paguyuban (gemeinschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama
dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat
alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa
kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kelompok paguyuban dapat dilihat
dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, juga termasuk kelompok
pengajian.
E. Tindakan Sosial
Max Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia ketika
sejumlah individu memberikan suatu makna subyektif terhadap terhadap perilaku tersebut.
Dalam teori tindakannya, tindakan bermakna sosial sejauh, berdasarkan makna
subyektifnya yang diberikan oleh individu atau individu-individu, tindakan itu
mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorentasikan dalam
penampilannya.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, maka seseorang akan melakukan tindakan
sosial Max Weber bahkan menjadikan tindakan sosial sebagai objek kajian sosiologi. Tapi
yang dimaksud dengan tindakan sosial di sini adalah tindakan individu sepanjang
tindakannya itu memiliki makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada
tindakan orang lain.
Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok
(tipe) untuk menjelaskan makna tindakan dalam konteks motif para pelakunya, yaitu
tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan afektif, dan
tindakan tradisional.
1. Tindakan rasional instrumental. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekadar
menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari
tujuan itu sendiri. Tindakan yang didasarkan karena adanya instrumen, kepentingan,
atau tujuan tertentu. Contohnya kegiantan ekonomi dan politik.
2. Tindakan rasionalitas nilai. Tindakan yang dilakukan sebagai tujuan akhir itu sendiri.
Tindakan karena adanya doktrin tertentu atau komitmen. Dalam tindakan ini, aktor
tidak mampu menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling
tepat, ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Namun tindakan ini
rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang
diinginkan.
3. Tindakan afektf. Tindakan ini ditampilkan oleh aktor hanya untuk menunjukkan
emosi. Tindakan ini dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan
si aktor. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau tidak rasional.
4. Tindakan tradisional. Tindakan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan dalam
mengerjakan sesuatu di masa lalu atau tindakan yang diwariskan (given).

Tindakan sosial yang dilakukan kelompok pengajian termasuk dalam tindakan sosial
werkrational action atau rasionalitas nilai. Namun dalam kasus ini, anggota kelompok
pengajian yang diteliti tidak hanya memiliki motif tindakan rasionalitas nilai atau hanya
semata-mata mengharapkan pahala dari Allah. Meskipun sebagian anggota memilki motif
tersebut, namun ada beberapa tindakan lainnya yang dilakukan oleh para anggota
pengajian dalam mengikuti kegiatan dalam kelompok sosial keagmaan tersebut.
BAB III
METODE MINI RISET

A. Pendekatan Mini Riset


Pada Mini Riset ini kami menggunakan pendekatan kualitatif. Yaitu pendekatan yang
berusaha menangkap kenyataan sosial secara keseluruhan, utuh, dan tuntas sebagai suatu
kesatuan kenyataan. Menurut pendekatan ini, objek Mini Riset dilihat sebagai kenyataan
hidup yang dinamis. Sehingga dengan Mini Riset ini data yang diperoleh tidak berupa
angka-angka, tetapi lebih banyak deskripsi, ungkapan, atau makna-makna tertentu yang
ingin disampaikan. Adapun penambahan sedikit tabel digunakan sebagai pelengkap data
deskriptif.
B. Penentuan Populasi Sampel
Subjek dalam Mini Riset kami adalah kelompok sosial keagamaan pengajian Amal
Bakti yang diambil dari dari dua kelompok keagamaan pengajian yang berbeda yang
pertama adalah kelompok pengajian usia lanjut yang berumur 40 tahun keatas dan
kelompok pengajian mahasiswa. Dari sini nanti akan kami komparasikan diantara
keduanya sehingga menghasilkan sintesis yang lebih akurat dalam mengkaji kelompok
keagamaan tersebut.

C. Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam Mini Riset ini adalah data primer. Yaitu data yang
didapat langsung dari lapangan. Dalam Mini Riset ini data primer didapat dengan cara
observasi dan wawancara (interview).
1. Metode Interview
Interview adalah wawancara atau dialog yang dilakukan oleh peneliti dan
subjek Mini Riset yang bersifat dua arah, adapun pertanyaan telah terlebih dahulu
disistematisasi sesuai dengan tema Mini Riset, pertanyaan secara fleksibel dapat
berubah sesuai dengan arah pembicaraan agar tidak menimbulkan kecanggungan
subjek kajian.
2. Metode observasi
Observasi adalah teknik Mini Riset dengan melakukan pengamatan subjek
kajian secara langsung turun kelapangan, untuk mengkaji subjek kajian dengan
menelaah perilaku dan interaksi subjek kajian secara spontan dan alamiah. Teknik ini
menggunakan pemahaman secara mendalam terhadap subjek kajian.

D. Analisis Data
Analisis yang dipakai dalam Mini Riset ini adalah analisis deskriptif
(penggambaran), karena data yang dikumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif.
Dimana hasil tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara secara langsung
terhadap objek Mini Riset yang dilakukakan secara sistematis.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Pengajian
1. Kelompok Pengajian Mahasiswa
Kelompok pengajian yang kami teliti adalah salah satu kelompok pengajian
mahasiswa. Jika dilihat dari latar belakang anggota pengajian umumnya mereka
sejak kecil telah mendapat pengajaran islam yang kuat, jika dilihat secara latar
belakang akademik mereka berasal dari sekolah-sekolah islam sehingga mereka tidak
merasa canggung lagi dengan ajaran-ajaran islam yang didiskusikan dalam pengajian
tersebut. Ketika ditanya tentang motivasi mereka mengikuti kelompok pengajian,
mereka menjawab secara normatif misalnya karena menuntut ilmu agama,
mengharap ridha Allah, dan lain sebagainya. Tetapi jika ditelaah terlebih dalam lagi
ternyata hal tersebut tidak lepas dari riwayat pendidikan para anggota yang memang
telah diajarkan nila-nilai keagamaan sejak kecil.
Para anggota pengajian tersebut juga sangat plural dimana mereka berasal dari
suku-suku yang berbeda yang tentunya memiliki berbagai perbedaan kultur, bahasa,
kebiasaan, maupun karakter. Jumlah anggota pengajian tersebut umumnya berkisar
tujuh orang dengan satu murabbi atau guru, dalam pengajian mahasiswa ini terdapat
banyak kelompok yaitu 12 kelompok pengajian, yang masing-masing kelompok
memiliki pengajarnya masing-masing, pembatasan anggota bertujuan untuk lebih
memfokuskan kegiatan belajar mengajar. Pengajarnya atau ustadnya memiliki
kelompok pengajian juga, dimana pengajarnya satu tingkatan diatas mereka, jadi
model pengajian kelompok ini bertingkat.
Pengajian ini diwali dengan tahfidz atau hafalan ayat-ayat al-qur’an kemudian
dilangsungkan dengan ceramah singkat yang dibawakan oleh anggota pengajian.
Adapun pembagian kerja para anggota telah ditentukan terlebih dahulu misalnya
pembawa acara, ceramah singkat anggota dan lain sebagainya. Untuk tempat sendiri
pengajian ini tidak hanya dilakukan disatu tempat melainkan berpindah-pindah
sesuai dengan keadaan, kadangkala dilakukan di masjid-masjid ataupun kadangkala
dilakukan dikediaman anggota. Untuk pendanaan kegiatan mereka melakukan infak
atau iuran disetiap pertemuannya, uang tersebut digunakan sebagai alat untuk
memeperlancar agenda kelompok misalnya acara malam ibadah, olahraga, buka
bersama, ataupun sebagai cadangan untuk membantu anggota kelompok tersebut
jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Disetiap pertemuannya ustadz memberikan angket penilaian ibadah (lembar
mutaba’ah) yang dilakukan oleh anggota sebagai bahan evalalusi penerapan
keilmuan islam, misalnya berapa kali solat jamaah, sunah, puasa dan ibadah-ibadah
yang lainnya.
Posisi atau kedudukan ustadz dalam pengajian itu sebagai pengajar namun
terdapat interaksi yang sejajar antara mereka, artinya ustad tidak dikultuskan atau
diagung-agungkan seperti halnya islam tradisional. Karena latar belakang
pendidikanlah mereka cenderung bersikap rasional dalam memandang sesuatu, dari
hasil wawancara ustadz mengatakan bahwa “tidak ada pengkultusan terhadap guru
dalam kelompok ini, kami saling bertukar ilmu keagamaan karena pada dasarnya
masing-masing dari kami masih memiliki berbagai kekurangan sehingga kami saling
melengkapi”.
Dalam proses pengajian yang diobservasi menelaah suatu fakta yang cukup
menarik, yaitu meskipun kedudukan ustadz dianggap setara namun ada pola
ketimpangan komunikasi yang diwujudkan dalam doktrinansi. Para anggota tidak
mengkritisi secara mendalam apa yang diajarkan oleh ustadz, karena pemahaman
mereka yang bersifat normatif dan cenderung mudah dibentuk dan diarahkan oleh
ustadz. Ruang kosong inilah (doktrinasi) ini menjadi lebih efektif dan dengan mudah
diinternalisasi anggota. Sehingga jika ruang doktrinasi ini disalah gunakan untuk
menanamkan idiologi radikal maka akan dengan mudah diinternalisasi anggota
dikarnakan anggota cenderung menerima doktrin tersebut.
Diakhir pengajian meraka saling membahas permasalahan yang sedang
dihadapi, misalnya masalah-masalah dikampus ataupun diluar kampus. Melalui
pembicaraan itulah mereka memecahkan masalah-masalah yang ada pada setiap
anggotanya mereka saling membantu dalam member solusi pada masalah tersebut.
Selain kegiatan dalam forum pengajian, terdapat juga berbagai agenda diluar forum
pengajian tersebut misalnya, olahraga bersama, jalan-jalan (rihlah), bahkan kegiatan
seperti out bound dan pramuka.
2. Kelompok Pengajian Ibu- Ibu
Kelompok pengajian ibu-ibu yang diteliti adalah kelompok pengajian ibu-ibu.
Kelompok pengajian ini telah lama berjalan. Menurut penuturan salah satu ibu-ibu
yang telah diwawancarai, pengajian ini telah ada sejak sekitar empat tahun yang lalu.
Pengajian ini rutin, diadakan setiap hari, namun tidak di satu tempat. Waktu
pengajian biasanya diadakan pagi hari, kecuali hari jumat yang diadakan sore hari.
Pengajian ini tidak terlalu lama, hanya sekitar satu jam-an. Mulai dari jam empat
sampai jam lima sore. Hari kamis dan minggu diadakan di masjid Sapen.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian pertama, latar belakang yang
dimiliki oleh anggota kelompok pengajian ibu-ibu ini tidak jelas. Karena sebagian
besar anggota yang mengikuti pengajian tersebut mayoritas anggota pengajian terdiri
dari mbah-mbah yag sudah sepuh dan ibu-ibu paruh baya. Susunan kegiata di
pengajian ini dimulai dari membaca shalawat nariyah, lalu membaca tahlil, kemudian
doa. Semua bacaan-bacaan amalan itu dipimpin oleh seorang “hajjah” yang sangat
disegani karena dianggap mumpuni di antara mereka. Setelah membaca amalan-
amalan tersebut, kegiatan selanjutnya adalah pengumuman dari pemimpin acara
(semacam MC). Pengumuman yang disampaikan mengenai jumlah infaq yang
terkumpul, jumlah uang kas mereka. Juga pengumuman-pengumuman lain yang
berhubungan dengan kelompok pengajian mereka. Kegiatan mereka selanjutnya diisi
dengan tausyiah oleh seorang ustazah yang mengampu pengajian tersebut (sekaligus
tuan rumah tempat pengajian itu berlangsung). Isi tausyiah yang disampaikan
sebagaimana taisyiah-tausyiah pengajian pada umumnya. Berkisar surga, neraka, dan
ibadah kepada Allah. Si ustazah juga menyampaikan tentang cara bergaul dalam
masyarakat dengan baik, terkadang diselingi dengan membahas isu-isu politik atau
berita terhangat yang terjadi di negeri ini.
Bahasa yang digunakan selama pengajian berlangsung baik itu pengumuman,
dan tausyiah-tausyiah yang disampaikan semuanya. Selama pengajian berlangsung,
mereka mendengarkan tausyiah dengan seksama, dan terlihat sangat patuh pada si
pemberi tausyiah. Di tengah-tengah acara, diedarkan kaleng infaq. Selain infaq
mereka juga mengeluarkan uang kas. Uang kas tersebut nantinya bisa dipinjam oleh
anggota pengajian bila membutuhkan uang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, anggota pengajian yang
mayoritas orang tua memiliki beragam alasan atau motivasi mengikuti pengajian
diantaranya alsan “standar”, maksudnya alasan kebanyakan orang melakukan
kegiatan keagamaan seperti ikut pengajian, yaitu mencari pahala dan ridho Allah
(tindakan rasionalitas nilai). Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para anggota
adalah untuk bersosialisasi dan mengeratkan rasa kebersamaan antar warga..
Menurut mereka dengan adanya pengajian seperti ini sangat membantu mereka
dalam berbagai hal. Terutama dalam hal sosial kemasyarakatan, dan tidak dipungkiri
sedikit membantu mereka dalam perekenomian, misalnya saja mereka bisa
meminjam uang kas pengajian jika sedang membutuhkan uang.
Kelompok pengajian ini juga membentuk integrasi yang kuat diantara mereka
sesama warga. Hal ini juga didukung dengan tausyiah-tausyiah yang diselipi
pembahasan mengenai masalah atau sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar
mereka, meskipun hal-hal kecil sekalipun. Misalnya saja mengenai selokan yang
tersumbat, atau tentang si ibu ini yang sedang menghadapi musibah dan sebagai
sesama muslim harus saling membantu. Atau mengenai cara bergaul dengan
tentangga yang baik. Dalam pegajian tersebut, para anggota bisa saling berinteraksi
satu sama lain, dan selama interaksi berlangsung, maka perlahan akan terbentuk
integrasi yang kuat diantara mereka. Karena rasa “sejalan” satu sama lain. Semakin
mereka sering bertemu dalam suatu pertemuan, maka rasa kesatuan yang berbasis
kekeluargaan akan semakin kuat, dan menciptakan rasa solidaritas yang kuat antar
anggota dalam kelompok tersbut. Intensitas pertemuan yang setiap hari dari pegajian
ini akan mendorong semakin kuatnya solidaritas dan penyatuan intern dalam
kleompok. Selama observasi, anggota pengajian sangat mendengarkan apa yang
dikatakan oleh si ustazah yang memberikan ceramah. Dengan kata lain, ustazah yang
memberikan tausyiah dalam pengajian tersebut dapat dikatakan sebagai ketua
kelompok yang mampu memegaruhi para anggotanya, bahkan bisa dikatakan dia
mempunyai kendali atas anggota-anggota kelompok pengajian tersebut, yang kata-
katanya akan didengar dan dipatuhi oleh anggotanya. Kelompok pengajian tersebut
membentuk karakter anggotanya melalui tausyiah-tausyiah. Pada intinya anggota
kelompok pengajian tersebut mengaplikasikan apa yang didapat dari pengajian
tersebut. Jika suatu kelompok memiliki seorang ketua yang dipatuhi atau disegani,
maka kelompok tersebut akan mudah diorganisir. Dalam Mini Riset kami mengenai
kelompok pengajian ini, teori mengenai kelompok dan ketua kelompok tersebut
sesuai. Ustadzah yang meberikan tausyiah bisa mengorganisir anggota pengajian
dalam artian mereka benar-benar mengaplikasikan apa yang mereka dapat di
pengajian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak semua yang mereka
dapat realisasikan. Sedangkan mengenai integrasi mereka, seperti yang telah dibahas
di atas, integrasi di antara anggota kelompok pengajian tersebut bisa terjadi karena
adanya pemikiran yang sama, idealisme dan “jalan” yang sama.
B. Motivasi Anggota Pengajian Mengikuti Kelompok Sosial Keagamaan (Pengajian)
1. Motivasi Mahasiswa
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, Pada kelompok pengajian
mahasiswa, sebagian besar anggotanya memiliki motivasi atau alasan normatif dalm
mengikuti pengajian tersebut, alasan untuk mendapatkan ilmu dan memperdalam
ilmu agama. Namun hal itu tidak lepas dari sosialisai keagamaan yang telah terlebih
dulu ditanamkan sejak kecil sehingga mereka lebih mudah dalam melakukan adaptasi
terhadap kelompok.
2. Motivasi Ibu-Ibu
Terdapat beragam motivasi di antara anggota pengajian yang mengikuti
pengajian tersebut. Beragamnya motivasi yang ada disebabkan karena perbedaan
kepentingan yang ada di antara anggota kelompok tersebut. Perbedan kepentingan itu
juga dipengaruhi oleh perbedan anggapan terhadap fungsi pengajian. Ada saja ibu-
ibu yang ikut pengajian hanya karena ibu-ibu di sekitarnya mengikuti pengajian
tersebut (ikut-ikutan), juga alasan ekonomi, alasan sosial, dan alasan-alasan lainnya.
Alasan-alasan ini adalah implikasi dari fungsi laten pengajian tersebut, misalnya saja,
pengajian selain sebagai sarana mendapatkan ilmu agama, juga menjadi sarana
sosialisasi antar anggota.
Namun alasan mayoritas tetap saja ingin mencari ridha Allah. Jika melihat
alasan ini, dapat dikatakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial
keagamaan tersebut adalah tindakan rasionalitas nilai. Jika melihat kegiatan yang ada
dalam pengajian kelompok ibu-ibu tersebut, ada banyak kegiatan misalnya
mengumpulkan uang kas, yang mana nantinya uang kas tersebut dapat dipinjam oleh
anggota pengajian yag sedang membutuhkan uang. Hal ini bisa saja menjadi alasan
anggota pengajian tersbut mengikuti pengajian itu, sudah menjadi alasan ekonomi.
Ini terkait dengan para anggota ekonomi memandang apa sebenarnya fungsi
pengajian tersebut. Jadi pada initinya motivasi yang dikemukakan oleh ibu-ibu
anggota pengajian tersebut beragam, namun tetap mayoritas mengikuti pengajian
tersebut dengan alasan normatif (mencari pahala dan ridha Allah).

C. Proses Berlangsungnya Penanaman Nilai-nilai Islam dalam Kelompok Pengajian


Dalam pengajian tersebut terdapat pengajaran atau transfer mengenai ilmu
keislaman. Ilmu-ilmu ditransfer oleh si pengajar atau ustadz (murabbi). Dalam proses
pentransferan itulah terdapat proses penanaman nilai-nilai. Nilai-nilai yang ditanamkan
tentu saja nilai-nilai keislaman. Jika melihat menggunkan kaca mata orang islam, dengan
pandangan subjektif, maka kita akan mengatakan bahwa nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang
terdapat dalam islam telah mencakup seluruh aspek kehidupan.
Proses penanaman nilai-niai yang dilakukan oleh si pengajar (agen sosialisasi)
dilakukan dalam tausyiah-tausyiah yang diberikan kepada para anggota. Bahkan dengan
sedikit doktrin keagamaan, yang akan menciptakan kepatuhan mutlak pada anggotanya.
Namun hal tesebut juga berdampak baik, karena jika anggota kelompok sosial keagamaan
tersebut telah mengerti dan telah tertanamkan nilai-nilai dalam dirinya, dan selanjutnya
dengan mudah mengaplikasikannya. Jadi pada intinya proses penanaman nilai-nilai
keislaman pada anggota pengajian tersebut melalui transfer ilmu atau “ceramah” dari si
ustadz. Dengan bahasa lain, dakwah si ustadz pada anggota pengajian adalah proses
penanaman nilai-nilai islam.
D. Pengaruh Pengajian Terhadap Integrasi dan Faktor- Faktor Pemersatu Antar
Anggota
1. Pengaruh Integrasi Mahasiswa
Agama merupakan salah satu alat integrasi dalam suatu masyarakat, karena
dengan agama inilah mereka mengindentikan dirinya sesuai dengan kelompok
tersebut, bahkan adakalanya kedudukan agama itu lebih tinggi sehingga sebagian
besar konflik di Negara Indonesia umumnya mengatas namakan agama. Dalam
kelompok mahasiswa yang kami teliti interaksi antar anggotanya bersifat intensif
artinya mereka saling mengenal secara dalam atau dalam sosiologi dapat
dikelompokkan sebagai kelompok primer.
Mereka saling mengetahui latar belakang anggota mereka mulai dari asal
hingga hingga kegiatan teman-teman mereka. Setelah melakukan wawancara mereka
dapat menjawab pertanyaan seputar agenda ataupun riwayat kehidupan teman-teman
mereka. Diluar pengajian mereka masih melakukan interaksi secara intensif, dimana
mereka disatukan dalam organisasi yang sama sehingga mereka sering bertemu untuk
membahas berbagai agenda organisasi. Dalam kehidupan sehari-haripun sebagian
dari mereka tinggal bersama teman-temannya, sehingga secara emosional semakin
mendekatkan hubungan integrasi antar anggotanya.
Faktor agama merupakan faktor yang paling besar dalam melakukan
identifikasi diri anggotanya, bagi mereka sesama umat islam dianggap sebagai
saudara sehingga mereka menginterpretasikan persatuan mereka sebagai suatu
kewajiban yang mutlak bagi mereka. Jika ditelusuri dari segi interaksinya mereka
saling memberi antara satu sama lain misalnya dalam konsumsi pengajian, uang
konsumsi bukanlah uang yang dipakai dari infak, melainkan makanan yang dibawa
para anggotanya untuk dimakan secara bersama-sama hal itu bukanlah merupakan
suatu perintah ataupun saran dari ustadz. Bahkan kadang kala mereka saling bertukar
hadiah kepada sesama anggota mulai dari buku ataupun barang-barang lainnya.
Para anggota tersebut sudah menganggap mereka itu sebagai keluarga sendiri
ditanah perantauan, dan mereka saling membantu jika terjadi suatu hal, misalnya
pinjam-meminjam uang, membantu permasalahan teman dan sebagai tempat
berkeluh kesah bagi para anggota. Karena sebagaimana pembahasan diatas mereka
diajarkan untuk bersifat terbuka kepada anggota yang lain dan membicarakan
masalah-masalah anggota yang kemudian mereka pecahkan bersama. Proses
integrasi ini kemudian meminimalisir kepentingn pribadi yang cenderung egoistik
dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan yang dianggap sama dengan
golongan mereka.
2. Pengaruh Integrasi Ibu-Ibu
Seperti yang telah dibahas sekilas di atas. Anggota pengajian memiliki rasa
kesatuan yang tinggi karena merasa memilki ideologi, pemikiran, dan yang
terpenting bagi ummat islam rasa ukhuwah antar ummat muslim sangat kuat. Hal ini
juga dipengaruhi oleh doktrin agama, yang mengatakan bahwa ummat islam seperti
satu bangunan. “bangunan” inilah yang dinamakan integrasi dalam kehidupan ummat
islam. Bagi para anggota pengajian yang telah intensif menerima pengajaran serta
ilmu-ilmu keislaman, maka tidak diragukan lagi, rasa ukhuwah yang mereka miliki
terutama sesama anggota akan semakin kuat. Dalam hal ini jelas sekali terlihat
pengaruh pengajian yang mereka ikuti dengan pembangunan rasa solidaritas dan
pengukuhan integrasi antara mereka. Ditambah dengan peran seorang ketua dalam
kelompok sosial keagamaan tersebut, yang bisa membentuk pribadi dan
mengorganisir anggota kelompoknya, maka integrasi ataupun penyatuan yang
dilakukan akan semakin mudah.
Jadi bisa dikatakan bahwa faktor yang menjadi pemersatu anggota kelompok
pengajian tersebut adalah karena adanya rasa ukhuwah sesama ummat islam, terlebih
mereka dalam satu kelompok pengajian. Dan peran pengajian terhadap integrasi
kolompok dapat dilihat melalui ilmu-ilmu yang mereka dapatkan di pengajian,
terlebih karena adanya doktrin agama yang mereka dapatkan dalam pengajian
tersebut.

E. Interaksi yang Terjadi dalam Kelompok Sosial Keagamaan


Interaksi yang berlangsung antara anggota pengajian sebagaimana biasanya interaksi
individu-individu dalam suatu kelompok. Dalam kelompok pengajian yang berlangsung
secara intensif ini membangun interaksi yang semakin intim antar anggotanya. Namun
dalam hal ini interaksi yang dimaksudkan adalah interaksi yang terjalin melalui
komunikasi antar ketua kelompok pengajian (ustadz) dengan anggota kelompok pengajian.
Namun berdasarkan data yang kami peroleh, terdapat perbedaan di antara kedua kelompok
pengajian yang kami teliti, yakni kelompok pengajian mahasiswa dengan kelompok
pengajian ibu-ibu. Pada kelompok mahasiswa, kami menilai bahwa sikap para anggota
terhadap si ustaz sebagai pemimpin kelompok terkesan biasa saja. Tidak ada kepatuhan
mutlak dari para anggota, tidaka ada doktrin yang kuat dari sang ustadz, karena dalam
berbagai hal anggota kelompok pengajian yang terdiri dari mahasiswa bisa kapan saja
mengajukan pertanyaan, bahkan mengkritik doktrin agama yang disampaikan. Hal ini
disebabkan karena latar belakang mereka adalah seorang mahasiswa yang notabene,
mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, dan secara
otomatis selalu berifat kritis dalam segala hal yang mereka temui, termasuk dalam ilmu
agama yang mereka dapat.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian ibu-ibu. Karena anggotaya terdiri
dari ibu-ibu. Maka ajaran agama yang disampaikan lebih mudah, mereka lebih mudah
terdoktrin karena, ibu-ibu tersebut tidak memiliki rasa kritis seperti mahasiswa tadi.
Sehingga interaksi yang terjadi antara ustadz dengan anggota pengajian bisa dikatakan
sepihak, yakni anggota pengajian memiliki kepatuhan yang lebih kuat kepada pemimpin
kelompoknya.

F. Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan Karakter Anggota


1. Karakter Mahasiswa
Pembentukan kepribadian bermula dari semenjak kelahiran indivu, dimana secara
normal kelompok primerlah yang mengajarkan pertamakali dan selanjutnya
kelompok-kelompok skunder yang kemudian menamkan pola-pola perilaku
berikutnya. Dalam pengajian yang diteliti, sebagaimana telah diterangkan diatas
bahwa sejak kecil para anggota telah mendapatkan pengajaran keislaman sehingga
kepribadian mereka sudah terbentuk sejak kecil.
Pengajian berpengaruh kepada karakter anggota-anggotnya. Seperti yang telah
dijelaskan, bahwa dalam pengajian terdapat proses penanaman nilai-nilai kepada
anggotanya. Niali-nilai yang ditanamkan nantinya akan membentuk kesadaran
anggotanya sebagai orang yang “beragama”. Sehingga mereka akan senantiasa
melaksanakan ajaran agama. Penanaman nilai itu bersifat intens, sehingga semakin
membentuk kesadaran anggotanya. Selanjutnya anggota pengajian tersebut akan
mengaplikasikan nilai-nilai yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter ini juga dibentuk melalui latihan-latihan dan perhatian yang cukup dari
ustadz mereka. Misalnya dalam setiap minggu dilakukan evaluasi amal harian
sebagai tolak ukur keberhasilan pengajian berdayarkan amalan harian seperti, berapa
jus membaca al-Qur’an dalam seminggu, solat jamaah, solat sunah, dan pertanyaan
seputar ibadah dan amal sosial. Jadi didalam pengajian tersebut para anggota dituntut
untuk mendakwahkan apa yang telah didapat dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari, dan anggotanyapun diwajibkan mengikuti kelompok studi
ataupun organisasi untuk mengembangkan diri para anggotanya.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka berusaha menanamkan nilai-nilai islam
dalam kehidupannya misalkan dalam bergaul, ketika mereka saling bertemu mereka
mengucapkan salam dan saling bersalaman menurut tradisi islam. Dalam pemangilan
nama misalnya mereka memanggil nama teman mereka dengan spaan “akhi
(saudaraku)” untuk laki-laki, dan ukhti (saudara perempuanku). Untuk pola pikir
sendiri mereka cenderung bersifat islam normatif misalnya dalam bergaul dengan
yang bukan muhrimnya mereka memberikan batasan-batasan tertentu dan menjaga
tingkah laku mereka berdasarkan norma yang diajarkan islam.
Sebagaimana telah diterangkan dalam ranah integrasi kelompok diatas, mereka
dilatih untuk saling tolong menolong kepada sesama umat islam yang implikasinya
tentu juga meningkatkan pola prilaku dari para anggota. Perilaku keindividuan ini
ditekan dengan kepentingan kelompok sehingga mereka melakukan pembatasan-
pembatasan atas suatu hal yang diangap tidak baik.

2. Karakter Ibu-Ibu Pengajian


Dari proses penanaman nilai-nilai keislaman yang terjadi dalam pengajian
tersebut secara tidak langsung membentuk karakter anggotanya. Dalam pengajian
ibu-ibu, isi taisyiah yang disampaikan juga mengenai tata cara bergaul dengan
tetangga atau sedikit menyinggung tentang lingukangan sekitar mereka. Terkhusus
mereka adalah pengajian warga, jadi mereka juga membicarakan apa yang terjadi
dalam lingkungan mereka, juga problem-problem yang sedang diibicarakan oleh
warga sekitar. Karakter di sini maksudnya adalah, tingkah laku yang menjadi
kebiasaan mereka. Tentunya karena telah mendapatkan penanaman nilai-nilai
keislaman secara intens, makan karakter mereka akan mengikuti nilai-niai yang telah
ditanamkan tersebut. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Meskipun pada kenyataannya juga, banyak yang tidak mengaplikasikan
apa yang telah mereka dapatkan di pengajian tersbut.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Bedasarkan hasil Mini Riset dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa, kelompok sosial keagamaan seperti pengajian memiliki
peran yang besar daam pembentukan ingtrasi antar anggota kelompok, juga memiliki peran
yang besar dalam pembentukan krakter anggota kelompok. Namun di samping fungsi
manifestasi yang terdapat pada kelompok pengajian ini, terdapat juga fungsi laten, yaitu
sebagai wadah sosialisasi dan interaksi antar anggota, dan fungsi-fungsi lainnya termasuk
fungsi ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka 1994.
Machendrawati Nanih, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi Sampai
Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001.
Ansori Hafi, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah , Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Maropen Simbolon, Persepsi dan Kepribadian. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Maret
2008.
Retnowati, Agama, Konflik dan Integrasi Sosial. Jurnal Analisa. Vol. 21, No. 01, Desember 2014.
Belva Hendry Lukaman, Hubungan Antara Dukungan Kelompok Sosial Dengan Perilaku Pemilih
Pada Pemilihan Kepala Daerah Sukoharjo Tahun 2015. Jurnal Sosiologi Dilema. Vol. 32, No.
01, 2017.
Yunas Kristiyanto, Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk : (Studi
Deskriptif Mengenai Tindakan Soaial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk di Desa
Bareng, kabupaten Jombang, Jawa Timur). Jurnal Sosial dan Politik

Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka 1994), h. 431
Nanih Machendrawati, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi Sampai
Tradisi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001), h. 152
Hafi Ansori, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 103-108
Maropen Simbolon, “Persepsi dan Kepribadian”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Maret
2008, 62-65.
Retnowati, ”Agama, Konflik dan Integrasi Sosial”. Jurnal Analisa. Vol. 21, No. 01, Desember
2014, 193-194.
Belva Hendry Lukaman, “Hubungan Antara Dukungan Kelompok Sosial Dengan Perilaku Pemilih
Pada Pemilihan Kepala Daerah Sukoharjo Tahun 2015”. Jurnal Sosiologi Dilema. Vol. 32, No. 01, 2017, 3-4.
Yunas Kristiyanto, “Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk : (Studi
Deskriptif Mengenai Tindakan Soaial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk di Desa Bareng, kabupaten
Jombang, Jawa Timur)”. Jurnal Sosial dan Politik.

Anda mungkin juga menyukai