Anda di halaman 1dari 58

BAHAN AJAR MATA KULIAH

ORGANISASI DAN MANAJEMEN

UNTUK MAHASISWA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

SEMESTER. III
SEMESTER GANJIL TAHUN 2023/2024

OLEH

SUSI KRISJUYANI, S.I.P., M.I.P.


NIK/NIDN: 114022163/1121029701
DOSEN PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS KAPUAS SINTANG
SEPTEMBER
2023
PENGANTAR

Matakuliah organisasi dan manajemen merupakan salah satu matakuliah wajib bagi

mahasiswa. Dengan mempelajari matakuliah tersebut mahasiswa diharapkan mampu memahami

dan mempraktekan di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti diketahui bahwa manusia

dikategorikan sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri untuk mencapai kebutuhan

hidupnya. Baik itu kebutuhan secara fisik, keselamatan dan keamanan, memiliki dan kebutuhan

sosial, status dan penghargaan serta aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini dapat mudah

tercapai apabila manusia saling bekerjsama untuk mencapai kebutuhannya. Karena sebagai

makhluk sosial yang senang menjalin pertemanan dan berkelompok, maka manusia selalu ingin

berhubungan dengan orang lain, oleh karena itulah seseorang ingin bergabung dengan organisasi.

Di dalam organisasi terdapat manajemen yang mengatur berjalannya organisasi demi tercapainya

tujuan organisasi.
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar organisasi, peran dan

model organisasi.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Hakekat Organisasi, Asas Organisasi

dan Fungsi-fungsi dalam Organisasi serta Organisasi Publik.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan karakter individu dan organisasi serta

bentuk struktur organisasi, ukuran, pengawasan, efektivitas dan perubahan organisasi.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Budaya Organisasi, Bentuk Budaya

Orgnisasi, Karakteristik Budaya Organisasi, Indikator dan Fungsi Budaya Organisasi,

Nilai (value) dan Keyakinan (belief) dalam Budaya Organisasi, Perbedaan dan

Persamaan Budaya Organisasi, Perubahan Organisasi, Proses Peubahan Organisasi,

Tantangan Perubahan Organisasi, Pendekatan dalam Perubahan Organisasi, Perubahan

Organisasi melalui Pengembangan Organisasi, Fungsi dan Perilaku Administrasi

Organisasi, Pengambilan Keputusan Organisasi


BAB I ORGANISASI

1.1. Konsep Dasar Organisasi

Suatu organisasi terbentuk oleh karena adanya kepentingan yang dimiliki Bersama

dengan tujuan tertentu. dapat dilihat dari berbagai faktor, yaitu faktor lingkungan alam dan faktor

lingkungan sosial. Faktor Lingkungan Alam mempengaruhhi karakter dan perilaku manusia.

Faktor Lingkungan Sosial memaksa manusia berinteraksi dengan sesama manusia (interaksi

social). Manusia melakukan interaksi sosial dengan keluarga, teman, dan kelompok manusia.

Oleh sebab itu, ada pendapat mengungkapkan bahwa apabila anda ingin cerdas, maka bergaullah

dengan orang yang cerdas; apabila anda ingin kaya, maka bergaullah dengan orang kaya.

Manusia sebagai individu selain dia berada di dalam dimensi lingkungan alam, dia pun

berada dalam dimensi lingkungan sosial. Pandangan tersebut mengindikasikan bahwa manusia

diposisikan sebagai individu, eksistensinya pun memposisikan manusia sebagai makhluk sosial.

Manusia tidak akan berada dalam kondisi yang sustain (tidak bisa mempertahankan hidupnya),

apabila manusia tidak berinteraksi dengan sesama manusia. Hal ini disebabkan oleh karena pada

diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Adanya kebutuhan

sosial (social need) untuk hidup berkelompok atau berorganisasi dengan orang lain. Terdapat

manusia yang memiliki kepentingan atas keberadaan manusia di luar dirinya. Oleh sebab itu,

manusia akan mencari manusia yang dia butuhkan.

Atas dasar manusia saling membutuhkan dengan manusia lain, maka mereka saling

berinteraksi, baik di dalam kelompok maupun di dalam organisasi. Dalam suatu interaksi tidak

selalu berakhir positif, melainkan ada pula interaksi yang berakhir dengan konflik. Penyebab

konflik oleh adanya perbedaan atau karena terjadi kompetisi di antara mereka. Oleh sebab itu,
untuk menjaga agar interaksi dapat berjalan teratur, maka manusia membutuhkan dan membuat

norma yang dimaksudkan untuk mengatur berjalannya suatu kelompok atau organisasi yang

dibentuk agar tidak terjadi patologi sosial.

Jadi Organisasi dapat dikatakan sebagai suatu sistem peran, aliran aktivitas dan proses

(pola hubungan kerja) dalam melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana tugas yang didisain

untuk mencapai tujuan Bersama. Organisasi menurut Robbins (1994) adalah suatu entitas social

yang terkoordinasi secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih dengan Batasan yang relative

teridentifikasi, yang berfungsi secara berkelanjutan untuk mencapai seperangkat sasaran

Bersama.

Disisi lain menurut Presthus (Etzioni, 1964:1): “Our Society is an organizational

society”. Menyatakan bahwa kita dilahirkan dalam organisasi, dididik oleh organisasi, dan

hampir semua di antara kita menghabiskan hidup bekerja untuk organisasi. Oleh sebab itu dapat

dikatakan bahwa organisasi adalah entitas social yang dikoordinasikan secara sadar dengan

Batasan yang dapat diidentifikasikan dan bekerja terus menerus untuk mencapai tujuan Bersama

atau sekelompok tujuan.

Organisasi dikoordinasikan secara sadar mengandung arti manajemen dan organisasi

yang merupakan entitas (kesatuan) social berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau

sekelompok orang yang saling berinteraksi. Dengan demikian, dalam berbagai hal dapat

dikatakan bahwa kelompok adalah bagian dari organisasi. Seperti halnya yang dikemukakan oleh

Trecker (Sutarto, 1984:24) menyebutkan bahwa organisasi adalah perbuatan atau proses yang

menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang saling berhubungan dari bagian menjadi

suatu keseluruhan yang bekerja.


Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa organisasi

memiliki beberapa variable, yaitu:

1.) Teksonomi Organisasi (pengelompokan/prinsip/konsep)

2.) Struktur Organisasi

3.) Proses dalam Organisasi, dan

4.) Individu dalam Organisasi

Taksonomi organisasi memiliki delapan unsur, antara lain:

a) Tujuan Organisasi: menurut Scott (1992), tujuan organisasi sebagai konsepsi yang

dikehendaki atau kondisi yang membuat para partisipan tergugah dengan pelaksanaan tujuan;

b) Filosofi dan tata nilai: filosofi adalah hal yang menyangkut hakekat adanya organisasi,

sedangkan tata nilai adalah apa yang dianggap baik dan tidak baik yang dijadikan pedoman

dalam usaha mencapai tujuan;

c) Komposisi personil: menurut Soediyanto (1980:34) komposisi personil terdiri dari beberapa

hal yang dimiliki personil organisasi, yaitu; kecakapan, Pendidikan, Latihan yang diikuti,

pengalaman kerja, kepribadian, moral, keterampilan, motivasi, seks, umur, hubungan dengan

orang lain, dan kepangkatan komposisi personil atau keanggotaan berkenaan dengan

pemilihan seseorang untuk melakukan tugas yang diharapkan dan membuat mereka

bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugasnya. Selanjutnya menurut Bishop (1977:58)

bahwa seseorang dapat mencapai hasil yang diharapkan karena kemampuan kepemimpinan,

keahlian, motivasi, atau bantuan ahli;

d) Struktur organisasi: yang perlu diperhatikan berkaitan dengan struktur organisasi adalah

banyaknya anggota dan fasilitas yang digunakan (besarnya), diferensiasi tingkatan dan tugas,
rentang kendali, ketatnya pengendalian (pengenaan sanksi), dan pembagian peran kepada

anggota (struktur peranan);

e) Teknologi: suatu cara atau alat apa yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan

(Soediyanto:1980);

f) Lingkungan fisik (lingkungan sosial): menurut Scrott (1981:17) lingkungan fisik adalah

semua bentuk ketergantungan hubungan yang dapat membuat organisasi bertahan hidup di

sekitar system di mana dia berada.

g) Lingkungan sosial budaya: lingkungan ini terdiri atas sikap lingkungan, pengharapan, taraf

Pendidikan dan kecerdasan, kepercayaan, adat istiadat orang atau kelompok masyarakat

tertentu (Koontz, 1986:105);

h) Sifat temporal: menurut Soediyanto (1980:45) sifat temporal adalah sifat yang berhubungan

dengan dimensi waktu seperti: berapa lamanya partisipasi anggota yang dikehendaki, berapa

lama kegiatan dilakukan, dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

Organisasi dapat berjalan dengan baik jika di dalam organisasi tersebut terdapat suatu struktur

organisasi yang di dalamnya terjadi suatu proses. Proses dalam organisasi adalah aktivitas yang

menandai adanya dinamika dalam organisasi yang memberi tanda adanya kegiatan dalam

organisasi tersebut. Proses dalam organisasi meliputi:

a) Hubungan antar peranan (role relationship); adalah hubungan formal dalam jalur organisasi

antara para anggota sesuai dengan peranan masing-masing. Menurut Beal (1977:100),

hubungan antar peranan adalah pemahaman dan tata cara antara peranan yang berhubungan

agar organisasi produktif;

b) Pengendalian; meliputi penetapan check points untuk menilai kemajuan rencana,

membandingkan hasil yang actual dan yang diharapkan, seta melakukan tindakan perbaikan
apabila diperlukan (Wilson, 1976:38). Pengendalian juga dapat disebutkan sebagai suatu cara

pimpinan mengendalikan aktivitas sehinga fungsi-fungsi dalam organisasi berjalan sesuai

dengan harapan (Hersey dan Blanchard, 1977:1946);

c) Koordinasi; menurut MCc Farland (Surtanto 1985:127) koordinasi adalah proses dimana

pemimpin mengembangkan pola yang diatur dari usaha kelompok di antara para bawahannya

serta kepastian kesatuan tindakan dalam usaha mencapai tujuan;

d) Sosialisasi; proses penerapan nilai dan tata kerja organisasi kepada anggota baru agar mereka

berperilaku seperti yang dikehendaki oleh organisasi;

e) Pembinaan anggota; menurut Beckhard (Sutarto, 1985:355), pembinaan organisasi adalah

usaha berencana, meliputi keseluruhan organisasi, untuk meningkatkan efektivitas dan

Kesehatan organisasi serta pendekatan berencana dalam proses organisasi.

Individu dalam organisasi dapat dikaji melalui:

a) Motivasi; merupakan sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi idividu atau kelompok untuk

mencapai hal yang spesifik sesuai tujuan organisasi;

b) Sikap mental (attitude); menurut Freedman et., (1974:244), sikap adalah suatu pernyataan

kesediaan mental yang diorganisasikan melalui pengalaman, usaha pengarahan atau pengaruh

dinamika terhadap respon individu terhadap semua obyek dan situasi yang berhubungan

dengannya;

c) Kapasitas kerja (aptitude) adalah kapasitas seseorang untuk belajar atau memperoleh

manfaat dari suatu pengajaraan (Witting, 1974:255);

d) Temperamen/perangai; keadaan atau sifat yang menggambarkan nilai individu atau

kelompok dalam organisasi;


e) Persepsi; diartikan sebagai proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu

(Gibson,1984:53);

f) Kepribadian; menurut Hersey (1977:25) keperibadian adalah pola-pola atau kondisi respon

terhadap berbagai macam rangsangan;

g) Ambisi (upward mobile); keinginan yang besar dimiliki oleh individu atau kelompok dalam

mencapai tujuan organisasi;

h) Ambivalen (sifat mengebu-gebu); terdapat semangat yang berkobar-kobar dalam individu

atau kelompok organisasi dalam mencapai tujuan.

i) Acuh tak acuh terhadap pekerjaan (indifferent); sikap tidak peduli yang dimiliki.

Perilaku individu dalam organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh interaksi dalam lingkungan

internal organisasinya, melainkan juga dipegaruhi oleh lingkungan eksternalnya. Lewin (Shaw,

1979:16) mengungkapkan bahwa:

1) Perilaku manusia merupakan hasil berbagai kekuatan (usaha) yang saling tergantung yang

terjadi dalam masyarakat;

2) Perilaku individu dan kelompok (masyarakat) merupakan bagian dari suatu sistem yang

saling terkait;

3) Perilaku manusia dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang terjadi di dalam sistemnya.
Sedangkan dalam sudut pandang klasik, konsep dasar teori-teori organisasi

diungkapkan oleh beberapa ahli berikut ini:

a. Aristoteles dalam Teori Koinonia dan Piolis (Campbell, 1981);

Dalam pandangan Aristoteles, manusia atau masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan

keberadaan negara. Oleh sebab itu, Aristoteles mengistilahkan masyarakat dengan “piolis”,

dengan mengartikan komunitas sipil sebagai sosial kodrati dari individu yang terdiri dari

komunitas. Selanjutnya Aristoteles mengistilahkan kelompok sebagai “Koinonia” yang

meliputi dimensi komunitas atau kelompok. Kelompok terkecil adalah keluarga atau rumah

tangga (“oikos”) yang terbentuk dari naluri berpasangan yang dimiliki oleh manusia dan

binatang dalam cinta antara orangtua dan anak-anak. Keluarga adalah institusi seksual,

reproduksidan pengasuhan.

b. Thomas Hobbes dalam Teori Naturalis (Campbell, 1981);

Manusia membutuhkan masyarakat (atau organisasi) sepanjang hidup, manusia membantu

orang lain untuk bertahan hidup dan saling melengkapi. Namun alasan manusia

membutuhkan kehidupan sosial karena bermanfaat untuk kepentingan egoistisnya. Keegoisan

yang memecah-belah manusia dan mempersatukan mereka. Manusia akan bergabung

(berorganisasi) hanya karena alasan keuntungan atau kemuliaan, kemudian mereka

bermusuhan apabila mereka telah memperoleh keinginannya. Semua hubungan antar

manusia bersifat buatan, yang berarti bahwa hubungan mereka adalah hasil dari perhitungan

dan persetujuan. Hubungan masyarakat didasarkan pada rasionalitas dan tidak semuanya

didasarkan pada cinta atau persahabatan.


c. Adam Smith dalam Teori Egois dan Struktur Sosial (Campbell, 1981);

Adam Smith mengikuti Hobbes, bahwa setiap manusia lebih mementingkan dirinya sendiri

(egois) dari pada kepentingan orang lain. Menurut Smith, hidup di dalam masyarakat (atau di

dalam organisasi) berarti hidup Bersama dalam kedamaian agar terhindar dari kematian serta

melakukan kegiatan ekonomi untuk mempertahankan hidup. Hal yang utama adalah

keadilan, yaitu cara hidup dalam masyarakat agar manusia tidak saling konflik atau melukai.

Menurut Smith, banyaknya organisasi masyarakat berasal dari hubungan ekonomi, sehingga

keinginan manusia untuk mencapai kesejahteraan material yang berawal dari

mempertahankan hidupnya dan selanjutnya ingin dihormati oleh sesamanya, merupakan

penyebab munculnya struktur sosial dan perubahan sosial.

d. Max Weber dalam Teori Birokrasi (Thoha, 2008);

Max Weber dengan mendemonstrasikan pendapatnya tentang birokrasi. Weber membedakan

suatu kelompok kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan. Menurutnya, kelompok kerja

sama adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi oleh aturan-aturan.

Aturan-aturan ini sejauh mungkin dapat memaksa seseorang untuk melakukan kerja sebagai

fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan maupun oleh pegawai-pegawai lainnya.

Dalam pandangannya, Weber lebih menekankan pada sistem interaksi yang terjadi di dalam

sebuah organisasi (Max Weber dalam Thoha, 2008).


Oleh Weber suatu organisasi atau kelompok kerja sama ini mempunyai unsur-unsur

properties sebagai berikut:

1. Organisasi merupakan sebuah tata hubungan sosial. Artinya adalah di dalam organisasi

tersebut, seorang individu melakukan interaksi dengan sesamanya.

2. Organisasi memiliki batasan-batasan tertentu. Yang artinya, interaksi yang dilakukan seorang

individu dengan individu lain tidak didasarkan atas kemauannya sendiri.

3. Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan, yang bisa membedakan suatu organisasi

dengan kumpulan-kumpulan kemasyarakatan. Tata aturan ini menyusun sebuah proses

interaksi di antara orang-orang yang menjalin hubungan kerja sama di dalamnya, sehingga

interaksi yang terjadi tidak muncul begitu saja.

4. Organisasi merupakan sebuah kerangka hubungan yang berstruktur. Di dalamnya terdapat

sebuah wewenang, tanggung jawab dan pembagian kerja untuk menjalankan suatu fungsi

tertentu. Istilah lainnya adalah HIRARKI (hierarchy) artinya pegawai rendahan berada

dibawah pengawasan dan mendapat supervise dari seseorang yang lebih tinggi. Konsekuensi

dari adanya sebuah hirarki adalah di dalam organisasi terdapat pimpinan atau kepala dan

bawahan atau staf.

1.2. Peran Organisasi

Dikutip dari sebuah jurnal Entrepreneur, karena munculnya organisasi sebagai akibat dari

kebutuhan individu untuk berinteraksi dan pemenuhan kebutuhannya, peran-peran organisasi

yang jelas terlihat adalah sebagai berikut:

1. Organisasi menjadi wadah untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama.


2. Media memecahkan masalah; Interaksi yang terjadi antar individu di dalam organisasi dapat

memunculkan suatu masalah tetapi di satu sisi juga dapat menjadi cara untuk pemecahan

masalah.

3. Menambah pengetahuan dan wawasan; Karena ada banyaknya individu yang berkumpul di

dalam organisasi, menjadikan organisasi memiliki pola pikir yang beragam. Hal ini dapat

memberikan dampak positif seperti perkembangan dalam hal pengetahuan dan wawasan bagi

individu di dalamnya.

4. Memunculkan semangat bekerja sama; Individu yang berada dalam organisasi menjadi

terpacu ataupun merasa dituntut untuk ikut serta dalam setiap hal yang berkaitan dengan

organisasi. Karena bekerja secara kelompok maka beban kerja tidak bisa hanya diberikan ke

satu individu saja, sehingga menimbulkan semangat kerja sama.

5. Mengembangkan kemampuan berbicara di depan umum; Di kerja sama tersebut, tidak bisa

terlepas yang namanya keberanian dan kemampuan untuk berbicara. Baik itu berbicara di

depan umum, maupun dengan atasan atau rekan kerja. Keberadaan organisasi dapat

membantu individu untuk belajar berkomunikasi dengan baik.

6. Melatih jiwa kepemimpinan; Organisasi bisa menjadi suatu tempat untuk mengasah jiwa

kepemimpinan dengan mengedepankan kepentingan umum dibandingkan kepentingan

pribadi. Selain itu, dalam suatu organisasi juga seseorang diajarkan bagaimana mengambil

keputusan yang bijak.

7. Membentuk kecerdasan emosional; Organisasi yang dibentuk tidak hanya melatih

kepribadian individu tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan emosional.

8. Belajar membagi waktu; Organisasi menjadi tempat yang baik untuk belajar menghargai

waktu dan juga mengatur jadwal dari kegiatan dalam organisasi tersebut.
1.3. Model-model Organisasi

Organisasi yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang di dalamnya

melakukan kerjasama dengan pola hubungan yang bersifat sekunder, sehingga tidak memiliki

ikatan emosional, terintegrasi dalam sebuah lingkungan yang lebih luas, dan dipengaruhi oleh

perubahan lingkungan dalam rangka mencapai tujuan. Untuk mencapai lingkungan yang ada

maka Henry membagi organisasi menjadi beberapa model-model, diuraikan sebagai berikut:

a. Model Sistem Tertutup

Sistem model tertutup mengasumsikan organisasi yang sangat konstan, tidak terjadi

perubahan yang cepat di dalam organisasi. Yang artinya kegiatan dan aktivitas bersifat stabil.

Organisasi ini biasanya sangat formalistik, sangat taat pada aturan, sebuah birokrasi yang

rigid. Di dalam sistem tertutup ini terdapat model yang disebut dengan birokrasi ala Weber

dan model Scientific Management (Taylor, Gilberth & Gilberth) dan model Administrative

Management (Mooney & Reiley, Gullick & Urwick, Fayol & Follet) (Sulistiyani & Rosidah,

2009). Adapun ciri-ciri dari model tersebut antara lain:

1) Adanya tugas-tugas yang bersifat rutin yang berlangsung dalam kondisi stabil.

2) Ada spesialisasi tugas.

3) Adanya penekanan terhadap sarana dan cara kerja.

4) Apabila terjadi konflik, maka konflik diselesaikan dari atas/pimpinan.

5) Adanya penekanan pada aspek tanggung jawab.

6) Tanggung jawab dan kesetiaan seseorang langsung diarahkan pada unit.

7) Struktur hierarki organisasi bersifat piramidal.

8) Pimpinan dianggap serba bisa dan tahu segalanya.

9) Interaksi yang terjadi di dalam organisasi cenderung vertikal.

10) Dasar dari interaksi adalah kepatuhan, komando, dan hubungan vertikal.
11) Kesetiaan dan kepatuhan terhadap atasan dan organisasi lebih diutamakan.

12) Prestise atau gengsi seseorang dalam organisasi cenderung ditentukan oleh kantor atau

ranking.

Kekurangan dalam organisasi model ini adalah hampir tidak bisa melakukan

pengambilan keputusan yang tidak perlu mengikuti aturan formal atau diskresi administrasi.

Diskresi dalam hal ini dapat dianggap sebagai sebuah mal administrasi. Jika terjadi di

Indonesia hal ini merupakan tindakan kriminalisasi sehingga dapat menyebabkan pejabat

atau pegawai yang berkenaan dapat dihukum. Karena itulah Weber mendefinisikan

karakteristik ideal dari birokrasi sebagai berikut:

a) Adanya derajat spesialisasi yang tinggi.

b) Adanya sebuah struktur kewenangan hierarkis dengan batas-batas tanggung jawab yang

jelas.

c) Adanya hubungan antar anggota yang bersifat impersonal.

d) Cara pengangkatan pegawai yang berdasar atas kecakapan teknis.

e) Adanya pemisahan urusan dinas dari urusan pribadi dipangang akan menjamin

pelaksanaan tugas secara efisien.

Model scientific management, memiliki aspek-aspek efisiensi dan ekonomis. Aspek-

aspek tersebut merupakan sebuah kritis terhadap model birokrasi Weber untuk meningkatkan

kemampuan organisasi dalam mencapai hasil yang lebih baik. Secara pasti dan meyakinkan,

model taylor dkk ini memiliki tujuan sebagai berikut:

a) Menunjukkan kerugian besar melalui inefisiensi di hampir semua tindakan kita sehari-

hari.
b) Meyakinkan bahwa solusi untuk ketidakefisienan terletak pada manajemen yang

sistematis, bukan orang yang tidak biasa atau luar biasa.

c) Untuk membuktikan bahwa manajemen adalah sebuah kegiatan, dengan bertumpu pada:

hukum yang didefinisikan dengan jelas; aturan dan prinsip.

Berbeda dengan model administrative management yang menekankan penerapan prinsip-

prinsip manajemen untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dengan memanfaatkan

kemampuan bawahan. Dalam hal ini Fayol membaginya menjadi 14 prinsip desain kerja,

yaitu: Spesialisasi / pembagian kerja; Otoritas; Disiplin; Kesatuan komando; Kesatuan arah;

Subordinasi kepentingan individu dengan kepentingan organisasi; Remunerasi atau

pemberian gaji kepada staf; Sentralisasi; Rantai skalar / garis otoritas; Penempatan individual

sesuai dengan kemampuan dan keahliannya; Ekuitas; Stabilitas staf; Inisiatif; Esprit de corps

atau jiwa korsa. Administrative management ini dalam temuan Fayol lebih menekankan pada

manajer yang dapat mempengaruhi bawahan secara efisien dan efektif.

b. Model Sistem Terbuka

Organisasi dengan model sistem terbuka memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Henry dalam

(Sulistiyani & Rosidah, 2009):

1) Adanya tugas yang tidak rutin dalam keadaan yang tidak stabil.

2) Pengetahuan khusus dimanfaatkan dalam tugas-tugas.

3) Tujuan lebih diutamakan.

4) Konflik dalam organisasi diselesaikan antara sesama rekan kerja.

5) Semua anggota memberikan kontribusi untuk pemecahan masalah organisasi.

6) Kesetiaan dan kepatuhan diberikan kepada organisasi secara keseluruhan.


7) Organisasi dipandang sebagai sebuah struktur jaringan yang pekat berbentuk seperti

struktur sel amuba (bukan piramida).

8) Pengetahuan bukan didominasi oleh atasan, tetapi dapat dimiliki oleh bawahan.

9) Interaksi dalam organisasi cenderung horizontal.

10) Gaya hubungan antara orang dalam organisasi lebih bersifat saran bukan komando atau

lebih ramah serta intim antara satu sama lain.

11) Pemenuhan tugas dan kinerja lebih diutamakan.

12) Prestise atau gengsi seseorang dalam organisasi lebih ditentukan oleh kemampuan

professional dan reputasi.

Organisasi dengan model terbuka sangat mudah mendapatkan input atau masukan dari

lingkungan luar, sehingga organigasi akan dapat berubah dengan cepat. Organisasi juga dapat

mengenal inovasi, kreativitas, dan banyaknya dikresi serta pengambilam kebijakan yang

didasarkan pada keperluan pasar. Semakin matang organisasi akan semakin terbuka pula

terhadap lingkungan luar dan dalamnya. Perlakuan organisasi terhadap anggota organisasi

lebih mengedepankan sisi manusiawi, seperti dilakukannya pembinaan organisasi.

Pembinaan organisasi ditekankan kepada atribut-atribut penting dari individual atau yang

disebut dengan aktualisasi diri (Argyris, 1964). Adapun atribut-atribut tersebut sebagai

berikut:

1) Memiliki inisiatif sendiri.

2) Mandiri.

3) Kaya akan variasi dalam perilaku.

4) Memiliki kepentingan yang mendalam.

5) Memiliki perspektif waktu jangka panjang.


6) Memiliki aspirasi untuk status yang sama atau melebihi yang lain.

7) Berhati-hati pada diri sendiri.

Sedangkan prinsip penting untuk menghindari konflik dari aktualisasi diri adalah: Spesialiasi;

Rantai komando; Kesatuan arahan; Rentang kendali.

c. Model Sistem Sintesis/Campuran

Sistem ini merupakan sistem campuran antara sistem terbuka dan tertutup. Integrasi ke

dua model ini diasumsikan sebagai berikut:

a) Organisasi dan lingkungan dapat benar-benar berubah

b) Organisasi dan manusia di dalamnya sama-sama berusaha untuk hidup

c) Organisasi dan manusia di dalamnya dapat dan benar-benar belajar dari berbagai

kesalahan mereka.

Model ini berusaha untuk menawarkan berbagai strategi dalam pencapaian organisasi

agar dapat tercapai tujuan organisasi mesikpun menggunakan dua model sistem yang saling

bertolak belakang.

Tercapainya tujuan-tujuan tersebut perlu dilengkapi dengan:

a) Memiliki kemampuan dalam hal teknologi

b) Pengaruh lingkungan di mana organisasi berfungsi

c) Interaksi dan reaksi yang terjadi antara anggota terhadap sesamanya; anggota terhadap

teknologi; maupun anggota terhadap lingkungannya.

BAB II

ASAS-ASAS ORGANISASI
2.1. Hakekat Organisasi

Menurut James (Sarwoto, 1983), organisasi adalah sebuah segi formal daripada

administrasi sekaligus mesin daripada administrasi serta menjadi alat untuk perencanaan dan

pelaksana kebijakan. organisasi adalah sebuah frame work daripada setiap bentuk kerja sama

manusia untuk mencapai tujuan.

Sebagai alat administrasi, organisasi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:

1. Sebagai wadah kegiatan manajemen dijalankan. Setiap organisasi memiliki suatu pola dasar

struktur organisasi yang relatif permanen sifatnya. Tetapi dengan adanya perkembangan-

perkembangan; kompleksnya tugas-tugas; perubahan terhadap tujuan; adanya pergantian

pimpinan; beralihnya kegiatan dan sebagainya dapat menjadi faktor pendorong perubahan-

perubahan dalam struktur suatu organisasi. Sehingga organisasi sebagai bersifat statis.

2. Sebagai proses terjadinya interaksi antar orang-orang yang menjadi anggota organisasi.

Tinjauan atas organisasi sebagai proses memperhatikan dan menyoroti interaksi antar

anggota organisasi. Karena hal inilah organisasi sebagai proses jauh lebih dinamik daripada

organisasi sebagai wadah. Tinjauan terhadap organisasi sebagai proses memunculkan

pendapat adanya dua macam hubungan dalam organisasi, yaitu:

a. Hubungan formal. Hubungan formal nampak pada tata hubungan yang berupa susunan

tata kerja beserta segala tugas kewajiban daripada organisasi sesuai dengan yang telah

ditentukan secara resmi oleh pembentuk organisasi. Segi formal daripada organisasi

didasarkan atas hubungan yang rasional.

b. Hubungan informal. Hubungan informal nampak pada tingkah laku dan tindakan masing-

masing anggota dalam hubungan pribadi anggota, baik antara atasan dan bawahan

maupun hubungan pribadi anggota di tingkat bawah. Tata hubungan ini tidak dapat

ditetapkan sebelumnya oleh pembentuk organisasi. Apabila hendak ditetapkan dalam


bentuk diagram atau bagan, hubungan itu justru timbul dan terjadi di dalam bekerjanya

individu-individu sebagai individu-individu yang bekerja sama. Segi informal daripada

organisasi didasarkan atas hubungan yang irasional dan emosional, yaitu erat

hubungannya dengan perasaan, keinginan serta hasrat daripada masing-masing anggota.

Secara singkatnya, didasarkan pada tingkah laku pribadi.

2.2. Asas Organisasi

Dalam membahas organisasi, para ahli sering memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip

umum atau asas-asas daripada organisasi. Tapi sayangnya tidak pernah terdapat kesatuan

pendapat tentang apa prinsip-prinsip umum atau asas tersebut. inventarisasi asas-asas yang

dikemukakan berbagai ahli akan menjadi daftar yang berisi berpuluh bahkan beratus-beratus

asas.

James D. Money mengemukakan dua asas fundamental dari organisasi, yaitu:

1. Asas koordinasi.

Dengan adanya pengelompokan tugas-tugas sehubungan dibentuknya unit dalam

organisasi (biro, bagian, direktorat, seksi dll) maka ada kecenderungan timbulnya suatu

kekuatan yang memisahkan diri dari induk atau pusatnya. Masing-masing unit yang memiliki

tugas khusus dan keahlian tersebut cenderung untuk hanya memberikan perhatian terhadap

usaha unitnya masing-masing, sehingga cenderung untuk melupakan tujuan organisasi

keseluruhannya dalam lingkup yang luas. Oleh karena itulah, perlu adanya sebuah faktor lain

untuk mengembalikan kecenderungan memisahkan diri tersebut. Faktor lain ini disebut

koordinasi.

Menurut James D. Money, koordinasi yang merupakan suatu teknik dan cara untuk

mempersatukan berbagai kecakapan dan kepentingan serta memimpinnya ke arah suatu


tujuan yang sama. Ada tiga hal yang harus diperhatikan guna berjalannya koordinasi, yaitu:

authority (otoritas); mutual service (pelayanan Bersama); doktrin (ajaran).

Menurut William Newman, terdapat beberapa hal lain yang harus diperhatikan supaya

koordinasi dapat berjalan dengan baik, yaitu:

a. Menyederhanakan bentuk organisasi dengan tidak membentuk lebih banyak unit

melainkan memadatkan unit-unit yang sudah ada;

b. Adanya keselarasan antara rencana kerja dengan tujuan;

c. Adanya keteraturan pada prosedur kerja, metode kerja, hubungan antara atasan dan

bawahan maupun sebaliknya;

d. Adanya kehendak baik yang timbul untuk dikoordinir dengan memupuk rasa solidaritas;

e. Koordinasi dalam hal pengawasan hendaknya dilakukan secara efektif oleh pimpinan.

2. Asas Hirarki.

Hirarki merupakan sebuah rangkaian anak tangga dari pembatasan wewenang dan tugas

masing-masing anggota, tingkatan derajat tinggi rendah dari wewenang, tugas dan kewajiban

serta tanggung jawab. Fungsi dari hirarki ini sendiri adalah untuk merealisasi asas koordinasi.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam asas hirarki, yaitu: leadership

(kepemimpinan); delegasi kekuasaan (pelimpahan wewenang); penentuan serta pembatasan

tugas.

Menurut Warren Haynes dan Yoseph Massie, ada banyak asas yang dikemukakan

berbagai ahli. Namun di antaranya terdapat sejumlah kecil yang terkenal dan diterima oleh

banyak ahli lainnya, bahkan sudah merupakan bagian dari Bahasa manajemen. Di antara

asas-asas yang terkenal itu, Haynes dan Massie menekankan pada empat asas, yaitu:

1. Kesatuan komando.
Asas kesatuan terkenal dengan motto “tidak ada seorang pun yang dapat melayani dua

atasan sekaligus” (no man can serve two bosses). Meskipun demikian, dalam prakteknya

sering terjadi seorang anggota organisasi yang terpaksa mengabdi pada dua atasan atau

lebih. Dampak yang terjadi adalah adanya kemerosotan dalam produktivitas kerja. Hal ini

bisa saja terjadi apabila peraturan dalam organisasi sangat jelek.

2. Rentang kendali.

Dalam asas rentang kendali, dijelaskan bahwa dalam organisasi setidaknya harus

mempunyai batasan jumlah bawahan yang bisa ditempatkan di bawah pimpinan

dikarenakan pimpinan juga bisa memiliki keterbatasan dalam kemampuan. V. A.

Graicuma mengatakan bahwa jumlah maksimal bawahan yang bisa diawasi secara

langsung oleh pimpinan setidaknya berjumlah 5 atau 8 orang. Apabila berjumlah terlalu

banyak, pimpinan tidak akan mempunyai banyak waktu untuk mencurahkan perhatiannya

kesetiap bawahannya tersebut. Selain itu, kemungkinan besar waktunya juga akan habis

hanya untuk berhubungan langsung dengan bawahannya hingga tidak sempat

memperhatikan masalah-masalah kebijakan yang lebih penting.

Niles, berpendapat bahwa ruang lingkup dari asas ini tergantung pada beberapa faktor,

yaitu:

a. Perencanaan. Semakin jelas rencana kerja organisasi dan semakin tegasnya batasan

wewenang, tugas dan tanggung jawab setiap eksekutif, maka semakin banyak orang

yang dapat dikendalikan.

b. Jalinan hubungan di antara orang-orang dan pekerjaan yang harus dikendalikan.

Semakin banyak hubungan antara pekerja yang satu dengan yang lain, maka semakin

sedikit orang yang harus berada di bawah pimpinan seseorang.


c. Kualitas pekerja. Semakin tinggi kualitas masing-masing pimpinan dan bawahan,

maka rentang pengendalian dapat semakin diperlebar.

d. Corak pekerjaan. Semakin sederhana dan seragam sifat suatu pekerjaan, maka akan

semakin banyak orang yang dapat dikendalikan oleh seseorang.

e. Tradisi. Organisasi yang sudah lama berdiri akan mempunyai tradisi tertentu. Rentang

pengendalian ini dapat ditambahkan ke dalam organisasi. Sedangkan untuk organisasi

yang baru saja berdiri dan belum mempunyai cukup tradisi, rentang pengendalian

masih sukar untuk diperlebar.

3. Asas perkecualian.

Dalam asas ini menghendaki keputusan-keputusan yang harus diambil secara berulang

harus dianggap sebagai kegiatan rutin dan dilimpahkan kepada bawahan, sehingga atasan

memiliki lebih banyak waktu untuk memperhatikan masalah-masalah penting yang bersifat

pengecualian.

4. Asas skalar.

Asas skalar dijelaskan dalam setiap usaha bersama harus selalu terdapat hirarki dalam

hubungan atasan dan bawahan. Hirarki ini sendiri sangat umum berada di dalam organisasi

bahkan di dalam organisasi demokratis sekalipun. Tetapi tidak menutup kemungkinan, ada

sekelompok kecil dari organisasi yang saling bertemu untuk berekreasi ataupun mengobrol

dapat menghindari keperluan adanya struktur vertikal yang hirarkis.

Selain keempat asas di atas, terdapat beberapa asas lainnya yang terkenal, yaitu:

a. Asas tujuan. Setiap bagian harus merupakan manisfestasi sebuah sub tujuan tertentu yang

selasar dengan keseluruhan tujuan organisasi;


b. Asas kewenangan dan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan

harus disertai dengan wewenang untuk mengawasi dan mengendalikan sarana/alat-alat

untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;

c. Asas kewenangan tertinggi. Tanggung jawab atasan terhadap kegiatan bawahan adalah

hal mutlak;

d. Asas penugasan. Tugas setiap orang dalam organisasi harus dibatasi supaya hanya

melaksanakan fungsi utama tertentu.

e. Asas kejelasan. Tugas, wewenang, pertanggungjawaban dan tata hubungan dalam

organisasi harus ditetapkan terlebih dulu secara jelas dan tertulis;

f. Asas homogenitas. Setiap unit organisasi hanya dapat dibebani tugas yang mengandung

kegiatan-kegiatan yang sejenis (homogen);

g. Asas efektivitas organisasi. Kriteria baik buruknya organisasi pada hakekatnya terletak

pada kemmapuan dan kelancarannya dalam mencapai tujuan organisasi;

h. Asas organisasi adalah ilmu, sedangkan praktek organisasi adalah seni;

i. Seorang anggota yang melimpahkan kewenangannya, tidak berarti melepaskan tanggung

jawabnya;

j. Jumlah tingkat delegasi pertanggungjawaban harus sedikit mungkin, sehingga menjadi

cukup praktis;

k. Suatu tanggung jawab tertentu dapat diselenggarakan dengan lebih baik oleh seorang

anggota daripada oleh dua orang atau lebih.

2.3. Fungsi-fungsi dalam Organisasi

Organisasi adalah alat untuk mencapai suatu tujuan, tujuan ini sifatnya bermacam-

macam. Karena beraneka macamnya tujuan itu, maka beraneka macam pula bentuk dan susunan
sebuah organisasi. Seorang administrator sebagai policy dan decision maker organisasi perlu

melakukan penyesuaian bentuk dan susunan organisasi yang dipimpinnya dengan perkembangan

tujuan serta penambahan tugas pokok yang harus dipikul oleh organisasi.

Perkembangan organisasi dapat bergerak vertikal maupun horizontal. Pengembangan

vertikal berarti adanya penambahan unit-unit organisasi baru vertikal ke bawah. Hal ini juga

berarti adanya penambahan tingkat-tingkat skalar atau hirarki vertikal. Sedangkan

pengembangan horizontal berarti penambahan unit-unit fungsional baru ke samping yang berarti

pula bertambahnya bidang-bidang yang harus dipikirkan oleh para anggota organisasi.

Berikut beberapa fungsi organisasi menurut beberapa ahli:

1. George R. Terry

Terry memandang ragam fungsi dalam organisasi dari segi otoritasnya. Dari sudut pandang

ini, Terry membedakan adanya dua macam otoritas dalam organisasi, yaitu:

a. Otoritas garis (line authority);

b. Otoritas staf (staff authority).

Di dalam otoritas staf, terdapat dua kategori yang luas, yaitu: Pertama, staf spesialis. Staf

spesialis terdiri dari empat macam, yaitu: staf penasihat (advisory staff); staf penyelenggara

jasa (service staff); staf pengawasan (control staff); staf fungsional (fungtional staff). Kedua,

staf personal. Staf personal terdiri dari: staf umum (general staff); asisten staf umum

(assistant to the general staff).

2. Leonard White mengemukakan adanya tiga macam fungsi dalam organisasi, yaitu:

a. Fungsi lini. Fungsi lini merupakan fungsi yang erat hubungannya dengan pelaksanaan

tugas pokok organisasi yaitu langsung memberikan jasa kepada masyarakat atau langsung

mengatur tata kehidupan masyarakat dalam suatu bidang. Pejabat-pejabat yang berfungsi
pada lini ini adalah manajer tingkat atas, menengah dan bawah dalam unit administratif.

Untuk dapat melaksanakan tugasnya, pemegang jabatan diberikan kewenangan resmi

(surat keputusan berdasarkan peraturan-peraturan dll) dan kemudian diberi beberapa

kewenangan yang dilimpahkan dari atas ke bawah. Menurut William Newman wewenang

pejabat ini adalah:

1) Membuat keputusan (decision making);

2) Bertanggung jawab (responsibility);

3) Menafsirkan kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh atasan dan menggariskan

ketentuan-ketentuan penyelenggaraan kebijaksanaan tersebut dalam wilayah

kekuasaannya;

4) Membuat perencanaan (planning);

5) Mengusahakan agar tetap tercapainya efisiensi yang tinggi dalam usaha kerja sama.
b. Fungsi auxiliary (pelayanan). Fungsi auxiliary adalah fungsi memberikan bantuan

terhadap pejabat lini, bantuan yang dimaksud dapat berwujud: pembiayaan; tenaga

pegawai; perlengkapan. Auxiliary staff tidak berwenang memberikan perintah-perintah

atas wewenang sendiri. Perintah-perintah yang diberikan adalah atas nama pejabat ini.

c. Fungsi staf. Seorang staf adalah unsur penasihat bagi seorang pejabat tinggi, tapi tanpa

kewenangan operasional. Fungsi staf dalam kalangan militer adalah merencanakan,

menasihati, membantu pejabat komandan dalam pengamatan tetapi tanpa wewenang

untuk memerintahkan suatu pelaksanaan operasi. Fungsi staf di kalangan nonmiliter

adalah parallel dengan kalangan militer, yaitu menelaah problem administrasi,

merencanakan, menasihati, mengamati, tetapi tidak ada wewenang untuk langsung

memimpin pelaksanaan tugas.


BAB III

PERILAKU DAN STRUKTUR ORGANISASI

3.1. Perilaku Organisasi

Perilaku organisasi adalah studi tentang apa yang selalu (kebiasaan) dilakukan orang-

orang dalam organisasi dan bagaimana perilaku tersebut menciptakan budaya organisasi. Dengan

demikian dimensi-dimensi yang biasanya dikaji dalam perilaku organisasi antara lain; dimensi

individu, kelompok, motivasi, perilaku pimpinan (leadership), komunikasi antar-peribadi,

pengaruh struktur dan proses kelompok, pengembangan sikap dan persepsi, proses perubahan,

konflik, desain pekerjaan, dan stress kerja.

Oleh karena di dalam organisasi terdapat orang-orang yang saling bekerjasama, maka

secara otomatis organisasi tidak dapat dipisahkan dengan “perilaku” orang-orang yang

melakukan aktivitas di dalam organisasi dimana mereka mencapai tujuannya.

Teori perilaku menurut Skinner (Luthan, 1985:19) mengungkapkan pentingnya

memahami hubungan antara rangsangan (stimulus) dengan tanggapan (respon) dalam memahami

aktivitas yang dilakukan individu. Teori ini memiliki alat analisis dalam memahami suatu

peristiw yang mencermati tindakan perilaku utama (actor) serta menuntun peramalan dan

pengendalian terhadap peristiwa yang akan terjadi.

Organisasi masyarakat merupakan kerangka yang di dalamnya terdapat tindakan social

yang tidak hanya ditentukan oleh kelakuan individu. Setiap organisasi berusaha untuk mampu

meramalkan perilaku dan prestasi karyawannya (pengurusnya) sebagai tujuan manajemen

organisasi sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, Blumer (Rotzer, 1985:50).
Menurut Thoha (2002, 29) manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang

amat penting, merupakan salah satu factor dan pendukung organisasi. Perilaku organisasi

hakekatnya adalah hasil-hasil interaksi antara individu-individu dalam organisasinya. Dapat pula

dikatakan bahwa perilaku organisasi adalah suatu studi yang mempelajari aspek-aspek tingkah

laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Perilaku organisasi meliputi

aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula yang

ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi (Duncan, 1981).

Nadler (1979) berpendapat bahwa organisasi merupakan lingkungan individu dengan

karakteristiknya yang antara lain;

(1) Keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki,

(2) Pekerjaan

(3) Tugas-tugas

(4) Wewenang dan tanggung jawab

(5) System penggajian (reward system), dan

(6) System pengendalian

Bila karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi, maka terwujudlah

perilaku individu dalam organisasi. Maka “perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara

seseorang individu dengan lingkungan” yang selanjutnya dirumuskan oleh Thoha (2002:30)

sebagai berikut:
P=F(I+L)

Keterangan:

P = Perilaku

F = Fungsi

I = Individu

L = Lingkungan

Hal diatas dapat dikatakan bahwa seorang individu dengan lingkungannya menentukan

perilaku keduanya secara langsung. Individu dan lingkungannya mempunyai sifat-sifat khusus

atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik ini berinteraksi maka akan menimbulkan

perilaku individu dalam organisasi. Karakteristik tersebut menurut Thoha (2002) sebagai berikut:

a. Karakteristik individu

 Kemampuan

 Kepercayaan

 Pengalaman

 Pengharapan

b. Karakteristik organisasi

 Hirarki

 Tugas

 Wewenang

 Tanggung jawab

 System reward
 System control

Winardi (1992, 36) mengungkapkan bahwa ada 3 kelompok variable yang secara

langsung mempengaruhi perilaku individu, yaitu:

1) Variabel individual

2) Keorganisasian, dan

3) Psikologikal.

Variable-variabel keorganisasian itu membentuk perilaku organisasi pada diri individu

yang berpredikat sebagai anggota dan pengurus/karyawan dalam suatu organisasi. Walaupun

mereka mempunyai perilaku individu, namun di dalam organisasi mereka menyesuaikan diri

dengan peraturan yang berlaku dalam organisasi tersebut. oleh sebab itu perilaku muncul

merupakan perilaku organisasi.

Berdasarkan konsep perilaku yang telah disampaikan oleh beberapa ahli diatas, dapat

diuraikan karakteristik individu dan organisasi dibawah ini:

3.2. Karakter Individu

a. Kompetensi. Agar organisasi mudah mencapai tujuannya, maka diperlukan kompetensi

pemimpin dan karyawan/staff. Menurut Wibowo (2011), semakin banyak kompetensi

dipertimbangkan dalam proses rekrutmen SDM, semakin meningkat budaya organisasi.

Kompetensi adalah suatu kemampuan (skill & knowledge) untuk melaksanakan atau

melakukan aktivitas/pekerjaan/tugas. Kompetensi juga merupakan karakteristik individu

yang mendasari kinerja atau perilaku di dalam organisasi. Adapun yang menjadi

karakteristik kompetensi:

a) Motif adalah penyebab bertidak, mendorong, dan mengarahkan seseorang untuk

mencapai tujuannya.
b) Sifat adalah karakter fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi.

c) Konsep diri adalah sikap, nilai, citra diri, dan percaya diri.

d) Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks dan specific information yang

dimiliki seseorang.

e) Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan.

Sedangkan yang menjadi tipe dari kompetensi itu sendiri menurut Wibowo adalah:

1. Planning competency adalah kemampuan Menyusun rrencana (menetapkan visi, misi

dan strategi).

2. Influence competency adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk

melakukan suesuatu/pekerjaan.

3. Communication competency dalam bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan

orang lain, komunikasii tertulis dan nonverbal.

4. Interpersonal competency adalah kemampuan berepati, membangun konsesus

networking, persuasi negosiasi diplomasi manajemen konflik, menghargai orang lain

dan menjadi team player.

5. Thinking competency adalah kemampuan berpikir strategis, berpikir analitis,

berkomitmin terhadap tindakan, kemampuan kognitif, mengidentifikasi mata rantai

dan membangkitkan gagasan kreatif.

6. Organizational competency adalah kemampuan mengorganisasikan pekerjaan/tugas,

sumber daya, waktu dan tempat, mengukur kemajuan, dan risiko.

7. Human resources management competency adalah kemampuan building, mendorong

partisipasi, mengembangkan bakat, umpan balik kinerja, dan menghargai

keberagaman.
8. Leadership competency adalah kemampuan kepemimpinan

mempengaruhi/mengarahkan, memposisikan diri, pengembangan organisasional,

mengelola transisi, orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan,

dan adaptasi dengan perubahan.

9. Cilent service competency adalah kemampuan mengidentifikasi dan menganalisis

pelanggan, orientasi pelayanan dan pengiriman, bekerja dengan pelanggan, tindak

lanjut dengan pelanggan, membangun partiship dan berkomitmen terhadap kualitas.

10. Business competency adalah kemampuan manajemen finansial, keterampilan

pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam system, menggunakan ketajaman

bisnis, membuat keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan.

11. Self management competency adalah kemampuan memotivasi diri, bertindak dengan

percaya diri, mengelola pembelajaran diri, mendemonstrasikan fleksibilitas dan

berinisiatif.

12. Technical/operational competency adalah kemampuan teknis dalam mengerjakan

tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer, menggunakan peralatan lain,

mendemostrasikan keahlian teknsi dan profesional, dan membiasakan bekerja dengan

data dan angka.

Kompetensi yang dimiliki oleh setiap orang dalam organisasi juga memiliki

tingkatan. Spencer (993) membagi tiga tingkatan kompetensi, yaitu:

1. Behavioral Tools

 Knowleage (pengetahuan/kemampuan kognitif)

 Skill (Keterampilam/kemampuan psikomotorik)

2. Image Attribute
 Social role (pola perilaku orang dalam kelompok social atau organisasi,

misalnya menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi agen perubahan atau

menolak perubahan).

 Self image (pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas, keperibadian

dan harga dirinya).

3. Personal Characteristic (karakter pribadi)

 Traits (tipikal berperilaku atau menjadi pendengar yang baik)

 Motive (termotivasi untuk berprestasi, analisis, dan kekuasaan)

b. Motivasi. Motivasi adalah energi yang mengerakan individu untuk berusaha mencapai

tujuan yang diharapkan. Menurut Amstrong (1999:57) motivasi bersumber dari dua

dimensi yaitu: Extrinsic atau motivasi buatan (sesuatu yang dilakukan untuk memotivasi

individu); dan intrinsic atau motivasi hakiki (dorongan dari dalam diri individu).

Disamping itu, usman (2009) menjelaskan bahwa motivasi adalah proses psikis yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat bersumber dari dorongan

diri maupun dari luar diri seseorang.

Kaitanya dengan motivasi karyawan dalam organisasi, seorang pemimpin berhadapan

dengan persoalan yang dapat mempengaruhi setiap karyawan dalam bekerja, yaitu

kemauan dan kemampuan. Motivasi seseorang dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh

beberapa factor, yaitu: (Yunus:2007:45)

1) Rasa Aman

2) Kesempatan untuk maju (naik tingkat, memperoleh jabatan dan keahlian.

3) Tipe pekerjaan (sesuai latar belakang Pendidikan, pengalaman, bakat dan minat

karyawan).
4) Reputasi organisasi/perusahaan (memberikan kebanggaan bila bekerja pada

organisasi/perusahaan tersebut).

5) Rekan kerja (sepaham dan dapat bekerja sama).

6) Upah (layak)

7) Pemimpin (hubungan baik dengan bawahannya, mengenal bawahannya, dan

mempertimbangkan pendapat bawahannya).

8) Jam kerja (teratur)

9) Kondisi kerja (kebersihan, suhu yang baik, ada ventilasi, tidak rebut dan bau).

10) Fasilitas (kesempatan cuti, jaminan Kesehatan, pengobatan, dll).

Adapun yang menjadi pola pada motivasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini, menurut

Newstrom dan Devis (1997):

Tabel 3.1. Pola Motivasi


Pola Motivasi Keterangan
Prestasi Dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk
maju, berkembang, mendapatkan yang
terbaik, dan menuju pada kesempurnaan.
Afiliasi Dorongan untuk berhubungan dengan orang
lain secara efisien atas dasar social agar
mendapatkan jaringan social atau teman
sebanyak-banyaknya.
Kompetensi Dorongan untuk meningkatkan kualitas
kinerja, keunggulan, kinerja, keterampilan
memecahkan masalah, dan berinovasi.
Kekuasaan Dorongan untuk mempengaruhi orang dan
situasi.
Sumber: Nowstrom dan Davis (1997)
Dan yang menjadi Teknik dalam memotivasi orang dalam organisasi dapat dilihat

dengan prinsip MOTIVATE menurut Verma (1996), yaitu:

M = Manifest (manifestasi pendelegasian tugas)

O = Open (sikap terbuka dalam mendelegasikan tugas)

T = Tolerance (toleransi terhadap kegagalan)


I = Involve (melibatkan dalam aktivitas)

V = Value (sampaikan sesuatu yang bernilai)

A = Align (jaga keseimbangan antara tujuan pekerjaan dengan individu)

T = Trust (jaga kejujuran pada setiap anggota tim)

E = Empower (berdayakan setiap anggota dalam organisasi)

Selain hal tersebut diatas, Usman (2099) juga menawarkan beberapa Teknik yang

sebaiknya dilakukan dalam memotivasi seseorang dalam organisasi, sebagai berikut:

1) Berpikran dan memberikan dorongan positif (sebelum mengkritik kinerja seseorang,

dahului dengan dorongan atau sanjungan. Jangan mengkritik kinerja orang lain kalau

kita sendiri tidak mampu memberi contoh kinerja yang baik.

2) Menciptakan perubahan (dengan kalimat; “Saya juga bisa” dapat membuat perubahan

dan membantu meningkatkan motivasi berprestasi).

3) Membangun harga diri (berikan apresiasi/penghargaan atas kelebihan orang lain,

misalnya dengan mengucapkan kalimat:” saya mengharapkan bantuan anda” atau

“saya mengharapkan kehadiran anda” serta berilah mereka kesempatan untuk

bertanggungjawab, beri wewenang, serta kebebasan untuk berpendapat).

4) Memantapkan pelaksanaan (ungkapkan cara yang benar, tindakan yang dapat

membantu, dan hargai dengan tulus).

5) Membangkitkan orang lemah menjadi kuat (buktikan bahwa mereka dapat berhasil,

dan nyatakan bahwa anda akan membantu yang mereka butu, binalah keberanian,

kerja keras, dan bersedia belajar dari orang lain).

6) Membasmi sikap suka menunda-nunda pekerjaan.


c. Kepemimpinan (leadership). Organisasi sangat membutuhkan peranan seorang

pemimpin oleh karena pemimpin memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam

mencapai tujuan organisasi. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus memiliki

kompetensi atau pengetahuan (manajerial dan strategi) yang lebih, berperilaku yang baik,

mampu mempengaruhi atau mengarahkan orang lain, harus mengambil keputusan,

bertanggungjawab, baik dalam penyampaian ide, bijak, mengayomi, dan memberi

motivasi. Mampu melakukan pendekatan personal (human relation) dengan bawahannya.

Menurut Djatmiko (2003) ada beberapa syarat yang seharusnya dimiliki oleh setiap

pemimpin, yaitu:

1) Memiliki wawasan yang holistic, integral, dan komperhensif

2) Merespon perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3) Inklusif (punya rasa ingin tahu dan mampu mengidentifikasi lingkungan internal dan

eksternal organisasi

4) Kemampuan analitik

5) Daya ingat yang kuat

6) Kapasitas integrative (memahami seluruh kepentingan organisasi dan tidak terbatas

pada kepentingan satuan kerja)

7) Komunikatif (secara vertical maupun horizontal

8) Mendidik (memberikan bimbingan dan pengarahan)

9) Rasionalitas (situasional dan rasional)

10) Objektif

11) Pragmatisme (sikap idealistik dan memiliki idealism)

12) Kemampuan menentukan skala prioritas


13) Kemampuan membedakan yang urgen

14) Secara naluriah dapat menentukan kapan bertindak dan kapan tidak

15) Rasa kohesi (menjaga dan memelihara keutuhan kelompok)

16) Naluri relevansi (mampu mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan langsung

atau tidak langsung dengan usaha pencapaian tujuan organisasi)

17) Teladan

18) Menjadi pendengar yang baik

19) Adaptabilitas

20) Fleksibilitas

21) Tegas

22) Orientasi masa depan, dan

23) Antisipatif.

Ada beberapa pendekatan dalam teori kepemimpinan, yaitu :

(1) Pendekatan keturunan (hereditary approach), bahwa pemimpin dilahirkan bukan

dibentuk. Hal tersebut berarti bahwa seseorang hanya dianggap pemimpin apabila

orang tuannya adalah seorang pemimpin (raja) atau dapat dikatakan bahwa seseorang

bukanlah pemimpin apabila orang tuanya bukan seorang pemimpin (raja). Oleh sebab

itu, dalam sejarah kerajaan kepemimpinan diwariskan oleh bapak (raja) kepada

anaknya.

(2) Pendekatan sifat (traits approach), pendekatan sifat mengacu pada pemimpin yang

memiliki sifat atau karakter yang merupakan ciri tertentu, misalnya seperti; energi,

intuisi, daya imajinasi, daya ramal dan kekuatan mempengaruhi orang lain dan jarang

dimiliki oleh orang lain (Yulk, 1994).


Tabel 3.2. Sifat dan keterampilan pemimpin sukses
SIFAT KETERAMPILAN
1. Situasional 1. Pintar
2. Ambisi berprestasi 2. Konseptualis
3. Tegas 3. Kreatif
4. Kerjasama 4. Diplomatis
5. Jujur 5. Bijak
6. Mampu mempengaruhi orang lain 6. Fasih berbicara
7. Fisik yang baik 7. Mampu mengelola administrasi
8. Tekun 8. Mampu membujuk
9. Tidak temperamental 9. Mampu bergaul
10. Bertanggungjawab
Sumber: Yulk, 1994
Tabel 3.3. Leadership dan Nonleadership
LEADERSHIP NONLEADERSHIP
1. Inspires the employee 1. Drives the employee
2. Accomplishes work and develops 2. Accomplishes work at expence of
the employee employee
3. Uses positif approach:” we will 3. Uses negative approach: “never
work it out together. What do you mind what do you think, do it my
suggest?” way”
4. Coaches the employee-shows him 4. Instills fear in employee by threats
how to do this job and coercion
5. Says:” we” 5. Says: “T”
6. Assumes obligations 6. Passes the buck
7. Fixes the breakdown for loss in 7. Fixes the blame on others for loss in
production or sales. production or sales.
Sumber: George R. Terry

(3) Pendekatan perilaku (behavior approach). Mengambarkan bahwa keberhasilan atau

kegagalan seorang pemimpin dapat dipengaruhi oleh perilakunya. Perilaku pemimpin

diimplementasikan dalam melakukan kegiatan (mengarahkan/mempengaruhi,

mengambil keputusan, komunikatif, memberi semangat, membimbing dan

menegakan disiplin).

(4) Pendekatan gaya (stylistic approach). Menurut Rivai (2003), gaya kepemimpinan

dapat digunakan untuk mengidentifikasikan tipe-tipe pemimpin selanutnya Rivai

menjelaskan bahwa ada lima tipe kepemimpinan, diantaranya:

a. Tipe Otokratik/Otoriter. Menempatkan kekuasaan ditangan pemimpin (penguasa

tunggal). Posisi bawahannya hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan

bahkan pelaksanaan apa yang diinginkan pemimpin. Pemimpin memandang

dirinya tidak memiliki kelemahan dan kekurangan. Potensi yang dimiliki

bawahannya dianggap rendah, sehingga mereka dipandang tidak mampu berbuat

apa-apa. Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin yang memiliki tipe

otokratik atau otoriter tidak melibatkan orang lain atau bawahan melainkan
bertindak sendiri. Bawahnya hanya diharapkan melakukan keputusan yang telah

diambil oleh pemimpinnya. Dalam berkomunikasi atau menjalin hubungan

dengan bawahannya, pemimpin dengan tipe otokratik atau otoriter menggunakan

pendekatan formal sesuai dengan jabatan dan perannya. Menempatkan dirinya

pada orientasi kekuasaan dan tidak menempatkan dirinya pada orientasi rasional

serta mengabaikan rasa kemanusiaan.

b. Tipe Paternalistik. Bahwa pemimpin dengan tipe ini, menjalankan perannya

sebagai berikut: 1) Mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan bawahannya;

2) Hubungan dengan bawahannya diposisikan dalam hubungan antara bapak dan

anak; 3) Memperhatikan pemenuhan kebutuhan fisik bawahannya dengan maksud

agar bawahannya melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Tipe

kepemimpinan ini berorientasi pada penyelesaian tugas serta memelihara

komunikasi dan hubungan baik dengan bawahannya.

c. Tipe Kharismatik. Selalu menjaga keseimbangan antara pelaksanaan tugas dengan

komunikasi atau hubungan baik dengan bawahannya. Komunikasi atau hubungan

antara pemimpin dengan bawahannya berorinetasi rasional dan bukan berorientasi

kekuasaan.

d. Tipe Laissez Faire. Mengutamakan orientasi hubungan daro pada penyelesaian

tugas. Pengutamaan orientasi hubungan oleh pemimpin yang bertipe laissez faire

berpendapat bahwa apabila hubungan antara pemimpin dengan bawahannya

terjalin dengan harmonis, maka bawahannya termotivasi menyelesaikan tugas

dengan penuh rasa tanggungjawab.


e. Tipe Demokratik. Menempatkan bawahan sebagai factor utama dan terpenting.

Seorang pemimpin menempatkan bawahannya sebagai subjek yang memiliki

keinginan, kebutuhan, kemampuan, pendapat, kreativitas, dan inisiatif yang

berbeda-beda dan harus dihormati serta mengindikasikan kepemimpinan yang

aktif, dinamik, dan terarah.

3.3. Karakter Organisasi

Ada beberapa factor yang turut mempengaruhi kinerja organisasi atau yang disebut

Thoha sebagai karakteristik organisasi, yaitu: hirarki, tugas, wewenang, tanggungjawab,

system reward, dan system control. Selain beberapa factor tersebut, terdapat dua factor utama

yang mempengaruhi karakter organisasi atau kinerja organisasi, yaitu:

1.) Kinerja.

Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu atau

sekelompok di dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang

berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah

ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi.

Untuk menilai kinerja individu dalam organisasi, Ravianto (1986) menetapkan

beberapa kriteria yaitu: kompetensi individu tentang pekerjaan, kemampuan individu

dalam membuat perencanaan dan jadwal pekerjaannya, pengetahuan individu tentang

standar mutu pekerjaan, produktivitas individu (kualitas dan kuantitas kinerja),

kompetensi teknis atau pekerjaannya, ketergantungan kepada orang lain, kemampuan

berkomunikasi, kemampuan kerjasama, kedisiplinan dan kemampuan menyampaikan

gagasannya dalam rapat, kemampuan mengelola pekerjaan serta kepemimpinan.


Ada lima indikator dalam menilai kinerja individu dalam organisasi menurut Mondy,

et. Al (1996), yaitu: 1) Time standards; 2) Productivity standards; 3) Cost standards; 4)

Quality standars; 5) Behavioral standards. Sedangkan menurut Furtwengler (Mondy,

1996), ada 11 (sebelas) indikator dalam menilai kinerja individu dalam organisasi, yaitu;

1) cepat dalam menyelesaikan pekerjaan, 2) kualitas kerja, 3) kualitas layanan, 4) nilai

pekerjaan, 5) keterampilan interpersonal, 6) keinginan untuk sukses, 7) keterbukaan, 8)

kreativitas, 9) keterampilan berkomunikasi, 10) inisiatif, dan 11) memiliki perencanaan.

Selanjutnya dalam menilai kualitas kinerja organisasi atau dalam mengukur kualitas

jasa yang diberikan oleh organisasi, Zeithami et. At. (1990) menentukan 5 (lima)

indikator pelayanan atau kualitas kinerja, yaitu: 1) reliability (pelayanan harus sesuai

dengan yang ditawarkan), 2) responsiveness (kesiapan/cepat dan tanggap dalam

memberikan pelayanan), 3) assurance (kompetensi individu, ramah, sopan, dan perhatian,

terampil, rasa aman), 4) emphaty (kemudahan untuk menghubungi organisasi,

komunikatif, dan memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya, dan 5) tangibles

(fasilitas fisik, kebersihan, keterampilan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan

komunikasi dan penampilan).

Selain beberapa indikator kinerja seperti yang telah diuraikan di atas, juga ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas kinerja individua tau

organisasi. Syamsuddin (2006) menemukan 3 (tiga) factor yang dapat mempengaruhi

kinerja individu, yaitu: keterampilan, pengalaman, dan kesanggupan. Pasolong (2008)

menemukan 8 (delapan) factor yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi,

yaitu: kompetensi, kemauan, energi, teknologi, kepemimpinan, kompensasi, kejelasan

tujuan dan keamanan.


Disisi lain, ada juga beberapa dimensi yang juga berpengaruh terhadap kinerja, yaitu

dimensi: a) individual (kemampuan, motivasi, dan latar belakang Pendidikan), b)

psikologis (attitude dan personality) dan c) organisasi (kepemimpinan, reward, dan

pembagian peran).

Untuk mengukur kinerja individu, Torrington and Hall dalam (Bachri, 2007),

menemukan 6 variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja, yaitu: a) commitment

yang terdiri dari attitudinal commitment (loyalitas untuk mendukung organisasi, kekuatan

organisasi, kepercayaan terhadap nilai dan tujuan serta perhatian pada organisasi)

behavioral commitment (upaya mencapai tujuan organisasi), dan b) empowerment

(tanggungjawab dan fasilitas), c) kepemimpinan, d) budaya, e) flexibility (keeratan

hubungan antara individu dalam organisasi, dan f) proses pembelajaran sebagai cara

dalam meningkatkan kapabilitas individu.

Selain keenam variable yang dapat digunakan untuk mengukur pengaruh terhadap

kinerja individu dalam organisasi, Mitcell (Bachri, 2007) juga menemukan 7 (tujuh)

variable, yaitu: a) kualitas kerja, b) kecakapan, c) ketanggapan, d) kecepatan, e) inisiatif,

f) kemampuan dan g) komunikasi. Disamping itu Gomes dan Larsen (2002)

mengungkapkan 6 (enam) variable yang turut berpengaruh terhadap kinerja, yaitu:

(pengetahuan, b) keterampilan, c) perilaku, d) motivasi, e) kecakapan dan f) masa kerja.

Davis dan Newstrom (1996) merumuskan kinerja, yaitu:

E+A=P
E = Effort
A = Ability
P = Performance
Bahwa kinerja individu akan buruk apabila memiliki kompetensi yang rendah. Dari

rumus tersebut, juga dapat dikatakan bahwa kinerja ditentukan oleh kualitas usaha

(effort) dan kompetensi (ability).

Robbins (2003) berpendapat bahwa kinerja menghadirkan fungsi dan kemampuan

(ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity) dalam. Dengan demikian

kinerja ditentukan kinerja ditentukan atau dipengaruhi oleh factor-faktor kemampuan,

motivasi dan kesempatan selanjutnya pendapat Robbins tentang kinerja tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut:

A+M+O=P
A = Ability
M = Motivation
O = Opportunity

Bahwa kinerja tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kepuasan kerja, imbalan,

keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Demikian pula Gibson et. Al (1996)

melalui pendekatan model partner lawyer, mengungkapkan bahwa kinerja individu

dipengaruhi oleh 6 (enam) factor, yaitu: a) harapan imbalan, b) dorongan, c) kemampuan,

d) persepsi terhadap tugas, e) lingkungan eksternal dan internal, dan f) persepsi terhadap

imbalan dan kepuasan kerja.

2.) Konflik Organisasi

Konflik organisasi dapat disebabkan oleh adanya kompetensi, perbedaan,

pertentangan, klass, dan perselisihan. Oleh sebab itu, konflik merupakan masalah yang

dapat dikatakan serius atau sebaliknya (tidak serius) dalam setiap organisasi. Konflik

akan menjadi masalah serius apabila berdampak negative (dysfunctional) terhadap

kinerja organisasi. Sebaliknya, konflik juga akan dapat memberi dampak positif
(functional) terhadap kinerja organisasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa konflik juga

dibutuhkan untuk lebih mengefektifkan kinerja individu atau kelompok dalam organisasi.

Terjadinya konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh factor internal dan

eksternal, yaitu:

a. Faktor internal : 1. Perbedaan tujuan dan kebutuhan; 2. Ambisi pribadi; 3. Miss-

komunikasi; 4. Tidak saling percaya; 5. Ketidakpuasan; 6. Kondisi struktur; 7.

Kepemimpinan; 8. Interaksi personal

b. Faktor internal : 1. Kompetensi; 2. Kebijakan pemerintah; 3. Kepentingan politik.

Dalam penyelesaian suatu konflik yang terjadi, negosiasi merupakan salah satu cara

untuk mengatasinya. Negosiasi merupakan proses tawar-menawar melalui perundingan

yang dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan Bersama antara satu pihak (organisasi)

dengan pihak (organisasi) yang lain. Negosiasi juga merupakan penyesuaian sengketa

secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa, Rivai (2003).

Rivai (2003) mengidentifikasikan factor-faktor yang mengakibatkan konflik dalam

organisasi, yaitu:

a. Saling ketergantungan kerja

Konflik mudah terjadi apabila terjadi saling ketergantungan kerja. Hal ini terjadi bila

dua atau lebih indiividu memiliki tugas/pekerjaan yang saling ketergantungan dalam

menyelesaikan tugas/pekerjaannya.

b. Perbedaan tujuan dan persepsi

Apabila setiap kelompok memiliki tujuan yang berbeda, maka konflik akan terjadi.

Konflik yang diakibatkan dengan hal ini nerdampak disfungsi bagi organisasi.
Perbedaan tujuan dapat disertai oleh perbedaan-perbedaan persepsi (tidak setuju atas

apa yang sebenarnya dari realitas).

c. Meningkatkan spesialisasi

Meningkatkan kegigihan, spesialisasi, dan kerumitan pada organisasi dapat

mengakibatkan konflik manajemen lini dan staf.

Solusi konflik adalah cara yang dilakukan atau jalan keluar yang ditempuh dalam

memecahkan masalah. Musyawarah merupakan salah satu cara atau jalan keluar yang

dapat dilakukan dalam mengatasi konflik dalam organisasi.

Memilih solusi konflik yang tepat sangat tergantung pada situasi factor internal dan

atau situasi factor eksternal. Rivai (2003) mengidentifikasikan beberapa Teknik dalam

mengatasi konflik, sebagai berikut:

1) Superordinat. Tidak akan dicapai tanpa kerja sama antar individua tau beberapa

orang. Oleh sebab itu, dalam mengatasi konflik strategi ini mengutamakan Kerjasama

antar individua tau beberapa anggota.

2) Penambahan sumber daya. Meningkatkan sumber daya adalah salah satu strategi yang

potensial untuk mengatasi konflik.

3) Bersama memecahkan masalah. Mengidentifikasi penyebab konflik dan selanjutnya

diselesaikan melalui pembahasan/diskusi Bersama secara terbuka (kelompok yang

berkonflik berdebat terbuka).

4) Naik banding. Meneruskan penyelesaian konflik kepada pemimpin setingkat lebih

tinggi, dimaksudkan memberi perlindungan agar penyelesaian konflik tersebut

terlegitimasi atau terhindar dari mudah berubahnya pikiran karena keberpihakan.


5) Redesain struktur organisasi. Melalui pendekatan redesain tugas pokok dan fungsi

staf yang berkonflik, mereposisi, dan atau menempatkan coordinator atau

penghubung agar tetap menjaga komunikasi ai antara mereka.

6) Pendekatan kekuasaan. Berorientasi pada hasil dan tidak pada proses.

7) Kepentingan Bersama. Pemimpin mengutarakan kepentingan Bersama dan atau tidak

menonjolkan perbedaan-perbedaannya diantara mereka yang berkonflik untuk

mencapai tujuan organisasi.

8) Kompromi. Salah satu di antara yang berkonflik harus berkorban sebagai konsesi.

Mengatasi konflik juga dapat dilakukan melalui stimulasi. Stimulasi dapat dilakukan

melalui komunikasi (proses penyampaian informasi). Komunikasi dimaksudkan untuk

mempengaruhi atau mencairkan suasana. Selain komunikasi, dengan mereformasi

struktur organisasi, diyakini juga dapat menyelesaikan konflik.


BAB IV

MANAJEMEN

4.1. Konsep Dasar

Untuk dapat memahami manajemen dengan benar, diperlukan adanya penyamaan

persepsi tentang pengertian manajemen, fungsi manajemen, peran manajemen, keterampilan

manajemen, hierarki manajemen, dan tantangan yang dihadapi manajemen.

Terlebih lagi dengan telah berkembangnya berbagai macam ragam manajemen

memerlukan pemahaman yang lebih mendalam oleh segenap sumber daya manusia dalam

organisasi baik manajemen puncak, menengah, maupun pada tingkat operasional.

 Pengertian Manajemen

Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan Bersama, namun untuk mencapai

tujuan secara efektif diperlukan manajemen yang baik dan benar. Terdapat berbagai pendapat

tentang pengertian manajemen, walaupun pada dasarnya mempunyai makna yang kurang lebih

sama.

Mary Parker Follrt menyatakan bahwa manajemen adalah the art of getting tinghs done

through people, yaitu sebagai suatu seni untuk mendapatkan segala sesuatu dilakukan melalui

orang lain. Hal ini meminta perhatian pada kenyataan bahwa manajer mencapai tujuan organisasi

dengan mengatur orang lain untuk melakukan pekerjaan yang dilakukan, tanpa melakukan

pekerjaan sendiri.

Menurut Drucker, manajemen merupakan praktik spesifik yang mengubah sekumpulan

orang menjadi kelompok yang efektif, berorientasi pada tujuan, dan produktif. Sedangkan tugas

manajemen adalah membuat orang mampu bekerja Bersama, membuat efektif kekuatannya dan
kelemahannya menjadi tidak relevan (Drucker, 2003:172). Durbin (1990: 5) mengartikan

manajemen sebagai suatu proses menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi melalui fungsi planning dan decision making, organizing, leading, dan controlling.

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengawasi

pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi yang tersedia

untuk mencapai tujuan organisasi yang dinyatakan dengan jelas (Stoner dan Freeman, 1992: 4).

Robbins dan Coultar (1996: 6) memberikan defenisi manajemen sebagai suatu proses

untuk membuat aktivitas terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.

Efisiensi menunjukan hubungan antara input dan output dengan mencari biaya sumber daya

minimum sedangkan efektif menunjukan makna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Dubrin (1990: 5) menyatakan bahwa manajemen mempunyai tiga pengertian lainnya,

yaitu sebagai berikut:

a. Manajemen sebagai disiplin atau bidang studi. Manajemen merupakan bidang pengetahuan

seperti pengetahuan lainnya yang dapat dipelajari. Kebanyakan eksekutif puncak menguasai

manajemen. Mempelajari manajemen menghasilkan return on investment yang sangat besar.

b. Manajemen sebagai orang. Manajemen juga mengindikasikan manajer secara kolektif dalam

suatu organisasi, yaitu individu yang menjalankan manajemen.

c. Manajemen sebagai karir. Banyak organisasi merekrut lulusan perguruan tinggi dengan

menawarkan peluang karir dalam manajemen. Serangkaian pekerjaan secara progresif

mengarahkan pada tanggungjawab yang lebih besar apabila calon menunjukan kompetensi

manajerial.
4.2. Prinsip Manajemen

Setiap orang dapat dipastikan memiliki prinsip, namun tak selamanya orang itu

memahami dan mampu menerapkan prinsip yang ia katakan sebagai pedoman hidup.

Kondisi ini bisa saja terjadi karena ketidakpahamannya tentang makna prinsip tersebut

atau memang karena ketidakmauannya untuk menerapkan prinsip itu dalam kegiatan

organisasi dan kegiatan hidupnya sehari-hari.

Setiap manajer harus memiliki komitmen terhadap prinsip-prinsip manajemen

ketika mengimplementasikan tugas dan tanggungjawabnya. Karena dengan prinsip

manajemen ini akan mendukung kesuksesan manajer dalam meningkatkan kinerjanya.

Dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen, manajer dapat menghindari kesalahan-

kesalahan dalam menjalankan pekerjaannya, dan kepercayaan pada diri sendiri pun akan

semakin besar, paling tidak dengan prinsip tersebut manajer dapat mengurangi ketidak-

benaran dalam pekerjaannya. Untuk itu perlu dikemukakan arti prinsip sebagai pengantar

pemahaman kita terhadap prinsip-prinsip manajemen tersebut.

Menurut Malayu Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran

umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan. muncul dari hasil

penelitian dan pengalaman. Prinsip ini sifatnya permanen, umum dan setiap ilmu

pengetahuan memiliki asas yang mencerminkan “intisari” kebenaran-kebenaran dasar

dalam bidang ilmu tersebut.

Adapun prinsip-prinsip manajemen, menurut Winardi (2000) adalah (1)

Pembagian. Kerja, (2) Otoritas Dan Tanggung Jawab, (3) Disiplin (4) Kesatuan Perintah,

(5) Kesatuan Arah, (6) Dikalahkannya Kepentingan Individu Terhadap Kepentingan

Umum. (7) Penghargaan/ Balas Jasa, (8) Sentralisasi, (9) Rantai Bertangga, (10)
Keteraturan, (11) Keadilan (12) Stabilitas Pelaksanaan Pekerjaan, (13) Inisiatif (14) Jiwa

Korps.

Menurut Henry Fayol dalam Malayu, Prinsip-Prinsip umum manajemen (general

principles of management), adalah:

1) Division of Work. Prinsip ini sangat penting, karena adanya limit factors, artinya adanya

keterbatasan-keterbatasan manusia dalam mengerjakan semua pekerjaan, yaitu: Keterbatasan

waktu; Keterbatasan pengetahuan; Keterbatasan kemampuan; Keterbatasan perhatian.

Keterbatasan-keterbatasan ini mengharuskan diadakannya pembagian pekerjaan. Tujuannya

untuk memperoleh efisiensi orga-nisasi dan pembagian kerja yang berdasarkan spesialisasi

sangat diperlukan, baik pada bidang teknis maupun pada bidang kepemimpinan. Asas

pembagian kerja ini mutlak harus diadakan pada setiap organisasi karena tanpa pembagian

kerja berarti tidak ada organisasi dan kerja sama di antara anggotanya. Dengan pembagian

kerja maka daya guna dan hasil guna organisasi dapat ditingkatkan demi ter-capainya tujuan.

2) Authority and Responsibility. Menurut asas ini perlu adanya pembagian wewenang dan

tanggung jawab antara atasan dan bawahan; wewenang harus seimbang dengan tanggung

jawab. Misalnya wewenang sebesar X maka tanggung jawab pun sebesar X. Wewenang

(authority) menim-bulkan “hak”, sedangkan tanggung jawab menimbulkan “kewajiban”. Hak

dan kewajiban menyebabkan adanya interaksi atau komunikasi antara atasan dan bawahan.

3) Discipline. Menurut asas ini, hendaknya semua perjanjian, peraturan yang telah ditetapkan,

dan perintah atasan harus dihormati, dipatuhi, serta dilaksanakan sepenuhnya.

4) Unity of Command. Menurut asas ini, hendaknya setiap bawahan hanya menerima perintah

dari seorang atasan dan bertanggung jawab hanya kepada seorang atasan pula. Tetapi seorang

atasan dapat memberi perintah kepada beberapa orang bawahan. Asas kesatuan perintah ini
perlu, karena jika seorang bawahan diperintah oleh beberapa orang atasan maka ia akan

bingung.

5) Unity of Direction. Setiap orang (sekelompok) bawahan hanya mempunyai satu rencana, satu

tujuan, satu perintah, dan satu atasan, supaya terwujud kesatuan arah, kesatuan gerak, dan

kesatuan tindakan menuju sasaran yang sama. Unity of command berhubungan dengan

karyawan, sedangkan unity of direction bersangkutan dengan seluruh perusahaan.

6) Subordination of Individual Interest into General Interest. Setiap orang dalam organisasi

harus mengutamakan kepentingan bersama (organisasi), di alas kepentingan pribadi.

Misalnya pekerjaan kantor sehari-hari harus diutamakan daripada pekerjaan sendiri.

7) Remuneration of Personnel. Menurut asas ini, hendaknya gaji dan jaminan-jaminan sosial

harus adil, wajar, dan seimbang dengan kebutuhan, sehingga memberikan kepuasan yang

maksimal baik bagi karyawan maupun majikan.

8) Centralization. Setiap organisasi harus mempunyai pusat wewenang, artinya wewenang itu

dipusatkan atau dibagi-bagikan tanpa mengabaikan situasi-situasi khas, yang akan mem-

berikan hasil keseluruhan yang memuaskan. Centraliza- tion ini sifatnya dalam arti relatif,

bukan absolut (mutlak).

9) Scalar of Chain (Hierarchy). Saluran perintah atau wewenang yang mengalir dari atas ke

bawah harus merupakan mata rantai vertikal yang jelas, tidak terputus, dan dengan jarak

terpendek. Maksudnya perintah harus berjenjang dari jabatan tertinggi ke jabatan terendah

dengan cara yang berurutan.

10) Order. Asas ini dibagi atas material order dan social order, artinya keteraturan dan

ketertiban dalam penempatan barang- barang dan karyawan. Material order artinya barang-

barangataualas-alasorganisasi perusahaanharusditempatkan pada tempat yang sebenarnya,


jangan disimpan di rumah. Social order artinya penem-patan karyawan harus sesuai dengan

keahlian atau bidang spesialisasinya.

11) Equity. Pemimpin harus berlaku adil terhadap semua karyawan dalam pemberian gaji dan

jaminan sosial, pekerjaan dan hukuman. Perlakuan yang adil akan mendorong bawahan

mematuhi perintah-perintah atasan dan gairah kerja. Jika tidak adil bawahan akan malas dan

cenderung menye- pelekan tugas-tugas dan perintah-perintah atasannya.

12) Initiative. Menurut asas ini, seorang pimpinan harus memberikan dorongan dan kesempatan

kepada bawahannya untuk berinisiatif, dengan memberikan kebebasan agar bawahan secara

aktif memikirkan dan menyelesaikan sendiri tugas- tugasnya.

13) Esprit de Corps (Asas Kesatuan). Menurut asas ini, kesatuan kelompok harus dikembangkan

dan dibina melalui sistem komunikasi yang baik, sehingga terwujud kekompakan kerja (team

work) dan timbul keinginan untuk mencapai hasil yang baik. Pimpinan perusahaan harus

membina para bawahannya sedemikian rupa, supaya karyawan merasa ikut memiliki

perusahaan itu.

14) Stability of Turn-over of Personnel (Kestabilan Jabatan Karyawan). Menurut asas ini,

pimpinan perusahaan harus berusaha agar mutasi dan keluar masuknya karyawan tidak

terlalu sering, karena akan mengakibatkan ketidakstabilan organisasi, biaya-biaya semakin

besar, dan perusahaan tidak mendapat karyawan yang berpengalaman. Pimpinan perusahaan

harus berusaha, agar setiap karyawan betah bekerja sampai masa pensiunnya. Jika karyawan

sering berhenti perlu manajer menyelidiki penyebabnya. Apakah karena gaji terlalu kecil,

perlakuan yang kurang baik, dan lain sebagainya. Perlu diketahui dan dihayati bahwa intisari

manajemen adalah mencapai tujuan yang optimal dengan meningkatkan daya guna.
4.3. Unsur-Unsur Manajemen

Memahami unsur-unsur manajemen (tools of management) sangat diharuskan

bagi setiap Manajer. Karena unsur yang ada diorganisasi itulah yang harus diatur

sedemikian rupa. Sehingga dapat diketahui unsur yang manakah yang belum atau kurang

atau tidak ada. Adapun Unsur-unsur manajemen itu terdiri dari orang (men), uang

(money), metode (methods), bahan-bahan (materials), mesin-mesin (machines), dan

pemasaran (market) disingkat dengan 6M. Berikut ini pemaparan masing- masing unsur-

unsur dari manajemen tersebut:

1. Men yaitu tenaga kerja manusia, baik tenaga kerja pimpinan maupun tenaga kerja

operasional/pelaksana.

2. Money yaitu uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Methods yaitu cara-cara yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan.

4. Materials yaitu bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5. Machines yaitu mesin-mesin/alat-alat yang diperlukan atau dipergunakan untuk mencapai

tujuan.

6. Market yaitu pasar untuk menjual barang dan jasa-jasa yang dihasilkan.

Unsur-unsur manajemen tersebut mempunyai sifat Interdependensi artinya unsur

satu dengan yang lain akan lebih mempunyai arti yang signifikan manakala semua unsur

itu bersinergis dan mempunyai nilai urgensitas yang sangat menentukan suksesnya

organisasi atau perusahaan. Dalam implementasi unsur-unsur tersebut akan mempunyai

nilai kurang jika diterapkan secara parsial. Untuk itu implementasi sistem perlu

digunakan dalam penerapan unsur-unsur manajemen dalam organisasi atau perusahaan.

Menurut Kertonegoro (1985), dalam usaha untuk mencapai tujuan, manajemen

mempergunakan berbagai sumber daya atau faktor produksi yang tersedia dengan cara
yang efektif dan efisien, sumber atau faktor tersebut adalah materials, mechanics,

methods, money, mechanics dan market (6 M). Sumber atau faktor tersebut harus diatur

oleh manajemen agar mempunyai daya guna dan dapat ber-hasil guna, terintegrasi dan

terkoordinir dalam mencapai tujuan Sub-sistem maupun mencapai tujuan sistem dari

sebuah lembaga secara optimal.

Manajemen merupakan proses memanfaatkan sumberdaya organisasi secara

maksimal dalam mencapai tujuan organisasi. Perilaku administrator/ manajer

menggunakan pengaruhnya terhadap anggota dalam suatu organisasi untuk mencapai

tujuannya. Dengan kata lain, organisasi adalah wadah bagi operasionalisasi aktivitas

manajemen.

Karena itu di dalam proses manajerial ada sejumlah unsur pokok yang

membentuk kegiatan manajemen, yaitu: unsur manusia (men), barang- barang

(materials), mesin (machines), metode (methods), uang (money) dan pasar atau (market).

Keenam unsur ini memiliki fungsi masing-masing dan saling berinteraksi atau

mempengaruhi dalam mencapai tujuan organisasi terutama proses pencapaian tujuan

secara efektif.

Tabel 4.1. Fungsi-fungsi Manajemen


No Ahli Manajemen Fungsi-Fungsi Manajemen
1 G.R terry 1. Planning; 2. Organizing; 3. Actuating; 4.Controlling
2 Jhon F.Mee 1. Planning; 2. Organizing; 3. Motivating; 4. Controlling
3 Louis A.A 1. Leading; 2. Planning; 3. Organizing; 4. Controlling
4 MC.Namara 1. Planning; 2. Programming; 3. Budgeting; 4. System
Henry fayol 1. Planning; 2. Organizing; 3. Commanding;; 4.
5
Coordinating; 5. Controlling
6 Harold & Cyrill 1. Planning; 2. Organizing; 3. Staffing; 4.
Directing; 5. Controlling
7 S.P. Siagian 1. Planning; 2. Organizing; 3. Motivating;4. Controlling; 5. Evaluating
8 W.H.Newman 1. Planning; 2. Organizing; 3. Assembling; 4. Resources; 5. Directing; 6.
Controling
No Ahli Manajemen Fungsi-Fungsi Manajemen
9 Luther Gullick 1. Planning; 2. Organizing; 3. Staffing; 4. Directing; 5. Coordinating; 6.
Reporting; 7. Budgeting
10 Lyndall F. 1. Forcasting; 2. Planning; 3. Organizing; 4. Commanding 5.
Coordinating; 6. Controlling
11 JhonD. Millet 1. Directing; 2. Facilitating
12 Oey Liang Lee 1. Perencanaan; 2. Pengorganisasian; 3. Pengarahan; 4.
Pengkoordinasian; 5. Pengontrolan
13 Robbins 1. Planning; 2. Organizing; 3. Leading; 4. Controlling

Sumber: Rifa'i & Fadhli, 2013

Anda mungkin juga menyukai