Oleh:
PENDAHULUAN
Budaya sekolah menjadi dasar interaksi seluruh warga sekolah, yang meliputi:
(1) nilai-nilai kepercayaan, kejujuran dan transparansi, (2) norma (aturan dan
perilaku yang diterapkan dan disepakati oleh semua anggota sekolah) komunitas
sekolah dan (3) kebiasaan yang memberikan keunikan pada komunitas sekolah)
atau kekhususan sekolah (Rahmat, 2015: 90). Setiap sekolah harus
mengembangkan budaya sekolahnya sendiri sebagai identitas dan kebanggaan
sekolah. Kegiatan tersebut tidak hanya terfokus pada intrakurikuler tetapi juga
kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan otak kiri dan kanan secara
seimbang untuk menumbuhkan kreativitas, bakat, dan minat siswa (Posangi, 2020:
19). Pengembangan budaya sekolah dalam tujuan untuk kemajuan sekolah yang
lebih baik, menuju jenjang dan mutu yang lebih tinggi, serta diakui oleh masyarakat
luas atas budaya sekolah yang diterapkan.
Budaya sekolah sebagai salah satu sub sistem kebudayaan masyarakat menjadi
sesuatu yang menarik untuk dikaji dalam proses pengembangan dan penerapannya.
Pengkajian mengenai budaya sekolah, salah satunya dapat kita gali melalui
penerapan model sekolah berbasis budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
yang terdapat di Kabupaten Bantul yaitu SMP Negeri 3 Banguntapan. SMP Negeri
3 Banguntapan menjadi sekolah berbasis budaya yang diresmikan pada tanggal 20
Desember 2014. Tujuan SMP Negeri 3 Banguntapan dalam sekolah berbasis
budaya adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik agar dapat mencintai
budaya dan sekaligus nguri-nguri budaya. Menurut Perda DIY Nomor 5 Tahun
2011 menyatakan bahwa Pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang
diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya
dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya
agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi
manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman
budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia.
Ditinjau dari segi etimologi, kata “norma” berasal dari bahasa Latin
sedangkan kata “kaidah” berasal dari bahasa Arab. Menurut Maria (2007),
norma berasal dari kata nomos yang berarti nilai dan kemudian dipersempit
maknanya menjadi norma hukum. Norma sesuatu yang fundamental bagi suatu
kelompok sosial baik yang bersifat mekanik maupun organik (Durkheim) atau
tradisional maupun rasional (Weber). Dalam tinjauan sosiologi, norma yaitu
'rules' yang diharapkan dilaksanakan oleh masyarakat. Norma-norma ini pada
umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit seperti dalam kitab undang-undang.
Norma, biasanya diteruskan melalui proses sosialisasi tentang bagaimana orang
harus berperilaku secara wajar (tradisi lisan) .
Norma atau kaidah pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu norma etika
dan norma hukum. Norma etika meliputi norma susila, norma agama, dan norma
kesopanan. Ketiga norma atau kaidah tersebut dibandingkan satu sama lain dapat
dikatakan bahwa norma agama dalam arti vertikal dan sempit bertujuan untuk
kesucian hidup pribadi, norma kesusilaan bertujuan agar terbentuk kebaikan
akhlak pribadi, sedangkan norma kesopanan bertujuan untuk mencapai
kesedapan hidup bersama antar pribadi. Ada tiga elemen yang terkandung dalam
setiap norma yakni nilai (value), penghargaan (rewards) dan sanksi
(punishment). Nilai pada dasarnya bersifat abstrak tentang idea-idea yang relatif
disukai, disenangi dan dicapai oleh masyarakat. Oleh karena itu, nilai memuat
ide-ide yang penting dari, untuk dan oleh masyarakat. Sedangkan reward dan
punishment atau Sanction relatif konkrit karena langsung menentukan perilaku
manusia (Maria: 2007). Norma sendiri ada berbagai tingkatan, yaitu: (1) adat
istiadat (folkways), misalnya cara makan dan cara berpakaian; (2) mores, yaitu
sistem aturan tidak tertulis; dan (3) hukum (law) yakni sistem atura tertulis dan
perlanggarnya bisa dipenjarakan. (Aw, 2015: 68).
3. Kaitan Nilai dan Norma dalam Membangun dan Mengembangkan
Budaya Sekolah
Nilai adalah prinsip-prinsip etika yang dipegang dengan kuat oleh individu
atau kelompok sehingga bersifat mengikat dan sangat berpengaruh pada perilaku
individu. Nilai berkaitan dengan gagasan tentang baik dan buruk, yang
dikehendaki dan yang tak dikehendaki. Sehingga nilai turut membentuk
norma,yaitu aturan-aturan baku tentang perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap
anggota suatu unit sosial sehingga ada sanksi negatif dan positif. Nilai daan
norma merupakan sesuatu yang berkembang dari kebudayaan masyarakat.
Sekolah sebagai salah satu unit dalam masyarakat, juga memiliki dan
membangunn budayanya sendiri dan termasuk ke dalam subsistem kebudayaan
masyarakat. Hal ini diperkuat dengan definisi budaya sekolah menurut
Oktaviani, dimana budaya sekolah merupakan ciri khas sekolah, dan sistem nilai
sekolah yang terdiri dari seperangkat norma, nilai, sikap dan kebiasaan dapat
menjadi sarana yang tepat untuk meningkatkan kinerja guru (2015: 615).
Senada dengan hal tersebut Hede (2021:690) menjelaskan budaya sekolah
merupakan nilai penting yang diyakini sebagai sistem yang dibangun dalam
jangka waktu yang lama dan dipercaya oleh lingkungan sekolah. Budaya sekolah
menjadi dasar interaksi seluruh warga sekolah, yang meliputi: (1) nilai-nilai
kepercayaan, kejujuran dan transparansi, (2) norma (aturan dan perilaku yang
diterapkan dan disepakati oleh semua anggota sekolah) komunitas sekolah dan
(3) kebiasaan yang memberikan keunikan pada komunitas sekolah) atau
kekhususan sekolah (Rahmat, 2015: 90). Sistem yang dibangun sebagai budaya
dalam kegiata persekolahan mengandung sesuatu yang dipandaang luhur dan
dijunjung tinggi, dipraaktekkan, serta menjadi jati diri sekolah. Menurut Novita
(2019: 148), budaya sekolah merupakan seperangkat nilai yang mendasari
perilaku, tradisi, dan kebiasaan sehari-hari yang dipraktikkan oleh kepala
sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah.
Melalui berbagai kegiatan dan kebiasaan yang baik, berdampak besar pada
karakter siswa. Budaya sekolah dapat dicirikan sebagai bentuk kepribadian
sekolah yang membedakan sekolah satu sama lain dalam hal peran dalam
menjalankan perannya dalam kaitannya dengan nilai, kepercayaan, dan norma
budaya sekolah (Setiawan, 2017).
Membangun dan mengembangkan budaya sekolah merupakan bagian
penting dalam menghasilkan siswa yang hebat. Untuk membangun sekolah yang
positif, tiga prasyarat harus dipenuhi: (1) Sekolah memiliki ukuran keberhasilan
dan area untuk meningkatkan nilai ujian, (2) Guru harus memiliki pemahaman
menyeluruh tentang budaya sekolah. Jika masih ada pemahaman yang kurang di
sekolah tentang pentingnya budaya sekolah, maka perlu dilakukan diskusi
bersama tentang apa itu budaya sekolah. (3) Sekolah membutuhkan fasilitas
untuk pengembangan dan evaluasi budaya sekolah dan harus dilakukan untuk
budaya sekolah mereka (Sudrajat, 2014: 22-26). Kepala sekolah memiliki peran
kunci dalam mengembangkan budaya sekolah yang positif. Pengembangan ini
dilakukan bekerjasama dengan para guru dan warga sekolah, memberikan
contoh nilai dan perilaku positif sehingga terbangun budaya mutu di sekolah.
Konstruksi budaya mutu di sekolah yang harus dikembangkan terkait dengan
visi dan misi yang telah ditetapkan dan efektif dicapai apabila disertai dengan
keyakinan dan nilai-nilai yang dianut dan diterapkan oleh warga sekolah. Selain
itu, nilai dan keyakinan tersebut harus mampu meningkatkan keterlibatan warga
sekolah, pemangku kepentingan, dan masyarakat. Keyakinan dan nilai tersebut
harus dapat mendorong dan meningkatkan partisipasi kerja untuk menghindari
dan mengantisipasi masalah yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan
sekolah (Rahmat, 2015: 90). Dalam membangun budaya sekolah, pemimpin
sekolah, bersama dengan guru, harus memusatkan perhatian mereka pada
perubahan organisasi secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan, pertama,
dengan mendefinisikan peran yang akan dimainkan oleh kepala sekolah, guru,
dan komunitas sekolah, melalui komunikasi terbuka dan kegiatan akademik
yang lebih memenuhi harapan dan kebutuhan komunitas sekolah (siswa)
tertentu. Kedua, mengembangkan mekanisme komunikasi yang efektif, seperti
pertemuan rutin. Ketiga, melakukan studi bersama untuk mencapai keberhasilan
sekolah. Keempat, memvisualisasikan visi dan misi sekolah, keyakinan, nilai,
norma, dan kebiasaan yang diharapkan dari sekolah. Kelima, memberikan
pelatihan atau kesempatan kepada seluruh komponen sekolah untuk turut serta
mewujudkan budaya sekolah yang diharapkan (Sudrajat, 2014: 9-10). Disisi
lain, upaya pengembangan budaya sekolah harus didasarkan pada beberapa
prinsip, yaitu fokus pada visi, misi dan tujuan sekolah, menciptakan komunikasi
formal dan informal, inovatif dan berani mengambil risiko, memiliki strategi
berbasis kinerja yang jelas, evaluasi yang jelas. sistem, komitmen yang kuat,
pengambilan keputusan berdasarkan konsensus, sistem penghargaan yang jelas
dan evaluasi diri (Lestari, 2020: 126-129).
B. Implementasi Nilai dan Norma dalam Mengembangkan Budaya
Sekolah di SMP Negeri 3 Banguntapan