Anda di halaman 1dari 20

PEMBENTUKAN BUDAYA SEJOLAH DALAM MENSUKSESKAN MBS

ERNI YULISTA

KARTIKA PUTRI

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan ini adalah: 1) Mengetahui pengertian manajemen budaya dan
lingkungan sekolah, 2) Mengetahui prinsip-prinsip manajemen budaya dan lingkungan
sekolah, 3) mengetahui asas-asas budaya dan lingkungan sekolah, 4) Mengetahui
karakteristik budaya dan lingkungan sekolah, 5) Mengetahui sasaran dan tujuan
pengembangan budaya dan lingkungan sekolah, 6) Mengetahui manfaat
pengembangan budaya dan lingkungan sekolah.

Kata kunci : pengertian, prinsip-prinsip, asas-asas, karakteristik, sasaran,


tujuan, manfaat

A. PENDAHULUAN

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni mencerdaskan


kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, sesuai amanat UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. telah melahirkan berbagai
kebijakan ditingkat satuan pendidikan tentang upaya meningkatkan kualitas
pendidikan. Apalagi didukung dengan adanya instrument-instrument
pengembangan kualitas yang dapat memberikan gambaran kepada pengelola
sekolah bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan serta
mengevaluasi perkembangan sekolahnya dari berbagai bidang. Namun berbagai
perubahan kebijakan ini sebagaian besar belum dapat mengembangkan budaya
sekolah dalam rangka menanamkan nilai-nilai kepada peserta didiknya. apalagi
ditengah keberlangsungan hidup bangsa yang berada ditengah-tengah
perkembangan zaman dengan teknologi kian canggih menyebabkan berbagai
perubahan dan pergeseran nilai seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

Dengan melihat konteks diatas organisasi sekolah tidak saja diharapkan bisa
mengelola potensi para peserta didik secara maksimal sehingga menghasilkan
lulusan-lulusan yang berkualitas. Tetapi juga terkait nilai-nilai yang dikembangkan
disekolahnya. Dengan demikian perlunya perubahan cara pandang kepala sekolah,
guru, administrator, murid, orangtua, dan masyarakat sebagai langkah untuk merubah
sistem, baik tindakan maupun proses pencapaian tujuan sekolah. Dengan adanya
perubahan ini maka implikasinya sekolah akan merancang apa yang mesti dilakukan
dan beusaha memahami tindakan-tindakan yang dirancangnya sebagai sesuatu yang
disepakati bersama. Dengan kata lain tindakan ini mendorong untuk terciptanya
budaya sekolah. 1

Budaya sekolah merupakan karakteristik khas sekolah, kepribadian sekolah


yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Sebagaimana menurut
Masaong & Tilomi bahwa budaya sekolah diartikan sebagai sistem makna yang danut
bersama oleh warga sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain. Budaya
sekolah yang baik akan mendorong seluruh anggota masyarakat sekolah untuk
meningkatkan kinerjanya agar tujuan sekolah dapat tercapai. Karena Nilai, moral,
sikap dan perilaku siswa selama di sekolah dipengaruhi oleh struktur dan kultur
sekolah, serta interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di
dalamnya, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan hubungan antarsiswa
sendiri.

Sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan mempunyai budaya (culture)


tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima secara
baik, yang tersirat dalam budaya dominan sekolah. Setiap sekolah merupakan suatu
sistem yang khas, mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri, sehinga memiliki
kultur atau budaya yang khas pula. Budaya sekolah bisa merupakan bagian atau
subkultur dari kuktur masyarakat atau bahkan budaya bangsa dan negara.
1
Chatab, Nevizond, Profil budaya organisasi, ( Bandung : Alfabeta,2007 ) hal. 107
Manajemen sekolah yang berbudaya mutu mengalami perubahan yang
mendasar dengan pendekatan desentralistik sebagai implikasi otonomi pendidikan,
yang memberikan otonomi yang luas pada sekolah dan partisipasi masyarakat yang
intensif, menggunakan pendekatan profesional bukan pendekatan birokratik,
pengambilan keputusan bersifat partisipatif bukan terpusat, dan adanya
pemberdayaan seluruh potensi atau sumberdaya yang ada untuk peningkatan mutu
pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang menekankan kemandirian sekolah
merupakan penjabaran dari otonomi pendidikan di sekolah. Pemberian otonomi
pendidikan kepada sekolah merupakan usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan
secara luas, sehingga sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan
mengalokasikanya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat sekitar.

Pengelolaan pendidikan berbasis manajemen mutu lebih menekankan pada


kemandirian, kreativitas sekolah dan perbaikan proses yang lebih dijiwai oleh budaya
mutu. Sekolah bertanggung jawab atas mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua
peserta didik, masyarakat, dan customer pendidikan. Di sinilah pentingnya
membangun budaya mutu sebagai sebuah filosofi dan pijakan dasar sekolah dalam
mengembangkan diri secara berkesinambungan.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.


Salah satu dari hal tersebut adalah membangun budaya sekolah dengan baik. budaya
sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks persekolahan. budaya sekolah
sebagai kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit
dan nilai yang dianut sekolah, yakni dalam bentuk bagaimana warga sekolah seperti
komite sekolah, yayasan (untuk swasta), kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa
bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lain. budaya sekolah merupakan faktor
yang esensial dalam membantuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil,
berprilaku kooperatif serta memiliki kecakapan personal dan akdemik.

Menyadari pentingnya budaya dan lingkungan sekolah, penulis tertarik untuk


melakukan penelitian pada sekolah terkait pengembangan dan penerapan secara
konsisten nilai-nilai, aturan, filosofi dan kebiasaan-kebiasaan perilaku warga
sekolah, dan tindakan yang ditampilkan dan ditunjukkan oleh seluruh warga sekolah
dalam mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Budaya Sekolah

a. Budaya Sekolah
Istilah “budaya” mula-mula datang dari disiplin ilmu Antropologi Sosial. Apa
yang tercakup dalam definisi budaya sangatlah luas. Istilah budaya dapat diartikan
sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua
produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu
masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama. Sedangkan kebudayaan
menurut Silvano dalam Wahab (2011:229) “merupakan masyarakat yang berdasarkan
hkum-hukum yang adil, yang memungkinkan kondisi ekonomi dan psikologis yang
paling baik bagi warga negaranya”.

kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang
memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, di mana ketika itu sekolah adalah
kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka,
yaitu kegiatan tentang cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi
pekerti) dan estetika (seni). Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi bangunan atau
lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.

Menurut Masaong & Tilomi bahwa “budaya sekolah diartikan sebagai sistem makna
yang dianut bersama oleh warga sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain”.
Menurut Deal & Peterson “budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan leh
kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah”.
Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut
di masyarakat luas. budaya sekolah sebagai karakteristik khas sekolah yang dapat
didefinisikan melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-
kebiasaan yang ditampilkannya, dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel
sekolah yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem sekolah. Menurut
Riduwan bahwa “ budaya sekolah yang kerap disebut dengan iklim kerja yang
menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru dan
kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya serta antar dinas
dilingkungannya merupakan wujud dari lingkungan kerja yang kondusif”.

Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya tersendiri yang dibentuk


dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan
pendidikan, dan perilaku orang-orang yang berada di dalamnya.

Sebagai suatu organisasi, sekolah menunjukkan kekhasan, yaitu pembelajaran.


Budaya sekolah semestinya menunjukkan kapabilitas yang sesuai dengan prinsip-
prinsip kemanusiaan. Konsep budaya sekolah masuk ke dalam pendidikan itu pada
dasarnya sebagai upaya untuk memberikan arah tentang efisiensi lingkungan
pembelajaran, lingkungan dalam hal ini dapat dibedakan dalam dua hal (1)
lingkungan yang sifatnya alami sesuai dengan budaya siswa dan guru, (2) lingkungan
artificial yang diciptakan oleh guru atau hasil interaksi antara guru dengan siswa.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat
sekitar sekolah.

b. Lingkungan Sekolah
lingkungan diartikan sebagai kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan
mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Yang
dimaksud lingkungan pendidikan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau
life processes.

Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak


didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang
sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal adlam satu
lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarny
lingkungan mencakuplingkungan fidik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial.

Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses
pendidikan(pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dll)
dinamakan lingkungan pendidikan. lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai
faktor yang berpengaruh terhadap pendidikan atau berbagai lingkungan tempat
berlangsungan proses pendidikan.

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik


dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai sumber
daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang


dalam lembaga pendidikan formal yang memberikan pengaruh pembentukan sikap
dan pengembangan potensi peserta didik.

c. Iklim Sekolah
Menurut Hoy & Miskel (dalam Masaong & Tilomi, 2011:181) bahwa “Iklim
sekolah merupakan seperangkt karakteristik suatu sekolah yang membedakan dengan
sekolah lain dan karakteristik itu akan mempengaruhi perilaku guru, staf, siswa dan
stakeholderi lainnya yang ada pada sekolah tersebut”. Sedangkan menurut Sergiovani
(dalam Masaong & Tilomi, 2011:181) bahwa “iklim sekolah sebagai sebuah konsep
kelompok yang tidak lebih dari persepsi seseorang, perasaan, atau interpretasi
kehidupan dalam suatu sekolah”. Serta menurut ownes (dalam Masaong & Tilomi,
2011:181) “menjelaskan : organizational climate is the study of perceptions that
individuals have of the environment in the organization. Pengertian tersebut
mengisyaratkan, bahwa iklim sekolah berkaitan erat dengan persepsi yang dimiliki
oleh individu guu, staf dan siswa disekolah”.

Iklim sekolah dapat mempengaruhi: (1) proses belajar mengajar, (2) sikap dan
moral (3) kesehatan mental, (4) produktivitas, (5) perasaa percaya, (6) perubahan dan
pembaharuan (halpin & croft, 1971). Karakteristik iklim sekolah dapat dilihat dari
beberapa aspek sebagai berikut : (1) kesesuaian; berkaitan erat dengan perasaan yang
ada terhadap tuntutan dari luar sekolah, persepsi tentang banyaknya peraturan,
prosedur, kebijakan dan pelaksanaan tugas; (2) taggung jawab; mencakup pemberian
tanggungjawab untuk mencapai tujuan sekolah, pembuatan keputusan dalam
menyelesaikan masalah; (3) standart; meliputi penekanan pada kualitas/prestasi dan
hasil yang lebih baik; (4) penghargaan; yaitu merasa diakui dan dihargai karena
semanga kerja dan kinerjanya yang tinggi, dikritik atau dihukum pada saat kesalahan;
(5) kejelasan struktur sekolah; yaitu diorganisir dengan baik, tujuan dirumuskan
secara jelas dan tidak membingungkan (6) kehangatan dan dukungan; meliputi saling
percaya dan saling mendukung; (7) kepemimpinan; yakni keinginan guru dan staf
untuk menerima pengaruh dan pengarahan dari sosok yang berkualitas.2

2. Prinsip-prinsip Manajemen Budaya dan Lingkungan Sekolah

Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan


kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan
yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan kepala
sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya memenuhi
tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat. Menurut upaya
pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut
ini :

a. Berfokus pada Visi, Misi, dan Tujuan sekolah.


Pengembangan budaya sekolah harus senantiasa sejalan dengan bisi, misi, dan
tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan
pengembagnan budaya sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus
disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.

b. Penciptaan komunikasi Formal dan Informal.


Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam
menyamaikan pesan-pesan pentingnnya budaya sekolah, termasuk dalam
2
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013)
hal. 86
meyampaikan pesan-pesan pentingnnya budaya sekolah, komunikasi informal sama
pentingnnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi
tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.

c. Inovatif dan bersedia mengambil resiko.


Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan
mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko
yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko
menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan
dalam waktu cepat.

d. Memiliki strategi yang jelas.

Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program.


Strategi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyengkut
kegiatan oerasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal
yang selalu berkaitan.

e. Berorientasi kinerja.

Pengembangan budaya sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang terdapat


mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran
capaian kinerja darsuatu sekolah.

f. Sistem evaluasi yang jelas.

Untuk mengetaui kinerja pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan


evaluasi secara rutin dan bertahap : jangka pendek, sedang, dan jangka panjang.
Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal kapan evluasi
dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.

g. Memiliki komitmen yang kuat.

Komitmen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menetukan implementasi


program-program pengembagnan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukan bahwa
komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak
terlaksana degnan baik.

h. Keputusan berdasarkan consensus.

Cirri budaya organisasi yang positif adalah pengambilan keputusan partisipatif


yang berujung pada pengambilan keputusan secara consensus. Meskipun hal itu
tergantung pada pengambilan keputusan , namun pad a umumnya consensus dapat
meningkatkan komitmen anggortta organisasi dalam melaksanakan keputusan
tersebut.

i.Sistem imbalan yang jelas.

Pengambilan budaya sekolah hendaknnya disertai dengan sistem imbalan


meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah
penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukan perilaku positif
yang sejalan dengan pengembangan budaya sekolah.

j. Evaluasi diri,

merupaka salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi


disekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah
pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat
mengembagnkan metode penilaian idri yang berguna bagi pengembangan budaya
sekolah. 3

3. Asas-asas Pengembangan Budaya dan Lingkungan Sekolah

Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, Menurut Samsudin dalam


sebuah blog mengatakan upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya
berpegang pada asas-asas berikut ini:

a. Kerjasama tim (team work).

3
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013)
hal. 86
Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan
individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu, nilai kerja sama
merupakan suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk
membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki oleh personil sekolah.

b. Kemampuan.

Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab


pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan
profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam
bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
c. Keinginan.

Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan


tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan
masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan
keinginan. Keinginan juga harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala
sekolah, guru, dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.

d. Kegembiraan (happiness).

Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan
harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim
sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga
sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang dapat
membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan,
seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau
wilayah harus senyum dan sebagainya.

e. Hormat (respect).
Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa
saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya.
Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai atau tidak diperlakukan
dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya. Sikap respek dapat
diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada siapa saja yang kita
temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai ungkapan rasa
hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang dilakukan dengan baik. Atau
mengundang secara khusus dan menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh
dan sebagaianya.

f. Jujur (honesty).

Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan


sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai
kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi
mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran,
kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap situasi
dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam memberikan
penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta
konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat dalam
menciptakan budaya sekolah yang baik.

g. Disiplin (discipline).

Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang
berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah
sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk
hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang
seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus
dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada.
Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak
akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim
lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang tertentu
saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru
dan staf.

h. Empati (empathy).

Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu
dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan
dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin
dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang
tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah
yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.

i. Pengetahuan dan Kesopanan.

Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan


kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan
yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan kepala
sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya memenuhi
tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.

4. Karakteristik Budaya dan Lingkungan Sekolah

Menurut Masaong & Ansar bahwa “budaya sekolah memiliki empat


karakteristik yaitu: (1) budaya sekolah bersifat khusus karena masing masing sekolah
memiliki sejarah, pola komunikasi, sistem dan prosedur, pernyataan visi dan misi, (2)
budaya sekolah pada hakikatnya stabil dan biasanya lambat berubah. Budaya sekolah
akan berubah bila ada ancaman krisis dari sekolah yang lain, (3) budaya sekolah
biasanya memiliki sejarah yang bersifat implisit dan idak eksplisit, (4) budaya
sekolah tampak sebagai perwakilan simbol yang melandasi keyakinan dan nilai-nilai
sekolah tersebut”.4

4
Masaong, Abd Kadim & Ansar, Manajemen Berbasis Sekolah (Gorontalo:Senta
Media,2011) hal.190
Selain itu menurut Chatab Karakteristik budaya sekolah dapat dipandang
menurut hirarki basic assumption, values, norms, dan artifacts sebagai berikut :

a. Basic Assumption/Asumsi Dasar


kepedulian budaya pada tingkat yang paling dalam ini adalah pra anggapan
dasar dibawah sadar dan sekaligus keadaan yang diterima tentang bagaimana
persoalan sekolah seharusnya dipecahkan. basic assumption ini membertahu para
anggota organisasi bagaimana merasakan, berfikir dan adanya sentuhan tentang
banyak hal di dalam organisasi

b. Values
Level kepedulian berikut mencakup values tentang sebaiknya menjadi apa
dalam organisasi. Values memberitahu ara anggota apa yang penting dan berharga di
dalam organisasi dan apa yang mereka butuhkan untuk member perhatian. Values
merupakan keyakinan dasar yang berperan sebagai sumber inspirasi kekuatan dan
pendorong seseorang dalam mengambil sikap, tindakan dan keputusan, serta dalam
menggerakkan dan mengendalikan perlilaku seseorang dalam upaya pembentukan
budaya sekolah.

c. Norms
Para guru jangan mengkritik kepala sekolah di depan publik! Mengapa?
Jawabannya adalah norma. Peran norma adalah menuntun bagaimana para anggota
organisasi seharusnnya berkelakuan didalam situasi tertentu. Hal ini menggambarkan
peraturan yang tidak tertulis dari perilaku. Setiap kelompok menetapkan norma
sendiri, yaitu standar perilaku yang dapat diterima, yang dibagi dengan para
anggotannya. Norma memberitahukan para anggota apa yang sebaiknnya dan tidak
sebaiknnya untuk melakukan diobawah keadaan tertentu. Ketika disetujui dan
diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai sarana mempengaruhi perilaku
anggota kelompok dengan minimum pengendalian dari eksternal. Norma berbeda
diantara kelompok, komunitas ataupun organisasi.
d. Artifacts
Artifacts ini merupakan wujud kongkrit seperti sistem, prosedur, sistem kerja,
peraturan, struktur dan aspek fisik dari organisasi. Istilah sistem kerja menunjukan
bagaimana pekerjaan dari organisasi dilaksanakan. Berdasarkan karakteristik budaya
tersebut, Chatab (2011:17) berpendapat bahwa “mendiagnosis budaya sekolah, dapat
dilakukan dengan pendekatan : a) perilaku, terkait dengan pola perilaku yang
memproduksi hasil atau kegiatan. Pendekatan ini menggambarkan secara spesifik
tentang bagaimana tugas dilaksanakan dan bagaimana interaksi dikelola dalam
organisasi. Suatu pekerjaan menunjukan tanggungjawab, wewenang dan tugas
individu. b) nilai bersaing, yang dipandang dari preferensi dan tata nilai dari para
anggotanya. c) Asumsi mendalam, terkait dengan penekanan penting yang paling
dalam organisasi, umumnya tidak dapat ditelaah, namunterdapat asumsi bersama dan
sama-sama tahu bagaimana menuntun perilaku para anggotanya. pendekatan ini
sering memiliki dampak yang perkasa bagi keefektifan sekolah”.

5. Sasaran dan Tujuan Pengembangan Budaya dan Lingkungan Sekolah

Menurut Mulyasa 5“manajemen iklim budaya sekolah merupakan salah satu


kebijakan yang harus diperhatikan Depdiknas dalam rangka peningakatan mutu
pendidkan. Iklim budaya sekolah yang kondusif diharapkan dapat menunjang proses
pembelajaran yang efektif, sehingga semua pihak yang dapat menunjang proses
pembelajaran yang efektif, sehngga semua pihak yang terlibat didalamnnya,
khususnya peserta didik merasa nyaman belajar. Dengan demikian , akan tercipta
pembelajran yang efektif dan menyenangkan. Iklim budaya sekolah yang kondusif
juga akan mebangkitakan semagant belajar, dan akan mebangkitkan potensi-potensi
peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal”.

Menurut Mulyasa sasaran iklim budaya sekolah dapat dianalisis dari hal-hal
sebagai berikut :
5
Mulyasa, H.E, Manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah, (Jakarta : Bumi
Aksara,2011) hal. 90
a. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
berlangsung setiap saat, begitu cepatnnya perkembagnan tersbut sehingga
sulit diikuti oleh mata telanjang.
b. Perkembagnan penduduk yang cepat mebutuhkan pelayanan pendidikan
yang besar
c. Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar sekaligus
menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional jika sumber-sumber
daya manusia atau tenaga kerja Indonesia dalam jumlah yang besar dapat
ditingkatkan mutu dan pendayagunaanya.
d. Perkembangan teknologi informasi yang berlangsung begitu cepat telah
menimbulkan berbagai pemikiran, bukan saja dalam dunia bisnis dan
ekonomi, melainkan juga dalam dunia pendidikan. Untuk menghadapi
tantangan masa depan sebagai akibat dari kemajuan dan perkembangan
teknologi, sekolah harus menginspirasi hubungan antar Negara yang
semakin erat, seakan tiada batas lagi.

6. Manfaat Pengembangan Budaya dan Lingkungan Sekolah

Menurut Chatab “budaya sekolah bermanfaat sebagai : a) identitas, yang


merupakan ciri atau karakter organisasi, b) pengikat/pemersatu seperti bahasa
sunda yang bergaul dengan orang sunda, sama hobi olahraganya, c)
sources,misalnya inspirasi, d) sumber penggerak dan pola perilaku, c) kemapuan
meningkatkan nilai tambah, f) pengganti formaslisasi, seperti olahraga rutin jumat
yang tidak dipaksa, g) mekanisme adaptasi terhadap perubahan seperti adanya
rumah susun”. Sedangkan menurut Luthans “pentingnya budaya organisai
mencakup sebagai berikut : a) keteraturan perilaku yang dijalankan, b) norma,
sperti standar perilaku yang ada disekolah, c) nilai yang dominan, seperti mutu
lulusan yang tinggi, efisiensi yang tinggi, d) filosofi seperti kebijakan bagaimana
guru diperlukan, e) aturan, seperti tuntunan bagi guru didalam sekolah f) iklim
organisasi, seperti cara para anggota sekolah berinteraksi baik internal maupun
eksternal. selain beberapa manfaat diatas, manfaat lain bagi individu dan kelompok
adalah : (1) meningkatkan kepuadan kerja; (2) pergaulan ;ebih akrab; (3) disiplin
menigkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan
untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7)
selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga.6

C. PENUTUP

Kesimpulan

Budaya organisasi mengacu pada keyakinan bersama, sikap dan tata hubungan serta
asumsi-asumsi yang secara eksplisit atau implisit diterima dan digunakan oleh
seluruh anggota organisasi untuk mengahadapi lingkungan luar dalam mencapai
tujun-tujuan organisasi. Dalam hal ini, budaya organisasi mempunyai pengaruh
penting terhadap motivasi.
Budaya organisasi (organizatinoal culture) jika diaplikasikan pada lingkungan
manajemen organisasi, lahirlah konsep budaya manajemen. Lebih spesifik lagi, jika
budaya organisasi diaplikasikan pada lingkungan manajemen organisasi sekolah,
maka lahirlah konsep budaya manajemen sekolah.

Dalam suatu organisasi (termasuk lembaga pendidikan), budaya diartikan sebagai


berikut:
Pertama, tindakan yaitu keyakinan dan tujuan yang dianut bersama yang dimiliki oleh
anggota organisasi yang potensial membentuk perilaku mereka dan bertahan lama
meskipun sudah terjadi pergantian anggota. Dalam lembaga pendidikan misalnya,
budaya ini berupa saling menyapa, saling menghargai, toleransi dan lain sebagainya.

Kedua, norma perilaku yaitu cara berperilaku yang sudah lazim digunakan dalam
sebuah organisasi yang bertahan lama karena semua anggotanya mewariskan perilaku
tersebut kepada anggota baru. Dalam lembaga pendidikan, perilaku ini antara lain
berupa semangat untuk selalu giat belajar, selalu menjaga kebersihan, bertutur sapa
santun dan berbagai perilaku mulia lainnya.

6
Chatab, Nevizond, Profil budaya organisasi,( Bandung : Alfabeta, 2007) hal.11
Dalam organisasi sekolah, pada hakikatnya terjadi interaksi antar individu sesuai
dengan peran dan fungsi masing-masing dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Tatanan nilai yang telah dirumuskan dengan baik berusaha diwujudkan dalam
berbagai perilaku keseharian melalui proses interaksi yang efektif. Dalam rentang
waktu yang panjang, perilaku tersebut akan membentuk suatu pola budaya tertentu
yang unik antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Hal inilah yang pada
akhirnya menjadi karakter khusus suatu lembaga pendidikan yang sekaligus menjadi
pembeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Chatab, Nevizond. 2007. Profil budaya organisasi. Bandung : Alfabeta

Fattah, Nanang. 2013. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung Remaja


Rosdakarya.

Kurnia, Adi. 2001. Membangun budaya sekolah. Bandung : Rakatama Media.

Masaong, Abd Kadim & Ansar. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah (Teori, Model
dan Implementasi. Gorontalo : Senta Media.

Masaong, Abd Kadim & Arfan A.T. 2011. Kepemimpinan berbasis multiple
intelligence (sinergi kecerdasan intelektual, emosional dan spritual untuk meraih
kesuksesan yang gemilang). Bandung : Alfa beta.

Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta : Bumi
Aksara

Riduwan. 2012. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung :


Alfabeta

Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah (Teori Dasar dan Praktik). Bandung : Refika
Aditama

Wahab, Abdul Aziz. 2011, Anatomi organisasi dan kepemimpinan pendidikan


(telaah terhadap organisai dan pengelolaan organsisasi pendidikan). Bandung :
Alfabeta.
Zazin, Nur. 2011. Gerakan menata mutu pendidikan. Jogjakarta : Ar-ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai