Anda di halaman 1dari 14

Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam

(Studi Kasus di Madrasah Diniyah Mafatihul Huda Jabung Talun Blitar)

Muhammad Mustofa Habib

UIN Sayyid Ali Rahmatullah


E-Mail: mustofahabib673@gmail.com

Abstrak

Budaya organisasi merupakan karakter dari sebuah lembaga atau instansi tersebut
sebagai koredor terbsar yang mampu mempengaruhi segala komponen yang ada
didalamnya. Dengan adanya budaya organisasi yang telah ditanamkan oleh
pendiri juga pimpinan lembaga, Madrasah Diniyah Mafatihul Huda Jabung
mampu tetap eksis dan berkembang diera derasnya arus globalisasi.
Metode penelitian ini mengacu pada jenis penelitian kualitatif deskriptif. Jenis
penelitian ini menekankan kepada kenaturalan serta peneliti sebagai instrument
penelitian itu sendiri. Objek kajian penelitian ini di Lembaga Pendidikan islam
yakni Pondok Pesantren Panggung Tulungagung. Pengumpulan data melalui
wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Tujuan dari
penelitian ini dilakukan guna mengupas budaya organisasi yang ada di Madrasah
Diniyah Mafatihul Huda Jabung Talun Blitar.
Berdasarkan penelitihan yang telah dilakukan oleh peneliti, didapati budaya
organisasi yang ada di Madrasah Diniyah Mafatihul Huda meliputi budaya
kedisiplinan, fleksibel, dan Bebas mengutarakan pendapat namun sangat
memperhatikan kedetailan dalam memutuskan hasil.

Kata Kunci: Budaya Organisasi, Lembaga Pendidikan Islam

Pendahuluan

Harapan masyarakat terhadap Pendidikan sangatlah besar. Salah satu harapan


tersebut adalah masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan melalui berbagai
kegiatan Pendidikan. Bagi masyarakat Pendidikan merupakan kegiatan yang
diyakini dapat memeberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi
individu, baik kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan berperilaku. Oleh
karena itu, perhatian masyarakat pada Pendidikan merupakan suatu keniscayaan
dan sekaligus menjadi sebuah harapan bagi mereka.

Kegiatan pendidikan diselenggarakan oleh lembaga Pendidikan secara formal


menjadi wadah pelaksanaan kegiatan pendidikan yang teratur, terprogram, dan
terencana, yang menjadi tujuan bagi masyarakat. Lembaga Pendidikan bagi
seluruh orang tua merupakan tempat untuk belajar bagi anak-anak mereka dalam
rangka mengembangkan kompetensi diri. Kemudian, bagi instansi dan
perusahaan, lembaga Pendidikan merupakan tempat yang diharapkan dapat
memberikan lulusan-lulusan terbaik agar dapat diberdayakan dalam instansi
mereka. Beberapa harapan tersebut ada pada diri masyarakat yang seharusnya
menjadi salah satu tujuan penyelenggaraan Pendidikan, namun pada kenyataannya
masih banyak lembaga Pendidikan yang belum mampu mengemban amanah
tersebut. Hal tersebut bukan tanpa alasan, dikarenakan terdapat beberapa faktor
utama yang belum dapat terpenuhi, faktor tersebut bisa berupa faktor internal
organisasi lembaga, atau bisa juga berasal dari eksternal organisasi lembaga
Pendidikan.faktor utama dari internal organisasi lembaga Pendidikan banyak,
salah satunya adalah budaya yang ada pada organisasi.

Terbentuknya organisasi lembaga Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan


tertentu yang selanjutnya disebut sebagai standar yang harus dicapai. Oleh karena
itu, suatu organisasi lembaga Pendidikan dapat dikatakan berhasil
menyelenggarakan kegiatan Pendidikan apabila dapat mencapai standar yang
telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja organisasi merupakan unsur penting yang
dapat menentukan keberhasilan organisasi, serta adanya pengaruh dari internal
dan eksternal organisasi. Faktor eksternal yang dimaksud merupakan segala
sesuatu yang ada diluar organisasi, tetapi memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap organisasi dan budaya organisasi tersebut.

Kecenderungan global saat ini yang makin kompetetif sangat berpengaruh


terhadap budaya organisasi. Jika organisasi tersebut tidak mampu merespon
kondisi global maka hal ini akan berdampak pada kesulitan bagi organisasi.
Demikian juga adanya kecenderungan dalam pertumbuhan sosial ekonomi dan
politik, hal ini jelas sangat berpengaruh pada kinerja suatu organisasi. Kemudian
faktor internal organisasi sangatlah beragam, salah satunya adalah sumber daya.
Sumber daya ini merupakan elemen utama dalam hal kinerja organisasi, yang
pada kelanjutannya akan memberikan dampak pada buydaya organisasi tersebut.
Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas tentang konsep budaya organisasi
pada lembaga Pendidikan Islam, dengan topik kajian budaya organisasi guna
efektifnya Pendidikan.

A. Kajian Pustaka
Definisi Budaya Organisasi
Secara etimologis dapat diketahui. Bahwa. budaya (colere) dan organisasi
(organum) berasal dari bahasa Latin, colere berarti membajak tanah, dan
organum berarti alat, bagian,, anggota badan. Budaya adalah keseluruhan nilai
nilai, norma, filsafat, peraturan, pola perilaku, benda hasil karya dalam bentuk
artefak atau produk, dan asumsi dasar yang dibentuk. serta diberlakukan oleh
sekelompok manusia
Menurut Schein, budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang dianut
bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan
meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi
internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-
anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan
mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan
organisasi.1
Menurut Tunstal, budaya organisasi adalah suatu konstelasi umum mengenai
kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang
unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi,
serta melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi
karakteristik dalam organisasi.2

1
Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta,
2002), hlm.187
2
U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm.88
Menurut Andrew Brown, budaya organisasi merupakan pola kepercayaan,
nilainilai, dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah
dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang memanifestasi dalam
pengaturan material dan perilaku anggota organisasi.3
Menurut Wirawan, budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi,
kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya
organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin,
dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru
serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir,
sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani
para konsumen, dan mencapai tujuan.4
Berkaitan dengan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa budaya organisasi
meliputi artefak dan produk, asumsi dasar, serta nilai dan norma yang dijadikan
sebagai pedoman berperilaku dan pemecahan masalah yang dihadapi.
Konsep Dasar
1. Budaya organisasi dibangun dan diciptakan oleh pendiri sebuah lembaga
atau organisasi.
Budaya tentu menganut pandangan awal dari san pendiri organisasi atau
sebuah lembaa. Semua anggota harus mengikuti. Kalaupun dalam sebuah
lembaga ingin menciptakan budaya baru atau mengganti sebuah budaya
tentu memerlukan waktu yang panjuang pula dan tentu memerlukan
kekuatan dan kekompakan yang ekstra.
2. Falsafah yang ditetapkan menjadi pedoman bawahan melaksanakan tugas.
Ketika bawahan melakukan sebuah tugas, maka semuanya dikembalikan
kepada budaya yang telah ada di dalam lembaga atau organisasi tersebut.
Maka perlunya bagi anggota baru untuk diadakannya training atau arahan
diawal sebelum bekerja salah satunya adalah untuk pengenalan budaya di
lembaga itu sendiri.
3. Budaya organisasi dilaksanakan lama atau bertahun-tahun.
3
Ahmad Sobirin, Budaya Organisasi (Pengertian, Makna dan Aplikasinya dalam Kehidupan
Organisasi), (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), hlm.128
4
Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm.9
Suatu kebiasaan atau system nilai dianggab menjadi sebuah budaya, maka
dapat dilihat dari seberapa lama system nilai itu dijalankan. Tidak mungkin
sebuah manajer atau kepala sekolah menciptakan sebuah kebiasaan dan
cukup satu hari terlaksana bisa dianggab sebuah budaya.
Konsep dasar Budaya Organisasi menurut Petroct:
1. Budaya itu mengarahkan anggota mengelola masalah.
2. Budaya sebagai alat penentu arah organisasi.
3. Budaya sebagai penentu arah apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
4. Budaya berguna untuk mengelola sumber daya manusia.
5. Budaya sebagai alat guna menghadapi masalah dan peluang lingkungan.
Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik lembaga, budaya
organisasi memiliki dimensi yang menjadi ciri budaya lembaga tersebut, yaitu:
(1) Tingkat kebebasan berinisiatif, (2) tingkat resiko yang boleh diambil; (3)
tingkat sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan, sasaran
sekolah, dan upaya mewujudkannya; (4) tingkat sejauh mana unit-unit sekolah
didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi; (5) tingkat sejauh mana
kepala sekolah memberi informasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap
personil sekolah; (6) jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang
digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku personil sekolah; (7)
tingkat sejauh mana personil sekolah mengidentifikasi dirinya secara
keseluruhan dengan sekolah ketimbang kelompok kerja tertentu atau bidang
keahlian profesional; (8) tingkat sejauh mana alokasi imbalan diberikan
berdasarkan prestasi; (9) tingkat sejauh mana personil sekolah didorong untuk
mengemukakan kritik secara terbuka; dan (10) tingkat sejauh mana komunikasi
antar personil sekolah dibatasi oleh hierarkhi formal.5
Robbins dalam Azizah mengungkapkan indicator sebuah budaya organisasi
meliputi: Inovasi dan pengambilan resiko, perhatian pada hal detail, orientasi
pada manfaat, orientasi pada orang, orientasi pada tim, agresif, stabilitas,
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa budaya organisasi sekolah
meliputi nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan aturan yang diterima serta

5
Robbin, S. P, Organizational Behavior, (New Jersey: Prentice Hall International, 2003)hlm.7
dilaksanakan personil lembaga, sehingga mencerminkan sikap dan perilaku
personil lembaga, baik secara individual, kelompok, dan organisasi.
Tingkatan Budaya Organisasi6
1. Bagian yang tampak (artifact)
Sesuatu yang dikatakan tampak itu luas, dalam hal ini terdapat 2 indikator
didalamnya, meliputi fisik, dan perilaku. Contoh dari fisik adalah pakaian
anggota, bentuk logo organisasi, bentuk gedung dan lain sebagainya.
Kemudian, pada wilayah perilaku, beberapa contohnya meliputi: cara
berkomunikasi, gaya kepemimpinan, cara mengambil keputusan, cara
pembagian kewenangan dan lain sebagainya.
2. Bagian yang tidak tampak (Expaused Values) dan (Basic Underlying)
Sesuatu yang tidak tampak dari sebuah organisasi atau lembaga ada dua,
yakni expaused values dan Basic Underlying. expaused values ini terdiri dari
strategi, tujuan, filosofi yang dianut. Sedangkan basic underlying berupa
asumsi dasar tentang perilaku yang tepat dan diterima organisasi. Contoh
dari hal yang tidak tampak yakni, keyakinan, nilai-nilai, perasaan, harapan,
harga diri, paradigma.
Pembentukan Budaya Organisasi
Membentuk sebuah budaya yang kuat dalam organisasi pada dasarnya
membutuhkan tahp-tahap dan waktu yang relatif lama. Dalam keberlangsungan
sebuah organisasi semestinya kondisi internal organisasi mengalami pasang
surut, dalam implementasi sebuah buadaya dalam organisasi dibutuhkan sebuah
alternative yang berbeda dari waktu ke waktu. Budaya dapat dipandang sebagai
sesuatu yang mengitari kehidupan individu yang banyak dari hari ke hari, serta
dapat direkayasa dan dibentuk. Apabila cakupan budaya dipersempit ke tingkat
organisasi atau kelompok yang lebih kecil, maka akan tampak proses
terbentuknya sebuah budaya, bagaimana budaya itu tertanam, berkembang dan
kemudian diatur dan dirubah.

6
W Bangun - Jurnal Manajemen Maranatha and undefined 2008, ‘Budaya Organisasi: Dampaknya
Pada Peningkatan Daya Saing Perusahaan’, Journal.Maranatha.Edu
<https://journal.maranatha.edu/index.php/jmm/article/view/198> [accessed 30 October 2021].
Menurut Wibowo proses terbentuknya budaya organisasi umumnya diawali dari
sumber, yaitu filosofi pendirian. Pendiri organisasi menanamkan budaya
sebagaimana seharusnya yang dilakukan dalam organisasi. Filosofi dasar
tersebut menjadi pengaruh signifikan terhadap kriteria yang dibutuhkan dalam
perekrutan sumber daya manusia. Sumber daya yang dimaksud adalah seluruh
individu yang terdapat pada organisasi dari berbagai tingkatan, mulai tingkat
pimpinan teratas sampai tingkat terbawah. Kemudian manajemen puncak
menetapkan iklim prilaku yang dapat diterima oleh organisasi dan yang tidak
dapat diterima oleh organisasi.7
Oleh karena itu, manajemen puncak harus melakukan kegiatan sosialisasi
tentang budaya organisasi yang telah dipilih dan ditetapkan sebagai acuan
kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi. Bentuk sosialisasi yang
dilakukan bergantung pada keberhasilan yang dicapai dalam memadukan nilai
yang dimiliki seluruh sumber daya manusia yang bar uke dalam sumber daya
manusia yang sudah ada pada organisasi.
Hickman dan Silva menjelaskan bahwa ada tiga langkah yang dapat dilakukan
dalam upaya membangun budaya:
a. Commitment Komitmen yang dimaksud adalah Adanya sebuah kesepakatan
dari seluruh anggota dengan organisasi dalam mempertahankan eksistesi
organisasi.
b. Competence Kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan seluruh anggota
organisasi dalam menjalankan tugas masing-masing, dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
c. Consistency Konsistensi yang dimaksud adalah kemanatapan dan keyakinan
untuk terus menerus berpegang teguh pada nilai-nilai yang diyakini serta
bertanggungjawab atas kelangsungan organisasi.
Robbins menjelaskan bahwa proses dalam membentuk budaya organisasi dapat
dilakukan dengan melalui tiga tahap: 8

7
Wibowo, Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2010),hlm.67
8
Robbin, S. P, Organizational Behavior, (New Jersey: Prentice Hall International, 2003)hlm.531
a. Pendiri hanya melakukan perekrutan dan mempertahankan individu yang
dianggap memiliki cara berpikir dan merasakan yang sama.
b. Melakukan indoktrinisasi serta sosialisasi terhadap individu dalam organisasi
terkait cara berpikir dan merasakan sesuatu.
c. Perilaku yang dimiliki oleh pendiri berlaku sebagai model yang dapat
mendorong individu dalam organisasi untuk dapat mengidentifikasi,
menanamkan keyakinan, nilai dan asumsi. Ketika berhasil, visi pendiri menjadi
tampak dan determinan utama dari sebuah keberhasilan.
Dari uraian di atas bisa dipahami bahwa seorang pendiri suatu organisasi dapat
juga birtndak sekaligus sebgai pemimpin, dimana pada tahap awal berdirinya
organisasi mempunyai keinginan agar individu dibawahnya dapat menjalankan
aktifitas dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan filosofi dan pola pikir yang
menurutnya adalah benar.
Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi mempunyai berbagai fungsi meliputi:9 1. Budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang. 4. Budaya merupakan perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan
standarstandar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 5. Budaya sebagai
mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap
serta perilaku karyawan.
Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi sebagai pegangan seluruh jajaran
perusahaan untuk beroperasi, dengan memiliki fungsi:
a. Membedakan antara organisasi yang satu dengan lainnya.
b. Menciptakan identitas
c. Membangkitkan rasa kebersamaan,
d. Meningkatkan stabilitas social

9
Ibid, hlm.294
e. Pedoman dan alat kontrol yang membimbing dan membentuk sikap dan
perilaku karyawan.
Fungsi budaya dalam organisasi, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Budaya
mempunyai peran menetapkan batas, artinya budaya menciptakan pembedaan
yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. 2. Budaya membawa suatu
rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah
timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas daripada kepentingan diri
individual seseorang. 4. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat dalam bertindak. Budaya
berfungsi sebagai mekanisme
B. Metode

Metode penelitian ini mengacu pada jenis penelitian kualitatif deskriptif. Jenis
penelitian ini menekankan kepada kenaturalan serta peneliti sebagai instrument
penelitian itu sendiri. Objek kajian penelitian ini di Lembaga Pendidikan islam
yakni Pondok Pesantren Panggung Tulungagung. Pengumpulan data melalui
wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi.

C. Pembahasan
Budaya yang dipancarkan sebagai sebuah identitas yang dimiliki madrasaha
dniyah Mafatihul Huda meliputi:

Disiplin

Ustadh di madrasah Mafatihul Huda dapat dinilai pendidik yang disiplin dengan
waktu. Hal ini terlihat ketika sebelum bel berbunyi pada pukul 18.30 Wib, maka
para ustadh madrasah harus sudah ada di madrasah dan wajib ikut doa Bersama
dengan para santri di teras kelas.

Ketika bel tanda masuk berbunyi siswa harus berdiri Bersama-sama menghadap
barat di teras kelas untuk melaksanakan do’a bersama dengan dipimpin asatidh
yan bertugas. Hal tersebut juga mempunyai efek positif guna penanaman budaya
disiplin baik dari santri juga para asatidh. Jiakalau ada santri yang terlambat
maka harus berdoa di luar terlebih dahulu seperti halnya yang dilakukan doa
bersama tadi. Setelah doa selesai, maka siswa dan asatidh masuk kelas langsung
bisa menerapkan pembelajarannya.

Kedisiplinan juga tampak dari hasil wawancara beberapa asatidh di madrasah


tersebut. Asatidh Madrasah mafatihul Huda selalu mementingkan mengajar
daripada kepentingan lain. Salah satu contoh ada diantara ustadh yan disebutkan
bahwa ketika ada undangan selamatan atau apapun, maka ustadh tersebut lebih
mementingkan mengajar daripada menghadiri undangan selamatan tersebut.
Kalaupun masih ada waktu guna menghadiri undangan maka akan dihadiri
setelah jam mengajar selesai.

Budaya unik yang biasa dilakukan masyarakat sekitar lingkungan madrasah


adalah ketika ada acara selamata atrau apapun. Masyarakat sudah memahami
bahwa mengajar adalah hal yang penting. Oleh karenanya, tidak sedikit ketika
masyarakat ada acara, mengantarkan makanan sesuai dengan jumlah asatidh
dimadrasah. Jadi, para asatidh sengaja tidak diundang dalam acaranya.

Kedisiplinan para asatidh juga ditunjukkan dengan waktu mengajar sesuai


dengan target yang telah ditentukan di lembaga. Semisal pembel;ajaran Nahwu
Al Fiyah ditarjetkan khatam 2 tahun, maka apapun kendalanya juga harus
khatam. Kalaupun terpaksa tidak khatam maka ustadh memberkan jam
tambahan sesuai dengan kesepakatan kelas.

Pembentukan jiwa disiplin para ustadh madrasah Mafatihul Huda adalah dengan
debirikannya motivasi oleh Kyai Imam Ghozali selaku pembina Madrasah.
Tampak kewibawaan yang dimilki beliau sehingga mampu menggerakkan jiwa
lillahita’ala pada diri ustadh madrasah. Kyai Imam Ghozali biasanya
memberikan motivasi kepada para dewan asatidh ketika dilaksanakannya rapat
pada momen-momen tertentu.

Hal ini sesuai dengan sebuah teori bahwa motivasi mampu menggerakkan
semangat untuk melakukan sesuatu.
Fleksibel

Selain kedisiplinan yang ditunjukkan namun, pengelola juga menerapkan iklim


yang fleksibel terhadap para dewan asatidh. Hal ini ditunjukkan ketika ada
asatidh yang berhalangan hadir diwajibkan untuk selalu izin di grub WA atau
juga bisa izin ke asatidh yang piket. Jadi, ketika ustad ada yang benar-benar
repot maka tetap diperbolehkan untuk meninggalkan kewajibannya tidak
mengajar.

Kebijakan yang diterapkan ketika terjadi hal sedemikian rupa maka kelas yang
ditinggalkan diisi oleh santri yang berkhidmah. Sehingga, kelas yang
ditinggalkan tidak terjadi kekosongan. Hal ini juga merupakan budaya
keistiqomahan yang diterapkan madrasah agar santri senantiasa dapat belajar
setiap harinya.

Bebas mengutarakan pendapat namun sangat memperhatikan kedetailan


dalam memutuskan hasil

Budaya yang ditanamkan oleh pendiri serta dilanjutkan oleh generasi ke dua
Yakni yai Imam Ghozali yang saat ini beliau menjabat sebagai pembimbing
madrasah Diniyah Mafatihul Huda adalah selalu mengedepankan pada gaya
humanis atau berorientasi pada Tim kerja. Hal ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Rabirn bahwa salah satu indicator budaya organisasi adalah
mengedepankan penghargaan pendapat orang lain. Semua dewan asatidh boleh
memunculkan sebuah ide-ide yang dirasa bermanfaat bagi lembaga maupun
mencapai visi misi madrasah.

Dari hasil penelitian mendapati dalam system pengelolaan madrasah terdapat


Tim 9 yang didalamnya sebagai pemikir utama dalam ranah kemajuan serta
gagasan-gagasan juga penentuan kurikulum madrasah. Namun, juga tidak
menutup untuk selalu menampung gagasan dari luar tim 9 ini. Tugas tim 9
adalah sebagai pemikir yang nantinya di tashihkan ke kepala madrasah juga
pembina.
Inovasi-inovasi di Madrasah ini senantiasa ditingkatkan. Cara lain selain
menampung aspirasi dari para asatidh adalah dengan melakukan studi banding
ke madrasah-madrasah lain. Studi banding sangat penting dilakukan guna
memperoleh wawasan baru dan barangkali ada hal positif bisa diterapkan di
madrasah Mafatihul Huda.

Inovasi-inovasi juga dilahirkan dari beground asatidh yang dari lulusan pondok
pesantren yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari pondok Lerboyo, ada yang
dari Ploso, juga ada yang dari lulusan madrasah Mafatihul huda sendiri. Tentu,
hal ini memunculkan inovasi-inovasi yang berawal dari pengalaman-pengalaman
yang dimilki. Salah satu wujud inovasi yang belum lama diluncurkan adalah
system muhafadhoh akbar. Para alumni dihadirkan sebagai penyemak para
santri. Hal ini berefek positif terhadap santri untuk bersungguh-sungguh dalam
menghafal karena malu jikalau hafalannya sedikit.

Para ustadh juga diberikan kebebasan dalam berinovasi terkait system


pembelajaran yang telah diterapkan. Dari hasil wawancara menyebutkan ada
beberapa ustadh yang selalu mengedepankan pada Pendidikan karakter
santrinya. Santri tidak hanya diajar mata pelajaran saja. Namun, juga diajarkan
cara peduli sosial. Ketika ada temannya yang sakit, maka guru mengajak
santrinya untuk menjenguk bersama. Ada juga yang berinovasi untuk mendidik
santri salah satu caranya dibentuk jadwal piket untuk menata alas kaki teman-
temannya.

D. Kesimpulan
Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat,
kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang
dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota
organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta
diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap,
dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para
konsumen, dan mencapai tujuan.
Upaya membangun budaya: Commitment, Competence, Consistency. Kemudian,
pendapat lain terkait upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sebuah
budaya organisasi adalah: Pendiri hanya melakukan perekrutan dan
mempertahankan individu yang dianggap memiliki cara berpikir dan merasakan
yang sama, melakukan indoktrinisasi serta sosialisasi terhadap individu dalam
organisasi terkait cara berpikir dan merasakan sesuatu, perilaku yang dimiliki
oleh pendiri berlaku sebagai model yang dapat mendorong individu dalam
organisasi untuk dapat mengidentifikasi, menanamkan keyakinan, nilai dan
asumsi.

Berdasarkan penelitihan yang telah dilakukan oleh peneliti, didapati budaya


organisasi yang ada di Madrasah Diniyah Mafatihul Huda meliputi budaya
kedisiplinan, fleksibel, dan Bebas mengutarakan pendapat namun sangat
memperhatikan kedetailan dalam memutuskan hasil.

E. Daftar Pustaka

Maranatha, W Bangun - Jurnal Manajemen, and undefined 2008, ‘Budaya


Organisasi: Dampaknya Pada Peningkatan Daya Saing Perusahaan’,
Journal.Maranatha.Edu
<https://journal.maranatha.edu/index.php/jmm/article/view/198> [accessed
30 October 2021]

Sondang P. Siagian, 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta:


Penerbit Rineka Cipta,
U. Saefullah, 2012. Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,
Ahmad Sobirin, 2009. Budaya Organisasi (Pengertian, Makna dan Aplikasinya
dalam Kehidupan Organisasi), Yogyakarta: UPP STIM YKPN,
Wirawan, 2007. Budaya dan Iklim Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat,
Robbin, S. P, 2003. Organizational Behavior, New Jersey: Prentice Hall
International,
W Bangun - Jurnal Manajemen Maranatha and undefined 2008, ‘Budaya
Organisasi: Dampaknya Pada Peningkatan Daya Saing Perusahaan’,
Journal.Maranatha.Edu
<https://journal.maranatha.edu/index.php/jmm/article/view/198> [accessed
30 October 2021].
Wibowo, 2010. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan
Kinerja Jangka Panjang, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Robbin, S. P, 2003. Organizational Behavior, New Jersey: Prentice Hall
International,

Anda mungkin juga menyukai