Oleh : Agus
Mahasiswa Megister Sosiologi Pascasarjana Unsri
1
empowerment berbeda dengan community development. Community empowerment adalah
sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat dalam merencanakan,
memutuskan dan mengelola sumber daya local yang dimiliki melalui collective action dan
networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara
ekonomi, ekologi dan sosial. Sedangkan community development adalah sebagai alat untuk
menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat, ini merupakan suatu perubahan sosial
dimana masyarakat menjadi semakin komplek, institusi local tumbuh, collective power-nya
meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya (Mardikanto dan
Soebiato 2019 : 45).
Ada dua upaya yang dapat dilakukan dalam memberdayakan masyarakat, Pertama, yaitu
menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling),
memberikan pengetahuan bahwa masyarakat memiliki potensi yang dapat berkembang dan
masyarakat bisa berdaya, ada kemampuan dalam diri (given) untuk berdaya. Kedua,
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering), empowering
adalah bentuk langkah nyata dan positif, empowering dapat dilakukan kepada individu atau
lembaga sosial masyarakat, empowering individu semisal ialah memberikan pengetahuan
baru atau meningkatkan tentang apa yang ingin individu tersebut ketahui (Rohmad,
2016:117). Jika dalam suatu masyarakat ada individu ingin mengali potensi diri tentang
pertanian maka proses empowering adalah memberi pengetahuan tentang pertanian, alat-alat
pertanian, modal untuk bertani, melibatkan individu tersebut dari awal sampai akhir proses
empowering. Atau empowering dalam lembaga sosial masyarakat, yaitu peningkatan
kapasitas terhadap lembaga sosial tersebut, semisal empowering terhadap koperasi unit desa,
maka kita melakukan penguatan pengetahuan tentang manajemen koperasi, akses modal dan
akses jaringan kepasar. Memberdayakan mengandung arti juga sebagai melindungi, disini
dipahami sebagai bentuk perlindungan terhadap kondisi masyarakat tidak berdaya atau
powerless (Soetomo, 2018:146), jangan sampai yang lemah justru menjadi tambah lemah,
akibat adanya persaingan dan kondisi konflik, selain itu juga tidak membuat masyarakat
ketergantungan dan tidak memiliki inisiatif karena adanya kemudahan yang telah diberikan,
oleh karena itu melindungi adalah bentuk yang diperlukan.
Pemberdayaan sebagai suatu penguatan kapasitas, kapasitas maksudnya adalah
kemampuan (individu, dan kelembagaan) untuk menunjukan/memerankan fungsinya secara
efektif, efisien dan keberlanjutan (Lestari dan Wicaksono, 2019:78). Kapasitas bentuknya
dinamis karena berproses/berkelanjutan, dan tujuan utama dalam penguatan kapasitas adalah
penguatan sumberdaya manusia, sehingga mampu mengelola kelembagaan dan membangun
2
jejaring (Alam dan Prawitno, 2015:95). Ada dua Penguatan kapasitas yang dapat dilakukan
pertama, penguatan kapasitas individu adalah segala upaya untuk memperbaiki dan
mengembangkan mutu karakteristik pribadi agar lebih efektif dan efisien, baik didalam
entitasnya maupun dalam lingkup global. Kedua, penguatan kapasitas entitas atau
kelembagaan yang lebih menekankan kepada pengembangan mutu entitas atau organisasi,
mengembangkan atau membangun visi, misi serta budaya organisasi yang lebih modern
dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen, agar mampu bertindak dan bersaing.
Mengembangkan kompetensi sumberdaya manusianya dan menerapkan akuntabilitas
terhadap sumber finance. Dan didalam penguatan kelembagaan juga menbangun penguatan
kapasitas jejaring, dimana pada era keterbukaan informasi, tekonologi serta pasar, ini juga
sangat penting, dengan kapasitas jejaring ini kita bisa mengembangkan diri. Tidak terkukung
dalam kondisi yang statis. Dan dapat mengembangkan serta meningkatkan produktifitas serta
menyebarkannya (marketable) (Mardikanto dan Soebiato 2019 : 69-71).
3
dilakukan pada awal kegiatan. Teknik penilainnya hampir sama dengan RRA
pertama, pemetaan wilayah dan keadaan sosial budaya masyarakat, menganalisa
keadaan, mengakomodir masalah dan rincian sulosi dari setiap masalah yang ada.
3. Metode FGD (focus group discussion)
Metode ini pada awalnya merupakan sebagai Teknik wawancara pada penelitian
kualitatif yang berupa in depth interview kepada sekelompok informan secara terfokus
tapi saat ini FGD banyak juga diterapkan dalam kegiatan perencanaan dan kegiatan
evaluasi program. Sebagai metode pengumpulan data metode ini merupan bentuk
interaksi individu-individu sekitar 10 sd 30 orang yang tidak saling kenal dan dipandu
oleh seorang host dimana yang didiskusikan diarahkan ke pemahaman dan
pengalaman tentang suatu program atau kegiatan yang diikuti. Dan host/moderator
memegang pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan, seperti pertanyaan pembuka,
pertanyaan pengantar, pertanyaan transisi, pertanyaan kunci dan pertanyaan penutup.
Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya telah difokuskan kedalam program apa yang telah
disepakati.
4. Metode PLA (participatori learning and action)
PLA merupakan metode pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari proses belajar
atau lebih tepatnya bekerja sambil belajar, bentuknya dapat melalui ceramah, diskusi,
dll. Tentang suatu topik seperti persemaian, pengolahan lahan, perlindungan dari
hama tanaman, dll, yang langsung diikuti dengan aksi atau kegiatan lapangan.
Sehingga seorang fasilitator dapat dengan cepat mengajarkan dan masyarakat
penerima manfaat dapat langsung menerapkan secara langsung/praktek apa yang telah
dipelajari. Sebagai proses belajar ini tentu saja sangat efektif dan berguna karena
belajar teori dan praktek yang dilakukan hamper bersamaan.
5. Metode SL (sekolah lapang/farmer field school)
Metode ini merupakan kegiatan pertemuan berkala yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat, guna membahas masalah apa yang sedang dihadapi petani, berdiskusi,
atau sharing pengalaman tentang alternatif apa yang dapat dijadikan solusi dalam
suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Dan kegiatan ini
difasilitasi oleh fasilitator atau narasumber yang kompeten untuk dapat menengahi
persoalan yang sedang dihadapi oleh kelompok penerima manfaat.
6. Pelatihan Pertisipatif.
Metode ini adalah sebagai proses pendidikan, kegiatan pemberdayaan masyarakat
banyak sekali dilakukan melalui pelaksanaan pelatihan-pelatihan. Dan pelatihan ini
4
bersifat partisipatif dan bersifat non formal, tidak terikat atau incidental sehingga
harus terencana sebelumnya. (Mardikanto dan Soebiato 2019 : 199).
5
Selain itu pemerintah maupun stakeholder dapat berperan sebagai pendamping,
mengenalkan suatu inovasi jika masyarakat yang dalam program pemberdayaannya
mengalami kesulitan, inovasi sangat dibutuhkan terutama dalam era teknologi, dalam
menerepkan suatu inovasi pendamping harus benar-benar memberikan pengetahuan yang
lengkap, tentang tujuan, kegunaan, dan manfaat luas dari suatu inovasi, dan tidak bertentang
dengan sosial budaya masyarakat tersebut, sehingga terjadi penolakan.
6
MODEL PENGEMBANGAN KAPASITAS DALAM BENTUK BAGAN ALIR
AKSI/
Pemerintah dan
Perubahan Stakeholder
Sosial
Legitimasi, Sponsor,
Daya Saing Ekonomi dan Policy, Link.
Politik
Intervensi/Penyadaran
Individu/Masyarakat
Marjinal
7
Sumber Referensi.
Alam, Andi Samsu dan Ashar Prawitno. (2015). Pengembangan Kapasitas Organisasi dalam
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Bone. Dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 8, Nomor 2, Juli 2015
(93-104) ISSN 1979-5645.
Lestari, Asih Widi dan Dhika Bagus Wicaksono (2019). Pengembangan Kapasitas
Kelembagaan (Capacity Building) Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Pegawai
(Studi Pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara/Kppn Kudus). Dalam Jurnal
REFORMASI Volume 9 Nomor 1 (2019). ISSN 2088-7469 (Paper) ISSN 2407-
6864 (Online)
Mardikanto, Toto dan Poerwoko Soebianto. 2019 .Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Perspektif Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.
Rohmad, Zaini. (2016). Sosiologi Pembangunan. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Suharto, Edi (2021). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Stategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika
Aditama,
Soetomo. (2018). Masalah Sosial, Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.