Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan manusia tidak luput dari keanggotaan suatu organisasi.
Organisasi merupakan sebuah wadah dimana orang berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menunjukan bahwa dimana pun
dan kapanpun manusia berada, muncul organisasi.
Kerja sama didalam kelompok yang terikat secara formal disebut
organisasi sedangkan seluruh proses kerja sama disebut administrasi. Lebih jelas
lagi administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antar manusia dengan
didasari pertimbangan rasional dan moral, untuk mencapai tuijuan
bersama.Karena itu kegiatan administrasi terjadi didalam organisasi.
Didalam Organisasi Pendidikan, komponen sekolah bekerja sama untuk
mewujudkan kepentingan pendidikan . Kepentingan pendidikan yang ada
merupakan sesuatu yang ingin di wujudkan. Karena itu kepentingan pendidikan
yang ada kemudian melahirkan tujuan yang akan di capai yaitu keberhasilan
melahirkan anak didik yang berprestasi.
Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk tercapainya tujuan
sekolah yang diminati masyarakat adalah memiliki budaya organisasi yang kuat.
Budaya organisasi yang kuat mampu menyelaraskan elemen yang berkaitan
terhadap keberlangsungan sekolah. Hal ini dimulai dari kepala sekolah, guru,
siswa dan orang tua siswa. Semua komponen harus mampu menjalin komunikasi
dengan baik.
Menurut Schweden yang dikutip oleh Djatmiko, budaya sebagai gagasan-
gagasan yang bersifat khusus dari suatu masyarakat berkenaan dengan hal-hal
yang dianggap benar, baik, indah dan efisien yang harus disosialisasikan dan
dibiasakan secara turun temurun. Budaya menurut Schein yang dikutip oleh
Wibowo (2010:15), budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan
dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai
masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan
cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada
1
2

anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan
benar dalam hubungan dengan masalah tersebut.
Setiap organisasi mempunyai kepribadian sendiri yang membedakannya
dari organisasi-organisasi lain. Tentunya kepribadian yang khas itu tidak serta
merta terbentuk begitu suatu organisasi didirikan. Diperlukan waktu sebagai
proses organisasi itu bertumbuh, berkembang, dan mapan. Pada setiap
perkembangan itu dapat dikatakan, bahwa organisasi akan menemukan jati
dirinya yang khas; dengan demikian, ia akan mempunyai kepribadian sendiri.
Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang
lainnya adalah budayanya. Hal tersebut penting untuk dipahami serta dikenali.
Akan tetapi hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh manajemen
dengan pendekatan yang memperhitungkan secara matang faktor-faktor situasi,
kondisi, waktu, dan ruang. Dengan kata lain, diterapkan sesuai dengan budaya
yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang bersangkutan. Setiap orang yang
pada mulanya datang ke suatu organisasi atau perusahaan dengan budaya
pribadi, harus dengan segera mempelajari budaya organisasi bersangkutan untuk
melihat penyesuaian penyesuaian apa yang perlu dan harus dilakukannya. Oleh
sebab itu, pengembangan budaya organisasi di sekolah sangat dibutuhkan.
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu
pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti bagaimana
membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang
berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat
serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan
kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Zamroni
(2003:149) mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual,
mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah.
Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi,
dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam
transmisi kultural antar generasi.
3

Budaya sekolah yang diharapkan menjadi ujung tombak keberhasilan


lembaga dalam mengadakan proses pendidikan. Hal ini diterapkan diberbagai
sekolah melihat kondisi masyarakat yang sedang mengalami perubahan.
Perubahan sebagai akibat dari percepatan arus informasi dan komunikasi.
Budaya organisasi sekolah merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang
mengarahkan semua perilaku personil sekolah.
Penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa kultur sekolah
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi,
sikap dan motivasi guru serta produktivitas dan kepuasan kerja guru. Untuk
menciptakan kultur sekolah yang positif dibutuhkan adanya kesadaran dan
motivasi terutama dari diri masing-masing warga sekolah. Guru sebagai ujung
tombak di lapangan harus mampu memberikan motivasi dan inspirasi bagi siswa
khususnya. Kebiasaan guru yang datang tepat waktu dan melaksanakan tugas
mengajar dengan baik, sikap dan cara berbicara saat berkomunikasi dengan
siswa dan unsur sekolah lainnya, disiplin dalam melaksanakan tugas merupakan
kebiasaan, nilai dan teladan yang harus senantiasa dijaga dalam kehidupan
sekolah. Agar kebiasaan-kebiasaan positif tersebut terpelihara dan mendarah
daging dalam diri seluruh warga sekolah yang selanjutnya diwujudkan dalam
perilaku sehari-hari, dibutuhkan adanya “ sense of belonging” atau rasa memiliki
terhadap sekolah.
Dalam makalah kali ini menjabarkan tentang pengertian budaya organisasi
di sekolah, karakteristik budaya organisasi sekolah dan penerapan budaya
sekolah di SD Negeri Rogomulyo 02 Kecamatan Kaliwungu, SMP Negeri 6
Ambarawa Kecamatan Ambarawa dan SD Negeri Sruwen 02 Kecamatan
Tengaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi sekolah ?
2. Apa karakteristik budaya organisasi sekolah?
3. Bagaimana penerapan budaya organisasi sekolah-sekolah?
C. Tujuan
1. Untuk memahami arti budaya organisasi sekolah
4

2. Untuk mengetahui karakteristik budaya organisasi. Sekolah


3. Untuk mengetahui penerapan budaya organisasi sekolah di sekolah-sekolah
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa :
a. Lebih memahami materi budaya organisasi sekolah
b. Lebih memahami bagaimana implementasi budaya organisasi sekolah
2. Bagi sekolah
a. Dapat menerapkan budaya organisasi sesuai dengan tujuan sekolah
b. Mendorong kemajuan sekolah
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Budaya Sekolah
Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yakni buddhaya sebagai
bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal (2011:11). Menurut Kilmann et al
yang dikutip oleh Sutrisno (2010:2), budaya organisasi dapat didefinisika:
Perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-
asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati
dan diikuti oleh para anggota suatu orgnisasi sebagai pedoman perilaku dan
pemecahan masalah-masalah organisasinya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, peristiwa itu membuktikan bahwa budaya
dipelajari( Wikipedia)
Para ahli pendidikan sepakat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya
kepribadian manusia, dari budaya dapat terbentuk identitas seseorang,
identitas masyarakat bahkan identitas lembaga pendidikan. Di lembaga
pendidikan secara umum terlihat adanya budaya yang sangat melekat dalam
tatanan pelaksanaannya, serta memberikan inovasi pendidikan yang sangat
cepat, budaya tersebut berupa nilai-nilai religius, filsafat, etika dan estetika
yang terus dilakukan.

2
6

Menurut Siagian (2007:27), budaya organisasi adalah kesepakatan


bersama tentang nilai yang dianut bersama dalam kehidupan organisasi dan
mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan. Kultur
organisasilah yang menentukan : (a) apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh para anggota organisasi, (b) batas-batas perilaku, (c) sifat dan
bentuk pengendalian dan pengawasan, (d) gaya manajerial yang dapat
diterima oleh para aggota organisasi, (e) cara formalisasi yang tepat, (f)
teknik penyaluran emosi dalam interaksi antara seseorang dengan orang lain
dan antara satu kelompok dengan kelompok lain, (g) wahana memelihara
stabilitas sosial dalam organisasi.
Menurut Schein dalam Munir (2007:23) menyatakan bahwa : “budaya
organisasi adalah pola dari suatu asumsi-asumsi dasar yang dipelajari oleh
kelompok atau organisasi selama proses pemecahan persoalan dan
pengambilan keputusan dalam rangka melakukan adaptasi dengan lingkungan
eksternal dan melakukan integrasi internal, yang selama ini telah terbukti
efektif sehingga dirasa perlu untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai
cara pandang, berpikir, merasa, dan bertindak yang benar.”
Robbins (2002:63) menyatakan bahwa : “budaya organisasi
(organization culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi
lain”. Lebih lanjut, Robbins (2002:65) menyatakan bahwa : “sebuah sistem
pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi
pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan
seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi (a system of shared
meaning held by members that distinguishes the organization form other
organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set
of key characteristics that the organization values).”
Susanto (2007, hlm. 58) menyatakan bahwa : “budaya organisasi
adalah sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk
menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus
7

memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan
berperilaku”.
Luthans (2003, hlm.15) menyatakan bahwa ; “budaya organisasi
merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku
organisasi”. Agar dapat diterima oleh lingkungannya, maka setiap anggota
organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku pada
organisasi tersebut. Jadi budaya organisasi berhubungan dengan lingkungan
yang merupakan gabungan dari asumsi, perilaku, cerita, ide dan pemahaman
penting untuk menentukan bagaimana seharusnya bekerja dalam suatu
organisasi.
Dengan memahami konsep tentang budaya organisasi sebagaimana
telah diutarakan di atas, selanjutnya di bawah ini akan diuraikan tentang
budaya dalam konteks persekolahan. Program aksi untuk peningkatan kualitas
sekolah secara konvensional senantiasa bertumpu pada peningkatan kualitas
proses belajar mengajar (PBM), sedikit menyentuh aspek-aspek budaya
sekolah. Pilihan tentu tidak salah, karena aspek itulah yang berkait dengan
prestasi siswa. Namun bukti menunjukkan yang dikemukakan Hanushek,
sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup. Upaya
peningkatan kualitas sekolah harus dimulai dari dari internal sekolah itu
sendiri yaitu harus memperhatikan nilai nilai yang hidup sebagai budaya
sekolah (Hanushek, 2000:120)
Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu
yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak
kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya
organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir
orang banyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adalah fokus
dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi. Namun menurut
Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi
justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma,
yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang
menentukan kesuksesan organisasi.Sedangkan menurut Basri (2004)
8

menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan


organisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik. Budaya
adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan
adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai
suatu perilaku yang beradab. Dikatakan membudaya bila kontinu, konvergen
dan konsentris, (Depdiknas,2007). Lebih lanjut dijelaskan, Budaya sekolah
adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang
menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah
termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di
sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil
sekolah, (Depdiknas,2007).
Pendidikan adalah sebuah proses humanisasi yang berusaha untuk
mengembangkan dan menginternalisasikan potensi dan nilai-nilai
kemanusiaan pada diri individu agar menjadi seorang yang dewasa yang
mampu secara internal mempersepsikan dirinya sendiri dan secara external
mampu merespon dan berkomunikasi dengan dunianya. Dalam kaitan ini
maka sebuah sistem pendidikan harus diorientasikan secara aktif
mengembangkan nilai-nilai potensi kemanusiaan dan secara antisipatif
memberi bekal pada individu agar ia dapat hidup di dunianya nanti.
Antara pendidikan dan budaya organisasi terdapat hubungan yang
sangat erat dalam arti keduanya dengan suatu hal sama yaitu nilai-nilai.
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, sedang manusia selalu menjadi
anggota masyarakat dan mendukung budaya tertentu. Konsep pendidikan
mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai budaya dan fungsi budaya
dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai.
Dengan adanya budaya di dunia pendidikan, maka timbullah berbagai
organisasi, budaya organisasi banyak menimbulkan hal-hal yang masuk
dalam dunia pendidikan berbagai interaksi-interaksi dari luar, yang menjadi
budaya baru dalam pendidikan, terutama dalam upaya mengembangkan
lembaga pendidikan.
9

Budaya sekolah adalah sistem makna untuk membina mental agar


pemikiran dan tindakan karyawan berdasarkan pada pertimbangan moral dan
dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, budaya sekolah dapat
didefinisikan sebagai berikut : Seperangkat asumsi yang dibangun dan dianut
bersama oleh organisasi sebagai moral dalam beradaptasi dengan lingkungan
eksternal dan proses integrasi internal.
Seperangkat asumsi dimaksud adalah filosofi, nilai-nilai, norma-norma,
keyakinan, ide, mitos, dan karya yang terintegrasi untuk mengarahkan
perilaku organisasional. Seperangkat asumsi tersebut merupakan isi budaya
sekolah yang berkaitan dengan apa yang difikirkan, dirasakan, dan dilakukan
oleh semua karyawan. Isi budaya adalah moral yaitu watak organisasi yang
mengutamakan nilai-nilai kebaikan yang harus diterima dan disepakati untuk
menjadi roh kehidupan organisasi.
Sebagai moral, bentuk dari budaya dapat berupa pemikiran tindakan
dan atau hasil kerja yang di dasari oleh nilai- nilai baik untuk menjadi ciri
sekolah. Budaya sekolah akan berpengaruh besar terhadap kehidupan
disekolah, meskipun tidak selamanya berdampak positif. Budaya yang
memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan sekolah adalah budaya yang
kuat. Hal ini dapat terjadi ketika seluruh jajaran disekolah tersebut sepakat
tentang nilai – nilai tertentu yang menjadi dasar dari tindakan anggota dan
sekolah sebagai organisasi.
Budaya yang kuat akan terwujud dalam berbagai jenis atau tipe budaya
organisasi terutama dalam suatu lembaga rasanya memegang peranan
penting. Sebab akan menjadikan lembaga tersebut lentur, fleksibel dan elastis,
sebagaimana budaya yang tidak akan pernah mengalami kemunduran dan
akan menjadi sangat sempurna jika dipadu dengan agama yang bersumber
pada wahyu ilahi. Tidak sedikit yang mengatakan bahwa agama termasuk
dalam lingkup budaya. Itupun jika umat beragama mampu mengaplikasikan
ajaran-ajaran agama dalam kehidupan budayanya. Sedangkan bila tidak,
maka justru akan menjadi budaya umat yang termarginalkan dalam
persaingan di dunia pendidikan.
10

Dengan memahami konsep tentang budaya organisasi sebagaimana


telah diutarakan di atas, selanjutnya di bawah ini akan diuraikan tentang
budaya dalam konteks persekolahan. Program aksi untuk peningkatan kualitas
sekolah secara konvensional senantiasa bertumpu pada peningkatan kualitas
proses belajar mengajar (PBM), sedikit menyentuh aspek-aspek budaya
sekolah. Pilihan tentu tidak salah, karena aspek itulah yang berkait dengan
prestasi siswa. Namun bukti menunjukkan yang dikemukakan Hanushek,
sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup. Upaya
peningkatan kualitas sekolah harus dimulai dari dari internal sekolah itu
sendiri yaitu harus memperhatikan nilai nilai yang hidup sebagai budaya
sekolah (Hanushek, 2000:120).
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa budaya sekolah
merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang
diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman
yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala
sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang
sama dengan sekolah.
2. Konsep Dasar Budaya Organisasi di Sekolah

Menurut Dickson (2005:14) menjelaskan bahwa: “…Dalam praktik


di lapangan, ada tiga model budaya sekolah, yang satu dengan yang lain
dapat dibedakan, tetapi kadang-kadang juga sering saling tumpang tindih ”.
Pertama, budaya sekolah birokratis (bureaucratic school culture). Model
budaya sekolah ini antara lain ditunjukkan adanya budaya yang menekankan
adanya petunjuk dari atasan. Kebijakan sekolah mengikuti arahan dari
atasan, dan oleh karena itu para guru lebih banyak mengikuti arahan
tersebut. Pendidik juga kurang dapat berinteraksi dengan orang tua siswa
dan masyarakat, karena semua harus mengikuti peraturan dan ketentuan dari
atasan. Kedua, budaya sekolah racun (toxic school culture). Dalam model
ini, peserta dididik dipandang sebagai masalah ketimbang sebagai pihak
yang harus dilayani. Bentuk-bentuk kekerasan guru terhadap siswa yang
sering kita dengar akhir-akhir ini merupakan hasil dari budaya sekolah yang
11

seperti ini. Sama dengan pada model budaya sekolah yang birokratis,
budaya sekolah racun ini juga malah jarang memberikan kesempatan kepada
pendidik untuk memberikan masukan terhadap upaya pemecahan masalah
yang terjadi di sekolah. Ketiga, budaya sekolah kolegial (collegial school
culture). Berbeda dengan kedua budaya sekolah sebelumnya, sekolah sangat
memberikan apresiasi dan rekognisi terhadap peran dan dukungan dari
semua pihak. Kejujuran dan komunikasi antarwarga sekolah dapat
berlangsung secara efektif. Itulah sebabnya keterlibatan semua warga
sekolah sangat dihargai dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan
sekolah. Pendek kata, semua penyelenggaraan sekolah direncanakan,
dilaksanakan secara demokratis, dalam suasana penuh kolegial.
Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi
lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan hanya terletak pada jenis nilai dominan
yang dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya.
Berkenaan dengan pendukung budaya organisasi di sekolah Paul E. Heckman
sebagaimana dikutip oleh Stolp (2000:28) mengemukakan bahwa: “...the
commonly held beliefs of teachers, students, and principals.”
Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki
budaya sekolah (school culture) yang kokoh dan tetap eksis. Sebuah sekolah
harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan
menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian
visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan
intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi
teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab
tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat
berperan dalam perkembangan IPTEK dan berlandaskan IMTAQ.
Budaya sekolah (school culture) merupakan kata kunci (key word) yang
perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari para pengelola
pendidikan.Budaya sekolah perlu dibangun berdasarkan kekuatan
karakteristik budaya lokal masyarakat tempat sekolah itu berada. Budaya
sekolah adalah detak jantung sekolah itu sendiri, perumusannya harus
12

dilakukan dengan sebuah komitmen yang jelas dan terukur oleh komunitas
sekolah yakni guru, siswa, manajemen sekolah, dan masyarakat.
Menurut Zamroni budaya sekolah ( kultur sekolah ) sangat
mempengaruhi prestasi dan perilaku peserta didik dari sekolah tersebut.
Budaya sekolah merupakan jiwa dan kekuatan sekolah yang memungkinkan
sekolah dapat tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai
lingkungan yang ada.
Selanjutnya, dalam analisis tentang budaya sekolah dikemukakan
bahwa untuk mewujudkan budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-
aktif perlu ada rekayasa social. Dalam mengembangkan budaya baru sekolah
perlu diperhatikan dua level kehidupan sekolah: yaitu level individu dan level
organisasi atau level sekolah. Level individu, merupakan perilaku siswa
selaku individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada. Perubahan
budaya sekolah memerlukan perubahan perilaku individu. Perilaku individu
siswa sangat terkait dengan prilaku pemimpin sekolah.
Diantara komponen yang dimaksud adalah pelaksanaan pekerjaan serta
asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh warga sekolah. Budaya
sekolah berkembang merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan
norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh
kesadaran sebagai perilaku alami.
Sekolah merupakan suatu hal yang sangat penting untuk kehidupan
manusia dengan tidak adanya sekolah, maka kualitas pendidikan masyarakat
yang ada di Indonesia jadi terganggu. Kehidupan yang dijalaninya pun juga
tidak akan terjamin, banyak terjadinya pengangguran dimana-mana sebab
ilmu yang dimiliki tidak mampu untuk memenuhi standar yang diinginkan.
Untuk itu, pendidikan itu sangat penting bagi kita sebagai generasi penerus
bangsa. Peran orang tua sangat penting sebagai dorongan bagi anak-anaknya
untuk tetap terus semangat dalam menempuh pendidikan sekolah. Peran
orang tua sebagai pendidik sejati sementara digantikan dan diserahkan
sepenuhnya kepada tenaga pendidik yang lebih profesional dalam hal
bidangnya. Secara umum sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan
13

yang bersifat formal, non formal maupun informal yang didirikan oleh negara
ataupun swasta yang dirancang mengajari, mendidik melalui didikan yang
telah diberikan oleh tenaga pendidik. Untuk membuat sebuah sekolah harus
memiliki sarana dan prasarana yang memadai, seperti ruang belajar,
perpustakaan, ruang kantor, masjid, ruang komputer ataupun yang lainnya.
Pengertian Sekolah adalah suatu lembaga yang digunakan untuk
kegiatan belajar bagi para pendidik serta menjadi tempat memberi dan juga
menerima pelajaran yang sesuai dengan bidangnya. Sekolah menjadi salah
satu tempat untuk mendidik anak-anak dengan maksud untuk memberikan
ilmu yang diberikan supaya mereka mampu menjadi manusia yang berguna
bagi bangsa dan juga negara. Sekolah memiliki peran yang sangat penting
bagi kehidupan bangsa. Yaitu (1) Menyediakan Sumber Daya Manusia, (2)
emberikan Keterampilan Dasar (3) Memberikan Pengetahuan Umum (4)
Membentuk Pribadi Sosial.
Budaya sekolah dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan
pemahaman yang sama pada seluruh unsur dan stakeholders sekolah. Kepala
sekolah, pendidik, tenaga kependidikan,peserta didik, bahkan masyarakat
dapat memberntuk opini yang sama terhadap sekolah.
3. Karakteristik Budaya Sekolah
Pendapat mengenai karakteristik budaya organisasi dikemukakan oleh
Luthan (2005:102) yang menjelaskan 6 karakteristik penting dari budaya
organisasi, yaitu: (1) Observed Behavioral Regularities; (2) Norms; (3)
Dominant Values (4) Philosophy; (5) Rules; (6) Organization climate.
Djatmiko (2005: 73) menjelaskan pendapat Robbins, budaya organisasi
tampil dalam 10 karakteristik sebagai berikut : a) Inisiatif perseorangan
(individual initiative), b) Toleransi atas resiko (risk tolerance), c) Pengarahan
(direction), d) Integrasi (integration), e) Dukungan manajemen (management
support), f) Pengendalian (control), g) Bukti diri (identity), h) Sistem imbalan
(reward system), i) Toleransi konflik (conflict tolerance), j) Pola komunikasi
(communication patterns).
14

Nurkolis (2003:203) berpendapat bahwa budaya sekolah dipengaruhi


oleh banyak faktor, antara lain antusiasme guru dalam mengajar dan
penguasaan materi yang diajarkan, kedisiplinan sekolah, dan proses belajar
mengajar, jadwal yang ditepati, sikap guru terhadap siswa, kepemimpinan
sekolah. Menurut Schein yang dikutip oleh Riani (2011:28), budaya
organisasi dapat diwujudkan melalui atribut, antara lain: a) Pernyataan
filosofi formal, visi, misi, nilai dan material organisasi yang digunakan untuk
perekrutan, seleksi, dan sosialisasi, b) Desain secara ruangan fisik,
lingkungan kerja, dan bangunan. Mempertimbangkan penggunaan alternatif
baru pada desain tempat kerja yang disebut dengan hoteling, c) Slogan,
bahasa, akronim dan perkataan, d) Penguatan peranan secara hati-hati, e)
Penghargaan eksplisit, simbol status dan kriteria promosi, f) Cerita, mitos,
legenda suatu peristiwa dan orang-orang penting, g) Aktifitas, proses, atau
hasil organisasi yang juga diperhatikan, diukur, dan dikendalikan pimpinan,
h) Reaksi pimpinan terhadap insiden yang kritis dan krisis organisasi, i)
Struktur organisasi dan aliran kerja, j) Sistem dan prosedur organisasi, k)
Tujuan organisasi dan kriteria gabungan yang digunakan untuk rekruitmen,
seleksi, pengembangan, promosi, pemberhentian, dan pengunduran diri
karyawan.
Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat diperoleh
gambaran bahwa mereka mempunyai lima karakteristik umum seperti yang
diungkapkan oleh Steven dan Keyle (editor) (1985) sebagai berikut :
a. Sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif
b. Adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa dapat
sukses
c. Menekankan pengajaran pada penguasaan ketrampilan
d. Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi pelaksanaan
monitoring dan penilaian keberhasilan kelas
e. Prinsip-prinsip sekolah yang kuat sehingga dapat memelihara
kedisiplinan siswa
Penciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui :
15

a. Pemahaman tentang budaya sekolah


b. Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah
c. Reward and punishment
Terbentuknya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh
pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi
ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan
tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan
bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat
memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban di samping kepercayaan yang
diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga
merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta
membuktikan bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang
karyawan akan dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu.
Kejujuran dan Tanggung Jawab lembaga pendidikan yang berkualitas
menekankan perlunya kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab
karyawan terhadap pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket,
ruangan kelas, dan ruangan perpustakaan.
Berkaitan dengan pembudayaan nilai-nilai ini Sudibyo (2008)
menjelaskan bahwa pendidikan hakikatnya merupakan proses pelembagaan
nilai-nilai budaya nasional, termasuk dalam hal ini adalah budaya daerah.
Banyak nilai budaya lokal atau daerah yang mempunyai keberlakuan secara
nasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa membangkitkan etos kerja juga
berdimensi sosial ini selain kewirausahaan. Etos kerja yang melingkupi sikap
positif terhadap pekerjaan antara lain menghargai setiap bentuk kerja halal,
kerja keras, untuk meningkatkan taraf hidup, motif untuk maju, sikap rajin
dan tekun dalam mengelola waktu, ingin bersaing secara sehat, ingin
berprestasi, kreatif dan sebagainya.
Schein,Edgar (2004) budaya organisasi terdiri dari tiga lapisan yaitu
yang pertama, berkaitan dengan artefacs yang menyangkut semua fenomena
yang terlihat. Hal ini mengacu kepada tingkatan atau bentuk organisasi
seperti: struktur organisasi, lingkungan fisik organisasi dan produk-produk
16

yang dihasilkan. Kedua berkaitan dengan Exspoused Values. Hal ini


menyangkut nilai-nilai yang didukung yang terdiri dari strategi, tujuan,
filosofi organisasi. Tingkat ini mempunyai arti penting dalam kepemimpinan,
dan nilai-nilai ini harus ditanamkan pada diri setiap anggota organisasi.
Ketiga, yang disebut dengan underlying assumption yang berkaitan dengan
keyakinan, pemikiran dan keterikatan persaaan terhadap organisasi.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Paramita (Ndraha, 2003 : 208)
yang menyatakan bahwa budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar
atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi
kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.
Budaya merupakan ritual dan tradisi, norma dan nilai-nilai yang
mempengaruhi setiap sudut kehidupan sekolah. Budaya sekolah
mempengaruhi apa yang menjadi kepedulian warga sekolah
mengidentifikasikan dirinya dengan sekolah (komitmen), betapa sulitnya
mereka bekerja (motivasi) dan sejauh mana mereka mencapai tujuan
(produktivitas) mereka (Deal dan Peterson, 2009:7)
Dengan merujuk pada pemikiran Fred Luthan, dan Edgar Schein, di
bawah ini akan diuraikan tentang karakteristik budaya organisasi di sekolah,
yaitu tentang (1) obeserved behavioral regularities; (2) norms; (3) dominant
value. (4) philosophy; (5) rules dan (6) organization climate.
1) Obeserved behavioral regularities budaya organisasi di sekolah ditandai
dengan adanya keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah
yang dapat diamati. Keberaturan berperilaku ini dapat berbentuk acara-
acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan atau simbol-simbol
tertentu, yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh anggota
sekolah.
2) Norms; budaya organisasi di sekolah ditandai pula oleh adanya norma-
norma yang berisi tentang standar perilaku dari anggota sekolah, baik
bagi siswa maupun guru. Standar perilaku ini bisa berdasarkan pada
kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah
daerah dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama
17

berhubungan dengan pencapaian hasil belajar siswa, yang akan


menentukan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik kelas
atau tidak. Standar perilaku siswa tidak hanya berkenaan dengan aspek
kognitif atau akademik semata namun menyangkut seluruh aspek
kepribadian. Sedangkan berkenaan dengan standar perilaku guru,
tentunya erat kaitannya dengan standar kompetensi yang harus dimiliki
guru, yang akan menopang terhadap kinerjanya. Dalam perspektif
kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat
jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu : (1) Kompetensi pedagogik yaitu merupakan
kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a)
pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman
terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/ silabus; (d)
perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya; (2) Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan
kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan
bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i)
mengembangkan diri secara berkelanjutan; (3) Kompetensi sosial yaitu
merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi
komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan
masyarakat sekitar; dan (4) Kompetensi profesional merupakan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;
18

(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep
antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan
dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional
dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya
nasional.
3) Dominant values; jika dihubungkan dengan tantangan pendidikan
Indonesia dewasa ini yaitu tentang pencapaian mutu pendidikan, maka
budaya organisasi di sekolah seyogyanya diletakkan dalam kerangka
pencapaian mutu pendidikan di sekolah. Nilai dan keyakinan akan
pencapaian mutu pendidikan di sekolah hendaknya menjadi hal yang
utama bagi seluruh warga sekolah. Adapun tentang makna dari mutu
pendidikan itu sendiri, Jiyono sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan
Danim (2002) mengartikannya sebagai gambaran keberhasilan
pendidikan dalam mengubah tingkah laku anak didik yang dikaitkan
dengan tujuan pendidikan. Sementara itu, dalam konteks Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Depdiknas, 2001), mutu
pendidikan meliputi aspek input, proses dan output pendidikan. Pada
aspek input, mutu pendidikan ditunjukkan melalui tingkat kesiapan dan
ketersediaan sumber daya, perangkat lunak, dan harapan-harapan.
Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input
tersebut. Sedangkan pada aspek proses, mutu pendidikan ditunjukkan
melalui pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input
sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik. Sementara, dari aspek out put, mutu
pendidikan dapat dilihat dari prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa,
baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Berbicara tentang
upaya menumbuh-kembangkan budaya mutu di sekolah akan
mengingatkan kita kepada suatu konsep manajemen dengan apa yang
dikenal dengan istilah Total Quality Management (TQM), yang
19

merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan suatu unit usaha untuk


mengoptimalkan daya saing organisasi melalui prakarsa perbaikan terus
menerus atas produk, jasa, manusia, proses kerja, dan lingkungannya.
Berkaitan dengan bagaimana TQM dijalankan, Gotsch dan Davis
sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan
bahwa aplikasi TQM didasarkan atas kaidah-kaidah : (1) Fokus pada
pelanggan; (2) obsesi terhadap kualitas; (3) pendekatan ilmiah; (4)
komitmen jangka panjang; (5) kerjasama tim; (6) perbaikan kinerja
sistem secara berkelanjutan; (7) diklat dan pengembangan; (8)
kebebasan terkendali; kesatuan tujuan; dan (10) keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan secara optimal. Dengan mengutip pemikiran
Scheuing dan Christopher, dikemukakan pula empat prinsip utama
dalam mengaplikasikan TQM, yaitu: (1) kepuasan pelanggan, (2)
respek terhadap setiap orang; (3) pengelolaan berdasarkan fakta, dan (4)
perbaikan secara terus menerus.(Sudarwan Danim, 2002). Selanjutnya,
dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
Depdiknas (2001) telah memerinci tentang elemen-elemen yang
terkandung dalam budaya mutu di sekolah, yakni : (a) informasi
kualitas harus digunakan untuk perbaikan; bukan untuk
mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggung
jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (reward) atau sanksi
(punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus
merupakan basis kerja sama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap
pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g)
imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga
sekolah merasa memiliki sekolah. Di lain pihak, Jann E. Freed et. al.
(1997) dalam tulisannya tentang A Culture for Academic Excellence:
Implementing the Quality Principles in Higher Education. dalam ERIC
Digest memaparkan tentang upaya membangun budaya keunggulan
akademik pada pendidikan tinggi, dengan menggunakan prinsip-prinsip
Total Quality Management, yang mencakup : (1) vision, mission, and
20

outcomes driven; (2) systems dependent; (3) leadership: creating a


quality culture; (4) systematic individual development; (4) decisions
based on fact; (5) delegation of decision making; (6) collaboration; (7)
planning for change; dan (8) leadership: supporting a quality culture.
Dikemukakan pula bahwa “when the quality principles are implemented
holistically, a culture for academic excellence is created. Dari
pemikiran Jan E.Freed et. al. di atas, kita dapat menarik benang merah
bahwa untuk dapat membangun budaya keunggulan akademik atau
budaya mutu pendidikan betapa pentingnya kita untuk dapat
mengimplementasikan prinsip-prinsip Total Quality Management, dan
menjadikannya sebagai nilai dan keyakinan bersama dari setiap anggota
sekolah.
4) Philosophy; budaya organisasi ditandai dengan adanya keyakinan dari
seluruh anggota organisasi dalam memandang tentang sesuatu secara
hakiki, misalnya tentang waktu, manusia, dan sebagainya, yang
dijadikan sebagai kebijakan organisasi. Jika kita mengadopsi filosofi
dalam dunia bisnis yang memang telah terbukti memberikan
keunggulan pada perusahaan, di mana filosofi ini diletakkan pada upaya
memberikan kepuasan kepada para pelanggan, maka sekolah pun
seyogyanya memiliki keyakinan akan pentingnya upaya untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dalam konteks Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas (2001) mengemukakan
bahwa : “pelanggan, terutama siswa harus merupakan fokus dari semua
kegiatan di sekolah. Artinya, semua in put – proses yang dikerahkan di
sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan
peserta didik . Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa
penyiapan in put, proses belajar mengajar harus benar-benar
mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan siswa.”
5) Rules; budaya organisasi ditandai dengan adanya ketentuan dan aturan
main yang mengikat seluruh anggota organisasi. Setiap sekolah
memiliki ketentuan dan aturan main tertentu, baik yang bersumber dari
21

kebijakan sekolah setempat, maupun dari pemerintah, yang mengikat


seluruh warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak dalam
organisasi. Aturan umum di sekolah ini dikemas dalam bentuk tata-
tertib sekolah (school discipline), di dalamnya berisikan tentang apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh warga sekolah, sekaligus
dilengkapi pula dengan ketentuan sanksi, jika melakukan pelanggaran.
Joan Gaustad (1992) dalam tulisannya tentang School Discipline yang
dipublikasikan dalam ERIC Digest 78 mengatakan bahwa : “ School
discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and
students, and (2) create an environment conducive to learning.
6) Organization climate; budaya organisasi ditandai dengan adanya iklim
organisasi. Hay Resources Direct (2003) mengemukakan bahwa
“oorganizational climate is the perception of how it feels to work in a
particular environment. It is the “atmosphere of the workplace” and
people’s perceptions of “the way we do things here
Nilai-nilai yang mungkin dikembangkan di sekolah tentunya sangat beragam.
Jika merujuk pada pemikiran Spranger sebagaimana disampaikan oleh
Sumadi Suryabrata (1990), maka setidaknya terdapat enam jenis nilai yang
seyogyanya dikembangkan di sekolah. Dalam tabel 1 berikut ini
dikemukakan keenam jenis nilai dari Spranger beserta perilaku dasarnya.
Tabel 1. Jenis Nilai dan Perilaku Dasarnya menurut Spranger
7)
Nilai Perilaku Dasar
1 Ilmu Pengetahuan Berfikir Berfikir
2 Ekonomi Bekerja Bekerja
3 Kesenian Menikmati keindahan Menikmati Keindahan
4 Keagamaan Memuja Memuja
5 Kemasyarakatan Berbakti/berkorban Berbakti/berkorban
6 Politik/keneg Berkuasa/Memerintah

Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik budaya sekolah adalah sifat


yang khas dari sekolah meliputi nilai nilai, norma, sikap, mitos, kontrol
koordinasi dan motivasi, etika, dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk
22

dalam perjalanan panjang suatu sekolah yang lebih menekankan pada


penghayatan segi-segi simbolik, tridisi, riwayat sekolah yang kesemuannya
akan membentuk keyakinan, kepercayaan diri dan kebanggaan akan
sekolahnya.
4. Unsur-unsur Budaya Sekolah
Bentuk budaya sekolah secara intrinsik muncul sebagai suatu
fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan sikap, perilaku yang
hidup dan berkembang dalam sekolah pada dasarnya mencerminkan
kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas dari warga sekolah.
Dalam proses membentuk budaya sekolah dilalui dengan beberapa
tingkatan seperti terlihat dalam gambar. 2.1

Hedley Beare mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua


kategori:
a. Unsur yang tidak kasat mata
Unsur yang tidak kasat mata adalah filsafat atau pandangan dasar
sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna hidup atau yang di
anggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah. Dan itu harus
dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi, misi, tujuan dan
sasaran yang lebih kongkrit yang akan di capai oleh sekolah.
b. Unsur yang kasat mata dapat termenifestasi secara konseptual
meliputi :
1. visi,misi, tujuan dan sasaran,
23

2. kurikulum,
3. bahasa komunikasi,
4. narasi sekolah, dan narasi tokoh-tokoh
5. struktur organisasi,
6. ritual, dan upacara,
7. prosedur belajar mengajar
8. peraturan sistem ganjaran/ hukuman,
9. layanan psikologi sosial,
10. pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat
c. dan yang meteriil dapat berupa : fasilitas dan peralatan, artifiak dan
tanda kenangan serta pakaian seragam.
Djemari Mardapi (2003) membagi unsur-unsur budaya sekolah jika ditinjau
dari usaha peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut :
a) Kultur sekolah yang positif
Kultur sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang
mendukung peningkatan kualitas pendidikan, misalnya kerjasama
dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan
komitmen terhadap belajar.
b) Kultur sekolah yang negatif
Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap
peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan,
misalnya dapat berupa: siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan
siswa jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan masalah.
c) Kultur sekolah yang netral
Yaitu kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat
memberikan konstribusi positif tehadap perkembangan peningkatan
mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa arisan keluarga sekolah,
seragam guru, seragam siswa dan lain-lain.
Model pengembangan budaya dan iklim sekolah yang diharapkan dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik itu kepala sekolah, guru
dan staf sekolah dan utamanya siswa itu sendiri dapat dijadikan dasar dalam
24

upaya memperbaiki iklim sekolah. Model tersebut merupakan integrasi


komponen-komponen seperti budaya sekolah, iklim organisasi, dan pranata
sistem sekolah.
Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum
dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai
berikut:
1) Budaya sekolah meliputi aspek-aspek:
a) Nilai
b) Norma
c) Perilaku
2) Lingkungan fisik sekolah meliputi:
a) Keindahan
b) Keamanan
c) Kenyamanan
d) Ketentraman
e) Kebersihan
3) Lingkungan sistem sekolah meliputi:
a) Berbasis mutu
b) Kepemimpinan kepala sekolah
c) Disiplin dan tata tertib
d) Penghargaan dan insentif
e) Harapan untuk berprestasi
f) Akses informasi
g) Evaluasi
h) Komunikasi yang intensif dan terbuka

B. PEMBAHASAN
1. Pengembangan Budaya Organisasi Di SD Negeri Rogomulya 02
Di sekolah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara individu
dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan ini
akan dipersepsi dan dirasakan oleh individu tersebut sehingga menimbulkan
25

kesan dan perasaan tertentu. Dalam hal ini, sekolah harus dapat menciptakan
suasana lingkungan kerja yang kondusif dan menyenangkan bagi setiap
anggota sekolah, melalui berbagai penataan lingkungan, baik fisik maupun
sosialnya. Moh. Surya (1997) menyebutkan bahwa:
Lingkungan kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun
psikologis dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja
dengan baik dan produktif. Untuk itu, dapat diciptakan lingkungan fisik yang
sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas dan
sebagainya. Demikian pula, lingkungan sosial-psikologis, seperti hubungan
antar pribadi, kehidupan kelompok, kepemimpinan, pengawasan, promosi,
bimbingan, kesempatan untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya. “
Upaya untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah terutama
berkenaan tugas kepala sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam
hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya
secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna
memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang
kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya
organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan
penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna
meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.
Dalam mengembangajan budaya sekolah yang nantinya akan
mencipakan iklim sekolah diantaranya :
a) Menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan sekolah
yang demokratis
b) Membentuk budaya kerjasama (school corporate culture) yang kuat
c) Menumbuhkan budaya profesionalisme warga sekolah
d) Menciptakan iklim sekolah yang kondusif-akademis
e) Menumbuhkembangkan keragaman budaya dalam kehidupan
sekolah
f) Mengembangkan budaya kewirausahaan sekolah
26

Di samping itu peran orangtua, masyarakat, kepemimpinan kepala sekolah


dan keteladanan guru yang saling bersinergi akan membentuk budaya sekolah
yang kuat. Karena dalam organisasi sekolah memerlukan kerjasama dari
berbagai elemen masyarakat demi terciptanya lingkungan sekolah yang sehat
secara fisik dan mental.
1.1 Program dan Penerapan Budaya Sekolah di SD Negeri Sruwen 02
Suatu sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolahnya sendiri
sebagai identitas diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolahnya.
Kegiatan di sekolah tidak hanya terfokus pada intrakurikuler, tetapi juga
ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan kreativitas, bakat dan minat
siswa. Selain itu, dalam menciptakan budaya sekolah yang kokoh, hendaknya
juga berpedoman pada misi dan visi sekolah yang tidak hanya mencerdaskan
otak saja, tetapi juga watak siswa serta mengacu pada 4 tingkatan kecerdasan
yaitu : kecerdasan intektual (IQ) Kecerdasan otak, (EQ) kecerdasan
emosional (SQ) kecerdasan rohani.
Dan Budaya sekolah dapat dimulai dari hal kecil seperti tempat duduk
siswa yang berpusat pada guru harus diubah menjadi tempat duduk yang
mendorong interaksi antar siswa. Hasil karya siswa yang berupa gambar,
karangan, puisi, dan kerajinan harus dipasang di tempat terbuka di sekolah
untuk mendorong kebanggaan berprestasi. Foto-foto ilmuwan juga dipajang
guna merangsang motivasi belajar siswa
Pengelola sekolah membangun sebuah sistem yang di dalamnya
mengutamakan kerjasama tim (team work). Kesuksesan dibangun atas dasar
kebersamaan dan bukan kerja satu orang kepala sekolah atau one man show.
Pimpinan sekolah atau kepala sekolah boleh datang silih berganti, tetapi
sistem akan terus berjalan mendampingi siapapun pemimpinnya.
Dalam kegiatan sehari – hari SD Negeri Sruwen 02 melakukan
Pembiasaan - pembiasan (habituasi) baik ketika mulai masuk ke dalam
lingkungan sekolah dengan mengucapkan salam kemudian mencium tangan
bapak dan ibu guru, memulai kegiatan belajar mengajar dengan membaca
alqur’an, penerapan pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter, sholat
27

dhuha dan dzhur berjama’ah hingga pembiasaan budaya disiplin dan bersih di
sekolah.
Dalam penelitian ini model budaya sekolah yang digunakan SD Negeri
Rogomulya 02 adalah dengan memaksimalkan 3 aspek yang digunakan dalam
penerapan kehidupan sehari – hari di sekolah, yaitu :
1) Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas
Kegiatan belajar mengajar yang dimaksud disini adalah Pengembangan
nilai – nilai yang sudah dirumuskan sekolah diintegrasikan dalam setiap
mata pelajaran. Menurut Kepala Sekolah sebagai manajer mengatakan
bahwa nilai - nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP dan
selanjutnya akan dikembangkan. Pengembangan nilai - nilai dalam
silabus ditempuh dengan cara : a). Memperlihatkan keterkaitan antara
SKKD dengan nilai yang sudah dirumuskan sekolah dan indikator untuk
menentukan nilai yang akan dikembangkan. b). Mencantumkan nilai –
nilai yang sudah dirumuskan sekolah ke dalam silabus (terlampir). c).
Mencantumkan nilai – nilai yang tertera dalam silabus ke dalam RPP . d).
Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan internalisasi nilai dan
menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai. e). Guru memberikan
bantuan kepada peserta didik baik yang mengalami kesulitan untuk
menginternalisasi nilai ataupun memberikan contoh secara langsung
melalui perilaku / perbuatan. f). Mengukur hasil perkembangan nilai
yang sudah diterapkan ke dalam setiap mata pelajaran dengan raport nilai
akhlaq mulia .
Penjelasan diatas sesuai dengan yang terdapat dalam Pedoman Sekolah
tentang Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa bahwa nilai – nilai
diintegrasikan ke semua mata pelajaran melalui kegiatan belajar
mengajar di kelas secara aktif, tidak hanya peserta didik yang aktif, tetapi
guru juga harus bisa merencanakan kegiatan belajar yang menyenangkan
dan mampu membuat siswa aktif dalam belajar.
2) Pembiasaan Nilai Positif Dalam Kehidupan Sehari – hari di Sekolah
28

Pembiasaan nilai positif di SD Negeri Ragamulyo 02 sudah dilakukan


semenjak siswa-siswi memasuki lingkungan sekolah, dengan mencium
tangan bapak ibu guru (salim) dan menyapa, namun selama masa
pandemic Covid-19 siswa siswi mengganti cium tangan dengan salam
dengan kedua tangan mengatup, karena latarbelakang lingkungan
sekolah sekitar adalah masyarakat yang agamis maka diwajibkan
mengucapkan salam ketika bertemu bapak ibu guru baik di dalam
lingkungan sekolah maupun diluar sekolah, kepada sesama teman, ketika
memasuki kelas, ruangan guru, perpustakaan, dan sebagainya. Membaca
do’a ketika sebelum memulai pelajaran dan mengakhiri pelajaran, adapun
doa yang dibaca meliputi bacaan Al-quran (surat-surat pendek), dan
untuk jam tambahan setiap hari Kamis, Jum’at dan Sabtu, siswa-siswa
dibimbing guru TPA agar setiap lulusan SD Negeri Rogomulya 02
minimal hafal Juz Amma ( Juz 30 Al Qur’an. Pembiasaan sholat dhuha
dan dhuhur berjamaah yang dilakukan sesuai jadwal dan didampingi
langsung oleh bapak ibu guru. Setiap hari Jum’at setelah melakukan
senam pagi siswa-siswi dibimbing guru agama membaca asmaul husna
dan sholawat nabi, dilanjutkan dengan siraman rohani/budi pekerti dari
guru-guru secara bergilir. Pembiasaan disiplin dengan tidak datang
terlambat, menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan mematuhi
semua peraturan sekolah. Pembiasaan bersih diri, kelas dan sekolah,
bersih sekolah dilakukan oleh semua siswa yaitu dengan cara
membersihkan sampah yang berserakan hal ini dilakukan untuk melatih
semangat kerjasama, mencuci tangan sebelum makan, melaksanakan
jadwal piket kelas, membuang sampah pada tempatnya, ikut menjaga
kebersihan kamar mandi dengan menyiram sebelum ataupun setelah
digunakan. Selama masa pandemic siswa-siswi juga ditanamkan agar
selalu menjaga protokol kesehatan dengan memakai masker,menjaga
jarak dan membiasakan diri mencuci ntangan sebelum dan sesudah
masuk kelas.
29

Pembiasaan kreatif dengan menghasilkan karya – karya baru baik


gambar, tulisan motivasi, puisi ataupun pantun yang di tempel di mading
kelas sehingga bisa dilihat oleh semua siswa. Pembiasaan gemar
membaca dengan mengunjungi perpustakaan secara teratur, ketika jam
kosong. Pembiasaan Toleransi dengan menghargai perbedaan (suku, ras,
jenis kelamin), membantu teman yang sedang kesulitan. Pembiasaan
sopan dengan sikap hormat terhadap guru dan teman, berpakaian,
bertutur kata dan berperilaku.
Hal ini menunjukkan budaya sekolah, bahwa nilai yang telah
dirumuskan dengan baik bisa diwujudkan melalui berbagai perilaku
keseharian dan dilakukan dengan proses interaksi yang efektif. Dalam
rentang waktu yang panjang lingkungan tersebut bisa membentuk suatu
pola budaya sekolah.
3) Kegiatan Keseharian Siswa dirumah dan Masyarakat
Selama ini untuk mengetahui perilaku keseharian anak dirumah bisa
dilihat dari 2 hal. Pertama, dilihat perilaku anak disekolah karena jika
anak mempunyai perilaku yang baik maka bisa dipastikan dirumahpun
dan di masyarakat anak itu terbiasa berperilaku baik pula, Jika terdapat
temuan perilaku siswa yang tidak baik maka guru akan menegur secara
langsung, jika tidak ada perubahan maka sekolah melalui wali kelas akan
berkomunikasi dengan orangtua siswa tersebut disekolah dengan cara
penuh kekeluargaan untuk mencari penyebab dan solusinya.
Kedua, mengajak peserta didik berkomunikasi yang baik yaitu setiap
guru pada jam pertama yang akan memulai pelajaran akan bertanya
“siapakah yang kemarin sholatnya tidak lima waktu?” maka siswa pun
akan menjawab dengan jujur, hal ini disebabkan karena nilai jujur sudah
ditanamkan kepada anak, jadi sudah terbiasa berbicara jujur dan
mengakui perbuatan yang tidak baik dan selanjutnya untuk siswa
tersebut diberi pengarahan supaya tidak mengulangi perbuatannya.
Analisa model budaya sekolah dengan memanfaatkan keempat aspek diatas
adalah merupakan kombinasi dari pedoman sekolah tentang pendidikan
30

budaya dan karakter bangsa dan aspek yang sudah ada di SD Negeri Sruwen
02. Ketiga aspek tersebut digunakan agar semua warga sekolah mengenal,
menerima dan melestarikan nilai – nilai yang sudah ada disekolah, melalui
proses berpikir, bersikap dan berbuat sehingga sekolah mempunyai jati atau
karakter (budaya sekolah) yang menjadi ciri khas untuk dikenal masyarakat.
Berdasarkan pembahasan di atas maka model pengembangan budaya sekolah
yang ada di SD Negeri Rogomulya 02. termasuk model budaya sekolah
kolegial (Collegial School Culture), Menurut bahasa Kolegial berasal dari
kata collective yang berarti bersama-sama. Sedangkan menurut istilah,
Kolegial berarti akrab, jadi yang dimaksud kolegial adalah sikap dan
semangat kerja sama, kekeluargaan, kejujuran, saling menghargai, membantu,
menghormati, tolong-menolong, yang dilakukan secara bersama untuk
mencapai satu tujuan. Dalam hal ini yaitu terciptanya budaya sekolah.
Sekolah sangat mengapresiasi dan menghargai peran dari semua pihak,
Pemberian apresiasi tidak selalu dalam bentuk uang, bentuk lainnya adalah
penghargaan kredit poin bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang
sejalan dengan pengembangan budaya sekolah. Tidak hanya siswa
penghargaan pun diberikan kepada guru dan karyawan yang mampu
menunjukkan etos kerja yang baik dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Penerapan Budaya Organisasi Sekolah di SMPN 6 Ambarawa
Nilai-nilai yang karakter dikembangkan melalui budaya sekolah di SMP 6
Ambarawa Satu Atap adalah
1) Religius
Religius dideskripsikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam
beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya, toleran kepada penganut
agama lainnya dan mampu hidup dengan rukun. Karakter religius sangat
penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi sikap hidup yang
mengacu pada tatanan dan larangan sikap yang telah diatur dalam aturan
agamanya
Salah satu strategi atau metode yang dipergunakan dalam pendidikan
untuk membentuk karakter religius adalah dengan pembentukan
31

kebiasaan yang baik dan meninggalkan yang buruk melalui bimbingan,


latihan dan kerja keras. Pembentukan kebiasaan tersebut akan menjadi
sebuah karakter seseorang. Maka karakter yang kuat biasanya dibentuk
oleh penanaman nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini
dibangun melalui penghayatan dan pengalaman.
Pembiasaan – pembiasaan berikut adalah implemetasi nilai karakter di
SMP Negeri 6 Ambarawa Satu Atap
a) Guru dan siswa berdoa sekurang-kurangnya pada awal jam
pelajaran pertama dan setelah jam pelajaran terakhir.
b) Pembacaan Asmaul Husna sebelum kegiatan pembelajaran
c) Melaksanakan kegiatan perayaan hari besar keagamaan yang dapat
diikuti oleh seluruh warga sekolah.
d) Sekolah memberikan izin meninggalkan kelas bagi siswa untuk
melaksanakan ibadah wajib sesuai agama dan kepercayaannya
e) Warga sekolah melaksanakan salat Jum’at di lingkungan sekolah/
masjid/musala atau ibadah bersama sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
f) Sekolah mengundang tokoh agama untuk memberikan siraman
rohani kepada warga sekolah pada peringatan hari – hari besar
tertentu
g) Melibatkan semua warga sekolah secra aktif bergotong royong
dalam menyiapkan kelengkapan/sarana ibadah, tanpa memandang
perbedaan agama dan kepercayaannya.
2) Nasionalisme
Pengertian Nasionalisme ini ialah suatu paham kebangsaan dari
masyarakat pada suatu negara yang mempunyai kesadaran serta
semangat cinta tanah air dan juga bangsa yang ditunjukkan dengan
melalui sikap serta tingkah laku individu atau juga masyarakat.
Nasionalisme ini bisa juga didefinisikan yakni sebagai pemahaman dari
masyarakat pada suatu bangsa yang memiliki keselarasan kebudayaan,
serta wilayah dan juga kesamaan cita-cita serta tujuan sehingga
32

menimbulkan atau memunculkan rasa ingin mempertahankan negaranya,


baik dari internal atau juga eksternal.
Sikap nasionalisme di suatu negara mempunyai tujuan tertentu. Dibawah
ini merupakan beberapa tujuan nasionalisme:
a) Menumbuhkan serta meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air
dan juga bangsa.
b) Membangun hubungan yang rukun serta harmonis antar individu
dan juga masyarakat.
c) Membangun serta mempererat tali persaudaraan antar sesama
anggota masyarakat.
d) Berupaya supaya menghilangkan ekstrimisme,atau juga tuntutan
berlebihan dari warga negara kepada pemerintah.
e) Menumbuhkan semangat rela berkorban bagi tanah air serta
bangsa.
f) Menjaga tanah air serta bangsa dari serangan musuh, baik itu dari
luar atau juga dari dalam negeri.
Untuk pengembangan karakter nasionalis maka SMP Negeri 6 Satu Atap
melaksanakan pembiasaan – pembiasaan sebagai berikut :
a) Memutar lagu – lagu wajib sebelum pukul 07.00
b) Semua warga sekolah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya sebelum pelajaran dimulai setelah pembacaan Asmaul hUsna
c) Guru menggunakan nama-nama pahlawan, tanaman, hewan,
sungai, gunung, pulau, buah, bunga yang tumbuh di sekitar
lingkungan atau Indonesia sebagai nomenklatur kelompok saat
proses pembelajaran.
d) Mengenakan pakaian khas daerah bagi semua warga sekolah pada
hari Kartini dan Sumpah Pemuda.
e) Satu kali dalam setahun mengundang narasumber dari unsur
veteran perang, TNI, atau POLRI, untuk berbagi pengalaman pada
semua warga sekolah tentang perjuangan, penegakan hukum,
penegakan disiplin, dan bela negara.
33

f) Warga sekolah mengadakan kegiatan dramatisasi dengan topik


tentang sejarah Indonesia, perjuangan pahlawan nasional,
perjuangan pahlawan daerah atau budaya daerah pada kegiatan
peringatan HUT RI
g) Lomba poster, puisi dan vlog yang bertema cinta tanah air sebagai
wujud penumbuhan rasa cinta Indonesia di lingkungan sekolah
h) Memajang foto-foto/poster-poster Pahlawan Nasional, dan
dilengkapi dengan nilai-nilai karakter dari masing-masing
pahlawan tersebut (quote).
3) Mandiri
Kemandirian seseorang tidak ditandai dengan usia, tetapi salah satunya
ditengarai oleh perilakunya. Dengan begitu, mungkin saja terjadi anak
yang berusia lebih muda dapat lebih mandiri (untuk ukuran seusianya),
sementara yang lebih tua belum tentu memiliki hal yang sama.
Beberapa perilaku mandiri dapat diidentifikasi seperti : menemukan diri
atau identitas diri, memiliki kemampuan inisiatif, membuat pertimbangan
sendiri dalam bertindak, mencukupi kebutuhan sendiri, bertanggung
jawab atas tindakannya, mampu membebaskan diri dari keterikatan yang
tidak perlu, dapat mengambil keputusan sendiri dalam bentuk
kemampuan memilih (Suyata, 1982), tekun, percaya diri, berkeinginan
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, puas terhadap hasil
usahanya sendiri.
Selain tersebut dapat terwujud dalam diri seseorang, manakala dalam
seluruh aktivitasnya pengaruh dan arahan sikap orang lain lebih kecil
dibanding dengan dorongan yang berasal dari dalam dirinya. Meski juga
disadari, bahwa dalam aktivitasnya seseorang tidak akan pernah bebas
secara total dari ketergantungan orang lain, mengingat sejak lahir
manusia hidup dalam masyraakat yang mempunyai norma sosial yang
mengatur, dan membatasi kehidupan seseorang.
Niali karakter mandiri yang dimiliki anak-anak tersebut meliputi: mereka
memiliki rasa percaya diri dan menghargai orang lain, mampu
34

mengendalikan emosi, menahan diri dan bersabar, mampu membuat


keputusan dan memiliki rasa tanggung jawab.
Setiap tahun dalam menyambut hari jadi sekolah, sekolah kami
menyelenggarakan kegiatan pentas seni dan bazar, hal ini dimaksudkan
untuk menumbuhkan sikap kemandirian peserta didik dalam
meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuh kembangkan jiwa
kewirausahaan. Kegiatan ini menjadi kegiatan OSIS. Guru nhanya
bertugas sebagia konsuktan dan pendamping.
4) Gotong Royong
Gotong royong ialah salah satu bentuk kegiatan bersama-sama dengan
saling membantu tanpa imbalan apapun dan untuk kepentingan bersama
maupun umum.
Di Indonesi, istilah gotong royong ialah partisipasi masyarakat Indonesia
yang saling membantuk untuk melaksanakan kegiatan secara bersama-
sama. Gotong royong sepenuhnya tentang kerja bakti, tetapi istilah
gotong royong bisa diartikan saling tolong menolong antar masyarakat
yang membutuhkan pertolongan di sekitar lingkungan. Budaya gotong
royong sangatlah kental di kalangan masyarakat Indonesia, karena
gotong royong dikerjakan sesuatu yang bersifat umum.
Budaya gotong royong di sekolah kami diwujudkan dengan cara
a) Guru melaksanakan pembelajaran dengan menekankan prinsip
Collaborative Learning dengan pemberian metode yang relevan.
Dengan metode ini diharapkan terjadi saling membantu salama
kegiatan pembelajaran tentunya dalam hal yang positif.
b) Gerakan Senin Sedekah (GSS) yang merupakan bentuk kepedulian
warga sekolah terhaadap sesama, Gerakan ini buka hanya sekedar
mengumpulkan uang tetapi juga membuat program bantuan kepada
warga sekolah yang membutuhkan . Dalam program ini peserta
didik dilibatkan secara aktif. Guru hanya menjadi pendamping.
c) Guru bersama siswa membantu siswa lain yang mengalami
hambatan dalam belajar dengan program Belajar Tutor Sebaya
35

(GTS). Program ini menguatkan karakter peduli terhadap sesama ,


dimana peserta didik yang memppunyai kelebihan dalam
penguasan materi akan membantu teman yang lambat dalam
penguasaan materi pelajaran.
d) Mencanangkan Program ProLimBah atau program lingkungan
membersihkan sampah, bersama masyarakat sekitar melaksanakan
kegiatan kebersihan lingkungan terutama dalam penanganan
sampah.
e) Menerapkan sistem piket sekolah bagi guru dan siswa. Jadi
menekankan kerja sama dalam menjaga kebersihan lingkungan
sekolah. Untuk mengembangkan sikap peduli kebersihan dan tidak
membebankan semua kebersihan sekolah hanya pada petugaas
kebersihan sekolah.
5) Integritas dengan budaya penerapan disiplin dan kejujuran.
Disiplin dalam bahasa latinnya tertulis discipline yang menunjuk kepada
kegiatan belajar dan mengajar yang berarti mengikuti orang untuk belajar
di bawah pengawasan seorang pemimpin
Bohar Soeharto (Tulus Tu,u 2004:32) menyebutkan tiga hal mengenai
disiplin yakni disiplin sebagai latihan, disiplin sebagai hukuman dan
disiplin sebagai alat pendidikan
Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri
keunggulan. Berdasarkan pengalaman penulis, disiplin penting karena
alasan sebagai berikut:
a) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil
dalam belajarnya, sebaiknya siswa yang kerap kali melanggar
ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi
dan prestasinya.
b) Tanpa disiplin yang baik suasana sekolah dan kelas menjadi kurang
kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif disiplin
memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses
pembelajaran.
36

c) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan


dengan norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan
demikian, anak-anak dapat menjadi individu yang tertib teratur dan
disiplin.
d) Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar
dan kelak ketika bekerja kesadaran pentingnya norma, aturan,
kepatuhan dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan
seseorang.
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin
menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan
berdisiplin yang akan mengantarkan seorang siswa sukses dalam belajar
dan kelak ketika bekerja.
Upaya Penegakan Disiplin di SMP Negeri 6 Ambarawa Satu Atap
memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a) Adanya tata tertib dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangat
bermanfaat untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang
sama akan di terima oleh individu lain di ruang lingkupnya.
b) Konsisten dan konsekuen. Masalah umum yang muncul dalam
disiplin adalah tidak konsistennya penerapan disiplin ada
perbedaan antara tata tertib yang tertulis dengan pelaksanaan di
lapangan. Dalam sanksi atau hukuman ada perbedaan antara
pelanggar satu dengan yang lain. dalam menegakkan disiplin
bukanlah ancaman atau kekerasan yang diutamakan, yang
diperlukan adalah ketegasan dan keteguhan di dalam melaksanakan
peraturan. Hal itu merupakan modal utama dan syarat mutlak untuk
mewujudkan disiplin.
c) Hukuman. Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak baik
dan tidak diinginkan. Tujuan hukuman mendidik dan menyadarkan
siswa bahwa perbuatan yang salah mempunyai akibat yang tidak
menyenangkan. Hukuman diperlukan juga untuk mengendalikan
37

perilaku disiplin. Tetapi hukuman bukan satu-satunya cara untuk


mendisiplinkan anak atau siswa.
d) Kemitraan dengan orang tua, pembentukan individu berdisiplin dan
penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi
tanggung jawab sekolah, tetapi juga tergantung orang tua atau
keluarga. Keluarga atau orang tua merupakan pendidik pertama dan
utama yang sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan dan
pengembangan perilaku siswa. Karena itu, sekolah sangat perlu
bekerjasama dengan orang tua dalam penanggulangan masalah
disiplin.
Sedangkan jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir
semua orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu
apa itu arti atau makna dari kata jujur tersebut. Dengan memahami
makna kata jujur ini maka mereka akan dapat menyikapinya. Namun
masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya tahu
maknanya secara samar-samar. Indikator kearah itu sangat mudah
ditemukan yakni masih saja banyak orang belum jujur
jikadibandingkan dengan orang yang telah jujur. Berikut ini saya akan
mencoba memberikan penjelasan sebatas kemampuan saya tetang
makna dari kata jujur ini.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap
seseorang. Jika ada seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena
maka orang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau
fenomena tersebut. Jika orang itu menceritakan informasi tentang
gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai
dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan
jujur.
Kejujuran merupakan suatu pondasi yang mendasari iman seseorang,
karena sesungguhnya iman itu adalah membenarkan dalam hati akan
adanya Allah. Jika dari hal yang kecil saja ia sudah terlatih untuk jujur
maka untuk urusan yang lebih besar ia pun terbiasa untuk jujur.
38

Implementasi dalam kegiatan sehari – hari adalah


a) Sekolah memiliki dan menjalankan program Kantin Kejujuran.
b) Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut
kedatangan siswa. Sebelum pandemic Covid -19, setiap peserta
didik dating bersalaman dan mencium tangan Guru.
c) Guru membiasakan hasil Penilaian Harian siswa harus diberikan
dan diparaf oleh orang tua murid masing-masing.
d) Sekolah menerapkan peraturan bahwa setiap siswa punya
kewajiban melaksanakan piket kebersihan kelas paling sedikit
sekali dalam seminggu.
e) Sekolah bekerjasama dengan tokoh masyarakat/perguruan tinggi/
profesional/alumni/pihak lain yang relevan, melaksanakan kegiatan
penyuluhan, antara lain tentang Anti Korupsi, Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA), Perundungan/Bullying, dan/atau Dampak Kecanduan
Gawai/Gadget.
f) Wali Kelas menerapkan “presensi kejujuran” bagi semua siswanya.
g) Sekolah menerapkan program duta/keteladanan (student of the
month, teacher of the month) dan dideklarasikan/diumumkan saat
upacara.
h) Sekolah menerapkan peraturan dan tata tertib bagi semua warga
sekolah, agar mengenakan pakaian seragam yang bersih, rapih, dan
sesuai ketentuan yang berlaku.
i) Sekolah melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam
pelaksanaan Ekstrakurikuler Wajib “Pendidikan Kepramukaan”
j) Sekolah menerapkan point pelanggaran dan denda untuk
pelanggaran berat. Denda tidak selalu berupa uang tetapi berdasar
musyawarah antara pelanggar dan tim penegak disiplin sekolah.
Demikian juga bagi peserta dengan akumulasi point pelanggaran
yang sudah mencapai batas hukuman juga akan diberi hukuman
atau denda sesuai kesepakatan.
39

3. Pengembangan Budaya Organisasi Di SD Negeri Sruwen 02


Dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan
pengembangan diri dan pendidikan karakter, Kemendiknas menyarankan
melalui empat hal, yang meliputi :
1) Melalui kegiatan rutin
a. Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan ini bertujuan menumbuhembangkan budi pekerti peserta
didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang
diwujudkan dalam gerakan leiterasi sekolah atau GLS, agar mereka
menjadi pembelajar sepanjang hayat. Program ini tentunya selaras
dengan peraturan yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu
permendikbud nomor 23 tahun 2015 tetang penumbuhan budi pekerti.
Salah satu program yang dicangkan adalah kegiatan 15 menit
membaca buku non pelajaran sebelum waktu pelajaran dimulai.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta
didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengatahuan
dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi
pekerti beriupa kearifan lokal, nasioanl, dan global yang disampaikan
sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Karena belum memiliki perpustakaan sendiri maka, di setiap kelas
disediakan Pojok Baca untuk memfasilitasi dan mendukung Gerakan
Literasi di SDN Sruwen 02.
Dengan ini, peserta didik bisa memanfaatkannya baik pada waktu
yang telah ditentukan maupun pada waktu-waktu yang lain. Tentu
akan sulit bagi anak untuk memiliki kesempatan membaca buku non
pelajaran di luar sekolah, karena mereka sudah di sibukkan dengan
pekerjaan rumah maupun interaksi sosial dengan masyarakat.
b. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan minat dan bakat
pesera didik. Sekolah perlu memfasilitasi terselenggaranya proses
penumbuhkembangan minat dan bakat itu. Dengan kegiatan tersebut,
40

seorang peserta didik akan terbiasa dengan berbagai macam kegiatan


positif. Baik menyangkut kemampuan fisik mauapun mental. Dengan
tempaan mental dan fisik yang kontinyu dilingkungan organasi ekstra
kulikulernya, kelak seorang anak akan terbiasa dengan aktivitas yang
memerlukan pemikiran dan tenaga lebih. Mereka tidak akan manja,
bermalas-malasan dan anarkis. Tetapi mereka akan terbiasa aktif,
kretaif dan bertanggung jawab.
Ada beberapa ekstrakulikuler yang dikembangkan di SD Negeri
Sruwen 02 diantaranya :
a) Wajib, pramuka
b) Pilihan , Karate, Drumband, Seni Tari, Rebana, dan
olahraga
c. Kegiatan Keagamaan
Kegiatan yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan dan
kecerdasan spiritual , diantaranya : membaca asmaul husna (siswa
memimpin secara bergantian) siraman rohani (dari guru secara
bergilir) setiap hari Jum’at pagi, melaksanakan sholat duha berjamaah,
dan TPA yang dilaksanakan dari kelas 1 sampai kelas 6 dengan target
hafalan Juz 30
d. Menetapkan kegiatan pembiasaan pada awal dan akhir KBM
Kegiatan ini bertujuan membentuk kebiasana harian yang berdifat
rutin. Bentuknya tidak terlalu berat hanya memerlukan konsistensi.
Karena rutin, biasanya cenderung disepelelkan. Oleh sebab itu, guru
selaku penangung jawab kegiatan ini memegang peranan penting
dalam menjaga keterlaksanaan program ini.
Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain :
a) mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki kelas
b) mentaati protokol kesehatan, selalu memakai masker dan
menjaga jarak
c) mengikuti upacara bendera, dan apel pagi bagi guru
41

d) menyanyikan lagu Indonesia raya, Lagu Nasional, Lagu


Daerah dan berdoa bersama di awal dan akhir KBM
e) memutar lagu-lagu nasional saat istirahat
f) menggunaan bahasa yang sopan kepada yang lebih tua
g) untuk guru, menyambut kedatangan anak di gerbang
sekolah sembari menjabat tangannya dan siswa selalu
menyapa dan menjabat tangan setiap bertemu dengan
guru/tamu di sekolah.
Dengan terlaksananya kebiasaan rutin tersebut, peserta didik akan
memperoleh banyak manfaat. Mulai dari kemampuan menyanyikan lagu
nasional dan daerah, sikap mental yang baik dalam bentuk refleksi dan
kemampuan spiritual yang baik melalui doa dan kegiatan di hari jum’at serta
kedekatan emosional melalui kegiatan berjabat tangan dan kerjasama dalam
kebersihan sekolah
2) Kegiatan spontan,
Kalau poin-poin sebelumnya menjelaskan tentang perilaku yang beritfat
rutin, maka pada poin ini menjelaskan tentang perilaku yang bersifat
spontan. Hal ini penting, mengingat, karakter itu akan terlihat pada
spontanitas perilakunya. Belumlah menjadi karakter yang sesungguhnya
jika perilaku yang tampak-secara spontan-adalah perilaku yang buruk.
Spontanitas akan menjadi ukuran, bahwa seseorang itu telah memilki
karakter yang baik atau belum. Perilaku ini mencakup perkataan maupun
perbuatan.
Penilaian ini bisa dilakukan terhadap seseorang yang mengalami hal yang
tidak diingankan, misalnya terjatuh, merugi, bersalah dan sebagainya, coba
lihat dan dengar apa yang diperbuat dan diucapkannya. Jika positif, maka
karakter telah terbentuk. Jika negative, berarti karakter belum senuhnya
tertanam.
Namun, semua itu tidak bisa berlangsung denga tiba-tiba. Perlu ada
keteladanan dari semua pihak, terutama pendidik dan tenaga kependidikan
yang ada. Disinilah ketauladanan pendidik diperlukan. Misalnya :
42

a) Guru jangan sampai ada perilaku buruk yang ditampilkan di depan


peserta didik seperti merokok atau berdebat
b) Membuang sampah pada tempatnya
c) Melerai perkelahian
d) Menolong dalam kesulitan
e) Menggunakan bahasa yang baik ketiga menegur
f) Menghargai pendapat orang lain
g) Dan sebagainya
3) Keteladanan
Di sekolah peran guru amat penting dan perilaku guru akan menjadi ukuran
keteladanan peserta didiknya. “Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari”, itu adalah pepatah yang disampaikan betapa seorang guru bisa
menjadikan anak didiknya memiliki karakter baik atau buruk
Beberapa teladan yang guru lakukan dalam penanaman nilai-nilai karakter
pada siswa, yaitu :
a) Religius, selalu taat beribadah/shalat, dan berdoa.
b) Disiplin, masuk dan keluar kelas tepat waktu
c) Bersahabat/Komunikatif, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya, dan memuji siswa yang bertanya atau menjawab
pertanyaan guru, menghargai pendapat orang lain
d) Jujur, menepati apa yang dijanjikan.
e) Peduli lingkungan, memungut sampah yang berserakan di lantai,
tidak merokok di lingkungan sekolah
f) Peduli sesama, membantu sesame yang membutuhkan, melerai
perkelahian, tidak berdebat /berselisih pendapat di depan siswa
4) Melalui pengondisian
a) Pelaksanaan pendidikan karakter melalui pengkondisian
lingkungan sekolah dilakukan dengan : peraturan SD Negeri
Sruwen 02 yang meliputi tampilan diri siswa, siswa wajib datang
tepat waktu ke sekolah, disiplin dalam melakukan perijinan, siswa
wajib melaksanakan piket kelas; siswa dikondisikan untuk
43

membuang sampah pada tempat yang disediakan ; siswa putri


memakai rok panjang; siswa melaksanakan sholat sunnah
berjamaah saat pelajaran agama; kegiatan konseling dengan guru
wali; budaya salaman setiap pagi; dan siswa dibiasakan untuk
membuang sampah pada tempatnya.
4. Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan budaya sekolah
Kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan budaya sekolah emlalui
pendidikan karakter diantaranya :
terhadap nilai karakter yang dikembangkan dalam pengkondisian lingkungan
sekolah diantaranya: tampilan diri siswa yang tidak sesuai karena pengaruh
lingkungan, adanya siswa yang masih terlambat, kurangnya dukungan orang
tua dalam proses pendisiplinan siswa, beberapa siswa lalai menjalankan piket,
kesadaran siswa untuk membuang sampah di tempatnya masih minim,
terbatasnya waktu dan siswa yang kurang antusias dalam mendengarkan
kultum, sulit dikondisikan untuk melaksanakan sholat sunnah berjamaah,
kurangnya waktu bagi guru wali untuk melakukan konseling pada siswa
perwalian, serta kurangnya kepedulian siswa terhadap kebersihan lingkungan
sekolah.
Sebagai program pembiasaan sekolah menuju pencapaian tujuan sekolah
yang efektif, ternyata masih menghadapi banyak kendala.
Kendala-kendala tersebut adalah :
1) Problem peserta didik
a) Latar belakang keluarga siswa mempengaruhi kebiasaan yang
dimiliki siswa sehari-hari
b) siswa tidak focus ketika melaksanakan ibadah, sering bergurau
c) kebiasaan di rumah yang tidak terpantau, sehingga terbawa
sampai di sekolah karena orangtua siswa bekerja dari pagi hingga
malam hari
d) Kurangnya kesadaran akan kedisiplinan
e) Kurangnya semangat belajar dan motivasi untuk menyelesaikan
tugas sebaik-baiknya
44

2) Wali Murid
a) Orangtua/wali siswa sering tidak menghadiri sosialisasi dengan
alas an sibuk bekerja
b) Orangtua/wali terlalu mempercayakan kepada piha sekolah
sehingga kurang dalam pemantauan kebiasaan siswa di rumah
c) Latar belakang keluarga yang berbeda
3) Guru dan Sekolah
a) Waktu yang terbatas dalam mengawasi siswa-siswi satu persatu.
b) Sarana Prasarana sekolah yang belum lengkap dan maksimal
4) Tantangan dari luar
a) Pesatnya perkembangan tehnologi di bidang informasi, baik
melalui media cetak, televise, komunikasi, dapat membawa
dampak negative terhadap perilaku peserta didik.
b) Pengaruh globalisasi dapat berakibat semakin leluasa masuknya
budaya asing dan semakin mengesampingkan budaya local.
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala
1) Pihak sekolah saling berkoordinasi, musyawah, sosialaisasi dan
mengingatkan apabila ada hambatan dalam pelaksanaan pendidikan
karakter. Tentunya dengan upaya saling kerjasama dan menyamakan
persepsi warga sekolah agar pelaksanaan pendidikan karakter sesuai
dengan yang diharapkan.
2) Menjalin komunikasi dengan orang tua/wali murid tentang
perkembangan peserta didik. Sejauh mana sikap dan perilaku peserta
didik ketika berada di rumah.
3) Perlunya dukungan, perhatian, dan pengawasan dari orang tua dalam
pembentukan karakter peserta didik. Karena pendidikan karakter bukan
hanya tanggung jawab guru semata, melainkan tanggung jawab
bersama agar apa yang di terapkan disekolah bisa sejalan dengan
lingkungan tempat tinggal.
4) Memberikan nasehat terhadap peserta didik tentang pentingnya
pendidikan karakter dan dibutuhkan kesabaran serta kerja keras dari
45

seluruh warga sekolah dalam membentuk karakter peserta didik yang


beragam

C. KAJIAN KRITIS
1. Menurut Chusnul Chotimah dalam jurnal penelitiannya berjudul
“Membangun Budaya Organisasi Lembaga Pendidikan : Proses
Membangun Nilai Dalam Budaya Organisasi Untuk Pengembangan
Lembaga Pendidikan”. Menyatakan bahwa tercapainya tujuan organisasi
tergantung pada adanya kesesuaian antara individu sebagai anggota
organisasi dengan budaya organisasinya. Sosialisasi merupakan salah satu
strategi yang dapat dilaksanakan untuk memberikan pemahaman nilai-nilai
budaya organisasi kepada anggota yang dapat mendukung tercapainya
tujuan individu dan tujuan organisasi, termasuk organisasi lembaga
pendidikan ataupun sebuah institusi.
Proses sosialisasi bisa dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu: (1) Seleksi
calon karyawan perusahaan, dalam hal ini calon peserta didik, tenaga
pendidik maupun kependidikan; (2) Penempatan peserta didik, tenaga
pendidik dan kependidikan sesuai dengan tupoksi masingmasing; (3)
Pendalaman bidang aktiftas dan kreatiftas; (4) Penilaian kinerja, prestasi
dan pemberian penghargaan; (5) Penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai
luhur yang dimiliki organisasi; (6) Memperluas cerita dan berita mengenai
berbagai hal yang berhubungan dengan budaya organisasi; dan (7)
Pengakuan atas kinerja dan memberikan promosi.
Proses sosialisasi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas dan kinerja serta meningkatkan komitmen anggota. Ketika
tingkat anggota tinggi secara otomatis tingkat turnover anggota rendah.
Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberhasilan proses
sosialisasi budaya sangat bergantung pada derajat keberhasilan dalam
mencapai kesesuaian dengan budaya organisasi, ketepatan metode
sosialisasi yang dipilih dan dipakai, serta peran pemimpin dalam
46

mengarahkan dan mendorong pemahaman, pengakuan, dan pencapaian


kesesuaian budaya organisasi dengan individu (anggota) baru.
Akhirnya, proses sosialisasi diharapkan memberikan kepuasan yang
resiprokal bagi organisasi-anggota, artinya organisasi dapat memberikan
kepuasan kepada anggotanya, dan sebaliknya, anggota dapat memberikan
kepuasan kepada organisasi melalui kreativitas dan kegiatan inovatif yang
berdampak pada tingginya kinerja organisasi secara keseluruhan. Upaya
yang dilakukan untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah
terutama berkenaan tugas kepala sekolah selaku leader dan manajer di
sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat
lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja
yang lebih luas guna memahami masalah masalah yang sulit dan
hubungan-hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman
pemahamannya tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih
baik lagi dalam memberikan penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap
yang penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan
belajarnya.
2. Muhammad Iqbal, Niswanto, Sakdiah Ibrahim dalam jurnal penelitiannya
yang berjudul “Budaya Organisasi Sekolah Dalam Pembentukan Karakter
Peserta Didik Pada Sma Negeri 1 Kota Lhokseumawe” menyimpulkan
bahwa dalam program sekolah yang membentuk budaya organisasi dalam
pembentukan karakter peserta didik di SMA Negeri 1 Kota Lhokseumawe
terlebih dahulu diawali dengan kegiatan penyusunan program sekolah oleh
masing-masing bidang pada awal tahun ajaran baru yang terangkum dalam
rencana program sekolah. Dalam proses penyusunan program sekolah
berpedoman pada visi dan misi serta aturan yang berlaku.
Penyusunan program sekolah melibatkan seluruh stakeholder yang
ada. Program sekolah yang dihasilkan berupa program religius, pembinaan
kepribadian berbangsa dan bernegara, literasi, Pramuka, PMR, ROHIS,
kesenian, pembinaan prestasi akademik dan non akademik, sekolah
bebas dari asap rokok dan narkoba. Proses pelaksanaan program
47

pembentukan budaya organisasi sekolah melibatkan guru sebagai pembina


bertanggung jawab terhadap terlaksananya program dilingkungan
sekolah dan luar sekolah. Untuk mencapai hasil yang baik dari program
tersebut. Kemudian sekolah melibatkan seluruh stake holder
sekolah yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah, serta
orang tua peserta didik yang memiliki kemampuan dalam program yang
dilaksanakan. Faktor yang menjadi pendukung dan penghambat program
pembentukan budaya sekolah muncul dari lingkungan sekolah dan luar
sekolah. Faktor pendukung tersedianya sarana dan prasarana, sumber dana
untuk pelaksanaan program kegiatan baik dari BOS maupun komite
sekolah, dukungan sebagian besar warga sekolah. Sedangkan factor
penghambat pelaksanaan program pembentukan budaya sekolah dalam
pembentukan karakter peserta didik pada SMA Negeri 1 Kota
Lhokseumawe diantaranya adalah pengaruh globalisasi, media elektronik
dan cetak, lunturnya nilai-nilai budaya religius dan budaya bangsa
lingkungan keluarga dan masyarakat.
3. Menurut jurnal penelitian oleh Eva Maryamah berjudul “Pengembangan
Budaya Sekolah” menyimpulkan bahwa Budaya sekolah adalah
keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah
yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi
bertumbuh kembangnya kecerdasan, keterampilan, dan aktifitas siswa.
Pengembangan nilai-nilai di kalangan siswa meliputi: keimanan dan
ketaqwaan, nilai kebersamaan, nilai saling menghargai, nilai tanggung
jawab, keamanan, kebersihan, ketertiban dan keindahan, dan hubungan
antar siswa dengan seluruh warga sekolah. Model pengembangan budaya
meliputi pengembangan nilai, pengembangan tataran teknis,
pengembangan tataran sosial, pengembangangan budaya sekolah di
kalangan siswa, dan evaluasi budaya sekolah. Budaya sekolah bermanfaat:
(1) Meningkatkan kepuasan kerja, (2) Pergaulan lebih akrab, (3) Disiplin
meningkat, (4) Pengawasan fungsional bisa lebih ringan, (5) Muncul
keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif, (6) Belajar dan berprestasi
48

terus, serta (7) Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah,
keluarga, orang lain dan diri sendiri. Budaya sekolah perlu terus
dikembangkan kearah yang lebih baik menuju kesempurnaan. Budaya
sekolah yang baik membawa manfaat kepada individu dan kelompok yang
ada di sekolah dan seluruh stakeholder pendidikan.
49

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Budaya sekolah merupakan interaksi internal yang terikat dalam suatu
aturan , norma, moral serta etika, bersama dalam suatu sekolah. Keterlibatan
orangtua, guru dan masyarakat sangat berperan penting pada terciptanya
budaya sekolah dan menunjang kegiatan-kegiatan yang dikembangkan
sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah dan keteladanan guru, dan
kerjasama dengan orangtua saat mendidik di lingkungan keluarga menjadi
aspek penting untuk mengembangkan budaya melalui pembiasaan. Jika
siswa berkarakter baik maka akan berpengaruh pada prestasi siswa dan
sekolah. Langkah awal dalam mengalikasikan budaya sekolah adalah
dengan menciptakan suasana dan iklim sekolah yang memberikan ruang
agar yang terlibat di dalam sekolah memiliki kebiasaan dan pembiasaan
menuju penerapan nilai-nilai dalam budaya sekolah
2. Model pengembangan budaya sekolah kolegial (Collegial School Culture)
dengan memaksimalkan 3 aspek yaitu:
a. Memaksimalkan kegiatan belajar mengajar dikelas dalam
mengintegrasikan nilai – nilai positif,
b. Pembiasaan nilai positif dalam kehidupan sehari – hari disekolah,
kegiatan pengembangan diri (ekstrakurikuler),
c. Memantau perilaku keseharian peserta didik dirumah dengan melihat
perilaku disekolah dan mengajak peserta didik berkomunikasi aktif.
3. Nilai yang dihasilkan dari pengembangan budaya sekolah dibedakan
menjadi 2 yaitu personal dan sosial, dalam hal ini yang dimaksud nilai
personal adalah jujur, disiplin, kreatif, gemar membaca, dan berani.
Sedangkan untuk nilai sosial adalah toleransi, demokrasi, cinta bangsa dan
tanah air, kerja sama, dan sopan.
4. Untuk mewujudkan budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif
perlu ada rekayasa sosial. Dalam mengembangkan budaya baru sekolah
50

perlu diperhatikan dua level kehidupan sekolah: yaitu level individu dan
level organisasi atau level sekolah. Level individu, merupakan perilaku
siswa selaku individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada.
Perubahan budaya sekolah memerlukan perubahan perilaku individu.
Perilaku individu siswa sangat terkait dengan prilaku pemimpin sekolah.
Dalam hal ini bisa perilaku kepala sekolah dan terutama guru, bagaimana
mereka memperlakukan para siswa.
5. Dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam
kaitan pengembangan diri dan pendidikan karakter, Kemendiknas
menyarankan melalui empat hal, yang meliputi : 1) Kegiatan rutin, 2)
Kegiatan spontan, 3) Keteladanan, dan 4) Melalui pengondisian

B. REKOMENDASI
1. Budaya sekolah perlu terus dikembangkan kearah yang lebih baik menuju
kesempurnaan. Budaya sekolah yang baik membawa manfaat kepada
individu dan kelompok yang ada di sekolah dan seluruh stakeholder
pendidikan.
2. Kepada semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan program pembiasaan
di sekolah agar dapat memberikan dukungan dan kerja sama;
3. Diharapkan kepada sekolah untuk terus melaksanakan program pembiasaan
di sekolah , dan menjadi salah satu rekomendasi program pengembangan
budaya sekolah lain.

50
51

DAFTAR PUSTAKA

Nyoman Ngurah Ayu, Handayani Ari.2020. Kepemimpinan dan Perilaku


Organisasi Pendidikan .Slide Share

https://jurnalimprovement.wordpress.com/2016/07/19/budaya-organisasi-di-
sekolah/ diakses tanggal 5 November 2020

https://www.kompasiana.com/ahmadturmuzi/550f6186813311c935bc5fa7/
pengembangan-lingkungan-dan-budaya-sekolah.diakses pada tanggal 7
November 2020

http://www.pelajaran.co.id/wp-content/uploads/2017/06/Budaya-Organisasi.jpg
diakses pada tanggal 12 November 2020

https://ulilalbabjong.wordpress.com/2012/01/23/pendidikan-karakter-dan-
budaya-sekolah/ diakses pada tanggal 15 November 2020

http://ojs.umsida.ac.id/index.php/halaqa/article/download/
1623/1177 /Pengembangan Budaya Sekolah Di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Buduran Sidoarjo. Diakses tanggal 15 November 2020

Sagala Saiful.2016.Memahami Organisasi Pendidikan.Bandung: Prenada


Media

Soegito A.T, 2010. Kepemimpinan Manajemen Berbasis Sekolah. Semarang :


UnnesPress

51

Anda mungkin juga menyukai