Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat


Pengertian pemberdayaan masyarakat menurut Pemerintah Republik Indonesia
dalam hal ini Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat ketika membahas soal
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, mengutarakan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas
masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai
persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya.
Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat
pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin
keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Menurut Shardlow sebagaimana yang dikutip
oleh Isbandi, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayan pada
intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan
sesuai dengan keinginan mereka.

Dari dua definisi tentang pemberdayaan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses yang direncanakan, dirancang,
kemudian diimplementasikan oleh negara sebagai fasilitator melalui aparat-aparatnya
dengan masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek dari proses ini guna membantu
menyelesaikan segala bentuk permasalahan yang berada di lingkungan masyarakat
melalui program-program kerja kemudian memandirikan masyarakat agar bisa
menyelesaikan permasalahan yang ada di lingkungannya secara berkesinambungan.
Sehingga masyarakat dapat mengatasi segala bentuk permasalahan yang ada dengan baik
secara mandiri untuk kemudian dapat mengembangkan diri ke arah yang lebih baik, baik
dalam hal kesejahteraan, kualitas hidup, dan lain-lain.

B. Metode Pemberdayaan Masyarakat


Metode merupakan suatu kerangka kerja untuk menyusun suatu tindakan atau
suatu kerangka berpikir, menyusun gagasan, yang beraturan, berarah, dan berkonteks
yang berkaitan (relevan) dengan maksud dan tujuan. Metodologi adalah suatu
sistemberbuat, oleh karena itu metodologi merupakan seperangkat unsur yang
membentuk suatu kesatuan Subejo dan Supriyanto dalam Mardikanoto (2017:199)

Untuk melaksanakan evaluasi apakah proyek yang telah dilaksanakan selama jangka waktu
tertentu telah sungguh dating perbaikan yang sesuai dengan harapan warga masyarakat,
perlu dilakukan suatu penelitian.

1. Penilaian Pedesaan Cepat Metoda (RRA)


Pada dasarnya, metode RRA merupakan proses belajar yang intensif
untuk memahami kondisi perdesaan, dilakukan berulang-ulang, dan cepat. Untuk
ituDiperlukan cara kerja yang khas, seperti tim kerja kecil yang bersifat
multidisiplin,menggunakan sejumlah metode, cara, dan pemilihan teknik yang
khusus, untuk meningkatkan pemahaman atau pemahaman terhadap kondisi
perdesaan. Cara kerja Hal tersebut dipusatkan pada pemahaman pada tingkat
komunitas lokal yang digabungkan dengan pengetahuan.ilmiah.
2. Metoda Penilaian Perdesaan Partisipatif (PRA)
Konsepsi dasar pandangan PRA adalah pendekatan yang tekanannya pada keterlibatan
masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metode PRA bertujuanmenjadikan warga
masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksana programpembangunan dan bukan
sekadar obyek pembangunan.
3. FGD ( Focus Group Discussion)
Pada awalnya FGD digunakan sebagai teknik wawancara pada penelitian kualitatif
yang berupa “in depth interview” kepada sekelompok informan secara terfokus
Strwart dan Shamdasani dalam Mardikanto (2017:201). Dewasa ini, FGD nampaknya
semakin banyak diterapkan dalam kegiatan perencanaan dan atau evaluasi program.
4. PLA (Participatory Learning And Action
Menurut konsepnya, PLA merupakakn payung dari metode-metode partisipatif yang
berupa RRA, PRA, PAR (participatory action research) dan PALM (participatory
Learning Method). PLA merupakan bentuk baru dari metode pemberdayaan
masyarakat yang dahulu dikenal sebagai “leaarning by doing” atau belajar sambil
bekerja. Secara singkat PLA merupakan metode pemberdayaan masyarakat yang
terdiri dari proses belajar tentang suatu topik.
5. SL atau Sekolah Lapang (Farmers Field School/FFC)
SL atau FFS pertama kali diperkenalkan oleh SEAMEO (1997) pada usaha tani di
Filipina dan Indonesia. Khususnya di Indonesia, SL/FFS diterapkan pada
perlindungan hama terpadu kerena itu kemudian dikenal istilah Sekolah Lapang
Perlindungan Hama Terpadu (SLPHT). Sebagai metode pemberdayaan masyarakat
SL/FFS merupakan kegiatan pertemuan berkala yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat pada hamparan tertentu, yang diawali dengan pembahasan masalah yang
sedang dihadapi, kemudian diikuti dengan curah pendapat, berbagi pengalaman.
Sebagai suatu kegiatan belajar bersama, SL/FFS biasanya difasilitasi oleh fasilitator
atau narasumber yang berkompeten.

C. Pengertian Fasilitator
Deliveri mengatakan bahwa proses pemberdayaan masyarakat harusnya juga
didampingi oleh suatu fasilitator yang bersifat multidisiplin. Fasilitator sebagai
pendamping ini merupakan salah satu faktor eksternal dalam kegiatan pemberdayaan.
Peran tim pendamping akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang
dianggap mampu oleh masyarakat.
Lippit dan Rogers (dalam Theresia, et all,. 2015: 174) menyebut fasilitator
sebagai agen perubahan (change agent), yaitu seseorang yang atas nama pemerintah atau
lembaga pemberdayaan masyarakat berkewajiban untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (calon) penerima manfaat dalam
mengadopsi inovasi.
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan
bersamamereka, membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentudalam
diskusi. Beberapa fasilitator akan mencoba membantu kelompok dalam mencapaikonsensus pada setiap
pertemuan yang sudah ada sebelumnya atau muncul dalam rapatsehingga memiliki dasar yang kuat
untuk tindakan di masa depan.
Fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat (FM) merupakan tenaga fasilitator yangbertugas
untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat di desa sasaran baru dalam halsosialisasi program,
perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan secara aktif.
Dari beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa, seorang fasilitator dituntut untuk dapat
menjadi narasumber yang baik ketika ada permasalahan di masyarakat, ia dapatmemfasilitasi agar
permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Kemampuanmenjadi narasumber yang baik
untuk berbagai permasalahan yang timbul tersebutmerupakan fungsi plus bagi seorang fasilitator di
sampingnya terbenam sebagai seseorang yangdapat memberikan fasilitatoran, bimbingan, nasehat,
maupun pendapat.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, W. A. (2017). Peran Fasilitator Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada Program


Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (Studi Kasus di Desa Kemiri,
Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar).

Efendi, M. Y., Kustiari, T., Sulandjari, K., Sifatu, W. O., Ginting, S., Arief, A. S., &
Nurhidayah, R. E. (2021). Metode pemberdayaan masyarakat.

Theresia, Aprillia, et.al. 2015. Pengembangan Berbasis Masyarakat. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai