Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN BIMBINGAN dan KONSELING

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok


Mata kuliah : Bimbingan dan Konseling

Dosen pengampu:
Azmi Mustaqim. M.A.

Disusun oleh:
Sem IV/S1 PAI E

1. Muhamad Masduqi Mahfudz (201180153)


2. Nabila Septania Maskanit (201180162)
3. Noviana Nur As Sajdah (201180172)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan faktor-
faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku
pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan
dan konseling merupakan hal yang penting untuk membantu proses belajar – mengajar
yang akan di lakukan di dalam lingkungan sekolah. Setiap guru harus bisa mengerti
situasi yang ada di dalam kelas itu tidak semuanya apa yang di lihat guru itu salah benar-
benar salah dan tidak semuanya apa yang di lihat guru itu benar memang benar
semestina.
Dalam hal ini landasan filosofis, landasan yuridis, landasan religius, landsan
psikologis, landasan sosial budaya dapat membantu guru untuk memahami situasi yang
ada di dalam kelas agar guru bisa lebih bijaksana dalam menangani sikap dan tingkah
laku para siswa. Makalah kami akan membahas lebih lanjut landsan untuk keperluan
Bimbingan & Konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Landasan Bimbingan dan Konseling ?
2. apa macam-macam landasan bimbingan dan konseling ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian landasan bimbingan dan konseling
2. Mengetahui macam-macam landasan bimbingan dan konseling

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Pengertian Landasan Bimbingan dan Konseling

Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan.
Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa
Indonesia menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali
sesuatu. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat diartikan
sebagai alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan faktor-


faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku
pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah
bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan pondasi yang kuat
dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki pondasi yang kokoh, maka
bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan
bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh pondasi atau landasan yang kokoh
akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri
dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (konseli).1

B. Macam-macam Landasan Bimbingan Dan Konseling

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan


pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakaan setiap kegiatan bimbingan
dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun
estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan
usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia
itu? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya dapat
dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai
dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat
yang ada, para penulis barat (Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thomson &

1
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: CV Pustaka Setia 2010)

2
Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia
sebagai berikut:

a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan


ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila
dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya
sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup
berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-
tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikilogis dan spiritual yang harus dikaji
secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya
sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat daan dalam suasana
aapapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan
konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan
memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensi.

John J. Pietrofesa (1980) selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin


tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan itu sebagai berikut.

3
a. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan dan
harga diri individu (klien) dan atas hak-haknya untuk mendapat bantuan.
b. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya,
bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.
c. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan
atau pelayanan.
d. Bimbingan bukan prerogratif kelompok khusus profesi kesehatan mental.
Bimbingan dilaksanakan melalui kerja sama, yang masing-masing bekerja
berdasrkan keahlian atau kompetensinya sendiri.
e. Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi
dirinya.
Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi,
personalisasi, dan sosialisasi.2

2. Landasan Yuridis

Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan


yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang
bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.

Landasan yuridis atau hukum pendidikan di dalam bimbingan dan konseling, yaitu
asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan atau studi pendidikan
bimbingan dan konseling.

Landasan yuridis pendidikan bimbingan dan konseling Indonesia adalah


seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system
pendidikan bimbingan dan konseling di Indonesia, yang menurut Undang-Undang
Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Ketetapan MPR,
Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan

2
Deni Febrini, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Teras: 2011), 28-30

4
pemerintah, Keputusan Presiden, peraturan pelaksanaan lainnya, seperti peraturan
Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain.

Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan bimbingan


dan konseling. Namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang menyimpang, maka dengan landasan
yuridis tersebut dikenakan sanksi. Dalam praktek penyelenggraan bimbingan dan
konseling tidak sedikit ditemukan penyimpangan.3

3. Landasan Religius

Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk yang beragama (homo religius),
yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari agama sekaligus menjadikan agama itu sebagai
pedoman dan sikap perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk
yang memiliki motif agama, rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan
mengamalkan nilai-nilai agama.

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan beberapa unsur-unsur keagamaan


terkait erat dalam hakikat, keberadaan, dan perkehidupan kemanusiaan. Dalam
pembahasan lebih lanjut tentang landasan religius bagi layanan bimbingan dan
konseling perlu ditekankan tiga hal pokok, yaitu :

a. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan

Manusia Sebagai Makhluk Tuhan. Keyakinan bahwa manusia adalah


makhluk Tuhan menekankan pada ketinggian derajat dan keindahan makhluk
manusia itu serta peranannya sebagai khalifah dimuka bumi. Derajat dan
kebenaran yang paling mulia diantara makhluk-makhluk Tuhan itu perlu
dimuliakan oleh manusia itu sendiri. Tuhan yang Maha pemurah memberikan
segenap kemampuan potensial kepada manusia, yaitu kemampuan yang
mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah pada
hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap

3
Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), 107-108

5
kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

Kemanusian manusia perlu dikembangakan, dimuliakan. Pemula ini


dilakukan dengan sengaja melalui berbagai upaya, seperti pendidikan dan
pengembangan kebudayaan dalam arti yang seluas-luasnya.4

b. Sikap yang mendorong perkembangan dan perkehidupan manusia berjalan


kearah dan sesuatu dengan kaidah-kaidah agama.

Sikap keberagamaan merupakan gejala yang universal. Pada bangsa-


bangsa dan kelompok-kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa
dijumpai praktek-praktek kehidupan keagamaan. Makna "keagamaan" itu
sangat beraneka ragam (terentang dari paham-paham animisme, politeisme,
sampai monoteisme) dan dalam banyak sehingga diwarnai dan bahkan ada
yang terpadu menjadi satu dengan unsur-unsur kebudayaan yang
dikembangkan oleh manusia sendiri. Kehidupan keagamaan yang semula
dianggap sakral (suci) karena segala sesuatunya didasarkan pada firman-firman
tuhan dapat merosot menjadi sekedar upacara rutin belaka.

Sikap kemerosotan dan pengabaian nilai-nilai agama akan


mengakibatkan kemerosotan kemuliaan kehidupan manusia dipandang dari
tuntutan Tuhan berdasarkan Firman-firman-Nya. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak akan mampu mengatasi kemerosotan yang bertumpu pada
rasionalitas manusia dan berfokus pada kenyataan hidup didunia itu dapat
dengan mudah mengabaikan ajari-ajari Tuhan yang dianggap "tidak rasional".
oleh karena itu mengharapkan peningkatan kemuliaan manusia semata-mata
pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah tepat dan bahkan
berbahaya. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya manusia cenderung
saling menguasai dan saling menghancurkan dengan akibat kesengsaraan dan

4
Prayitno & Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbibgan dan Konseling (Jakarta: PT. Rineka Cipta 1999) hlm. 146

6
permusuhan diri sendiri serta alam secara keseluruhan. Sikap keberagamaan
menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup dunia dan akhirat.5

c. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal


suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi)
serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragam untuk
membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.

Peranan Agama Dalam bimbingan dan konseling (yang merupakan


salah satu upaya kemuliaan manusia) juga diperankan kaidah-kaidah agama,
yaitu berkenaan dengan hakikat sasaran layanan (klien), serta konteks sosial-
budaya. Peranan agama dalam bimbingan konseling akan memberikan warna,
arah, dan suasana hubungan konseling yang tercipta antara klien dan konselor.6

Unsur-unsur agama tidak boleh diabaikan dalam konseling, dan justru


harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya mencapai kesuksesan upaya
bimbingan dan konseling, yaitu kebahagiaan klien. Pemanfaatan unsur-unsur
agama itu hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan, dan tetap
menempatkan klien sebagai seseorang yang bebas dan berhak mengambil
keputusan sendiri.

Untuk tetap memberikan peran positif agama dalam konseling sambil


menghindari hal-hal yang tidak diinginkan itu, pertama konselor hendaklah
orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan
ketakwaanya sesuai dengan agamanya itu. kedua, konselor mampu mentransfer
kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan permasalahan
klien. Ketiga, konselor harus memperhatikan dan menghormati agama klien.
Apabila konselor dan klien berbeda agama, maka pemasukan unsur-unsur
agama itu hendaknya seminimal mungkin, dan hanya unsur-unsur yang tidak
mempertentangkan agama satu dengan yang lainnya.7

5
Prayitno & Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbibgan dan Konseling,hlm.149-150
6
Ibid., 151
7
Prayitno & Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbibgan dan Konseling,hlm.153

7
4. landsan Psikologis

Landasan Psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman


bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran (klien). Landasan
psikologis berkaitan erat dengan proses perkembangan manusia yang sifatnya unik,
berbeda dengan individu lain dalam perkembangan. Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor yaitu:

a. Motif dan motivasi

Berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku,


baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti: rasa lapar, bernafas dan sejenisnya
maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya, motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan, baik dari dalam
diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar diri individu (motivasi
ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku intrumental atau aktifitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.8

b. Pembawaan dan Lingkungan

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang


membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembayaran yaitu segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang
mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah,
bakat, kecerdasan atau ciri-ciri kepribadian tertentu. Pembayaran pada
dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan. Untuk mengoptimalkan
dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan di mana individu itu berada.

Pembayaran dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada


individu yang memiliki pembayaran yang tinggi dan ada pula yang sedang atau

8
Sutirna, Bimbingan Dan Konseli (Yogyakarta: CV. Andi Offset 2013) hlm. 38

8
bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi(jenius),
normal, atau bahkan sangat kurang. Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
perasaan yang memadai sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya
dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan
berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan perasaan
yang serba terbatas sehingga segera potensi bawaan yang dimilikinya tidak
dapat berkembang dengan baik dan menjadi tersisa-siakan.

Pembawaan dan lingkungan akan sangat mempengaruhi dalam


pelaksanaan bimbingan dan konseling, baik itu dilaksanakan oleh guru BK dan
guru mata pelajaran di saat pelaksanaan proses belajar mengajar.9

c. Perkembangan individu

Perkembangan individu, berkaitan dengan proses tumbuh dan


berkembangnya individu yang berlangsung sejak masa konsep (pra-natal)
hingga akhir hayatnya, tidak ada yang sama satu dengan lainnya.
Perkembangan tersebut meliputi aspek fisik dan psikomotorik. bahasa, dan
kognitif/keerdasan, moral, dan sosial.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagi


aspek perkembangan individu yang dilayaninya. Ia harus dapat melihat arah
perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor
pembayaran dan lingkungan. Dengan kata lain, layanan pemberian bimbingan
dan konseling setiap peserta didik berbeda-beda.

d. Belajar

Dengan belajar, manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat


kemanusiaanya. Intibperbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu
yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.
Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru

9
Ibid., 39-40

9
itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor/keterampilan. Agar terjadi proses belajar diperlukan persyaratan
belajar. baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan
ataupun hasil belajar sebelumnya.10

e. Kepribadian

Menurut Gordon W. Allport ditemukan hampir lima puluh definisi


kepribadian yang berbeda-beda. Menurutmu, kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan
caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata
kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.

Abin Syamsuddin mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yaitu:

1) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika


perilaku konsisten tidaknya memegang pendirian atau
pendapat.

2) Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat


lambatnya mereaksi rangsangan-rangsangan yang datang dari
lingkungan.

3) Sikap, yaitu sambutan terhadap objek yang bersifat positif,


negatif, atau bivalen.

4) Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional


terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti tidak
tersinggung, sedih atau putus asa.

5) Resposibilitas (tanggung jawab), yaitu kesiapan untuk menerima


resiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan.

10
Sutirna, Bimbingan Dan Konseli, hlm. 41

10
6) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan
hubungan interpersonal.11

5. Landasan Sosial Budaya

Landasan sosial budaya adalah landasan yang dapat memberikan pemahaman


kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnyanya
merupakan produk lingkungan budaya dimana Ia hidup sejak lahirnya, ia sudah
dididik dan diajari untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan
sosial budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan diri memenuhi tuntutan sosial budaya
dapat mengakibatkan diri tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial budaya
yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan
perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Dalam kehidupan berkelompok itu manusia harus mengembangkan
ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban hak dan kewajiban masing-masing
individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan itu
Biasanya berupa nilai dan norma social.12

a. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya.

MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak


hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia hidup,
tuntutan budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya
sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut.
Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan,
kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara
menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan
pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan
budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan dan
dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, tujuan-

11
Sutirna, Bimbingan Dan Konseli. hlm. 42
12
Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS 2011) hlm. 44

11
tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan kelompok-
kelompok yang dimasukinya. Bimbingan konseling harus mempertimbangkan
aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang
lebih efektif.13

b. Bimbingan dan Konseling antar budaya.

Sesuai dengan dimensi kesosialanya, individu-individu saling


berkomunikasi dan menyesuaikan diri. Komunikasi dan penyesuaian diri antar
individu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama cenderung lebih
mudah dari pada antar mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Konselor diharapkan akan berhasil dalam menyelenggarakan konseling
antarbudaya adalah mereka yang telah mengembangkan tiga dimensi
kemampuan, yaitu dimensi keyakinan, sikap, pengetahuan dan keterampilan
yang sesuai dengan klien antarbudaya yang akan dilayani. 14

13
Sutirna, Bimbingan Dan Konseli. hlm 45
14
Ibid., 46

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan faktor-


faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku
pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling.

Macam-macam landasan bimbinbgan dan konseling yaitu Landasan filosofis


merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi
konselor dalam melaksanakaan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih
bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis. Landasan yuridis-
formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di
Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Landasan Religius
Menurut yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-
nilai kebenaran yang bersumber dari agama sekaligus menjadikan agama itu sebagai
pedoman dan sikap perilakunya. Landasan Psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran (klien). Landasan sosial budaya adalah landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai
faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
13
DAFTAR PUSTAKA

Febrini, Deni. 2011. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Teras.

Prayitno & Erman Amti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Rohmah, Umi. 2011. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Ponorogo: STAIN Po PRESS

Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia.

Sutirna. 2013. Bimbingan Dan Konseli. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan & Konseling.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

14
15

Anda mungkin juga menyukai