Bab Ii
Bab Ii
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan atau disebut dalam arti bahasa inggris adalah
(Empowerment) yaitu berasal dari kata power artinya control, authority,
dominion. Jika dilihat dari awalan emp itu memiliki arti on put on to atau bisa
berarti to cover with, lebih jelasnya adalah more power. Pemberdayaan
(Empowerment) ialah sebuah alat penting dan sebuah strategi untuk
memperbaiki atau membenahi, pembaharuan dan peningkatan kinerja suatu
organisasi baik organisasi pemerintahan maupun organisasi kegiatan dunia
berwirausaha (Modul Diklatpim Tingkat III, 2008: 8).
Dalam arti lain bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah
suatu upaya untuk membangun kekuatan (masyarakat) dengan
mendorong/mempengaruhi, memotivasi dan membangkitkan kesadaran
terhadap potensi yang dimilikinya serta berupaya terus menerus untuk
mengembangkannya potensi itu (Mubyartanto, 2000: 263).
Ada juga yang menjelaskan bahwa pemberdayaan ialah proses
pematahan atau disebut breakdown dari ikatan ataupun kedekatan antara
subyek dengan obyek. Proses ini mementingkan terdapatnya pengakuan
subyek akan kemampuan ataupun kekuatan(power) yang dimiliki obyek,
kemampuan pada subyek akan timbul apabila diberikan keyakinan tentang ini
terfokuskan pemberian keyakinan terhadap obyek supaya bisa bebas
menghasilkan kemampuan apa yang ia miliki. Secara garis besar, proses ini
memandang berartinya mengalir kekuatan (flow of power) dari subyek ke
obyek dengan
21
22
2. Teori Pemberdayaan
Dijelaskan oleh Wrihatnolo dan Dwi Djowito dalam bukunya Dr.
Rahman Mulyaman tentang penerapan adanya teori pada program
implementasi bahwa pemberdayaan dimaksud dengan sesuatu proses, ataupun
sesuatu mekanisme dalam tentang individu, organisasi serta warga selaku
pakar yang permasalahan mereka hadapi serta bisa membongkar masalah-
masalah yang dihadapi ataupun yang bakal dihadapi. Teori pemberdayaan
mengasumsikan sebagai berikut (Mulyawan, 2016: 75- 76).
a. Pemberdayaan akan berbeda wujud buat orang yang berbeda. Anggapan,
kemampuan serta aksi yang di perlukan untuk menyelesaikan
permasalahan tenaga kerja akan berbeda antara anak muda yang belum
menikah serta perempuan dewasa yang lagi berbadan dua. Latar belakang
situasi dan kematangan seorang sangatlah menentukan. Latar belakang
seseorang sangat memastikan sebab setiap orang mempunyai takaranya
sendiri-sendiri dalam menyelesaikan permasalahan serta setiap orang
mempunyai metode sendiri-sendiri dalam memecahkan permasalahan.
b. Pemberdayaan akan bentuk konteks yang berbeda. Persepsi kemampuan
serta aksi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu
akan berbeda antara pekerja di organisasi otoritatif serta pekerja
24
3. Strategi Pemberdayaan
Strategi merupakan cara untuk mengerahkan tenaga, kekuatan, energi,
dan peralatan yang dimiliki demi mencapai tujuan yang ditentukan.
Sedangkan yang dimaksud pemberdayaan suatu proses yang mengembangkan
dan memperkuat kemampuan dan keahlian seseorang untuk terus ikut andil
dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga
masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat
mengambil keputusan yang sudah ditentukan secara bebas/independent dan
secara mandiri (Sumaryo, 1991).
Strategi pemberdayaan ialah sesuatu metode dalam memaksimalkan
berbagai upaya pemberdayaan yaitu dengan cara menatang atau mengangkat
dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menggunakan pengetahuan
serta ketrampilan lebih lanjut dalam rangka membenahi taraf kehidupan
(Wulandari, 2017).
Dalam realisasi startegi pemberdayaan akan ditemukan beberapa
faktor internal yang menghambat pemberdayaan diantaranya, (1) kurangnya
saling mempercayai satu sama lain; (2) kurangnya daya inovasi/kreativitas;
(3) terlalu mudah pasrah atau menyerah atau merasa berputus asa; (4)
rendahnya aspirasi dan cita-cita; (5)ketidakmampuan dalam menunda
menikmati hasil kerja (tidak sabaran); (6)pengetahuan dalam manajemen
waktu yang kurang baik; (7) familisme (posesif); (8) ketergantungan terhadap
25
bantuan pemerintah; (9) keterikatan pada diamana bertempat tinggal dan (10)
ketidakmampuan atau ketidaksediaan dalam menempatkan diri sebagai orang
lain (Hikmat, 2001:12).
Sejak dari awal dijelaskan bahwa pemberdayaan sebagai suatu proses,
maka implementasi pemberdayaan mengedepankan proses dari pada hasil
(output). Menurut Ife (1995: 63) bahwa terdapat tiga strategi dalam
pemberdayaan masyarakat, yaitu dapat melalui kebijakan dan suatu
perencanaan, aksi sosial dan aksi politik, pendidikan dan penyadaran.
Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan akan mudah
diterima dalam pengembangan atau perubahan struktur dan kelembagaan
tertentu sebagai akses yang lebih merata terhadap sumber daya atau pelayanan
masyarakat, dan kesempatan untuk berpartisipasi lebih besar dalam kehidupan
bermasyarakat. Pemberdayaan melalui aksi social lebih menitikberatkan pada
pentingnya suatu perjuangan politik dan perubahan dalam mengembangkan
kekuatan lebih efektif. Sedangkan pemberdayaan melalui pendidikan dan
penyadaran yaitu mengembangkan pentingnya proses pedidikan yang dapat
melengkapi dan membenahi masyarakat untuk meningkatkan kekuasaanya
(Supardjan, 2012: 43).
4. Proses Pemberdayaan
Proses pemberdayaan bisa diartikan sebagai susunan perubahan dalam
perkembangan sebuah usaha untuk membuat masyarakat menjadi lebih
diberdayakan dan memiliki kualitas yang lebih bermutu dan unggul.
Adapun proses pemberdayaan memiliki empat tahapan, yaitu sebagai
berikut (Tukasno, 2013).
a. Penyadaran (awakening), maksudnya pemberdayaan lebih fokus terhadap
penyadaran akan skill/kemampuan, sikap dan keahlian yang dimiliki serta
perencanaan dan harapan terhadap kondisi yang jauh lebih baik dan lebih
efektif. Menunjukkan sesuatu apa yang ada pada diri seseorang baik
26
anggaran sudah selesai atau cukup dan tidak ada penyandang dana yang
dapat membantu dan mau meneruskan program yang sudah berjalan.
Dalam hal ini setidaknya harus ada tiga tahapan dalam pemberdayaan,
seperti dalam tabel 2.1. berikut ini (Sumardi, 1984: 32).
Tabel 2.1. Tahapan Pemberdayaan
Input
Proses
Output
5. Prinsip Pemberdayaan
Menurut Sumaryadi (2005: 94-96) mengemukakan bahwa ada 5 prisip
dasar dari konsep pemberdayaan, yaitu sebagai berikut.
31
dengan memaksimalkan potensi yang terdapat dalam diri umatnya (Saeful &
Ramdhayanti, 2020).
Konsep pemberdayaan yang Nabi Muhammad SAW lakukan barang
tentu menjadi uswah (contoh) bagi umatnya untuk melakukan hal yang
sama baiknya. Maka keberadaan orang-orang yang lemah secara ekonomi
atau miskin bisa diberdayakan (minimalisir). Dalam konteks keindonesiaan
kemiskinan terlihat masih menjadi momok yang sulit untuk dihilangkan.
Berbagai macam program pengentasan kemiskinan di Indonesia yang
dilakukan oleh pemerintah masih belum menghilangkan lingkaran kesuliatan
ekonomi (Saeful & Ramdhayanti, 2020). Kemiskinan juga mendekati gerbang
kejahatan bahkan perkataan Ulama menegaskan bahwa kemiskinan mendekati
kekufuran.
Praktik pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan ekonomi merupakan sesuai dengan ajaran Islam, karena agama
Islam memandang kegiatan ekonomi merupakan tuntutan dalam kehidupan,
karena Islam telah menjamin bagi setiap orang secara pribadi untuk
memenuhi kebutuhan. Dijelaskan Sebagaimana dalam firman Allah SWT
dalam surat Al Mulk [67] ayat 15.
ِ ِ ِ
ُ ض َذلُْواًل فَ ْام ُش ْوا يِف ْ َمنَاكِبِ َها َو ُكلُ ْوا ِم ْن ِّر ْزقه َوالَْي ِه الن
ُّش ْو ُر َ ُه َو الَّذ ْي َج َع َل لَ ُك ُم ااْل َْر
“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah untuk
dijelajahi, maka jelajahilah dari segala penjurunya dan makanlah sebagian
dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu akan kembali setelah
dibangkitkan” (QS. Al Mulk [67]: 15) (Al Qur'an terjemahan Departemen
Agama).
Di dalam (Nursidik, 2021: 22) Ayat di atas menjelaskan bahwa Islam
sebagai agama yang rahmatan lil 'alamiin, sangat memahami kebutuhan
pemeluknya dalam segala aspek kehidupannya. Dalam hal ini pemberdayaan
yang dimaksudkan adalah untuk dapat menjadi suatu bentuk perubahan dalam
36
اِ َّن ال ٰلّهَ اَل يُغَِّيُر َما بَِق ْوٍم َحىّٰت يُغَِّيُر ْوا َما بِاَْن ُف ِس ِه ۗ ْم
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan sesuatu
kaum (bangsa) sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri”. (QS. Ar Ra'du [13]: 11) (Al Qur'an terjemahan Departemen
Agama).
Dijelaskan bahwa ayat ini bermaksud menerangkan pemberdayaan
mempunyai sebuah makna filosofi dasar sebagai suatu cara untuk mengubah
masyarakat dari yang tidak mampu menjadi berdaya (mampu), masyarakat
mampu secara ekonomi, sosial, dan budaya (Nursidik, 2021: 23).
7. Tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan memiliki tujuan yang perlu dicapai dalam
pemberdayaan demi untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi lebih
mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian daya berfikir, bertindak
dan mengendalikan apa yang manusia lakukan tersebut. Untuk mencapai
kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses yang memakan waktu,
melalui proses belajar maka secara bertahap, masyarakat akan memperoleh
kemampuan (skill), ketrampilan dan daya (energy) dari sebuah proses yang
dikerjakannya. (Koeswantoro, 2014).
Selain itu tujuan pemberdayaan masyarakat sejatinya adalah demi
mencapai suatu keadilan sosial. Menurut Payne (1997: 268) menyatakan
keadilan sosial yaitu dengan memberikan kesejahteraan dan ketentraman
kepada masyarakat yang jauh lebih besar dan persamaan politik dan sosial
melalui upaya untuk saling membantu dan belajar satu sama lain melalui
pengembangan beberapa langkah kecil guna tercapainya tujuan yang lebih
besar pula.
37
a. Sumber Daya Manusia yang selalu bergantian, oleh karena itu akan
menghamabat sistem dan struktur menajemen yang sudah berjalan di
pesantren.
b. Masih kurang terkontrolnya sistem menajemen pesantren, seperti
konsistesnsi waktu dan perekrutan Sumber Daya Manusia (Zaelani,
2018).
melahirkan keinginan untuk memperoleh hasil dan usaha atas karyanya yang
dibuahkan dari dirinya. Kemandirian bagi seorang muslim sejati merupakan
simbol perjuangan semangat jihad (fighting spirit) yang sangat mahal nilainya
(Muttaqin, 2011).
Ada empat ciri-ciri kemandirian yaitu sebagai berikut (Rofiq, 2005).
a. Dapat mengambil inisiatif
b. Dapat mengatasi suatu masalah
c. Adanya ketekunan
d. Dapat memperoleh kepuasan dari usahanya.
Menurut Lindzery dan Aronson dalam (Rofiq, 2005) menyebutkan
ciri-ciri kemandirian seseorang adalah: (1) Relatif jarang meminta
perlindungan atau bantuan orang lain; (2) Menunjukkan sikap inisiatif dan
berusaha untuk mengejar suatu prestasi; (3) Memiliki rasa percaya diri; dan
(4) Bersikap ingin terlihat (menonjol).
Sedangkan kemandirian ekonomi merupakan suatu keadaan saat
masyarakat atau kelompok atau organisasi atau suatu negara dapat
bereproduksi dan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan pribadi
dalam batasan mensejahterakan diri, dan tidak bergantung pada orang lain
atau kelompok dalam menjalankan persoalan ekonomi di lingkungan.
Meskipun sebagian dari banyaknya kebutuhan ekonominya yang impor atau
membeli dari pihak luar dengan suatu tujuan untuk meminimalisir biaya
operasional (Basit, 2019).
Kemandirian ekonomi pesantren merupakan kemampuan pesantren
untuk mengatur operasional pesantren melalui kegiatan pengelolaan ekonomi
tanpa bergantung pada pihak tertentu. Kemandirian ekonomi pesantren
memiliki indikator salah satunya sebuah pesantren memiliki kemandirian
ekonomi adalah memiliki hasil dari unit usaha yang dimiliki memiliki
kontribusi yang produktif dan signifikan terhadap kegiatan edukasi dan
operasional dipesantren sehingga bersifat sustainable (berkesinambungan)
43
b. Aspek Pemasaran
Lembaga pesantren dalam aspek pemasaran, untuk unit-unit usaha bisnis
pesantren harus mempunyai bauran kebijakan pemasaran yang baik
45
dan benar, maka akan dapat bertahan dalam menghadapi kompetisi atau
memiliki daya saing dengan beberapa pesaing-pesaingnya. Aspek
pemasaran merupakan sebuah strategi yang disusun untuk mencapai
target pasar yang jelas dan tujuan unit usaha, dari segi penentuan suatu
harga, promosi barang, distribusi barang, dan kepuasan konsumen sebagai
maraketnya (Rahmadani & Makmur 2019).
c. Aspek Keuangan
Lembaga pesantren pada aspek keuangannya harus selalu transparansi
dalam pembuatan laporan keuangan yang standar untuk dimengerti dan
dipahami secara formal. Ini akan memudahkan akses pesantren ke
berbagai pasar. Aspek keuangan sangat berperan penting untuk
menganalisis dan meninjau seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan
untuk dipakai dan adanya rincian penggunaan dana. Selain itu juga,
dalam pembuatan laporan keuangan yang standar untuk dipahami dan
diaplikasikan secara formal akan sangat memudahkan akses pesantren
ke semua pasar. Metode transparansi pada aspek keuangan pesantren
juga berpotensi memiliki pengaruh yang sangat besar (Rahmadani &
Makmur 2019). Hal ini didukung oleh sebuah hasil penelitian Umar dan
Syawalina (2018) tentang bagaimana pengaruh transparansi pengelolaan
keuangan daerah terhadap kinerja instansi inspektorat daerah Aceh.
Sangat berpengaruh transparansi dalam peningkatan kualitas kinerja.
bersama dan memiliki kualitas tinggi. Ini juga sejalan dengan penelitian
dari Melis (2019) dia menyatakan bahwa dalam perkembangan zaman
menjadi sangat urgensi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas.
Disamping aspek yang menunjang kesuksesan unit-unit usaha
pesantren, ada empat aspek yang dapat menghambat pengembangan
kemandirian ekonomi pesantren, yaitu dapat menghambat dalam aspek
pemasaran, jaringan, kapabilitas, dan permodalan (Bank Indonesia, 2019).
a. Menghambat dalam aspek pemasaran, maksudnya terbatasnya akses pasar
untuk menjual hasil produksi pesantren.
b. Menghambat dalam aspek jaringan, maksudnya keterbatasan networking
(jaringan) baik dari sisi supply maupun dari sisi demand.
c. Menghambat dalam aspek kapabilitas, maksudnya kapabilitas arti lain
dari kemampuan dalam manajemen bisnis. Artinya keterbatasan
kapabilitas untuk meningkatkan kapasitas ekonomi pesantren.
d. Menghambat dalam aspek permodalanya, maksudnya keterbatasan
permodalan sendiri oleh pesantren dan akses ke lembaga keuangan.
bahwa ada di tahun 2021 ini membuat peta jalan kemandirian tercantum
dalam keputusan Menteri Agama Nomor 1252 Tahun 2021 Ada empat empat
tujuan yang ingin dicapai, yaitu sebagai berikut.
a. Untuk penguatan pesantren dalam menjalankan fungsi pemberdayaan
masyarakat dengan menjadi sebuah Community Economic Hub di
lingkungannya.
b. Untuk penguatan fungsi ekonomi pesantren dalam menghasilkan insan
yang unggul (SDM) yang unggul dalam ilmu agama, keterampilan dalam
bekerja (ikhtiar), dan kewirausahaan, penguatan peran Kementerian
Agama dalam mewujudkan kemandirian pesantren.
c. Untuk penguatan pesantren dalam mengelola semua unit bisnis sebagai
sumber daya ekonomi.
b. Pesantren
Pesantren merupakan asrama tempat santri ataupun tempat murid-murid
belajar mengaji dan sebagainya (Departemen Pendidikan Nasional). Ada
pandangan lain menjelaskan bahwa pesantren merupakan lembaga
pembelajaran tradisional islam untuk menguasai, menghayati, serta
mengamalkan ajaran agama islam atau disebut Tafaqquh fiddin dengan
menekankan moral agama islam sebagai pendoman hidup bermasyarakat
tiap hari (Yulianti, 2016: 17). Menurut Haidir Putra berperpendapat jika
pesantren merupakan sesuatu wujud lingkungan warga yang unik serta
mempunyai tata nilai kehidupan yang positif yang memiliki karakteristik
khas tertentu, selaku lembaga pendidikan Islam. Ada pula faktor pokok
dari pesantren merupakan Kiyai, Santri, Pondok, Masjid serta Kitab- kitab
klasik (Putra, 2001: 69).
Apabila penafsiran digabung jadi satu dua suku kata di atas ialah
pondok pesantren, bagi Abdul Mujib merupakan sesuatu lembaga
pembelajaran islam yang di dalamnya ada seseorang kyai(pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri( partisipan didik) dengan fasilitas masjid
yang digunakan buat menyelenggarankan pembelajaran tersebut, serta
didukung terdapatnya pemondokan ataupun asrama selaku pas tinggal para
santri (Mujib & Mudzakir, 2006: 235). Sebaliknya bagi sebutan, pondok
pesantren adalah lembaga pembelajaran tradisional islam untuk dapat
menekuni, menguasai, mendalami, menghayati, serta mengamalkan ajaran
islam.
Menurut Hafidhuddin (1998: 15), pondok pesantren ialah salah satu
lembaga pendidikan diantara lembaga iqamatuddin lainnya yang mempunyai
49
dua fungsi utama, yaitu yang pertama fungsi kegiatan tafaqquh fi al-din yang
termasuk di dalamnya pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama
islam, dan kedua fungsi indzar didalamnya ada menyampaikan dan
mendakwahkan ajaran kepada semua orang.
Kedua fungsi di atas telah banyak dilaksanakan oleh pondok pesantren
di Indonesia, walaupun banyak halangan dalam banyak keadaan dan berbagai
kekurangan yang dihadapi lembaga tersebut. Dari situlah melahirkan para
ustadz, para kyai, dan pendakwah, serta tokoh-tokoh masyarakat yang ahli
dibidang keagamaan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa sesungguhnya
pendidikan pondok pesantren mengarah pada pembentuan kekuatan jiwa
spiriritual, kekuatan mental, dan jiwa rohani.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
pondok pesantren ialah sebuah institusi pendidikan islam yang didalamnya
terdapat kyai sebagai pendidik yang mengajak dan mendidik para santri
sebagai peserta didik dengan masjid sebagai salah satu sarana penunjang yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung
adanya pondokan atau asrama untuk tempat tinggal santri. Dikategorikan
sebuah institusi pendidikan dapat disebut sebagai pondok pesantren atau
pondokan jika didalamnya terdapat sedikitnya lima unsur (SDM) yaitu adanya
Kyai, adanya Santri, dan kegiatan Pengajian (Ta'lim), adanya asrama dan
adanya masjid (Departemen Agama RI, 2003: 28).
Agar lebih jelas Dari lima unsur yang mencakup kedalam tubuh
pondok pesantren dapat dilihat pengertian di bawah ini.
1) Kiyai, yaitu sebutan bagi guru ngaji atau alim ulama’ yang memiliki sifat
cerdik pandai dalam agama islam atau seorang pengasuh, pendidik,
pengajar di lembaga pendidikan pondok pesantren dan di masyarakat.
2) Santri, yaitu siswa atau anak yang belajar di pondok pesantren untuk
menimba ilmu pengetahuan agama secara mendalam. Kata santri berasal
dari bahasa sangsekerta yaitu sastri berarti "melek muru" berasal dari
50
bahasa jawa berarti “cantik” dalam artian santri adalah orang yang selalu
mengikuti seorang guru kemana pun guru itu menetap (Dhofier, 1995:
19). Tapi menurut Majid (1997: 19) berpendapat kata "santri" berasal dari
bahasa Yutamil berarti guru ngaji, menurut sumber lain menyebutkan
kata "santri" berasal dari bahasa India yaitu “shastri” memiliki akar kata
“shastra” yang memiliki arti "Buku Suci", atau berarti "Buku-buku
Agama" atau juga berarti "buku-buku tentang Pengetahuan". Ada
pendapat lain yang menjelaskan bahwa santri adalah seorang peserta didik
atau pelajar yang disiapkan oleh pengasuh pondok pesantren sebagai
kaderisasi Ulama’ dan kaderisasi bangsa yang pada akhirnya akan
membawa warga masyarakat kepada kebaikan arah kemajuan dan
kesejahteraan dunia dan akhirat nantinya. Mengingat tabi'at (karakter)
masyarakat kita pada umumnya selalu mengikuti pemimpin, maka
kreativitas seorang pemimpin menjadi hal yang sangat penting untuk
kemajuan bangsa (Departemen Agama RI, 2004: 72). Ada 2 Kategori
santri, yaitu santri kalong dan santri mukim. Sebutan santri kalong ialah
para santri yang berada di desa-desa disekeliling pesantren, biasanya
mereka tidak menetap dalam lingkungan pesantren mereka hanya bolak
balik dari rumah untuk hanya mengikuti pelajaran sehari-hari (Dhofier,
1982: 18). Sedangkan santri ialah mereka yang mukim, para santri yang
berasal dari berbagai daerah yang jauh dan menetap di lingkungan
pondok pesantren. Menurut Sutejo (1999: 77), santri dapat
dikelompokkan mejadi tiga macam, yaitu: (1) Santri konservatif, yaitu
santri dibina dan memelihara nilai-nilai yang ada di pesantren dengan
caranya masing-masing dan bervariasi; (2) Santri reformatif, maksudnya
santri berusaha mempertahankan dan memelihara kaidah-kaidah agama
islam, dan berusaha menggantikannya dengan bentuk dan model yang
baru jika dibutuhkan; (3) Santri tranformatif, maksudnya santri yang
melakukan lompatan budaya dan intelektual secara bersifat progresif
51
Menurut Madjid (1997: 19-21) bahwa asal usul pesantren dari tradisi
asing yaitu dari India dan Arab menurut penjelasan di atas perlu di uji
kebenarnya. Pasalanya jika diperhatikan istilah di dalam dunia pesantren
berasal dari Bahasa jawa yaitu ada empat istilah yaitu santri, kiyai, ngaji, dan
njenggoti.
Perkembangan pondok pesantren dalam kacamata sekarang Pondok
pesantren merupakan bagian dari pendidikan nasional yang memiliki ciri
khas, keaslian atau indegeneous pendidikan Indonesia. Kemandirian yang
dimiliki pesantren, pesantren akan menjadi lembaga pendidikan yang otonom
mampu mengendalikan diri sendiri tanpa terpengaruh atau dipengaruhi, baik
dari sistem pembelajaran maupun pendanaan operasional pesantren (Irwan
dkk, 2008: 124)
Saat ini secara garis besar pesantren sekarang ini dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu sebagai berikut.
(1) Pesantren tradisional, yaitu pesantren yang masih mampu
mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi
pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut kitab kuning.
(2) Pesantren modern, yaitu pesantren yang berusaha
mengintegrasikan secara penuh antara sistem klasikal dan sekolah
ke dalam pondok pesantren. Para santri yang masuk pondok
modern terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab klasik
tidak menjadi prioritas, bahkan ada yang hanya mengkaji kitab
kuning sebagai pelengkap, dan berubah menjadi mata pelajaran
atau bidang studi. Sistem yang diterapkan seperti cara sorogan
bandungan mulai berubah menjadi individual dalam hal belajar
dan kuliah secara umum, atau stadium general (Rukiati &
Hikmawati, 2006: 111).
(3) Pesantren komprehensif, yaitu pondok pesantren kenapa disebut
komprehensif karena sistem pendidikan dan pengajaran gabungan
55
pendidikan non formal yang hanya mempelajari kitab klasik saja. Oleh
karena itu pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan
kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam
kitab kuning. Jadi ada 3 tingkatan yaitu awal, tengah, dan lanjutan. Masa
pendidikan tidak tertentu, yaitu sesuai dengan keinginan santri dan
keputusan Kyai sebagai bila dipandang santri telah cukup menempuh
pelajaran atau telah dianggap selesai (Nisa & Chotimah, 2020). Jenjang
pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-
lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya,
kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran
tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang
dipelajarinya. Menuru Prayitno (2016: 47) bahwa perkembangan
pesantren tradisionalsaat ini sudah jarang sekali kita temukan. Jika masih
ada itu juga hanya tinggal beberapa saja, sekurang kurangnya pondok
pesantren sudah diajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau ke arah
digitalisasi.
Metode
Nama& Persamaa
No Judul Penelitia Kesimpulan
Sumber n
n
( Studi Kasus pelaksanaan,santri-
Yayasan Al- santri diajarkan
Ashriyyah Nurul praktek secara
Iman Islamic langsung.
Boarding School 3. Output, pemantauan
Parung-Bogor), dan pengevaluasi
dari pelaksanaan
kegiatan ditiap-tiap
unit kewirausahaan.
2 Abdul Model Pemberday Kulitatif Hasil penelitian
Basit & Pemberdayaan aan dan Deskripti menunjukkan
Tika Dan Kemandiri f 1. Pesantren
Widiastut Kemandirian an Mamba'us Sholihin
i Ekonomi Di ekonomi menggunakan
(2019) Pondok Pesantren model muslim
Jurnal Pesantren dalam
Mamba’us pemberdayaan
Sholihin Gresik santri melalui
praktek, pelatihan
dan menjadi
pegawai di unit-
unit usaha yang
dimiliki oleh
pondok pesantren.
2. pemberdayaan
masyarakat sekitar
dilakukan melalui
sosial pesantren
lembaga yaitu
berupa bantuan-
bantuan dan
pengajian rutin,
Wujud kemandirian
ekonomi pesantren
adalah mampu
61
Metode
Nama& Persamaa
No Judul Penelitia Kesimpulan
Sumber n
n
memenuhi
kebutuhan operasional
pondok pesantren dari
keuntungan unit-unit
usaha yang dimiliki
oleh
pesantren.
Metode
Nama& Persamaa
No Judul Penelitia Kesimpulan
Sumber n
n
Desa baik,
Mandalasari Pelaksanaan kegiatan
Kecamatan life skill dapat berjalan
Cikalongwetan dengan baik sedangkan
Kabupaten dalam kegiatan
Bandung Barat) evaluasi kegiatan life
skill kurang efektif
karena tidak ada alat
ukur penilaian yang
jelas.
Rudi Pemberdayaan Pemberday Hasil Penelitian ini
Haryanto Santri Pondok aan Santri menunjukkan:
(2017) Pesantren 1. Pemberdayaan
Jurnal Musthafawiyah ruhaniah di Pondok
Di Era Pesantren
Globalisasi Musthafawiyah
(Studi Kasus mencakup
Pondok penyadaran,
Pesantren pengapasitasan, dan
5
Musthafawiyah) pendayaan.
2. pemberdayaan
intelektual di
Pondok Pesantren
Musthafawiyah
dilakukan dengan
sistem badongan,
ceramah, diskusi,
dan hafalan
6 Ahmad Analisis Pemberday Deskripti Hasil penelitian ini
Fawaiq Pemberdayaan aan f menunjukkan bahwa
dkk Ekonomi Santri Kualitatif adanya program
(2021) Terhadap Minat pemberdayaan
Jurnal Berwirausaha di ekonomi santri melalui
Pondok program UKS yang ada
Pesantren di pesantren mampu
mendorong para santri
63
Metode
Nama& Persamaa
No Judul Penelitia Kesimpulan
Sumber n
n
untuk berwirausaha