Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam (6) tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Dalam mewujudkan tujuan diatas, lembaga pendidikan anak usia dini sebagai salah
satu lembaga pendidikan pada jalur pendidikan nonformal mempunyai peran yang penting
dalam dua dimensi tujuan yang kita dambakan. Pertama dimensi pertumbuhan dan
perkembangan anak sebagai generasi penerus bangsa, kedua dimensi pencapaian program
pemerintah yakni terciptanya manusia Indonesia seutuhnya.
Untuk itu, pendidikan anak usia dini diarahkan pada pengembangan berbagai  aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi aspek intelektual, kreatifitas, bahasa,
emosi, sosial, afektif dan kepribadian. Namun pada kenyataannya, masih banyak diantara
orang tua yang tidak peduli dengan Pendidikan Anak Usia Dini, sehingga menyebabkan
berbagai persoalan pada anak.
Seperti yang ingin saya konseling ini, banyak yang tidak mampu diketahui oleh anak
diantaranya yaitu, anak tidak bisa berbahasa indonesia yang baik dan benar, anak tidak
mampu mengembangkan kecerdasan kognitifnya, anak tidak mampu mengenal konsep
warna. Untuk saya ingin mengkonseling anak ini melalui berbagai permainan sederhana.
1.2            Tujuan Penulisan
Tujuan  dari  penulisan laporan ini  adalah  sebagai  tugas  mata  kuliah Bimbingan
untuk Anak Usia Dini. Dengan  adanya penulisan laporan ini, mudah-mudahan bermanfaat
bagi pembaca untuk menemukan titik terang dari berbagai masalah yang dihadapi oleh anak
didik maupun anak sendiri.
1.3           Manfaat  Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan laporan ini diantaranya yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas mata  kuliah  Bimbingan untuk Anak Usia Dini yang diberikan
oleh dosen pembimbing.
2. Untuk  menambah  wawasan dan  gambaran cara penanganan masalah yang dihadapi
anak usia dini.
3. Untuk  mengetahui  langkah-langkah penangan anak yang bermasalah.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori Bimbingan AUD
A. Teori Psikoanalisis
Teori Psikoanalisis merupakan teori kepribadian yang paling komprehensif yang
mengemukakan tentang tiga pokok pembahasan yanitu struktur kepribadian,
dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Psikoanalisis sering juga
disebut dengan Psikologi Dalam, karena pendekatan ini berpendapat bahwa segala
tingkah laku manusia bersumber pada dorongan yang terletak jauh di dalam
ketidaksadaran.
B. Teori Konseling Berpusat Pada Person/Pribadi
 Konseling berpusat pada Person (Person Centered Counseling) pertama kali
dikembangkan oleh psikolog klinis yang menaruh perhatian besar pada
psikoterapi. Ia tidak lain adalah Carl Person Rogers., penganut paham humanistic
dan temannya Abraham Maslow ini lahir pada tahun 1902 di Loak Park, Illinois.
 Teori Kepribadian
Rogers berpendapat bahwa tiga unsure utama dalam hubungan dengan
kepribadian yaitu Self, medan fenomenal dan organisme. Rogers memandang
bahwa kepribadian merupakan hasil dari sinergi atau interaksi yang berlangsung
terus-menerus antara self, medan fenomenal dan organisme.
Rogers mempunyai dinamika kepribadian sebagaimana disebutkan berikut ini :
a. Aktualisasi Diri
b. Penghargaan Positif
c. Totalitas Personal
C. Teori Konseling Behavior
 Konsep Dasar Behavioral
Perkembangan pendekatan behavioural adalah studi yang dilakukan oleh
Watson dan Rayner (1920) yang menggunakan anak sebagai subyek tentang
rasa takut yang dipelajari (conditioned).
Teori behavioural didasari oleh pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia
yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam konseling. Konseling
behavioural dikenal juga sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah
perilaku.

2
 Tujuan Konseling Behavioral
Secara umum tujuan konseling behavioural adalah :
1. menciptakan kondisi baru pembelajaran
2. menghapus tingkah laku non adaktif untuk digantikan perilaku yang adaptif
3. meningkatkan Personality Choice
D. Konseling Realitas
Teori realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari California.
Ciri yang sangat khas dari teori ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian masa
lalu, tetapi mendorong konseling untuk menghadapi realitas dan lebih menekankan
pada pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggung jawab dengan merencanakan
dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.
2.2. Landasan Bimbigan AUD
Akhir-akhir ini, berbagai kesalahkaprahan dan banyaknya kasus-kasus malpraktik
yang terjadi dalam layanan Bimbingan Konseling, itu semua membuat adanya berbagai
pihak masyarakat yang beranggapan bahwa Bimbingan dan Konseling  hanya sebagai
‘’polisi sekolah’’, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan Bimbingan
dan Konseling. Sangat memungkinkan memiliki keterkaitan erat dengan tingkat
pemahaman dan penguasaan para konselor tentang landasan-landasan yang ada dalam
Bimbingan Konseling itu sendiri. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan
konseling secara asal-asalan dilakukan tanpa membangun sesuai landasan yang
sebenarnya.
 Oleh karena itu, dalam upaya penanggulangan dan perbaikan atas nama bimbingan
konseling , perlu adanya pemahaman yang lebih tentang landasan bimbingan  konseling
khususnya bagi para konselor. Melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa
landasan  yang menjadi pilar pijakan dalam setiap gerak langkahkonselor.[5]
Dalam bimbingan konseling, landasan pada hakikatnya merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana
utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah
bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan pondasi yang kuat
dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki pondasi yang kuat dan kokoh,
maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula dengan
layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh pondasi atau landasan yang
kokoh maka akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling

3
itu sendiri, dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayani  (klien). Secara
teoretik , berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat tiga aspek
pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan
filosofis, landasan psikologis, dan landasan social budaya. Selanjutnya dibawah ini akan
di jelaskan dan digambarkan secara sederhana dari masing-masing landasan Bimbingan
dan Konseling tersebut :
1.    Landasan Filosofis[6]
          Landasan Filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan
pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan
dan konseling yang lebih bisa dipertanggung jawabkan secara logis, etis maupun
estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan
usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang: apakah manusia
itu? untuk menemukan jawaban atas pertanyaan fiosofis tersebut, tentunya tidak dapat
dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada , mulai dari filsafat klasik, sampai
dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post- modern. Dari berbagai aliran filsafat
yang ada, para penulis barat telah menggambarkan tentang hakikat manusia ,
diantaranya Viktor E.Frankl  [7] :
a.       Manusia adalah mahluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya
b.      Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan yang dimiliki.
c.       Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk, serta hidup
untuk terus berarti dan berupaya agar dapat mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
d.      Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun
manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan
untuk melakukan sesuatu.
e.       Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
            Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan
konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan
memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
2.     Landasan Psikologis[8]

4
             Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
bagi konselor  tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling , beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai
oleh konselor adalah tentang : (a). motif dan motivasi, (b).pembawaan, (c).
perkembangan individu, (d). belajar, dan (e). kepribadian.
a.       Motif dan Motivasi
Motif dan Motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berprilaku positif, baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti; lapar, bernafas dan sejenisnya
maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Pada dasarnya
tidak ada tingkah laku tanpa motif, artinya tingkah laku individu itu bermotif,
karenanya konselor perlu memahami motif klien dalam bertingkah laku.[9]
b.      Pembawaan dan lingkungan
Pembawaan dan lingkungan adalah semua yang berkenaan dengan faktor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi periaku individu.
c.       Perkembangan individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu sejak masa konsepsi (pranatal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi
aspek fisik dan psikomotrik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
d.      Belajar
Merupakan salah satu konsep yang paling dasar dalam psikologi. Manusia belajar
untuk hidup.
e.       Kepribadian
“Kepribadian adalah oganisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik
yang menentukan cara yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”.
3.    Landasan Sosial-Budaya[10]
             Setiap orang pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya yang
dimana ia hidup. Mulai dari lahirnya sudah dididik  dan dibelajarkan untuk
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada
disekitarnya.Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya. lingkungan sosia-budaya yang melatarbelakangi dan
melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses
pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan.Namun jika

5
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak ‘’dijembatangi’’, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya.
             Arus modernisasi disamping berdampak positif, seperti diperolehnya kemudahan
dalam bidang komunikasi dan transportasi.Disisi lain ternyata telah melahirkan dampak
yang kurang menguntungkan, yaitu dengan meggejalanya berbagai problema yang
semakin kompleks, baik yang bersifat personal naupun sosial[11]. Oleh karena itu,
diharapkan manusia modern jangan sampai terperdaya oleh produk pemikirannya sendiri
karena tidak mampunya mengontrol dampak negatif, seperti rusaknya lingkungan
(banjir, longsor, polusi udara, dan tercemarnya air) yang memporak-porandakan
kenyamanan hidupnya sendiri.
4.      Landasan Religius
Landasan religius bagi  bimbingan bimbingan dan konseling perlu ditekankan 3 hal
pokok, yaitu :
a.       Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan
b.      Sikap yang mendorong perkembangan dan perkehidupan manusia berjalan kea rah
dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama dan
c.       Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal
suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan
kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan maalah
individu.
5.      Landasan Ilmiah Teknologis
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan
a.       Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu
yang lain, ilmu bimbingan konseling mempunyai objek kajiannya sendiri, metode
penggalian yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
b.      Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Salah satu ilmu dan perangkat teknologi yang berkembang dewasa ini, yaitu
computer dimanfaatkan pula dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Sejak tahun
1980-an peranan computer telah banyak dikembangkan. Bidanng yang banyak

6
memanfaatkan computer adalah bimbingan dibidang karir dan bimbingan atau
konselor pendidikan.
c.       Pengembangan Bimbingan dan Konseling Melalui Penelitian
Penelitian adalah jiwa dari perkembangan ilmu teknologi. Apabila pelayanan
bimbingan dan konseling diinginkan untuk berkembang dan maju, maka penelitian
tentang bimbingan dan konseling dalam berbagai bentuk penelitian dan aspek yang
diteliti harus terus menerus dilakukan. Tanpa penelitian pertumbuhan pelayanan
bimbingan dan konseling akan mandul dan steril.
6.      Landasan Pedagosis
Pada bagian ini pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan
konselingdari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan
bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti
proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan
pelayanan bimbingan dan konseling.
2.3. Asas Bimbingan AUD
1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas  yang menuntut dirahasiakannya segenap
data dan keterangan peserta didik  (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data
atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini,
guru pembimbing  (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan
keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan
baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)  yang
menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru
pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik
(klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru  pembimbing (konselor) terlebih
dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat
dengan asas kerahasiaan dan  dan kekarelaan.
4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan

7
bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta
didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan  yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan
konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan  bimbingan
dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri
mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) 
hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan
dan konseling  yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi
sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan
memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien)  pada
saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran
layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan
terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak
lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan
koordinasi  dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling
menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,  dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku.
Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan  bimbingan dan konseling
ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.  Dalam hal ini,
para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya
tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru
pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis

8
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan   dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak
mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas
atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan
kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih
tangan  kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya
guru pembimbing (konselor),  dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang
lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan
dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi
(memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan
dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya  kepada peserta didik (klien)
untuk maju.
2.4. Bidang Pengembangan AUD
6 aspek perkembangan anak usia dini yang akan dibahas dibawah ini:
1. Nilai Agama dan Moral 
Mengenal agama yang dianut, mengerjakan ibadah, berperilaku jujur, penolong, sopan,
hormat, sportif, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama,
dan menghormati (toleransi) agama orang lain.
1. Fisik Motorik
1. Motorik Kasar: memiliki kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi, lentur,
seimbang, dan lincah dan mengikuti aturan.
2. Motorik Halus: memiliki kemampuan menggunakan alat untuk mengeksplorasi dan
mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk.
3. Kesehatan dan Perilaku Keselamatan: memiliki berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala sesuai usia serta memiliki kemampuan untuk berperilaku hidup bersih, sehat,
dan peduli terhadap keselamatannya. 
3. Kognitif 
1. Belajar dan pemecahan masalah: mampu memecahkan masalah sederhana dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara yang fleksibel terjadan diterima sosial dan
menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru.
2. Berpikir logis: mengenal berbagai perbedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana,
dan mengenal sebab akibat.

9
3. Berpikir simbolik: mengenal, menyebutkan, dan menggunakan lambang  bilangan 1-
10, mengenal abjad, serta mampu merepresentasikan berbagai benda dalam bentuk
gambar.
4. Sosial Emosional 
1. Kesadaran diri: memperlihatkan kemampuan diri, mengenal perasaan sendiri dan
mengendalikan diri, serta mampu menyesuaian diri dengan orang lain
2. Rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain: mengetahui hak- haknya, mentaati
aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung jawab atas perilakunya untuk
kebaikan sesama.
3. Perilaku prososial: mampu bermain dengan teman sebaya, memahami perasaan,
merespons, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat orang lain; bersikap
kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan.
5. Bahasa
1. Memahami (reseptif) bahasa: memahami cerita, perintah, aturan, dan menyenangi
serta menghargai bacaan.
2. Mengekspresikan bahasa: mampu bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi
secara lisan, menceritakan kembali apa yang diketahui
3. Keaksaraan: memahami hubungan bentuk dan bunyi huruf, meniru bentuk huruf, serta
memahami kata dalam cerita.
6. Seni
Mengeksplorasi dan mengekspresikan diri, berimaginasi dengan gerakan, musik, drama, dan
beragam bidang seni lainnya (seni lukis, seni rupa, kerajinan), serta mampu mengapresiasi
karya seni.

10
BAB III
KASUS
3.1. Gambaran Anak
3.1.1. Anak Pertama
Seorang anak bernama Alfatih, kini ia memasuki TK A (TK besar). Di sekolah
Alfatih dikenalkan dengan anak yang mengenal bermacam-macam huruf dan angka serta cara
menulis yang baik. Tetapi setiap bu guru mengajarinya menulis, selalu ia tolak dengan
menangis, asyik bermain sendiri atau tidak memperdulikan.

3.1.2. Anak Kedua


Banzema adalah anak yang penakut dan pelafalannya kurang jelas. Banzema lebih
sering bermain dengan pengasuhnya dibandingkan orang tuanya. Mereka sibuk dengan
pekerjaannya mungkin karena itu perkembangan bahasanya kurang. Takut melakukan
permainan yang diluar faktor kurang rasa percaya diri dan rasa takut yang berlebihan
terhadap permainan luar.

3.1.3. Anak Ketiga


Afiqa adalah anak yang pintar tetapi ia lebih suka menyendiri, susah mengikuti
perintah gurunya dan tidak mau berteman dengan teman sekelasnya.

3.1.4. Anak Keempat


Azhania merupakan anak yang pintar tetapi memiliki sikap Kasar dan suka melawan
(agresif), ia suka mengganggu temannya di kelas, dan tidak suka diatur

3.1.5. Anak Kelima


Umaira adalah anak yang sulit dalam memahami materi yang diberikan oleh gurunya,
Umaira lebih suka bermain dan mengganggu teman sebangkunya dari pada menyimak
pelajaran yang diberikan.

3.1.6. Anak Keenam


Fauzan merupakan anak yang lebih suka menyendiri dari pada bergabung bersama
temannya, fauzan juga merupakan anak yang jail ia suka mengganggu teman yang lain
terkadan fauzan susah untuk mengikuti perintah gurunya

11
3.1.7. Anak Ketujuh
Nayla merupakan anak yang pendiam saat dikelas, saat proses belajar mengajar Nayla
mengalami kesulitan dalam melafalkan kata, dan saat istirahat nayla lebih suka berdiam diri
dikelas dari pada ikut bermain dengan temannya di luar kelas.

3.1.8. Anak Kedelapan


Dilihat dari kebiasaan sehari-hari Zahra Iftitah Suka mengganggu temanya dan
kadang susah untuk mengikuti perintah yang diberikan oleh gurunya

3.2. Gambaran Lokasi Kasus


Observasi atau pengamatan dilakukan disekolah dan dirumah anak yang menjadi
objek penelitian.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan menggunakan teknik observasi atau pengamatan,
dokumentasi dan wawancara pada anak dan orang tuanya.

12
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Bahasan Kasus Pertama
4.1.1. Analisis Kasus
4.1.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Muhammad Syafan Alfatih
2. Nama Panggilan :Alfatih
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 14 Mei 2014
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. urutan anak ke :2
6. Jumlah Saudara :1
7. Pendidikan : TK A
8. alamat : Jalan Kimaja Lr Bakso no. 176
4.1.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Zahbanla Abdul Razak
Ibu :Rosmawati
2. Pendidikan Ayah :SMA
Ibu :SMA
3. Pekerjaan Ayah :Montir
Ibu :Honorer
4.1.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit : Infeksi Saluran Pernafasan
4.1.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 96 Cm
2. Berat Badan : 14 Kg
3. warna kulit : Sawo Matang
4. Jenis rambut : Hitam Lurus
4.1.1.4. Kebiasaan Anak
yang dilakukan Alfatih di rumah dan di sekolah sama, sama-sama tidak mau ketika
harus berhadapan dengan kegiatan membaca dan menulis.
4.1.2. Sintesis
Seorang anak bernama Alfatih, kini ia memasuki TK A (TK besar). Di sekolah
Alfatih dikenalkan dengan anak yang mengenal bermacam-macam huruf dan angka serta cara
menulis yang baik. Tetapi setiap bu guru mengajarinya menulis, selalu ia tolak dengan

13
menangis, asyik bermain sendiri atau tidak memperdulikan. Suatu ketika ibu alfatih datang ke
sekolah dan bertanya kepada guru mengenai sikap alfatih yang tidak mau menulis ketika di
ajari ibunya di rumah. Ibu alfatih bercerita jika alfatih tidak mau diajari menulis dan
membaca atau mempelajari angka dan huruf. Ibu alfatih merasa gelisah dan kebingungan
dengan sikap alfatih yang acuh terhadap kegiatan belajar menulis dan membaca. Ibu alfatih
meminta tolong kepada guru untuk membantu alfatih agar mau menulis dan membaca agar
siap memasuki sekolah dasar.
4.1.3. Diagnosis
Guru mendiagnosis masalah dengan melakukan pendekatan terhadap alfatih dengan
menggunakan metode bercakap-cakap. Dengan metode tersebut tidak membuat alfatih takut
dan terasa dibedakan dengan teman yang lain. Dengan bercakap-cakap guru dapat menggali
informasi lebih mendalam dari alfatih mengapa ia selalu menolak ketika diajari membaca dna
menulis. Selain itu, guru juga menggali informasi dari ibu alfatih secara lebih detail mengenai
kegiatan alfatih sepulang sekolah, teman-temannya bermain ketika dirumah, mainan yang
disediakan di rumah apa saja dan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Hasil dari
percakapan dengan alfatih dan informasi dari orang tua dikumpulkan dan didiagnosis oleh
guru. Kemungkinan penyebabnya adalah permainan lain yang disedikan Ibu alfatih ada yang
lebih canggih yang seharusnya belum dikenalkan ke anak.
4.1.4. Prognosis
Hasil identifikasi awal terkait masalah alfatih tersebut, guru membuat berbagai
alternatif pemecahan masalah yang mungkin dan efektif mengatasi masalah alfatih. Alternatif
pemecahan masalah diambil dari hal-hal yang sederhana, yang dimulai dari pembelajaran
sehari-hari di sekolah. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu
menyelesaikan masalah alfatih yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan kainginan Farhan ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang
menarik anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari
plastisin/dought).
3. Membuat proyek dengan tema huruf dan angka yang melibatkan anak utuk
menyusun dengan rapi angka dan huruf dalam papan proyek untuk menarik minat
anak belajar angka dan huruf.
4. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua

14
4.1.5. Treatment
Hasil diagnosis dan prognosis yang telah dilakukan, langkah selanjutnya yaitu
tindakan konkret pelaksanaan bantuan. Dari hasil prognosis didapat banyak pemecahan
masalah yang memungkinkan diterapkan pada alfatih. Dari hasil tersebut, untuk memberikan
bantuan pada alfatih agar mau membaca dan menulis dengan melibatkan alfatih dan anak lain
yaitu dengan membuat variasi pembelajaran menjadi lebih menarik anak.

4.2. Bahasan Kasus kedua


4.2.1. Analisis Kasus
4.2.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Abdul Ibrahim Banzema
2. Nama Panggilan :Banzema
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 23 juni 2013
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. urutan anak ke :1
6. Jumlah Saudara :-
7. Pendidikan : TK A
8. alamat : Jalan Kimaja Lr Bakso no. 176
4.2.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Mahdi
Ibu :Nur Afni
2. Pendidikan Ayah :SMA
Ibu :SMA
3. Pekerjaan Ayah :Swasta
Ibu :TKW
4.2.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit :-
4.2.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 105 Cm
2. Berat Badan : 16 Kg
3. warna kulit : Sawo Matang
4. Jenis rambut : Hitam Lurus

15
4.2.1.4. Kebiasaan Anak
Banzema tidak mau ketika harus berhadapan dengan kegiatan membaca dan menulis.
Ia suka menonton TV dan bermain game
4.2.2. Sintesis
Banzema adalah anak yang baik tetapi ia sedikit mengalami kesulitan dalah hal sosial
emosional dan bahasa, jenis permasalahan yaitu Penakut dan pelafalan bahasa kurang jelas
4.2.3. Diagnosis
Banzema sering lebih sering bermain dengan pengasuhnya dibandingkan orang
tuanya. Mereka sibuk dengan pekerjaannya mungkin karena itu perkembangan bahasanya
kurang. Takut melakukan permainan yang diluar faktor kurang rasa percaya diri dan rasa
takut yang berlebihan terhadap permainan luar.
4.2.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah Banzema yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan keinginan anak ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang
menarik anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari
plastisin/dought).
3. Mengajak anak bermain bersama teman-temanya
4. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua
4.2.5. Treatment
 guru mengucapkan kata-katanya berulang-ulang,
 anak diarahkan untuk menlihat bibir guru biar faham cara melafalkannya
 berbicaranya santai agar anak bisa melihat gerakan bibir dan suaranya.
 Jika pada saat bermain diluar guru harus mengawasi dan mendampinginya
 Sering-seringlah mengajak anak bermain diluar kelas agar anak terbiasa dan merasa
tidak takut dengan permainan yang menurut dia menakutkan
 jangan lupa beri anak arahan dan bimbingan agar anak bisa bermain gelantungan dan
semacamnya tanpa rasa takut
 beri motivasi kepada anak bahwa anak bisa bermain gelantungan naik perosotan dan
sebagainya.
 jika anak bisa melakukan semuanya jangan lupa berilah pujian.

16
4.3. Bahasan Kasus ketiga
4.3.1. Analisis Kasus
4.3.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Afiqa Aprilia
2. Nama Panggilan :Afiqa
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 11 april 2012
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. urutan anak ke :2
6. Jumlah Saudara :3
7. Pendidikan : TK
8. alamat : Jl. Dayodara
4.3.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Firman
Ibu :Sri Wulandari
2. Pendidikan Ayah :SMP
Ibu :SMK
3. Pekerjaan Ayah :Swasta
Ibu :IRT
4.3.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit : Asma
4.3.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 100 Cm
2. Berat Badan : 20 Kg
3. warna kulit : Sawo Matang
4. Jenis rambut : Hitam Lurus
4.3.1.4. Kebiasaan Anak
Bermain, membaca dan menonton TV
4.3.2. Sintesis
Afiqa adalah anak yang pintar tetapi ia lebih suka menyendiri, susah mengikuti
perintah gurunya dan tidak mau berteman dengan teman sekelasnya.

17
4.3.3. Diagnosis
 lebih suka menyendiri
 susah untuk mengikuti perintah gurunya
 merasa takut sama teman bermainnya
4.3.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah anak yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan keinginan anak ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang menarik
anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari plastisin/dought).
3. Membiasakan anak mengerjakan tugas dan bermain bersama temannya
4. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua
4.3.5. Treatment
 Guru harus sering mendampingi anak pada saat proses belajar mengajar
 Sabar dan sering-seringlah memberi tahunya berkali-kali agar anak mau
melaksanakan perintah guru
 diajak bermain kelompok agar anak tidak merasa takut lagi dengan teman bermainnya
 tempatkan anak pada posisi duduk paling depan agar anak mudah di jangkau dan
diarahkan sehingga anak bisa mengikuti peraturan/perintah dan melaksanakan tugas
dari gurunya

4.4. Bahasan Kasus keempat


4.4.1. Analisis Kasus
4.4.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Azhania Ramadhani
2. Nama Panggilan : Azhania
3. Tempat Tanggal Lahir :Sangatta, 14 agustus 2012
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. urutan anak ke :1
6. Jumlah Saudara :1
7. Pendidikan : TK
8. alamat : Jl. Kimaja Lr Bakso no 176

18
4.4.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Zahbania Abdul Razak
Ibu :Rosmawati
2. Pendidikan Ayah :SMA
Ibu :SMA
3. Pekerjaan Ayah :Montir
Ibu :Honorer
4.4.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit :1
4.4.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 95 Cm
2. Berat Badan : 14 Kg
3. warna kulit : putih
4. Jenis rambut : Hitam Lurus
4.4.1.4. Kebiasaan Anak
Azhania suka bermain game dan membaca buku
4.4.2. Sintesis
Azhania merupakan anak yang pintar tetapi memiliki sikap Kasar dan suka melawan
(agresif), ia suka mengganggu temannya di kelas, dan tidak suka diatur
4.4.3. Diagnosis
 Sering mengganggu teman yang lain
 Merasa kurang diperhatikan
 Sering merasa iri
 susah untuk mengikuti perintah gurunya
 kasar dan suka melawan (agresif))
 merasa takut sama teman bermainnya
4.4.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah anak yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan kainginan Farhan ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Tanyakan kepada anak agresif itu mengapa ia melakukannya

19
3. Jangan berteriak, memukul atau memarahi anak. Reaksi ini semata-mata
mengajarkan agresiv verbal dan fisik.
4. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua
4.4.5. Treatment
 Guru harus sering mendampingi anak pada saat proses belajar mengajar
 Sabar dan sering-seringlah memberi tahunya berkali-kali agar anak mau
melaksanakan perintah guru
 Jika melihat anak secara langsung bersikap agresif terhadap temannya, berusahalah
untuk mencegahnya dengan tanpa menyinggung perasaan anak.
 Kita harus memperlakukan anak dengan sabar, kita tidak boleh bersikap agresif
menghadapi anak yang suka agresif.

4.5. Bahasan Kasus Lima


4.5.1. Analisis Kasus
4.5.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Umaira Ramadani
2. Nama Panggilan :Aira
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 21 November 2013
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. urutan anak ke :4
6. Jumlah Saudara :4
7. Pendidikan : Paud
8. alamat : Jl. Setia budi Lr. Perjuangan no.69
4.5.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Asep Efendi
Ibu :Fenti Arista
2. Pendidikan Ayah :SMA
Ibu :SMA
3. Pekerjaan Ayah :Swasta
Ibu :IRT
4.5.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit : Bronhitis

20
4.5.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 105 Cm
2. Berat Badan : 16 Kg
3. warna kulit : Sawo Matang
4. Jenis rambut : Pirang Lurus
4.5.1.4. Kebiasaan Anak
Kebiasaan Umaira yaitu suka menonton dan bermain boneka
4.5.2. Sintesis
Umaira adalah anak yang sulit dalam memahami materi yang diberikan oleh gurunya,
Umaira lebih suka bermain dan mengganggu teman sebangkunya dari pada menyimak
pelajaran yang diberikan.
4.5.3. Diagnosis
 sulit untuk memahami pembelajaran,
 lambat dalam menyikapai permasalahan
4.5.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah anak yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan kainginan anak ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang menarik
anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari plastisin/dought).
3. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua
4.5.5. Treatment
Dengan memberikan perhatian lebih, membimbing dia dalam segala hal dan
memberikan perhatian khusus oleh guru yang disukainya, membimbingnya dalam
memecahkan masalah yang membut dia membiasakan diri lalu merasakan kasih sayang yang
tidak ia dapatksn dari orangtua.

21
4.6. Bahasan Kasus keenam
4.6.1. Analisis Kasus
4.6.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Fauzan Algafar
2. Nama Panggilan :Fauzan
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 23 maret 2012
4. Jenis Kelamin :Laki-laki
5. urutan anak ke :2
6. Jumlah Saudara :1
7. Pendidikan : TK
8. alamat : Jl. Sparman Kompleks Kehutanan no.9
4.6.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Zubair
Ibu :Nurmala
2. Pekerjaan Ayah :PNS
Ibu :PNS
4.6.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit :-
4.6.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 120 Cm
2. Berat Badan : 18 Kg
3. warna kulit : Putih
4. Jenis rambut : Coklat Lurus
4.6.1.4. Kebiasaan Anak
Kebiasaan fauzan yaitu menonton TV dan bermain sendiri
4.6.2. Sintesis
Fauzan merupakan anak yang lebih suka menyendiri dari pada bergabung bersama
temannya, fauzan juga merupakan anak yang jail ia suka mengganggu teman yang lain
terkadan fauzan susah untuk mengikuti perintah gurunya.
4.6.3. Diagnosis
 Sering mengganggu teman yang lain
 lebih suka menyendiri
 asik sendiri

22
 susah untuk mengikuti perintah gurunya
 merasa takut sama teman bermainnya
4.6.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah anak yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan kainginan anak ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang menarik
anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari plastisin/dought).
3. Membiasakan anak mengerjakan tugas bersama teman-temanya / berkelompok .
4. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua
4.6.5. Treatment
 Guru harus sering mendampingi anak pada saat proses belajar mengajar
 Sabar dan sering-seringlah memberi tahunya berkali-kali agar anak mau
melaksanakan perintah guru
 diajak bermain kelompok agar anak tidak merasa takut lagi dengan teman bermainnya
 tempatkan anak pada posisi dudukk paling depan agar anak mudah di jangkau dan
diarahkan sehingga anak bisa mengikuti peraturan/perintah dan melaksanakan tugas
dari gurunya

4.7. Bahasan Kasus ketujuh


4.7.1. Analisis Kasus
4.7.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Nayla
2. Nama Panggilan :iya
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 20 april 2012
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. urutan anak ke :1
6. Jumlah Saudara :-
7. Pendidikan : TK
8. alamat : Jl. Sparman

23
4.7.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Moh iIzam
Ibu :Astuti
2. Pendidikan Ayah :SMA
Ibu :SMP
3. Pekerjaan Ayah :Swasta
Ibu :IRT
4.7.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit :-
4.7.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 100 Cm
2. Berat Badan : 16 Kg
3. warna kulit : Sawo Matang
4. Jenis rambut : bergelombang
4.7.1.4. Kebiasaan Anak
Kebiasaan Nayla yaitu menonton TV dan bermain mainannya di dalam rumah, Nayla
tidak suka bermain di luar rumah.
4.7.2. Sintesis
Nayla merupakan anak yang pendiam saat dikelas, saat proses belajar mengajar Nayla
mengalami kesulitan dalam melafalkan kata, dan saat istirahat nayla lebih suka berdiam diri
dikelas dari pada ikut bermain dengan temannya di luar kelas.
4.7.3. Diagnosis
 pelafalan kata kurang jelas
 takut main di luar kelas, seperti bermain gelantungan perosotan dan lannya.
4.7.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah anak yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan kainginan anak ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang menarik
anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari plastisin/dought).
3. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua

24
4.7.5. Treatment
 Guru harus sering mendampingi anak pada saat proses belajar mengajar
 guru mengucapkan kata-katanya berulang-ulang,
 anak diarahkan untuk melihat bibir guru biar faham cara melafalkannya
 berbicaranya santai agar anak bisa melihat gerakan bibir dan suaranya.
 Jika pada saat bermain diluar guru harus mengawasi dan mendampinginya
 Sering-seringlah mengajak anak bermain diluar kelas agar anak terbiasa dan merasa
tidak takut dengan permainan yang menurut dia menakutkan
 jangan lupa beri anak arahan dan bimbingan agar anak bisa bermain gelantungan dan
semacamnya tanpa rasa takut
 beri motivasi kepada anak bahwa anak bisa bermain gelantungan naik perosotan dan
sebagainya.
 jika anak bisa melakukan semuanya jangan lupa berilah pujian.
Lampiran

4.8. Bahasan Kasus kedelapan


4.8.1. Analisis Kasus
4.8.1.1. Identitas Anak
1. Nama Lengkap :Zahra Iftitah
2. Nama Panggilan :Zahra
3. Tempat Tanggal Lahir :Palu, 04 oktober 2012
4. Jenis Kelamin :Perempuan
5. urutan anak ke :3
6. Jumlah Saudara :4
7. Pendidikan : TK
8. alamat : Jl. Setia Budi
4.8.1.2. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah :Abdul Salam
Ibu :Imas Lafia
2. Pendidikan Ayah :SMA
Ibu :S1
3. Pekerjaan Ayah :Swasta
Ibu :Swasta

25
4.8.1.3. Riwayat Kesehatan
1. Penyakit : Maag dan Asma
4.8.1.4. Kondisi Fisik
1. Tinggi Badan : 100 Cm
2. Berat Badan : 20 Kg
3. warna kulit : Sawo Matang
4. Jenis rambut : Hitam Lurus
4.8.1.4. Kebiasaan Anak
Kebiasaan Zahra yaitu suka menonton TV, dan bermain
4.8.2. Sintesis
Dilihat dari kebiasaan sehari-hari Zahra Iftitah Suka mengganggu temanya dan
kadang susah untuk mengikuti perintah yang diberikan oleh gurunya.
4.8.3. Diagnosis
 Sering mengganggu teman yang lain
 kadang susah untuk mengikuti perintah gurunya
 Gampang ngambek
4.8.4. Prognosis
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan
masalah anak yaitu :
1. Berdialog/bercakap-cakap dengan anak menanyakan kainginan anak ketika
pembelajaran membaca dan menulis.
2. Membuat variasi pembelajaran membaca dan menulis dengan media yang menarik
anak (misal: flashcard, menempel, kolase, membuat huruf dari plastisin/dought).
3. Melakukan kerjasama pembelajaran dengan orang tua
4.1.5. Treatment
 Guru harus sering mendampingi anak pada saat proses belajar mengajar
 tempatkan anak pada posisi duduk paling depan agar anak mudah di jangkau dan
diarahkan sehingga anak bisa mengikuti peraturan/perintah dan melaksanakan tugas
dari gurunya
 Berikan anak pengertian dengan bahsa yang sederhana tidak menyingung dan mudah
dipahamai oleh anak, agar anak mengerti bahwa perbuatan yang dia lakukan itu
kurang baik.

26
 jika anak susah untuk diajak melakukan suatu kegiatan dan susah melaksanakan tugas
maka guru harus bisa merayu anak agar dia bisa mengerjakan apa yang guru
perintahkan
 jika anak bisa melakukan semuanya jangan lupa berilah pujian.

27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Seorang anak yang dianggap nakal merupakan anak yang tidak mau menuruti perintah
orang tua dan berlaku diluar kewajaran dalam konteks yang negatif. Sejatinya, kita tidak
diperkenankan menyebut seorang anak sebagai anak nakal dan menganggapnya sebagai salah
satu keburukan di dalam masyarakat.
Dalam mengatasi kenakalan anak yang paling dominan mengendalikan adalah dari
keluarga, karena merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Didalam
menghadapi kenakalan anak pihak orang tua hendaknya dapat mengambil dua sikap bicara
yaitu sikap atau cara yang bersifat preventif dan sikap atau cara yang bersifat represif.
Langkah awal yang dapat kita lakukan jika anak hanya berbuat tidak baik disekolah yaitu
menjauhkan anak dari penyebab ia berperilau buruk dan mendampingi anak dalam mengatasi
masalahnya.
5.2 Saran
Berhentilah mengucapkan atau mencap anak tersebut anak nakal. Agar anak tidak
berperilaku buruk hendaknya kita sebagai guru maupun orang tua mengawasi dan
memperhatikan setiap kegiatan yang sedang dilakukan anak. Tegur anak secara perlahan,
jangan dipukul atau dimarahi. Berikan ia kepercayaan untuk melakukan sesuatu. Tangkap
basah saat ia berbuat baik, puji ia saat itu juga.

28
DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa, H.E. 2012. Manajement PAUD. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.


Yusuf, S., (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Offset.
Hurlock, Elizabeth, (1980).  Psikologi Perkembangan Edisi Lima. Jakarta : Penerbit
Erlangga.

29

Anda mungkin juga menyukai