Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LANDASAN FILOSOFIS BIMBINGAN DAN KONSELING

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan-Landasan Bimbingan dan


Konseling dengan dosen pengampu Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok III
Fitri Yulianti NIM 2105623
Maulidya Galih Utami NIM 2106616

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya

kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Landasan Filosofis Bimbingan dan Konseling”. Makalah ini disusun dan

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Landasan-Landasan Bimbingan dan

Konseling. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk

perbaikan makalah sehingga dapat menjadi makalah yang baik.

Bandung, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................2
C. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Makna, Fungsi dan Prinsip-prinsip Filosofis Bimbingan dan Koneling.......3
B. Hakikat Manusia...........................................................................................6
C. Tujuan dan Tugas Kehidupan.....................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................15
A. KESIMPULAN...........................................................................................15
B. SARAN.......................................................................................................15

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Filsafat memiliki peranan penting dalam sebuah pendidikan. Filsafat

menjadi sebuah dasar penyelenggaraan pendidikan bagi Indonesia, dimana

filsafat pendidikan merupakan pedoman dan arah berpikir bagi para

penyelenggara pendidikan untuk mewujudkan hasil pendidikan yang

dicita-citakan oleh negara Indonesia. Filsafat pendidikan merujuk pada

filsafat negara, yaitu Pancasila. Pancasila merupakan filsafat negara yang

menjadi dasar filsafat pendidikan di Indonesia.

Tidak hanya filsafat pendidikan yang dirumuskan berdasarkan

Pancasila, bimbingan dan konseling juga menjadikan Pancasila sebagai

landasan. Pancasila menjadi landasan bimbingan dan konseling bertujuan

agar bimbingan dan konseling selaras dengan filsafat negara yaitu

Pancasila. Dalam bimbingan dan konseling, konselor perlu menggunakan

landasan filosofis dalam membantu konseli. Syamsu Yusuf L.N. dan A.

Juntika Nurihsan (2014) berpendapat bahwa salah satu dari berbagai

masalah filsafat yang harus dihadapi konselor adalah bagaimana konselor

menggunakan landasar filosofis sehubungan dengan perannya sebagai

orang yang membantu orang lain (klien) dalam melakukan pilihan dan

kebebasan, serta sebagai pembentuk tingkah laku individu dalam

hubungannya dengan orang lain.

Untuk menggunakan landasan filosofis dalam perannya membantu

konseli, maka konselor perlu memahami makna, fungsi dan psinsip-prinsip

1
2

filosofis dalam bimbingan dan konseling, hakikat manusia, serta tugas dan

tujuan kehidupan manusia. Hal ini bertujuan agar konselor mampu

memahami dan menggunakan dengan baik landasan filosofis dalam

program bimbingan dan konseling.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana makna, fungsi dan prinsip-prinsip filosofis bimbingan dan

konseling?

2. Bagaimana hakikat manusia?

3. Bagaimana tugas dan tujuan kehidupan manusia serta implikasi

terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling?

C. TUJUAN
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami makna, fungsi dan prinsip-prinsip filosofis

bimbingan dan konseling.

2. Mengetahui dan memahami hakikat manusia.

3. Mengetahu dan memahami tugas dan tujuan kehidupan manusia serta

implikasi terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling.


BAB II PEMBAHASAN

A. Makna, Fungsi dan Prinsip-prinsip Filosofis Bimbingan dan Koneling


Kata filosofis atau filsafat adalah bahasa arab yang berasal dari kata

Yunani: filosofia (philosophia). Dalam bahasa Yunani kata filosofia itu

merupakan kata majemuk yang terdiri atas filo (philos) dan sofia (shopos).

Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin mengetahui

segala sesuatu. Sedangkan sofia artinya kebijaksanaan atau hikmah.

Dengan demikian, filsafat itu artinya cinta kepada kebijaksanaan atau

hikmah, atau ingin mengerti segala sesuatu dengan dalam.

Sikun Pribadi (1981) mengartikan filsafat sebagai suatu usaha

manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang

ada, dan apa makna hidup manusiadi dalam semesta ini. Sehingga dapat

diartikan sebagai perenungan atau pemikiran tentang kebenaran, keadilan,

kebaikan, keindahan,religi, dan sosial-budaya. Mempelajari filsafat tidak

hanya sebatas memikirkan sesuatu sebagai perwujudan dari hasrat atau

keinginan untuk mengetahui sesuatu (curiosity), melainkan memang

filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa:

1. Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan.

2. Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri.

3. Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik.

4. Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu

berubah.

3
4

Berdasarkan makna dan fungsi yang telah diuraikan dalam kaitannya

dengan layanan bimbingan dan konseling, Belkin (dalam Prayitno dan

Erman Amti: 2003) menyatakan bahwa pelayanan bimbingan dan

konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan

merupakan tindakan yang bijaksana. Dengan demikian diperlukan

pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang bersangkutan dengan

pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran filosofis menjadi alat yang

bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan

bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam

memahami situasi konseling dan dalam mengambil keputusan yang tepat.

Di samping itu pemikiran dan pemahaman filosofis memungkinkan

konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantab, lebih fasilitatif, serta

lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.

John J. Pietrofesa et.al. (1980) mengemukakan terdapat prinsip yanng

terkait dengan landasan filosofis dalam bimbingan, yaitu sebagai berikut:

1. Objective viewing, yaitu konselor membantu klien agar memperoleh

suatu perspektif tentang masalah khusus yang dialaminya, dan

membantunya untuk menilai atau mengkaji berbagai alternatif atau

strategi kegiatan yang memungkinkan konseli mampu merespon

interes, minat, atau keinginannya secara konstruktif.

2. The counselor must have the best interest of the at heart, yaitu

konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi

masalahnyakonselor menggunakan keterampilannya untuk membantu


5

klien dalam upaya mengembangkan keterampilan klien dalam

mengatasi masalah dan keterampilan hidupnya.

James Cribbin (dalam John J. Pietrofesa et.al: 1980) prinsip-prinsip

dalam bimbingan itu adalah sebagai berikut:

1. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan

kemuliaan dan harga diri inividu dan atas hak-haknya untuk

mendapatkan bantuan.

2. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan,

yang artinya bimbingan merupakan bagian integral dalam

pendidikan .

3. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap konseli yang

meminta bantuan atau pelayanan.

4. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan

mental. Bimbingan dilaksanakan melalui kerjasama, yang masing-

masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.

5. Fokus bimbingan adalah membantu individu merealisasikan

potensi dirinya.

6. Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat

individualisasi, personalisasi, dan sosialisasi.


6

B. Hakikat Manusia
Berdasarkan pendapat para ahli atau mazhab konseling tentang

hakikat manusia adalah sebagai berikut:

1. Viktor E.Frankl

a. Manusia selain memiliki dimensi fisik dan psikologis, juga

memiliki dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara

mendalam apabila manusia itu hendak dipahami dengan sebaik-

baiknya, melalui dimensi spiritualnya itulah manusia mampu

mencapai hal-hal yang berada di luar dirinya dan mewujudkan ide-

idenya.

b. Manusia adalah unik, dalam arti bahwa manusia mengarahkan

kehidupannya sendiri.

c. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya

untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut kehidupannya

sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan

menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi

apa manusia itu sendiri.

2. Sigmund Freud

a. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik,

mekanistik, dan reduksionistik.

b. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional,

motivasi-motivasi tak sadar, dorongan -dorongan biologis, dan

pengalaman masa kecil.


7

c. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian enerji

psikis kepada Id, Ego, dan Superego yang bersifat saling

mendominasi.

d. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan

agresif, naluri kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).

e. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh

kesenangan dan menghindari rasa sakit (pleasure principle).

3. Passons

Delapan asumsi tentang hakikat manusia menurut kerangka kerja

teori konseling Gestalt yang di kembangkan oleh Frederick Perls

(1884-1970) adalah sebagai berikut:

1. Individu memiliki kepribagian yang utuh, menyeluruh, bukan

terdiri dari bagian-bagian badan, emosi, pikiran, sensasi, dan

persepsi. Individu dapat dipahami apabila dilihat dari keterpaduan

semua bagian-bagian tersebut.

2. Individu merupakan bagian dari lingkungannya. Oleh karena itu

individu baru dapat dipahami apabila dilihat dari keterpaduan

semua bagian-bagian tersebut.

3. Individu memilih bagaimana dia merespon rangsangan internal

maupun eksternal. Individu adalah aktor bukan reaktor.

4. Individu memiliki kemampuan potensial untuk menyadari secara

penuh semua sensasi, pikiran, emosi, dan persepsinya.


8

5. Individu memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan, sebab dia

menyadarinya.

6. Individu memiliki kapasitas untuk membangun kehidupannya

secara efektif.

7. Individu tidak dapat mengalami masa lalu dan masa yang akan

datang, tetapi dia hanya dapat mengalami masa sekarang.

8. Individu pada dasarnya tidak dapat dikatakan baik atau buruk.

4. Beck

Beberapa asumsi eksistensialis hakikat manusia, yaitu sebagai

berikut:

a. Manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Dia

mempunyai pilihan dan harus melakukan pilihan untuk dirinya

sendiri.

b. Manusia harus memandang atau memperhatikan orang lain sebagi

bagian dari dirinya, dan perhatiannya ini direfleksikan dalam

pergaulan dengan warga masyarakat yang lebih luas.

c. Manusia eksis didunia nyata, dan berhubungan dengan dunianya

di satu sisi merupakan ancaman yang dalam banyak hal tidak

dapat merubahnya.

d. Hidup yang bermakna harus menghilangkan ancaman yang

dihadapi, baik fisik maupun psikis. Tujuannya adalah untuk

membebaskan manusia dari ancaman, sehingga dapat mencapai

perkembangan yang optimum.


9

e. Setiap manusia memiliki pembawaan dan pengalaman yang unik,

sehingga memungkinkan berprilaku yang berbeda satu sama

lainnya.

f. Manusia berprilaku sesuai dengan pandangan sebjektifnya tentang

realitas.

g. Secara alami manusia tidak dapat dikatakan “baik” atau “buruk”

(jahat).

h. Manusia mereaksi situasi secara menyeluruh tidak bersifat

serpihan (seperti hanya intelektual atau emosional).

5. B.F. Skinner dan Watson

a. Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan

positif dan negatif yang sama.

b. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan

sosial budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan

pembentuk utama keberadaan manusia.

c. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari

d. Manusia tidak memiliki kemampuan membentuk nasibnya sendiri.

6. Albert Ellis

a. Manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional

dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat.

b. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk

memelihara diri, berbahagia, berpikir, mencintai, bergabung

dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri.


10

c. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan

pemenuhan keinginan, tuntutan, hasrat, dan kebutuhan dalam

hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya

manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.

d. Manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara simultan. Jarang

manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan

biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.

7. Aliran Humanistik

a. Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.

b. Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau

mengembangkan tingkah lakunya, yang dalam hal ini manusia

bukan pion yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan.

c. Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh

ketidaksadaran, kebutuhan irrasional, atau konflik.

C. Tujuan dan Tugas Kehidupan


Manusia secara naluriah memiliki kebutuhan untuk bahagia, sejhtera,

nyaman, dan menyenangkan dalam hidupnya. Freud menyatakan bahwa

manuisa dalam hidupnya selalu mengejar kenikmatan (pleasure priciple)

dan menghindar dari rasa sakit (kondisi yang tidak menyenangkan).

Prayitno dan Erman Amti 92002) mengemukakan model Witnerdan

Sweeney tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya

mengembangkan dan mempertahankannya sepanjang hayat. Ciri-ciri hidip


11

sehat sepanjang hayat tersebut ditandai dengan lima kategori tugas

kehidupan, yaitu sebagai berikut:

1. Spiritualitas, dimana agaman adalah sebagai sumber inti dari sehat,.

Dimensi lain dari aspek spiritualitas ini adalah (a) kemampuan

memberikan makna kepada kehidupan, (b) optimis terhadap kejadian-

kejadian yang akan datang, dan (c) diterapkannya nilai-nilai dalam

hubungan antar orang serta dalam mengambil keputusan.

2. Pengaturan diri, dimana orang yang mengamalkan hidup sehat pada

diri nya terdapat ciri-ciri (a) rasa diri berguna, (b) pengendalian diri,

(c) pandangan realistik, (d) spontanitas dan kepekaan emosional, (e)

kemampuan rekayasa intelektual, (f) pemecahan masalah, (g) kreatif,

(h) kemampuan berhumor, dan (i) kebugaran jasmani dan kebiasaan

hidup sehat.

3. Bekerja, dengan bekerja orang akan memperoleh keuntungan

ekonomis (terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan),

psikologis (rasa percaya diri, dan perwujudan diri), dan sosial (status

dan persahabatan)

4. Persahabatan, persahabatan merupakan hubungan sosial baik antar

individu maupun dalam masyarakat secara lebih luas. Persahabatan

memberikan tiga keutamaan kepada hidup yang sehat, yaitu (a)

dukungan emosional, (b) dukungan material, dan (c) dukungan

informasi.
12

5. Cinta, dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung

intim dan saling percaya, saling terbuka, saling kerjasama, dan saling

memberikan komitmen yang kuat. Penelitian Flanagan (1978)

menemukan pasangan hidup suami-istri, anak, dan teman merupakan

tiga pilar paling utama bagi keseluruhan penciptaan kebahagiaan

manusia, baik laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan pemaparan tentang hakikat, tujuan dan tugas manusia

di atas sebagai hasil olah pikir para atau nalar (nadhar) para ahli

mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling.

Terutama dalam perumusan tujuan bimbingan dan konseling, dan cara

pandang konselor terhadap konseli seyogianya didasarkan kepaada

harkat dan maerabat kemanusiaa nya manusia.

Bagi bangsa Indonesia yang menjadi landasan filosofis bimbingan

dan konseling adalah Pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan

fitrah manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai landasan bimbingan

dan konseling mempunyai implikasi sebagai berikut:

1. Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dengan nilai-nilai

yang terkandung dalam setiap sila Pancasila, dengan demikian

tujuan bimbingan dan konseling itu adalah memfasilitasi peserta

didik agar mampu:


13

a. Menembangkan potensi, fitrah, atau jati dirinya sebagai makhluk

Tuhan, dengan cara mengimani, memahami dan mengamalkan

ajaran-Nya.

b. Mengembangkan sikap-sikap yang positif, seperti respek

terhadap harkat dan martabat diri sendiri dan orang lain, dan

sikap empati.

c. Mengembangkan sikap koperatif, kolaboratif, toleransi, dan

altruis (ta’awun bilma’ruf).

d. Mengembangkan sikap demokratis, menghargai pendapat orang

lain, dan bersikap mengayomi masyarakat.

e. Mengembangkan kesadaran untuk membangun bangsa dan

negara yang sejahtera dan berkeadilan dalam berbagai aspek

kehidupan (ekonomi, hukum, pendidikan, dan pekerjaan).

2. Konselor seyogiyanya menampilkan kualitas pribadi yang sesuai

dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa, bersikap

menghormati terhdap orang lain, mau bekerjasama dengan orang

lain, bersikap demokratis, dan bersikap adil terhadap para siswa.

3. Perlu melakukan penataan lingkungan (fisik dan sosial budaya)

yang mendukung terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam

kehidupan perorangan maupun masyarakat pada umumnya. Upaya-

upaya tersebut diantanyanya adalah:

a. Menata lingkungan hidup yang hijau berbunga, dan bersih dari

polusi (udara, air. Dan limbah/sampah).


14

b. Mencegah atau memberantas kriminalitas, minuman keras, judi,

dan penggunaan obat-obat terlarang seperti narkoba/Nabza.

c. Menghentikan tayangan-tayangan televisi yang merusak nilai-

nilai Pancasila, seperti tayangan yang merusak aqidah, dan

akhlak (moral) warga masyarakat terutama anak-anak dan

remaja.

d. Mengontrol secara ketat penjualan alat-alat kontrasepsi .

e. Memberantas korupsi dan melakukan clean government

(pemerintah yang bersih).


BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Landasasan filosofis bimbingan merupakan landasan yang terkait

dengan cara pandang para ahli berdasarkan olah pikir tentang hakikat

manusia, tujuan, dan tugas hidupnya didunia ini, serta upaya-upaya

mengembangkan, mengangkat, dan memelihara nilai-nilai kemanusiaan

manusia. Bimbingan adalah kegiatan manusiawi terkait dengan upaya

mengembangkan potensi insaniah manusia, sehingga manusia berada

dalam alur kehidupan yang bermartabat dan beradap. Seorang konselor

hendaknya memiliki pemahaman yang baik dan mendalam mengenai

tentang filsafat manusia yang dijadikan sebagai pedoman yang akurat

dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli

kearah kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki

oleh konseli.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan makalah ini tidak luput

dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

penulis harapkan untuk perbaikan makalah sehingga dapat menjadi

makalah yang baik.

15
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf L.N, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. (2014). Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Prayitno & Amti, Erman. (1997). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.


Jakarta: Depdikbud.

16

Anda mungkin juga menyukai