Anda di halaman 1dari 16

Budaya Organisasi

TUGAS ARTIKEL TENTANG


BUDAYA ORGANISASI DAN TUJUAN
ORGANISASI
Nama : Nurma NurAprilani
NIM : 2130721016
Prodi : Administrasi Publik non reg
Mata Kuliah : Teori Organisasi
Semester : III

1. BUDAYA ORGANISASI

A. Konsep dasar budaya organisasi


Dalam konteks yang lebih luas pengkajian tema budaya organisasi ini harus
senantiasa dikaitkan dengan aspek-aspek lainnya dari perilaku organisasi yang menurut
Sweeney & McFarlin (2002: 4) berkaitan dengan bagaimana dan mengapa orang-orang
bertindak, berpikir, dan merasa dalam suatu organisasi. Untuk dapat lebih memperjelas
pengertian mengenai konsep budaya organisasi, maka kedua kata ‘budaya’ dan ‘organisasi’
akan penulis paparkan dalam bagian berikut ini, yang kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan tentang dimensi-dimensi yang terkait dengan budaya organisasi, dan sebagainya.

A. 1 Budaya
Terdapat banyak definisi mengenai budaya atau kultur sebagaimana diadaptasi dari
bahasa Inggris culture, colore dalam bahasa Latin. Secara harfiah budaya diartikan sebagai
pikiran, akal budi, atau sejumlah pola sikap, keyakinan, dan perasaan tertentu yang
mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku seseorang dalam suatu
masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sweeney & McFarlin (2002: 334) mengemukakan bahwa budaya secara ideal
mengkomunikasikan secara jelas pesan-pesan tentang bagaimana kita melakukan sesuatu atau
bentindak, berperilaku di sekitar sini (“how we do things around here”). Dari pemikiran
tersebut dapatlah diinterpretasikan bahwa budaya memberikan arahan mengenai bagaimana
seseorang harus berperilaku, bersikap, bertindak dalam suatu komunitas, kata ‘here’ dalam
pengertian di atas mengacu kepada suatu komunitas tertentu, baik itu berbentuk organisasi,
perusahaan, atau masyarakat.

1
Budaya Organisasi

Pengertian lainnya menyatakan bahwa budaya merupakan pola asumsi- asumsi dasar
yang oleh suatu kelompok tertentu telah ditemukan, dibuka, atau dikembangkan melalui
pelajaran untuk memecahkan masalah-masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan
yang telah berjalan cukup lama untuk dipandang sahih, dan oleh sebab itu diajarkan kepada
anggota-anggota baru

sebagai cara yang benar untuk memandang, berpikir, dan merasa dalam kaitannya dengan
masalah-masalah tersebut (Schein, 1992).
Robert A. Nisbet (1970) mengemukakan bahwa budaya adalah segala sesuatu yang
kita temukan dalam tingkah laku manusia dalam sebuah masyarakat yang bukan merupakan
produk langsung dari struktur biologisnya.
Dari berbagai pengertian yang telah dikemukakan tersebut, dapatlah dinyatakan
bahwa budaya ini merupakan cara hidup termasuk didalamnya cara berpikir, bertindak dan
sebagainya dalam suatu komunitas tertentu (organisasi/perusahaan/masyarakat), sehingga
membedakan karakteristik suatu komunitas dengan yang lainnya.

A. 2 Organisasi
Konsep kedua yang berusaha penulis paparkan sehubungan dengan usaha untuk dapat
lebih memahami pengertian budaya organisasi adalah konsep organisasi. Salah satu hal
penting dalam memahami budaya organisasi adalah bahwa kita seyogianya memahami
pendekatan-pendekatan yang mempengaruhi cara berpikir atau cara pandang terhadap
organisasi. Organisasi menurut Robbins (2001:4) diartikan sebagai suatu unit (satuan) sosial
yang dikoordinasikan dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berfungsi
atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan
bersama.
Terdapat dua pendekatan dalam memahami organisasi, yaitu pendekatan objektif dan
pendekatan subjektif. Makna “objektif” dalam konteks ini merujuk kepada pandangan bahwa
objek-objek, perilaku-perilaku, dan peristiwa-peristiwaeksis di dunia nyata dan terlepas dari
pengamatnya, sedangkan “subjektif” menunjukkan bahwa relalitas itu sendiri adalah
konstruksi sosial, realitas sebagai suatu proses kreatif yang memungkinkan orang
menciptakan apa yang ada “di luar sana” (Pace & Faules, 2001: 11).
Menurut pendekatan objektif, organisasi merupakan sesuatu yang bersifat fisik dan
kongkret, dan merupakan sebuah struktur dengan batas-batas yang pasti, sesuatu yang stabil.
Istilah “organisasi” mengisyaratkan bahwa sesuatu yang nyata merangkum orang-orang,
hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan. Pendekatan subjektif memandang organisasi sebagai
kegiatan yang dilakukan orang-orang, terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan transaksi
2
Budaya Organisasi

yang melibatkan orang-orang. Organisasi diciptakan dan dipupuk melalui kontak-kontak


yang terus menerus berubah yang dilakukan orang-orang antara yang satu dengan lainnya
dan tidak eksis secara terpisah dari orang-orang yang perilakunya membentuk organisasi
tersebut.
Jadi berdasarkan pendekatan objektif, organisasi berarti struktur; sedangkan
berdasarkan pandangan subjektif, organisasi berarti proses (mengorganisasikan perilaku).
Implikasinya, menurut pendekatan objektif, mempelajari organisasi adalah mempelajari
keseluruhan, bagaimana organisasi dapat beradaptasi dengan cara terbaik terhadap
lingkungan untuk mengembangkan diri dan berlangsung hidup, sedangkan menurut
pendekatan subjektif pengetahuan mengenai organisasi diperoleh dengan melihat perilaku-
perilaku dan apa makna perilaku-perilaku itu bagi mereka yang melakukannya, struktur
diakui tapi tekanannya pada perilaku manusia dalam arti tidak independen dari tindakan-
tindakan manusia. Kedua pendekatan tersebut, baik objektif maupun subjektif tidak hanya
mempengaruhi cara pandang terhadap budaya organisasi, tapi juga dalam memahami aspek-
aspek lainnya yang terkait dengan perilaku organisasi.

A. 3 Budaya organisasi
Pemaparan tentang pengertian budaya dan organisasi sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya tentu saja tidak serta merta dapat disatukan begitu saja. Namun demikian dapat
dilihat esensi dari masing-masing term yang membentuk pengertian budaya organisasi.
Menurut Osborne & Plastrik (2000), budaya organisasi adalah seperangkat perilaku,
perasaan, dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki
bersama oleh anggota organisasi.
Definisi lain dikemukakan Robbins (2002: 247), bahwa budaya organisasi merupakan
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi; suatu sistem dari makna
bersama.
Uraian yang lebih lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan budaya organisasi
dipaparkan pada bagian C makalah ini mengenai dimensi-dimensi budaya organisasi.

B. Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi


Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengkajian terhadap budaya
organisasi tidak dapat dilepaskan dari konteks perilaku organisasi secara

3
Budaya Organisasi

keseluruhan. Studi perilaku organisasi adalah pengkajian sistematis mengenadi sikap dan
tindakan yang ditunjukkan individu-individu dalam suatu organisasi, konstruksi ilmunya
merupakan ilmu terapan yang terbentuk dari berbagai disiplinilmu tentang perilaku, seperti
psikologi, sosiologi, antropologi, komunikasi, dan sebagainya.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap budaya organisasi sebagai salah satu aspek dari
perilaku organisasi, secara keilmuan memilki arti penting, karena dapat turut membangun
konstruksi perilaku organisasi secara keseluruhan sebagai suatu ilmu terapan, misalnya
dengan memetakan budaya organisasi dalam suatu model penelitian, sehingga dari variabel-
variabel yang dikaji dan dianalisis dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas atau dapat lebih
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada dalam realitasnya.
Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi ini juga secara pragmatis dapat dilihat
dari peranannya. Veithzal R. (2003: 430) mengemukakan bahwabudaya organisasi berperan
dalam:
▪ Menetapkan tapal batas, dalam arti menciptakan perbedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi lainnya.
▪ Memberikan ciri identitas bagi anggota organisasi.
▪ Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan individu.
▪ Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
▪ Memandu dan membentuk sikap anggota organisasi (budaya sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali).
Dalam konteks di atas maka budaya organisasi merupakan kerangka kerja yang
menjadi pedoman tingkah laku dan pembuatan keputusan anggota organisasi serta
mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian jelas
bahwa pengkajian budaya organisasi ini memiliki arti penting baik dilihat dari segi
kepentingan keilmuan maupun dari segi pragmatisnya.

C. Uraian dimensi budaya organisasi


Pada bagian sebelumnya sepintas dikemukakan pengertian budaya organisasi,
Sweeney & McFarlin (2002: 334) menyatakan budaya organisasi mengacu kepada cara hidup
(way of life) organisasi/perusahaan. Berbagai pengertian lainnya ada yang lebih menekankan
pada sistem nilai bersama (sharing

4
Budaya Organisasi

values), yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah organisasi, yang dijadikan acuan
seluruh anggota sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.
Pengertian bersama, shared meaning, anggota-anggota organisasi untuk berperilaku sama
baik di dalam maupun di luar organisasi merupakan inti dari budaya organisasi (Sigit, 2003).
Dari berbagai pengertian budaya organisasi yang telah dikemukakan, kemudian
muncul pertanyaan, bagaimana budaya organisasi terbentuk? Jawaban atas pertanyaan
tersebut secara skematis dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini.

Manajemen
puncak
Filsafat dari
Kriteria Budaya
pendiri
seleksi organisasi
organisasi
Sosialisasi

Gambar 1: Terbentuknya budaya organisasi


Sumber: Robbins (2002: 262)

Terbentuknya budaya organisasi sebagaimana dideskripsikan dalam gambar


1 di atas, menurut Robbins (2002: 262), berawal dari filsafat pendiri organisasi (mereka
mempunyai visi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu), budaya asli diturunkan dari
filsafat pendirinya, yang kemudian berpengaruh terhadap kriteria yang digunakan dalam
mempekerjakan anggota/karyawannya. Tindakan manajemen puncak juga mempunyai
dampak besar dalam pembentukan budaya organisasi (melalui apa yang mereka katakan dan
lakukan) dan seringkali menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima dan yang
tidak. Bagaimana anggota/karyawan harus disosialisasikan akan tergantung, baik pada tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai-nilai anggota/karyawan baru dengan nilai-nilai
organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-
metode sosialisasi.
Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas, masalah nilai dan karakteristikbudaya
organisasi, akan penulis paparkan dalam bagian-bagian berikut ini.

5
Budaya Organisasi

C.1 Nilai dan karakteristik budaya organisasi


Nilai, dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi acuan ideal bagi individu-
individu dalam berperilaku/bertindak. Nilai merupakan konsepsi-konsepsi yang ada dalam
alam pikiran masyarakat/organisasi mengenai hal-hal yang dianggap berarti dalam hidup
(Koentjaraningrat, 1974). Dalam konteks nilai budaya organisasi, hal ini berarti pedoman atau
kepercayaan yang dijadikan acuan dalam menjalankan tugas organisasi. Nilai budaya
organisasi terkait dengan masalah pencapaian suatu organisasi, termasuk ke dalam nilai
adalah ideologi, cita-cita, keyakinan. Namun di satu sisi, sebagaimana diungkapkan Robbins
(2002), budaya juga dapat menjadi salah satu faktor penghambat dalam menghadapi berbagai
perubahan. Dinyatakannya pula bahwa budaya organisasi pada hakikatnya merupakan sistem
makna bersama atau dengan kata lain berkaitan dengan masalah nilai-nilai yang dianut
bersama. Sistem makna bersama ini, bila dicermati secara lebih seksama merupakan
seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi.
Sebuah penelitian mengemukakan karakteristik-karakteristik utama yang secara
bersama-sama menangkap esensi dari budaya organisasi, sebagai berikut:
▪ Inovasi dan pengambilan resiko
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana para karyawan/anggota organisasi
didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
▪ Perhatian ke rincian
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana para karyawan/anggota organisasi
diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian kepada rincian.
▪ Orientasi hasil
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada
hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
▪ Orientasi orang
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan
efek hasil-hasil kepada orang-orang di dalam organisasi.
▪ Orientasi tim
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, bukannya individu-individu.

6
Budaya Organisasi

▪ Keagresifan
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana individu-individu dalam organisasi
memiliki keagresifan dan sikap kompetitif.
▪ Kemantapan
Karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana kegiatan organisasi yang melibatkan
invidu-individu di dalamnya mempertahankan status quo dibandingkan dengan
pertumbuhan.
Berbagai karakteristik tersebut berlangsung pada suatu kontinum dari rendah ke tinggi.
Gambaran yang cukup komprehensif mengenai organisasi antara lain dapat diperoleh dengan
melakukan penilaian berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut. Dengan demikian, hal
tersebut dapat dijadikan dasar bagi pemahaman bersama dari anggota-anggota organisasi,
dasar bagi penyelesaian urusan di dalam organisasi, serta cara berperilaku anggota-anggota
organisasi (Robbins, 2002: 247- 248).
Dengan melihat bagaimana awalnya suatu budaya organisasi terbentuk, sampai
kepada proses sosialisasinya, persoalannya tentu tidak akan berhenti pada apakah budaya
organisasi yang ada disukai atau tidak. Namun diharapkan setelah nilai-nilai dan karakteristik
budaya organisasi tersebut terinternalisasi, pengaruhnya akan tampak lebih signifikan antara
lain kepada kepuasan kerja ataupun kinerja dari para anggota organisasi. Robbins (2002: 265)
mendeskripsikan bagaimana nilai- nilai/karateristik dari budaya organisasi mempengaruhi
kinerja dan kepuasan dalam gambar 2 berikut ini.

Faktor objektif Kekuatan


• Inovasi & pengam- Kinerja
Dipersepsikan Tinggi
bilan risiko sebagai
• Perhatian ke rincian Budaya
• Orientasi hasil organisasi
• Orientasi orang
Rendah
• Orientasi tim Kepuasan
• Keagresifan
• Kemantapan

Gambar 2: Pengaruh budaya organisasi terhadapkinerja dan


kepuasan
Sumber: Robbins (2002: 262)

7
Budaya Organisasi

Gambar 2 tersebut dapat dikatakan, mendeskripsikan budaya organisasi sebagai suatu


variabel. Anggota-anggota organisasi membentuk suatu persepsi subjektif keseluruhan
mengenai organisasi berdasarkan kepada faktor-faktor seperti toleransi resiko, tekanan pada
tim, dukungan orang, dan sebagainya. Persepsi yang terbentuk itu sebenarnya merupakan
budaya atau kepribadian dari organisasi yang bersangkutan. Dukungan atau penolakan
sebagaimana bentukan persepsinya, mempengaruhi kinerja dan kepuasan anggota-anggota
organisasi, atau dampakyang lebih besar adalah kepada terbentuknya budaya yang lebih kuat.

C.2 Tingkatan budaya organisasi


Tingkatan budaya organisasi yang dimaksud merupakan tingkatan fenomena budaya
yang tampak bagi yang mengamatinya dan hal ini dapat berwujud mulai dari tingkatan yang
paling nyata sehingga dapat dilihat dan dirasakan sampai kepada tingkatan yang tertanam
sebagai asumsi yang tidak disadari sebagai hakikat budaya.
Lebih jelasnya, Schein (dalam Sweeney & McFarlin, 2002: 336) mengilustrasikan
tingkatan budaya organisasi dalam gambar 3 pada halaman 12. Tingkatan budaya organisasi
ini terdiri atas tiga tingkat atau level sebagai berikut:
▪ Artifacts (artefak)
Berkaitan dengan simbol-simbol, cerita, ritual, dan sebagainya.
▪ Values (nilai-nilai)
Berkaitan dengan apa yang seharusnya, apa yang tidak seharusnya, dan nilai-nilai atau
keyakinan yang mendukung.
▪ Assumptions (asumsi-asumsi)
Berkaitan dengan keyakinan mendasar tentang orang-orang atau individu-individu,
pandangan mengenai sifat dasar manusia, dan sebagainya.

Artefak merupakan peninggalan yang dapat dilihat dan didengar berdasarkan nilai-
nilai dan asumsi-asumsi suatu budaya. Nilai-nilai (values) merupakan prinsip sosial, tujuan
dan standar yang dianut dalam suatu budaya. Sedangkan asumsi menunjukkan apa yang
diyakini oleh individu dan mempengaruhi persepsi, cara berpikir dan merasakan sesuatu.

8
Budaya Organisasi

Artifacts

• Symbols
• Stories
• Rituals
• Policies
• Interaction styles Visible, but not necessarily
understandable

Values

• What “should” be
• What “shouldn’t” be
• Espoused values/beliefs

Assumptions

• Basic beliefs about people/


employees
• Views of human nature
• Basic notions of time, space,
and reality Taken for granted/rarely questioned

Gambar 3: Level of organizational culture


Sumber: Sweeney & McFarlin (2002: 336)

D. Budaya organisasi dalam organisasi pendidikan


Budaya organisasi dalam organisasi pendidikan, khususnya dalam konteks organisasi
perguruan tinggi, bisa dikatakan merupakan wahana yang memiliki aspekideologis, filosofis,
ataupun normatif dan merupakan acuan dari anggota- anggotanya, baik itu mahasiswa, tenaga
edukatif, tenaga administratif maupun pimpinan perguruan tinggi.
Sebagai ilustrasi, dosen di perguruan tinggi menjalani ritual dalam suatukurun waktu
untuk memperoleh kedudukannya yang tetap. Ritual dalam konteks ini merupakan deretan
berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi,
tujuan apakah yang paling penting, orang-orang

9
Budaya Organisasi

manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan (Robbins, 2002: 262). Perjalanan
yang harus ditempuh oleh dosen untuk sampai kepada kedudukan yang tetap menuntut
mereka mulai dari tahapan evaluasi dalam kurun waktu tertentu, menjalankan kegiatan
penelitian dan pengabdian, dan kegiatan-kegiatan keilmuan lainnya sebagai syarat yang harus
ditempuh. Keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan tersebut selain berkaitan dengan
kinerja mereka, juga berkaitan dengan kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri dengan
nilai-nilai atau norma-norma yang telah ditentukan oleh organisasi, dalam hal ini apakah itu
pada tingkatan program studi, jurusan, fakultas, ataupun universitas, mengingat bahwa
masing- masing tingkatan/ sub organisasi memiliki criteria yang bisa saja berlainan satu
sama lainnya.

E. Contoh penelitian mengenai komunikasi organisasi

Pada bagian ini, penyusun mencoba memaparkan contoh penelitian (thesis) mengenai
pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas kehidupan kerja.

Tujuan penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menguji bagaimana pengaruh faktor-faktor
eksternal dan internal yang dominan berpengaruh terhadap karakteristikbudaya organisasi dan
kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life).
Faktor eksternal terdiri atas: peraturan pemerintah (dilihat dari struktur industri jasa
telekomunikasi), kekuatan pesaing (dilihat dari terbentuknya persaingan atau kompetisi),
teknologi (dilihat dari inovasi teknologi jasa telekomunikasi).
Sedangkan faktor internal terdiri atas: sasaran (dilihat dari visi, misi, tujuan,
pernyataan), struktur (dilihat dari desentralisasi, otonomi, hubungan non formal), sistem dan
proses (dilihat dari penilaian kinerja, kerja kelompok, pelatihan dan pengembangan), gaya
(dilihat dari gaya komunikasi, gaya manajemen), dan nilai- nilai bersama (dilihat dari
konsepsi kerja dan landasan pengabdian).

10
Budaya Organisasi

Metode penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian verifikatif dengan menggunakan metodeexplanatory survey,
dilakukan melalui pengambilan sampel dari populasi yang diamati dengan alat pengumpul
data yang utama melalui kuesioner.

Kerangka penelitian

KONDISI EKSTERNAL KONDISI INTERNAL

PERATURAN PEMERINTAH SASARAN


- Struktur industri jasa - Visi, misi, tujuan, pernyataan
telekomunikasi
STRUKTUR
KEKUATAN PESAING - Desentralisasi, otonomi, hubungan
- Terbentuknya persaingan atau non formal
kompetisi
SISTEM DAN PROSES
TEKNOLOGI - Penilaian kinerja, kerja kelompok,
- Inovasi teknologi jasa pelatihan dan pengembangan
telekomunikasi
GAYA
- Gaya komunikasi, gaya manajemen
NILAI-NILAI BERSAMA
- Konsepsi kerja dan landasan
pengabdian

BUDAYA KERJA KUALITAS KEHIDUPAN KERJA


• Sistem nilai, • Kualitas persyaratan kerja,
• Kepercayaan, • Kualitas partisipasi anggota dalam
• Sikap dan kebiasaan, lingkungan organisasi perusahaan
• Asumsi-asumsi yang terjadi • Kualitas dampak pekerjaan
dalam organisasi

PERSEPSI

Gambar 4: Kerangka penelitian; pengaruh budaya organisasiterhadap


kualitas kehidupan kerja
Sumber: diadopsi dari Robbins (1996); Schein (1999); Burstein (1987);
Rokeach (1973)

11
Budaya Organisasi

Hasil Penelitian
Dari hasil analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh bahwa:
▪ pertama, berkenaan dengan faktor-faktor dominan, baik bersifat internal dan eksternal
organisasi dapat diidentifikasi adanya pembentukan karakteristik budaya organisasi.
▪ Kedua, adanya indikasi faktor-faktor dominan dalam pembentukan kualitas kehidupan
kerja perusahaan.
▪ Ketiga, faktor-faktor dominan dalam pembentukan budaya organisasi, belum seluruh
factor berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life).
▪ Secara umum, karakteristik budaya dan kualitas kehidupan kerja organisasi yang terjadi
masih bersifat parsial sebagai dampak dari kebijakan organisasi yang ditetapkan
▪ Budaya organisasi yang terjadi di lingkungan organisasi sangat ditentukan oleh sistem
struktur organisasi dan gaya manajemen.

Simpulan
Budaya organisasi dengan berbagai dimensinya dapat dipandang sebagai suatu cara
untuk memetakan fenomena. Ketika kita menyadari bahwa pandangan terhadap
fenomena/realitas pun tidak selalu ajeg, bergantung pada titik berdirinya, maka seyogianya
kita menyikapinya bahwa hal itu mencerminkan suatu relativisme ilmu.
Budaya organisasi sebagaimana telah dikaji sebelumnya dengan masing- masing
contoh ilustrasinya, disatu sisi mencerminkan, sebagaimana diungkap Sweeney & McFarlin,
kepribadian organisasi, dan di sisi lainnya hal tersebut juga mencerminkan bahwa budaya
organisasi juga bersifat kontekstual, bergantung kepada faktor manusianya, bentuk organisasi,
bidang organisasi, dan lain sebagainya.
Sebuah contoh penelitian yang dipaparkan dalam makalah ini memperlihatkan
pengaruh-pengaruh dari dimensi-dimensi budaya organisasi terhadap kualitas kehidupan
kerja. Ternyata dari berbagai faktor yang dianalisis, faktor yang paling dominan berpengaruh
adalah sistem struktur organisasi dan gaya manajemen organisasi.

12
Budaya Organisasi

Perilaku organisasi dengan berbagai aspeknya - salah satunya budaya organisasi -


memiliki bidang kajian yang luas, mudah-mudahan dengan mengkaji berbagai aspek perilaku
organisasi tersebut, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai
perilaku organisasi.

2. TUJUAN ORGANISASI

Tujuan organisasi sosial mencakup beberapa fungsi, di antaranya memberikan


pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan masa akan datang yang senantiasa
berusaha dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Dengan demikian, tujuan tersebut
menciptakan pula sejumlah pedoman bagi landasan kegiatan organisasi. Tujuan juga
merupakan sumber legitimasi yang membenarkan setiap kegiatan organisasi, serta bagi
eksistensi organisasi itu sendiri. Selain itu, tujuan juga berfungsi sebagai patokan yang
dapat dipergunakan oleh anggota organisasi maupun kalangan luar untuk menilai
keberhasilan organisasi, misalnya mengenai segi efektivitas maupun efisiensi. Menurut
cara ini pula tujuan organisasi berfungsi sebagai tolok- ukur bagi para ilmuwan di
bidang organisasi untuk berusaha mengetahui seberapa jauh suatu organisasi berjalan
secara baik (Etzioni, 1985).

Organisasi merupakan unit sosial yang berusaha mencapai tujuan tertentu: hakikat
organisasi tidak lain ialah mengejar tujuan. Tetapi apabila organisasi sudah terbentuk,
maka organisasi akan mempunyai kebutuhannya sendiri, dan semua ini kadang-kadang
menyebabkan organisasi malah harus tunduk kepada kebutuhan tersebut. Sebagai
contoh dapat dikemukakan suatu organisasi pengumpul dana yang lebih banyak
mengeluarkan uang untuk membiayai tenaga staf bangunan dan publisitas, dan kurang
menyumbangkan derma sesuai dengan tujuan pengumpulan dana tersebut. Dalam
keadaan seperti itu tampak jelas bahwa untuk memenuhi kebutuhannya sendiri
organisasi tidak lagi mengejar cita-citanya yang semula; padahal sebenarnya usaha
untuk melayani kebutuhannya sendiri harus disesuaikan dengan kegiatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tidak jarang beberapa organisasi telah
bertindak sedemikian jauh sehingga seolah-olah mengabaikan tujuan semula dan
kemudian mengejar cita-cita baru yang dirasakan lebih cocok dengan kebutuhan
organisasi. Keadaan seperti inilah yang diartikan dengan tujuan organisasi yang pada
akhirnya malah menjadi abdi organisasi, dan bukan “tuan” organisasi.

Tujuan organisasi sosial ialah keadaan yang dikehendaki pada masa akan datang yang
senantiasa dikejar oleh organisasi agar dapat direalisasikan. Organisasi itu sendiri dapat
13
Budaya Organisasi

atau bahkan juga tidak mampu mewujudkan citra masa depan yang dicita-citakan sejak
semula. Tetapi apabila harapan itu telah tercapai, tujuan tidak lagi berfungsi menjadi
citra yang membimbing organisasi, dan kemudian malah berasimilasi/membaur dengan
organisasi lingkungannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pembentukan
Negara Yahudi merupakan tujuan terakhir gerakan Zionisme. Pada tahun 1948 tujuan
itu sudah menjelma menjadi suatu kenyataan sehingga tidak lagi menjadi tujuan yang
dikehendaki. Dalam pengertian ini suatu tujuan tidak pernah ada; tujuan itu sendiri
merupakan suatu keadaan yang sengaja dikejar, dan bukan keadaan yang sudah
dimiliki sejak semula. Keadaan masa depan seperti itu, meskipun hanya merupakan
citra atau gambaran belaka, mengandung daya sosiologis yang benar-benar riil dan
senantiasa mempengaruhi aksi maupun reaksi masa kini.

Perlu dipahami bahwa tujuan organisasi tidak lain adalah keadaan masa depan yang
dikejar oleh suatu organisasi sebagai suatu tujuan kolektif agar dapat diwujudkan
sebagaimana yang diharapkan. Tujuan tersebut memang dipengaruhi oleh tujuan para
eksekutif puncak dan dewan direktur maupun bawahan. Kadang-kadang tujuan dapat
ditentukan melalui kondisi perundingan yang aman dan damai, tetapi tidak jarang pula
didahului dengan persaingan kekuatan antara berbagai divisi, pabrik/proyek kelompok
rahasia, pangkat serta “pribadi-pribadi” tertentu yang ada di dalam suatu organisasi.

Pada prinsipnya semua organisasi mempunyai suatu bagian formal yang diakui secara
eksplisit dan kadang-kadang bersifat khas menurut hukum yang berfungsi untuk
menentukan tujuan utama dan melakukan perubahan seperlunya. Di dalam beberapa
organisasi tidak jarang tujuan tersebut ditentukan secara formal melalui pemungutan
suara para pemegang saham; di samping itu ada juga yang ditentukan oleh hasil
pemungutan suara para anggotanya (misalnya di dalam organisasi buruh). Selain itu
kadang-kadang ditetapkan sendiri oleh beberapa komisaris, dan juga yang malah
ditentukan sendiri oleh individu yang memiliki dan mengelola organisasi.

Dalam praktik, tujuan sering kali ditetapkan melalui persaingan kekuatan yang cukup
rumit yang melibatkan berbagai individu dan kelompok di dalam maupun di luar
organisasi, dan juga menyangkut nilai-nilai yang melandasi perilaku umum dan khusus
beberapa individu dan kelompok yang bersangkutan di dalam suatu masyarakat
tertentu. Perjuangan dalam menentukan tujuan organisasi biasanya dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Dalam proses ini departemen atau bagian organisasi memainkan
peranan

14
Budaya Organisasi

yang penting. Demikian pula masalah kepribadian dapat merupakan faktor penentu
yang cukup menonjol.

Selain peranan departemen dan faktor kepribadian, yang tidak kalah pentingnya ialah
peranan kekuatan lingkungan. Tidak seperti yang diduga sebelumnya, hampir semua
organisasi tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor luar.

Organisasi dibentuk agar dapat menjadi unit sosial yang paling efektif dan efisien.
Efektivitas organisasi diukur dari tingkat sejauh mana ia berhasil mencapai tujuannya,
sedangkan efisiensi organisasi dikaji dari segi jumlah sumber daya yang dipergunakan
untuk menghasilkan suatu unit masukan.

Kemudian melihat kegiatan para pelakunya, maka organisasi sosial mempunyai


konsekuensi yang mengarah kepada pengertian produktivitas yaitu bahwa tujuan
organisasi sosial tersebut adalah terutama:

a) Menyelesaikan segala pekerjaan.

b) Memecahkan masalah.

c) Mempertahankan atau memperbesar output.

d) Memperbaiki cara kerja seefektif mungkin.

e) Memberikan kepuasan moral dan kepuasan berperan serta para anggotanya.

Kedua hal terakhir ini bila dicapai secara penuh menunjukkan kualitas organisasi sosial
yang makin baik (Sajogyo, 1981).

15
Budaya Organisasi

Referensi
Alo Liliweri. 1997. Sosiologi Organisasi. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Katz D. & Kahn R.L. 1966. The Social Psychology of Organizations. A Wiley International
Edition.

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. PT. Gramedia.


Jakarta.

Kreitner, Robert & Angelo Kinicki. 2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan Erly Suandy.
Salemba Empat. Jakarta.

Nisbet, Robert A. 1970. The Social Bond, an Introduction to the Study of Society.
Alfred – A – Knopf, New York.

Pace, R. Wayne & Don F. Faules. 2001. Komunikasi Organisasi: strategi meningkatkan
kinerja perusahaan. Terjemahan: Deddy Mulyana, MA., Ph.D. Remaja Rosda Karya,
Bandung.

R., Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta Raya: Grafindo Persada.

Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi. Prentice- Hall
International, Inc., San Diego.

. 2001. Perilaku Organisasi: konsep, kontroversi, aplikasi.


Prenhallindo, Jakarta.

. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan Halida,Dewi


Sartika. Erlangga. Jakarta.

Sweeney, Paul D. & Dean B. McFarlin. 2002. Organizational Behavior: solutions for
management. McGraw-Hill, International Edition.

16

Anda mungkin juga menyukai