ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Tentang
Disusun oleh :
1814040013
Dosen Pengampu :
Dr. Hasnawati, M. Pd
2020 M / 1442 H
1
PEMBAHASAN
2
menimbulkan organisasi yaitu kumpulan orang, ada kerjasama, dan
tujuan yang telah ditetapkan yang merupakan sistem yang saling
berkaitan dalam kebulatan.
3
dipegang oleh masyarakat dan menjadi nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat.
a. Driyarkara (1980)
Pendidikan adalah memanusiakan manusia.
b. Dictionary of education
Pendidikan adalah (1) Proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat tempat mereka hidup, (2) proses sosial yang terjadi
pada seseorang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Dengan kata lain pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan atas
individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang
sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah laku, pikiran, dan
sikapnya.
c. Crow and Crow (1960)
“Modern educational theory and practice not only are
aimed at preparation for future living but also are operative in
determining the patern of present, day by day attitude and
behaviour.”
4
- Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk
berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
- Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang
terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik
penilaiannya yang yang sesuai.
- Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat (formal dan non formal).
5
Menurut E. Kast dan James E. Rosenzweig (1974) struktur
diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu
organisasi. Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang
membagi dan mengkoordinasi tugas orang dan kelompok agar tercapai
tujuan.
Struktur organisasi merupakan bentuk dari organisasi secara
keseluruhan yang menggambarkan kesatuan dari berbagai segmen dan
fungsi organisasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ukuran,
jenis teknologi yang digunakan, dan sasaran yang hendak dicapai.
Struktur bersifat relatif stabil (tidak berubah) statis dan berubah lambat
atau memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian.
Menurut Stoner (1986), struktur organisasi dibangun oleh lima
unsur, yaitu:
a. Spesialisasi Aktivitas
Spesialisasi aktivitas mengacu pada spesifikasi tugas
perorangan dan kelompok di seluruh organisasi atau pembagian
kerja dan penyatuan tugas tersebut ke dalam unit kerja.
b. Standardisasi Aktivitas
Standardisasi aktivitas adalah prosedur yang digunakan
organisasi untuk menjamin kelayakan kegunaan aktivitas.
Menstandardisasi artinya menjadikan seragam dan konsisten
pekerjaan yang harus dilakukan bawahan, biasanya dengan
menggunakan peraturan, uraian jabatan, dan program seleksi,
orientasi kerja, keterampilan kerja.
c. Koordinasi Aktivitas
Koordinasi aktivitas adalah prosedur yang memadukan
fungsi-fungsi dalam organisasi, seperti fungsi primer dalam suatu
badan usaha, pemasaran, produksi dan penjualan merupakan
faktor-faktor yang secara langsung menunjang pencapaian tujuan
organisasi.
d. Sentralisasi dan Desentralisasi Keputusan
6
Sentralisasi dan desentralisasi adalah pengambilan
keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan pengambilan
keputusan. Sentralisasi adalah proses pemberian wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat atas suatu organisasi,
sedangkan desentalisasi merupakan pendelegasian wewenang pada
semua tingkat organisasi.
e. Ukuran Unit Kerja
Ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam
suatu kelompok kerja.
7
organisasi, rincian aktivitas satuan organisasi, setiap jabatan yang ada,
rincian tugas pejabat, nama dan pangkat golongan, jumlah dan foto
pejabat, kedudukan, dan penilaian terhadap kelayakan suatu organisasi.
8
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pendidikan pra sekolah
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran
komite sekolah hampir sama dengan dewan pendidikan, namun cakupan
ruangnya lebih sempit yaitu di satuan pendidikan.
9
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (Undang-
undang No 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat ( 11 ) dan Ayat ( 13 ).
Pendidikan jalur formal merupakan bagian dari pendidikan
nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
demokratis, menjunjung tinggi hak azasi manusia, menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan
bermartabat, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan
kreatif, serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang
cerdas dan berdaya saing di era global.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur
pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai
dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan
tinggi. Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat),
pemerintah daerah dan masyarakat.
Semua lembaga formal diberi hak dan wewenang oleh
pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap
peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga
tersebut. Khusus bagi perguruan tinggi yang memiliki program
profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan
doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh
penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan,
kebudayaan, atau seni.
b. Jalur Pendidikan Non-Formal
10
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan nonformal juga disebut pendidikan luar
sekolah. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan
kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan
lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis
taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
c. Jalur Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil
pendidikan sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah
peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 27 ayat 1 dan
2).
Homeschooling atau yang di-Indonesiakan menjadi sekolah
rumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 terkategori sebagai
11
pendidikan informal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang
dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan. Kedudukannya setara
dengan pendidikan formal dan nonformal.
Hanya saja, jika anak-anak yang dididik secara informal ini
menghendaki ijazah karena berniat memasuki pendidikan formal
pada jenjang yang lebih tinggi, maka peserta pendidikan informal
bisa mengikuti ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga
nonformal sejenis yang menyelenggrakan ujian kesetaraan. Hal
paling khas yang menjadi nilai lebih pendidikan informal
dibandingkan model pendidikan lainnya adalah, kemungkinan
yang lebih besar akan tergali dan terkelolanya potensi setiap anak
secara maksimal.
2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan
formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14)
a. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal
selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang
melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 17). Pendidikan
dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari program
pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan
tiga tahun di sekolah lanjutan pertama (PP Nomor 28 tahun 1990).
12
Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak
usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi
bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 28
disebutkan bahwa : Pendidikan anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui
jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan
Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
b. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan
lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 18.
c. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi
berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
13
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau vokasi (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 20).
3. Jenis Pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
vokasi, keagamaan, dan khusus (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV
Pasal 15).
a. Pendidikan Umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan
menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang
diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
b. Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam
bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK).
c. Pendidikan Akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi
program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada
penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d. Pendidikan Profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah
program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk
memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
14
diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan
bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau
lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
e. Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang Diploma 4 setara
dengan program Sarjana (Strata 1).
f. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu
agama. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah,
pesantren, perasramaan, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang
sejenis (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 30).
g. Pendidikan Khusus
15
C. Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga Pendidikan
Kemandirian sebagai tuntutan desentralisasi pendidikan (Tim
Dosen AP, 2010:25) pada daerah kabupaten dan kota lebih menekankan
pada kemandirian dalam mengelola dan memberdayakan berbagai sumber
daya yang dimiliki untuk mengimplementasikan kebijakan yang sudah
ditetapkan oleh otoritas pusat dan propinsi. Melihat sumber daya yang
tersedia didaerah, maka setiap daerah berbeda-beda dalam menangani
urusan pendidikan. Perbedaan ini terlihat dalam mengorganisasikan
instansi pengelola pendidikan, sedangkan untuk mengorganisasikan
lembaga penyelenggaraan pendidikan tetap menganut ketentuan nasional
tentang jenis dan jenjang pendidikan.
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-
tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang
sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumberdaya, serta
mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan
organisasi. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan sebuah organisasi maka
diperlukan kriteria keberhasilan organisasi lembaga pendidikan (Nanang
Fattah, 1996:71).
Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek
dalam suatu komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan
yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi
tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin
dituntut menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memerlukan suatu sistem
pengelolaan yang profesional. Sebagai salah satu komponen utama dalam
sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata
dalam meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas dari seberapa
baik sekolah tersebut dikelola. Apabila sekolah dianalogikan sebagai
mesin produksi, maka kualitas output akan relevan dengan kualitas
mesinnya. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan (sekolah) merupakan
keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka
16
memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan
unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai
seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Sehingga
keberhasilan kepemimpinan pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat
kepedulian seorang pemimpin terlibat terhadap kedua orientasi, yaitu apa
yang telah dicapai oleh organisasi (organizational achievement) dan
pembinaan terhadap organisasi (organizational maintenance). Dengan
pendekatan ini, keberhasilan seorang pemimpin dapat dikaji dengan
langkah-langkah atau cara:
1. Pengamatan terhadap produk yang dihasilkan oleh proses transformasi
kepemimpinannya, seperti:
a. Penampilan kelompok
b. Tercapainya tujuan kelompok
c. Kelangsungan hidup kelompok
d. Pertumbuhan kelompok
e. Kemajuan kelompok menghadapi krisis
f. Bawahan merasa puas terhadap pemimpin
g. Bawahan merasa bertanggung jawab terhadap tujuan kelompok
h. Kesejahteraan psikologi dan perkembangan anggota kelompok
i. Bawahan tetap mendukung kedudukan dan jabatan pemimpin
j. Berkaitan dengan hasil transformasi tersebut dapat dilihat pula
beberapa hal, seperti:
- Pertumbuhan keuntungan
- Batas minimal keuangan
- Peningkatan produk pelayanan
- Penyebaran jasa pelayanan
- Target yang tercapai
- Investasi mengalami pertumbuhan
17
dan outcome yang dihasilkan. Oleh karena itu kriteria mutu dan
keberhasilan pembelajaran seharusnya dibuat secara rinci, sehingga benar-
benar measurable and observable (dapat diukur dan diamati).
Kriteria Keberhasilan:
18
suatu proses pendidikan tertentu. Kurikulum pada pengertian ini terbatas
pada pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk
kepentingan mereka melanjutkan pelajaran maupun terjun kedunia kerja.
Dengan melihat pada kurikulum sebagai lembaga pendidikan maka dapat
dilihat apakah lulusanya mempunyai keahlian dalam level apa. Kurikulum
dalam arti luas adalah semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga
pendidikan kepada anak didik selama mengikuti pendidikan. Dengan
pengertian ini maka pengaturan halaman sekolah, penempatan keranjang
sampah atau ketatnya disiplin sekolah dijalankan ikut termasuk dalam
cakupan kurikulum karena semua itu akan menghasilkan suatu yang
tercermin pada lulusan (Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, 2008:131).
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para
ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik,
lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu
sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di
sekolah, itulah kurikulum. Dalam pandangan modern, pengertian
kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang
nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel
dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum… to be
composed of all the experiences children have under the guidance of
teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang
mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of
courses study and list of subject and courses to all experiences which are
offered to learners under the auspices or direction of school. George A.
Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculum is a written
document which may contain many ingredients, but basically it is a plan
for the education of pupils during their enrollment in given school” (Nana
Syaodih, 2005:5). Beauchamp mengatakan bahwa kurikulum adalah suatu
rencana pendidikan atau pengajaran, pelaksanaan rencana itu sudah masuk
pengajaran.
19
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid
Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau
dalam empat dimensi, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide, yang dihasilkan melalui teori-teori dan
penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari
kurikulum sebagai suatu ide, yang didalamnya memuat tentang tujuan,
bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, dalam bentuk praktek
pembelajaran.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan
kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan
tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi
enam bagian : kurikulum sebagai ide, kurikulum formal berupa dokumen
yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan
kurikulum, kurikulum menurut persepsi pengajar, kurikulum operasional
yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas, kurikulum
experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik, dan
kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat
dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
E. Pengorganisasian Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum dapat dilihat dari dua pendekatan,
yakni dalam konteks manajemen dan dalam konteks akademik. Pengertian
20
dari kata organisasi itu sendiri adalah suatu kelompok sosial yang bersifat
tertutup atau terbuka dari/terhadap pihak luar, yang diatur berdasarkan
aturan tertntu, yang dipimpin/diperintah oleh seseorang pimpinan atau
seorang pimpinan atau seorang staf administratif, yang dapat
melaksanakan bimbingan secara teratur dan bertujuan. Dalam sebuah
organisasi sangat diperlukan melaksanakan proses manajemen, yakni:
1. Organisasi perencanaan kurikulum, yang dilaksanakan oleh suatu
lembaga atau tim pengembang kurikulum
2. Organisasi dalam rangka implementasi kurikulum, baik pada tingkat
daerah maupun pada tingkat sekolah atau satuan lembaga pendidikan
yang melaksanakan kurikulum.
3. Organisasi dalam tahap evaluasi kurikulum, yang melibatkan pihak-
pihak yang terkait dalam proses evaluasi sebuah kurikulum (Oemar
Hamalik, 2008:137).
21
c. Kurikulum ini bertujuan pada penguasaan sejumlah ilmu
pengetahuan.
d. Tidak didasarkan atas kebutuhan, minat, dan masalah-masalah
yang menyangkut diri siswa.
e. Tidak mempertimbangkan kebutuhan, masalah, dan tuntutan
masyarakat.
f. Pendekatan metodologi sistem penuangan.
g. Pelaksanaan dengan sistem guru mata pelajaran.
h. Para siswa sama sekali tidak dilibatkan dalam perencanaan
kurikulum
i. Kurikulum yang berkorelasi dengan mata pelajaran.
22
d. Metode pencapaiannya adalah dengan menggunakan metode
korelasi meskipun masih banyak kendala dan hambatan yang
dihadapi.
e. Meskipun guru masih memegang peran aktif, aktivitas siswa juga
mulai dikembangkan.
2. Kurikulum Bidang Studi
Ciri-ciri umum yang terdapat dalam kurikulum bidang studi antara
lain:
a. Kurikulum terdiri atas suatu bidang pengajaran yang di dalamnya
terdapat perpaduan sejumlah mata pelajaran yang sejenis dan
memiliki ciri-ciri yang sama.
b. Pelajaran bertitik tolak dari core subject, dari sana kemudian
dijabarkan menjadi sejumlah pokok bahasan.
c. Berdasarkan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional yang telah
direncanakan sebelumnya.
d. Sistem penyampaiannya bersifat terpadu.
e. Guru berperan selaku guru bidang studi.
f. Minat, masalah, dan kebutuhan siswa serta kebutuhan masyarakat
masyarakat dipertimbangkan sebagai dasar penyusunan kurikulum.
3. Kurikulum Berintegrasi/terpadu
23
g. Peran guru sama aktifnya dengan murid.
4. Core Curriculum (kurikulum inti).
Yakni kurikulum yang disusun berdasarkan masalah dan
kebutuhan siswa. Ciri-ciri core curriculum:
a. Inti pelajaran meliputi pengalaman-pengalaman yang penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan semua siswa.
b. Inti program berkenaan dengan pendidikan umum (general
education) untuk memperoleh bermacam-macam hasil (tujuan
pendidikan).
c. Kegiatan-kegiatan dan pengalaman-pengalaman inti disusun dan
diajarkan dalam bentuk kesatuan, tidak dibatasi oleh garis-garis
pelajaran yang terpisah.
d. Inti program diseleenggarakan dalam jangka waktu yang lebih
lama.
F. Ketatalaksanaan Kurikulum
Tatalaksana kurikulum di sekolah merupakan kegiatan yang sangat
penting di antara kegiatan-kegiatan administratif lainnya. Kurikulum
dengan diiringi tatalaksanan yang baik, tepat, dan cermat akan mampu
membuahkan hasil pendidikan yang baik pula.
Memahami dan mengenal berbagai aspek administrasi pendidikan
di sekolah memang merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus
dimiliki setiap guru, karena di samping tugas pokoknya sebagai pendidik,
guru berfungsi pula sebagai administrator yang menyangkut
ketatalaksanaan kurikulum.
1. Organisasi Kurikulum
Organisasi Kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan
pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi
kurikulum sangat erat berhubungan dengan tujuan pendidikan yang
hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan isi
dan cara penyampaian pelajaran berbeda pula.(Nasution, hal. 80 dalam
Suryosubroto, 1990:1)
24
Macam-macam pola pengorganisasian kurikulum :
b. Corellated Curicullum
Organisasi kurikulum ini menghendaki agar mata pelajaran
itu satu sama lain ada hubungan (bersangkut paut) walaupun batas-
batas masih dipertahankan. Beberapa kebaikan corellated
curicullum :
1. Pengetahuan murid menjadi lebih integral, tidak terlepas-lepas.
2. Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu
dengan yang lain, minat murid bertambah.
3. Memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena
memandang dari berbagai sudut.
4. Diutamakan pengertian dan prinsip, bukan pengetahuan akan
fakta.
c. Integrated Curicullum
Organisasi kurikulum ini meniadakan batas-batas antara
berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam
bentuk unit atau keseluruhan.
25
1. Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang
bertali erat.
2. Murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam
kehidupan mereka.
3. Memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dan
masyarakat.
4. Aktivitas anak-anak meningkat karena dirangsang berpikir
sendiri atau bekerjasama dengan kelompok.
5. Mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan
kematangan murid.
2. Struktur Program Kurikulum dan Implikasinya dalam Kegiatan
Administratif
Pada kurikulum 1975 kita jumpai bahwa kurikulum pada garis
besarnya terperinci dalam beberapa program pendidikan.
1. Program Pendidikan Umum; adalah program yang diberikan
kepada semua siswa dan mencakup Pendidikan Moral Pancasila
yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.
2. Program Pendidikan Akademis; adalah program pendidikan yang
diperlukan sebagai dasar untuk melanjutkan studi ke tingkat
pendidikan selanjutnya.
3. Program Pendidikan Ketrampilan; adalah program pendidikan
yang dapat di[ilih siswa dan ada juga yang bersifat terikat
(Suryosubroto, 2005:9).
1. Program Inti
2. Program Pilihan
26
kelancarannya. Kegiatan administrasi kurikulum yang terpenting di
sini meliputi :
Kegiatannya meliputi:
27
penggunaan waktu sekolah secara optimal dalam rangka usaha
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
4. Menyusun Satuan Pelajaran
Satuan pelajaran merupakan unit terkecil program
pengajaran yang disiapkan oleh guru sebelum proses belajar
mengajar berlangsung (Suryosubroto, 2005:65).
Akhir-akhir ini dalam usaha pengembangan lebih lanjut
dari para pemikir pendidikan, maka proses belajar mengajar di
kelas disarankan (harus) lebih mengaktifkan siswa, bukan lagi
fihak guru yang aktif menyampaikan materi pelajaran. Pola
belajar demikian kemudian disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) mengakibatkan persiapan guru dalam program belajar
mengalami sedikit perubahan. Dengan demikian, penyusunan
satuan pelajaran dapat dikatakan seperti penyusunan rencana
kegiatan pembelajaran (RPP). Sebagai contoh dalam satuan
pelajaran dengan pola PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional) terdapat langkah-langkah pokok seperti
perumusan tujuan, mengembangkan alat evaluasi, menetapkan
kegiatan belajar-mengajar, merencanakan program kegiatan,dll.
5. Melaksanakan Sistem Kredit Sekolah
Melaksanakan sistem kredit dimaksudkan ntuk
meningkatkan tepat guna, daya guna, dan hasil guna
pendidikan, yang sekaligus dikaitkan pula dengan sistem
penilaian siswa. Yang dimaksud dengan “kredit” adalah ukuran
satuan beban belajar siswa yang ditentukan oleh jumlah jam
pelajaran tatap muka dan pekerjaan rumah per-minggu per
semester.
6. Menyelenggarakan Evaluasi Hasil Belajar
Penyelenggaraan evaluasi (penilaian) hasil belajar siswa
merupakan salah satu tugas-kegiatan dari tatalaksana
kurikulum. Evaluasi berguna dan bertujuan untuk mendapatkan
28
umpan balik bagi guru tentang sejauh mana tujuan
instruksional (pengajaran) telah tercapai sehingga guru dengan
demikian mengetahui apakah guru masih harus memperbaiki
lagi langkah yang ia tempuh dalam kegiatan mengajar
(Suryosubroto, 2005:143).
Bagi siswa hasil evaluasi akan menunjukkan kepada
mereka betapa keberhasilan mereka dalam kegiatan belajar
yang pernah mereka lakukan.
29
tua, dan rekan sekerja sangat memerlukan keterangan yang
relevan dari guru. Kebutuhan pihak-pihak tersebut akan
keterangan, penjelasan, atau informasi pada umumnya bersifat
terus menerus dan berkelanjutan. Untuk kebutuhan inilah
kepala sekolah dan guru seperti juga tenaga kependidikan
lainnya diharapkan untuk selalu membuat laporan tentang hal-
hal yang menjadi tanggung jawabnya.
G. Pengembangan Kurikulum
Pendidikan tidak akan pernah lepas akan dampak lingkungan
disekitar yang semakin hari semakin berkembang. Jika pendidikan tidak
dapat mengikuti perkembangan dunia seperti perkembangan ilmu dan
teknologi yang berkembang kian pesat, maka pendidikan akan jauh
tertinggal dan tidak memberi manfaat relevan bagi peserta didik. Oleh
sebab itu pendidikan harus ikut dikembangkan sesuai dengan
perkembangan dunia saat ini. Cara mengembangkan pendidikan adalah
dengan pengembangan kurikulum. Pengembanagn kurikulum adalah
proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang
luas dan spesifik. (Oemar Hamalik, 2007 : 183). Pengembangan kurikulum
merupakan proses yang dinamik sehingga dapat merespon terhadap
tuntutan perubahan structural pemerintahan, perkembangan ilmu dan
teknologi, maupun globalisasi. Kebijakan umum dalam pengembangan
kurikulum haruslah sejalan dengan visi, misi, dan strategi pembangunan.
Pengembagan kurikulum adalah hal yang dapat terjadi kapan saja
sesuai dengan kebutuhan pendidikan pada setian jenjang pendidikan.
Perubahan kurikulum sendiri bertujuan untuk menyiapkan siswa atau
peserta didik untuk menghadapi masa sekarang maupun masa yang akan
datang. Pengembangan Kurikulum harus mampu mengantisispasi segala
persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa yang akan datang
(Oemar Hamalik, 2006 : 90).
30
Kurikulum juga memiliki dasar pengembangan yang harus
diperhatikan dalam proses pengembangannya. Dasar-dasar pengembangan
kurikulum tersebut adalah :
1. Kurikulum disusun untuk mewujudkan system pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangakan dengan
pendekatan kemampuan.
3. Kurikulum harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada
masing-masing jenjang pendidikan.
4. Kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi dikembangkan atas
dasar standar nasional pendidikan untuk setiap jenis dan jenjang
pendidikan.
5. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara
berdisversikasi sesuai dengan kebutuhan potensi dan minat pesererta
didik.
6. Kurikulum dikembangakan dengan memperhatikan tuntutan
pemanbangunan daerah maupun nasional, serta mempertimbangkan
kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni.
7. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara
berdiversifikasi sesuai dengan tuntutan lingkungan dan budaya
setempat.
8. Kurikulum pada semua jenjang mencakup aspek spiritual keagamaan,
intelektualitas, watak konsep diri, ketrampilan belajar, kewirausahaan,
ketrampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, pola hidup sehat,
estetika dan rasa kebangsaan.
31
5. Pengembangan kurikulum melalui proyek nasional (Oemar Hamalik,
2006:90).
32
perkembangan kurikulum. Karena kurikulum hendaknya
mencerminkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang
kemudian dintegrasikan dalam sebuah kurikulum.
ANALISA
33
khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15).
3. Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga Pendidikan; kriteria
keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu
komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif
dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut.
Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut
menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sebagai
salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah
memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM.
4. Manajemen kurikulum pendidikan merupakan segenap proses usaha
bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik
berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi belajar mengajar. Jika
kita lihat kurikulum di negara Indonesia ini sering berubah – ubah karna
menteri pendidikan masih mencari metode yang tepat untuk sistem
manajemen pendidikan di Indonesia. Selain itu kurikulm juga
memperhatikan tiap jenjang pendidikan yang mana setiap jenjang
membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam
perkembanganya, kurikulum yang ada dilapangan belum dipahami oleh
setiap guru yang terlibat dalam proses pengajaran, sehingga konsep
tersebut belum tentu langsung dikembangkan di semua sekolah, masih
terdapat perbedaan persepsi yang mendasar pada setiap guru dalam
menafsirkan kurikulum yang dipakai. Hal tersebut harusnya dalam
pendidikan di daerah terpencil. Sehingga yang seharusnya kurikulum
dijadikan sebagai suatu cara pengembangan pendidikan yang relevan
dengan perkembangan dunia saat ini, hal itu belum terwujud di semua
sekolah khususnya sekolah yang berada di daerah terpencil yang sangat
lamban dalam perkembangan kurikulum tersebut. Selain itu, pemerintah
seharusnya lebih melakukan pemerataan pendidikan di semua sekolah di
negeri ini, untuk menciptakan generasi yang cerdas dan dapat membawa
perubahan untuk negeri ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
Rosdakarya Bandung
35
Sukirman, Hartati dkk. 1998. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Yogyakarta : UPP IKIP Yogyakarta
Usman, Husaini. 2011. Manjemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara
36