Anda di halaman 1dari 7

BUDAYA ORGANISASI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN

RITA YULIZA
Institut Agama Islam Negeri – IAIN Kerinci
Email: ritayuliza21@gmail.com

ABSTRAK

Setiap lembaga pendidikan memiliki catatan perjalanan tersendiri, melewati beberapa tahapan
seperti tahapan pendirian, dan pengembangan. Beberapa lembaga pendidikan maju pesat
dibandingkan lembaga pendidikan yang lain, tak jarang ada lembaga pendidikan yang harus
menerima kenyataan bahwa pada tahun tertentu, tidak ada peserta didik yang mendaftarkan diri
ke lembaga tersebut, kemunduran dan kemajuan dalam lembaga pendidikan ini dipengaruhi oleh
beberapa factor, salahsatunya adalah budaya pendidikan. Meskipun dimensi budaya pendidikan
bersifat abstrak, namun faktuan, mulai darikeyakinan, nilai-nilai yang dianut, asumsi-asumsi
dasar, hingga pada artefak-artefak. Lembaga pendidikan yang mampu bertahan dipastikan
memiliki buyada yang kuat, sebaliknya lembaga yang tidak berkembang atau bahkan menurun
kwalitasnya sudah pasti berhubungan dengan budaya organisasi yang lemah. Oleh karena itu,
membangun budaya organisasi yang kuat, khas dan berkarakter menjadi hal yang sangat urgensi
bagi sebuah lembaga pendidikan.

Kata Kunci : Budaya Organisasi, Pendidikan

ABSTRACT
Each educational institution has its own journey, going through several stages such as
establishment and development. Some educational institutions are progressing rapidly compared
to other educational institutions. It is not uncommon for educational institutions to have to accept
the fact that in a certain year, there are no students who register at the institution. setbacks and
progress in this educational institution are influenced by several factors, one of which is
educational culture. Even though the cultural dimensions of education are abstract, they are
factual, starting from beliefs, espoused values, basic assumptions, to artifacts. Educational
institutions that are able to survive are guaranteed to have a strong culture, whereas institutions
that do not develop or even decline in quality are definitely associated with a weak
organizational culture. Therefore, building a strong, distinctive and characterful organizational
culture is very urgent for an educational institution.

Keywords: Organizational Culture, Education


PENDAHULUAN

Organisasi dipengaruhi oleh faktor internal yang disebut dengan budaya organisasi.
Selain itu, terdapat pula faktor eksternal yang berdampak penting pada organisasi, yaitu
lingkungan. Dalam ilmu manajemen Ligkungan dan Budaya Organisasi adalah hal yang penting
karena merupakan salah satu cara manajer dalam melaksanakan aktivitas manajemennya untuk
mencapai tujuan dan beradaptasi dengan lingkungan organisasi. Seluruh manajer tidak hanya
memusatkan perhatiannya pada lingkungan internal organisasi, tetapi juga menyadari pentingnya
pengaruh lingkungan eksternal terhadap organisasi yang dikeelolanya. Manajer harus
mengidentifikasi, menganalisa, mengevaluasi, mendiagnosa dan beraksi terhadap kekuatan-
kekuatan lingkungan, baik berupa kesempatan-kesempatan, risiko-risiko maupun
ancamanancaman, yang mempunyai pengaruh pada operasi organisasi.

Sedangkan, pemahaman budaya organisasi dapat dikatakan sebagai kesepakatan bersama


mengenai nilai-nilai yang mengikat semua individu dalam sebuah organisasi dalam menentukan
batas-batas normatif perilaku angoota organisasi. Secara spesifik, peranan budaya organisasi
adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan jatidiri anggota
organisasi, menciptakan keterikatan emosional antara organisasi dan karyawan yang terlibat di
dalamnya, dan membantu menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem social.

Budaya organisasi (organization culture) adalah nilai- nilai, prinsip-prinsip, tradisi, dan
cara-cara bekerja yang dianut bersama oleh para anggota organisasi dan memengaruhi cara
mereka bertindak. Dalam kebanyakan organisasi, nilai-nilai dan praktik-praktik yang dianut
bersama (shared) ini telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dan benar-
benar sangat mempengaruhi bagaimana sebuah organisasi dijalankan. Definisi "budaya" di sini
menyiratkan tiga hal. Pertama, budaya adalah sebuah persepsi, bukan sesuatu yang dapat
disentuh atau dilihat secara fisik, namun para karyawan menerima dan memahaminya melalui
apa yang mereka alami dalam organisasi. Kedua, budaya organisasi bersifat deskriptif, yaitu
berkenaan dengan bagaimana para anggota menerima dan mengartikan budaya tersebut, terlepas
dari apakah mereka menyukainya atau tidak. Ketiga, aspek penerimaan (penganutan) bersama
(shared) meskipun para individu di dalam organisasi memiliki latar belakang yang berbeda dan
bekerja pada jenjang organisasi yang juga berbeda, mereka cenderung mengartikan dan
mengutarakan budaya organisasi dengan cara yang sama. Semua organisasi memiliki budaya,
namun tidak semua budaya organisasi sama kuatnya dalam mempengaruhi perilaku dan tindakan
para karyawan. Budaya yang kuat (strong culture)-yaitu, budaya yang menanamkan nilai-nilai
utama secara kokoh dan diterima secara luas di kalangan para karyawan-memiliki pengaruh yang
lebih besar terhadap perilaku para karyawan dibandingkan dengan budaya yang lemah. Budaya
organisasi terbagi menjadi 2 macam :

1. Budaya organisasi yang kuat


Budaya organisasi yang kuat adalah jenis budaya organisasi yang mengacu pada kondisi di
mana karyawan bisa menyesuaikan diri, menghormati kebijakan organisasi, dan mematuhi
semua pedoman organisasi. Setiap anggota akan merasa sangat menikmati pekerjaannya dan
menganggap setiap pekerjaannya sebagai pengalaman baru dalam budaya organisasi yang
kuat. Artinya, mereka akan menerima peran dan tanggung jawabnya di sebuah organisasi
atau perusahaan dengan sepenuh hati atau sukarela.

2. Budaya organisasi yang lemah


Budaya organisasi yang lemah adalah jenis budaya organisasi yang setiap anggotanya
menerima peran dan tanggung jawabnya hanya karena rasa takut pada pimpinan. Mereka
takut dengan segala macam kebijakan organisasi, sehingga mereka lebih menganggap
organisasi sebagai platform untuk mencuri penghasilan. Tapi, mereka juga tidak merasa
terikat dengan organisasi atau perusahaan tersebut.1

Menjamurnya lembaga pendidikan swasta memaksa sekolah negri untuk terus berkembang
dan menyiapkan diri untuk memenuhi ekspektasi masyarakat. Meningkatkan sumber daya
manusia,merevisi visi dan misi sekolah, sampai merevisi kurikulum, semua dilakukan untuk
membangun stigma positif di tengah-tengah masyarakat. Hasilnya beberapa sekolah
mengalami kemajuan dan unggul, sedang yang lain mengalami penurunan kwalitas.
Fenomena Sekolah Favorit dan Non Favorit sangat mempengaruhi maju atau tidaknya
sebuah lembaga pendidikan, lebel favorit dan non favorit ini merupakan salah satu dampak
dari budaya organisasi pendidikan. Untuk mengubah stigma ini tentunya tidak mudah,
beberapa cara yang dilakukan sekolah-sekolah non favorit seperti menerapkan program yang
dirasa sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat sekitar, seperti menerapkan program
TV Sekolah, Program Wirausaha dan Program Lingkungan Hidup, namun dengan adanya
program ini, sama sekali belum berdampak besar bagi kemajuan sekolah, selanjutnya
sekolah-sekolah negeri mulai menjalankan program Tahfiz Quran, menerapkan kurikulum
SNP Plus dengan menambahkan matapelajaran Akidah Akhlaq menjadi pelajaran wajib dan
melaksanakan program-program andalan lainnya yang berhubungan dengan keagamaan,
barulah membawa perubahan terhadap animo masyarakat. Hal ini selaras dengan tuntutan
membangun karakter bangsa yang sesuai dengan profil pelajar pancasila yang di gaungkan
oleh pemerintah. Atas dasar itulah, maka tulisan ini membahas tentang Budaya Organisasi
Pendidikan.

RUANG LINGKUP KAJIAN


Kajian artikel ini mencakup dua hal: Pertama, tinjauan konseptual budaya organisasi. Kedua
perkembangan kajian budaya organisasi. Ketiga, praktik budaya organisasi pada lembaga
pendidikan khususnya setingkat Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sungai Penuh.

TUJUAN
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya organisasi
pendidikan terhadap kepercayaan masyarakat dalam sebuah organisasi pendidikan.

1
p.robbins, s. (2009). manajemen. jakarta: ERLANGGA.
METODE
Adapun metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi, yaitu pendekatan dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan
untuk mengungkapkan alur kesadaran serta mengajukan pertanyaan secara lisan dan
langsung (bertatap muka) dengan informan yang telah ditetapkan.

KAJIAN LITERATUR
Robbins (2007) menyatakan bahwa budaya itu adalah sistem makna dan keyakinan bersama
yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukkan sebagian besar cara mereka
bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang luar.Budaya organisasi menurut
Kreitner dan Kinicki (2005) merupakan satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara
implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut merasakan,
memikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam2

KARAKTER BUDAYA ORGANISASI


Karakteristik penting dari budaya organisasi meliputi:
1) Observed behavioral regularities: keberaturan cara bertindak dari pada anggota yang
tampak teramati. Ketika para anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya,
mereka mungkin menggunakan bahasa umum, istilah atau ritual tertentu.
2) Norms: standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana
suatu pekerjaan harus dilakukan
3) Dominant values: ilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi,
misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi
4) Philosophy: kebijakan-kebijakan yang yang berkenaan dengan keyakinan organisasi
dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan
5) Rules: pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi
6) Organization climate: perasaan keseluruhan (an overall feeling) yang tergambarkan dan
disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara
anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.

FUNGSI BUDAYA ORGANISASI


Budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi yaitu
1) Memberikan identitas organisasi anggotanya
2) Memudahkan komitmen kolektif; mempromosikan stabilitas sistem social
3) Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya.

Sementara Hikmat (2009: 228) fungsi budaya organisasi yaitu:


1) Pembeda dari organisasi yang lain
2) Identitas anggota seluruh organisasi
3) Komitmen anggota di atas kepentingan bersama

2
Edy, Sutrisno. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit: Jakarta, Kencana.
4) Perekat sosial dengan menyediakan standar yang anggota harus lakukan dan katakana
5) Mekanisme kontrol yang membentuk perilaku anggota. Budaya melakukan sejumlah
fungsi di dalam sebuah organisasi atau di dalam lembaga.

INDIKATOR BUDAYA SEKOLAH EFEKTIF


Budaya organisasi sekolah yang efektif itu ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya Kerja Sama Kerja sama sangat diperlukan di dalam sekolah. Karena visi, misi dan
tujuan dari sekolah akan tercapai apabila adanya kerja sama yanag baik antara semua pihak
yang ada disekolah baik itu pihak ineternal maupun pihak eksternal. Setiap orang yang ada
di dalam sekolah harus dilibatkan atau diikutsertakan di dalam sekolah. Contohnya ketika
sebuah sekolah mengalami permasalahan, maka setiap pihak yang ada di sekolah tersebut
bersama-sama memecahkan permasalahan dan mencari jalan keluar dari masalah tersebut
agar masalah tidak menjadi berlarut-larut dan semkain membesar sehingga akan merusak
sekolah.
b. Adanya Rasa Saling Percaya Rasa saling percaya harus dimiliki oleh stiap orang di dalam
oragnisasi. Dengan adanya rasa percaya ini maka akan meminimalisirkan konflik di dalam
organisasi. Setiap orang di dalam organisasi akan dapat melakukan tugas dan tangggung
jawabnya secara profesional.
c. Adanya Sikap Keterbukaan Atau Transparansi Sekolah harus memiliki sikap terbuka, baik
di dalam mempromosikan sekolah, di dalam budgeting sekolah, maupun terhadap pengaruh
dari luar. Apabila sekolah tidak mampu untuk membuka diri terhadap dunia atau pengaruh
dari luar maka sekolah tersebut akan kekurangan energy.

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Budaya organisasi dalam lembaga pendidikan dalam kajian ini menunjuk pada
nilai-nilai bersama, asumsi dasar dan artefak yang dianut oleh lembaga pendidikan sekolah
menengah pertama dalam ruang lingkup kecamatan Sungai Penuh. Tulisan ini mencoba
membentangkan praktik lembaga pendidikan yang menggambarkan budaya organisasinya
serta pengaruhnya terhadap kepercayaan masyarakat sekitar terhadap lembaga tersebut.

Budaya Organisasi di SMPN 9 Sungai Penuh


Setelah melakukan penyelidikan dengan diskusi mendalam dengan nasarumber
yang di tunjuk, kami mendapatkan temuan-temuan berikut:
Pertama, SMPN 9 Sungai Penuh kesulitan menghilangkan stigma SKKP, diketahui bahwa
sebelum SMPN 9 Sungai Penuh berdiri, dulunya sekolah ini adalah SKKP.
Kedua, SMPN 9 Sungai Penuh tidak memiliki ruang dan daya tamping yang cukup sehingga
kesulitan dalam menambah ruangan kelas baru, hal ini juga mempengaruhi jumlah siswa
setiap tahunnya terus menurun.
Ketiga,warga SMPN 9 Sungai Penuh berusaha menghilangkan stigma sekolah kumuh,
ketinggalan jaman dan mutu rendah.
Keempat, animo masyarakat yang menginginkan anak-anak untuk lebih memahami nilai-
nilai agama, menjadi salah satu alasan SMPN 9 Sungai Penuh menambahkan matapelajaran
Akidah Akhlaq dalam kurikulum mereka, dan menjadikan program tahfiz quran sebagai
salah satu program andalan.
Kelima, SMPN 9 Sungai Penuh mulai secara perlahan mengubah kebiasaan-kebiasaan lama,
awalnya SMPN 9 Sungai Penuh jarang sekali mengikuti lomba-lomba yang diadakan oleh
Pemerintah Kota, namun seiring berjalannya waktu budaya tersebut mulai ditinggalkan,
SMPN 9 Sungai Penuh mulai percaya diri mengikuti beberapa ajang lomba, perlahan
masyarakat mulai mengenal SMPN 9 Sungai Penuh dan menaruh rasa percaya untuk
menyekolahkan anak-anak mereka disana.
Dari wawancara mendalam yang kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa SMPN 9
Sungai Penuh sempat mengalami stagnasi bahkan penurunan kwantitas siswa pertahun,
dikarenakan ketidakpuasan msyarakat dan budaya organisasi yang dianggap kuno, karena
masih memasukkan muatan lokal menjahit dalam kurikulumnya sebab kesulitan melepaskan
stigma SKKP dalam perkembangannya, kemudian pihak SMPN 9 Sungai Penuh berusaha
mengubah stigma tersebut dengan melakukan langka inovati dan mengambil resiko untuk
mengubah kurikulum yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Oleh karena itu SMPN 9 Sungai Penuh memiliki nilai inovasi dan mengambil resiko
yaitu tingkat dimana karyawan didorong untuk melakukan inovatif dan mengambil resiko. 3

Budaya Organisasi di SMPN 2 Sungai Penuh


Setelah melakukan penyelidikan dengan diskusi mendalam dengan nasarumber yang
di tunjuk, kami mendapatkan temuan-temuan berikut:
Pertama, SMPN 2 Sungai Penuh merupakan salah satu SMPN tertua di Kota Sungai Penuh,
hal ini memberikan dampak positif terhadap animo masyarakat karena sudah memiliki
banyak prestasi di malalu.
Kedua, SMPN 2 Sungai Penuh merupakan salah satu sekolah tertua dikota Sungai Penuh
yang sudah melahirkan banyak alumni, dimana dari hasil wawancara, alumni memiliki rasa
keterkaitan dengan sekolah lama sehingga ikut menyekolahkan anak-anak mereka di sana.
Ketiga, anggota organisasi loyal terhadap sekolah.
Keempat, dengan adanya stigma sekolah unggul, SMPN 2 Sungai Penuh berusaha
mempertahankan gelar mereka dimata masyarakat dengan mempertahankan prestasi mereka
di berbagai bidang.
Kelima, SMPN 2 Sungai Penuh melalukan komunikasi yang baik dengan orang tua siswa
demi kemajuan sekolah.
Keenam SMPN 2 Sungai Penuh berhubungan baik dengan alumni, sehingga selain
menyekolahkan anaknya di SMPN 2 Sungai Penuh, para alumni juga aktif memberikan
beasiswa dan bantuan lainnya untuk kemajuan SMPN 2 Sungai Penuh.
Dari wawancara mendalam yang kami lalukan, kami menemukan bahwa SMPN 2
Sungai Penuh memiliki budaya organisasi yang sukup baik yang diturunkan secara turun
temurun, kepemimpinan yang transfirmasional juga mempengaruhi perkembangan SMPN 2

3
Robbins, Stephen P., dan Coulter, Mary, Manajeman, Edisi Bahasa Indonesia, Sixth Editions, (Jakarta:
PT.Prenhallido, 1999),h 76-77
Sungai Penuh yang dari waktu ke waktu tetap mampu mempertahankan stigma positif di
masyarakat.
Oleh karena itu, SMPN 2 Sungai Penuh memiliki nilai dimensi budaya organisasi
sebagai berikut:
1. Inovasi dan Mengambil resiko. Tingkat di mana para karyawan didorong untuk bersikap
inovatif dan mengambil resiko
2. Perhation kepada detail. Tingkat di mana para karyawan diharapkan untuk menampilkan
ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Tingkat di mana para manajer memusatkan perhatian pada hasil-hasil
bukannya pada teknik-teknik dan proses- proses yang digunakan untuk mencapai hasil-hasil
itu.
4. Orientasi manusia. Tingkat di mana keputusan-keputusan manajemen memperhitungkan
pengaruh hasil-hasil terhadap manusia di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Tingkat di mana kegiatan-kegiatan kerja disusun sekitar tim-tim bukan
individu-individu.
6. Agresivitas. Tingkat di mana orang bersifat agresif dan bersaing bukannya ramah dan
bekerja sama.
7. Stabilitas. Tingkat di mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan usaha
mempertahankan status quo bukan pertumbuhan4

KESIMPULAN
Kajian tentang budaya organisasi terus mengalami perkembangan, perluasan, maupun
pendalaman. Temuan-temuan penelitian menyatakan bahwa budaya organisasi terkait dan
memengaruhi berbagai aspek kehidupan organisasi. Zaman yang semakin kompetitif
menghendaki setiap organisasi mengembangkan budaya organisasi yang kuat, tidak hanya
bagi organisasi profit tetapi juga non profit. Pengalaman sekolah menengah pertama
kecamatan Sungai Penuh yaitu SMPN 9 Sungai Penuh dan SMPN 2 Sungai Penuh yang mau
terus berinovasi dan mempertahankan nilai-nilai yang sudah baik merupakan sedikit potret
penerapan budaya organisasi dan pengeruhnya pada kemajuan sebuah lembaga pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

y, Sutrisno. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit: Jakarta, Kencana.

p.robbins, s. (2009). manajemen. jakarta: ERLANGGA

Robbins, Stephen P., dan Coulter, Mary, Manajeman, Edisi Bahasa Indonesia, Sixth Editions, (Jakarta:
PT.Prenhallido, 1999),h 76-77

4
Robbins, Stephen P., dan Coulter, Mary, Manajeman, Edisi Bahasa Indonesia, Sixth Editions, (Jakarta:
PT.Prenhallido, 1999),h 76-77

Anda mungkin juga menyukai