dalam Organisasi
Mei 05, 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai perilaku organisasi berarti membahas tentang perilaku
manusia. Manusia adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuknya.
Perilaku manusia yang berada dalam suatu kelompok atau organisasi adalah awal dari
perilaku organisasi itu. Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Tiap
hari manusia akan terlibat dalam aktivitas kelompok. Demikian pula kelompok
merupakan bagian dari kehidupan organisasi. Pada umumnya manusia yang menjadi
anggota dari suatu organisasi besar atau kecil adalah sangat kuat kecenderungannya
untuk mencari keakraban dalam kelompok-kelompok tertentu. Dimulai dari adanya
kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, kedekatan tempat kerja, seringnya
berjumpa, adanya kesamaan kesenangan bersama, maka timbullah kedekatan satu
sama lain. Mulailah mereka berkelompok dalam organisasi.
Perilaku di dalam organisasi berasal dari dua sumber yaitu individu dan
kelompok. Perilaku kelompok adalah semua kegiatan yang dilakukan dua atau lebih
manusia yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dan saling bergantung untuk
menghasilkan prestasi yang positif baik untuk jangka panjang dan pertumbuhan diri.
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari unsur sosial dan budaya. Sepanjang
kegiatan kehidupan manusia, aktivitasnya tidak terlepas dari kelompok manusia
lainnya. Karena hal itu dikatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial karena
memerlukan kehadiran dan bantuan serta peran serta orang lain. Hal-hal yang
dikerjakan manusia, cara mengerjakannya, bentuk pekerjaan yang diinginkan
merupakan unsur sebuah budaya. Maka, aspek sosial ditinjau dari hubungan
antarindividu, antar masyarakat serta aspek budaya ditinjau dari proses pendidikan
manusia tersebut melalui materi yang di pelajari, cara belajarnya, bagaimana gaya
belajarnya, bentuk- bentuk belajar serta pengajaranya.
Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja secara penuh
tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi
dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan yang
dilakukan secara bertahap berkesinambungan di semua lingkungan yang saling
mengisi (rumah tangga, sekolah, masyarakat) unsur sosial merupakan aspek
individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Langeveld mengatakan “setiap
bayi yang lahir dikaruani potensi sosialitas atau kemampuan untuk bergaul, saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya terkandung unsur saling memberi dan saling
menerima”. Aktivitas sosial tercermin pada pergaulan sehari-hari, saat terjadi
interaksi sosial antarindividu yang satu dengan yang lain atau individu dengan
kelompok, serta antar kelompok.
Berbicara tentang pendidikan tentunya tidak hanya sebatas proses yang terjadi di
dalam lembaga sekolah semata, tetapi dalam skala yang lebih luas sekolah sebagai
lembaga sosial merupakan bagian dari proses pendidikan sebagai proses
pemberdayaan. Dengan demikian, proses pendidikan hanya dapat diketahui apabila
kita menempatkannya dalam lingkungan kebudayaan suatu masyarakat.
Pendidikan dalam konteks di atas (kebudayaan) meliputi masalah-masalah yang
pelik seperti konsep kekuasaan (power). Sebab, pada hakikatnya kebudayaan
mengatur kelangsungan hidup suatu kelompok masyarakat, yang berati hakikatnya
juga mempertahankan kekuasaan tertentu.
Dengan kondisi yang demikian, ketika pendidikan sudah menjadi bagian dari
kepentingan kekuasaan, maka tujuan dari pendidikan pun akan menjadi tidak jelas,
kalau boleh dikatakan tak ubah seperti layangan putus, yang tidak tahu kemana arah
angin akan membawanya, jangankan ingin memberi angin segar bagi
keberlangsungan suatu bangsa, pendidikan yang demikian justru hanya akan menjadi
agen kepentingan elit politik, yang pada gilirannya tidak mustahil menjadi bom yang
siap memporakporandakan bangsa ini. Oleh karenanya, pendidikan sebagai bentuk
pelaksanaan konsep kekuasaan Negara perlu dirumuskan peranannya agar terdapat
keseimbangan antara kebebasan individu serta keterikatan individu sebagai warga
negara dalam wadah persatuan Indonesia. Sebab, proses pendidikan yang sebenarnya
adalah proses pembebasan dengan jalan memberikan kepada peserta didik kesadaran
akan kemandirian atau memberikan kekuasaan kepadanya untuk menjadi individu.
Dalam pembahasan kali ini pemakalah akan menjelaskan tentang perilaku
individu dan kelompok dalam organisasi serta kekuasaan dan politik dalam lembaga
pendidikan.
B. Permasalahan
1. Bagaimana perilaku individu dalam oganisasi?
2. Bagaimana perilaku kelompok dalam organisasi?
3. Bagaimana perilaku organisasi yang dapat diperankan kepala sekolah sebagai
pimpinan pendidikan?
4. Bagaimana kekuasaan dan politik dalam lembaga pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami perilaku individu dalam organisasi.
2. Untuk mengetahui dan memahami perilaku kelompok dalam organisasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami perilaku organisasi yang dapat diperankan kepala
sekolah sebagai pimpinan pendidikan.
4. Untuk mengetahui dan memahami kekuasaan dan politik dalam lembaga pendidikan.
BAB II
PERILAKU INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI SERTA
KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM
LEMBAGA PENDIDIKAN
C. Kinerja Individu
Perilaku individu dapat dipengaruhi oleh effort (usaha), ability (kemampuan) dan
situasi lingkungan.
1. Effort
Usaha individu diwujudkan dalam bentuk motivasi. Motivasi adalah suatu proses
untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang
mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.[5]
2. Ability
Ability seorang individu diwujudkan dalam bentuk kompeten. Individu yang
kompeten memiliki pengetahuan dan keahlian. Sejak dilahirkan setiap individu
dianugerahi Tuhan dengan bakat dan kemampuan. Bakat adalah kecerdasan alami
yang bersifat bawaan. Kemampuan adalah kecerdasan individu yang diperoleh
malalui belajar.
B. Bentuk-bentuk Kelompok
Kelompok dapat berbentuk kelompok formal (formal group), ataupun merupakan
kelompok informal (informal group). Kelompok formal dibentuk organisasi,
sedangkan kelompok informal dibentuk oleh sekumpulan orang yang mempunyai
kepentingan bersama.
Kelompok formal (formal group) dapat diartikan sebagai kelompok yang
diciptakan oleh keputusan manajerial untuk mencapai tujuan organisasi. Kelompok ini
terdiri dari kelompok komando dan kelompok tugas. Kelompok komando (command
group) yaitu adanya rantai komando dari pimpinan ke yang dipimpin, maka perintah
pemimpin haruslah dikerjakan. Sedangkan kelompok tugas (task group) bersifat
komunal dan kebersamaan dalam menyelesaikan tugas secara bersama-sama.
[7]
Kelompok informal (informal group) terbentuk secara alamiah dalam lingkungan
kerja yang muncul sebagai tanggapan atas kebutuhan akan kontak sosial. Tipe
interaksi diantara individu secara informal sangat mempengaruhi perilaku dan kinerja
mereka.
Kelompok informal dibagi menjadi dua, yaitu kelompok minat dan kelompok
persahabatan. Kelompok minat (interest group) yaitu beberapa individu sengaja
berkelompok karena mempunyai kesamaan minat dan kepentingan. Sedangkan
kelompok persahabatan (friendship group) yaitu beberapa individu berkelompok
karena terdapat kecocokan dan itu menimbulkan kesenangan dan kegembiraan
sehingga mendorong orang untuk mengulangi dengan membuat kelompok.
C. Efektifitas Kepemimpinan
Efektifitas kepemimpinan menjadi salah satu tanggung jawab perilaku organisasi.
Kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk menggerakkan orang
lain dengan memimpin, membimbing, memengaruhi orang lain, untuk melakukan
sesuatu agar dicapai hasil yang diharapkan.[9]
Kata “sadar” menunjukkan bahwa kepemimpinan didasarkan oleh kerelaan dan
bukan paksaan. Hal ini berbeda dengan kekuasaan yang diterima sebagai suatu
keterpaksaan. Pengakuan terhadap pentingnya variabel kepemimpinan dalam
organisasi telah menjadi dasar analisis para ahli dari berbagai kalangan. Dari analisis
itu terungkap pentingnya strategi kepemimpinan yang dirumuskan dalam berbagai
bentuk perilaku kepemimpinan yang efektif. Teori kepemimpinan perilaku yang
sudah lama dikenal misalnya, memandang kepemimpinan yang efektif (yang
mendorong kinerja bawahan) adalah kepemimpinan yang memperhatikan dua aspek
secara bersamaan: orientasi terhadap tugas dan orientasi terhadap manusia. Orientasi
terhadap tugas melahirkan kepemimpinan yang memiliki visi yang jelas, tugas yang
jelas dan sistem komunikasi yang permanen. Orientasi terhadap manusia melahirkan
kepemimpinan kesejawatan; kemauan pemimpin mendengarkan suara hati bawahan,
memanusiakan bawahan dan mendorong partisipasi bawahan dalam berbagai aspek
kehidupan organisasi. Banyak bukti menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan
partisipatif meningkatkan komitmen bawahan terhadap tugas dan pada gilirannya
meningkatkan kinerja mereka.
D. Politik Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Pendidikan adalah suatu
tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan-
hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-
hubungan dan peranan-peranan individu yang menentukan watak pendidikan di suatu
masyarakat.
Jika politik dipahami sebagai “praktik kekuatan, kekuasaan dan otoritas dalam
masyarakat dan pembuatan keputusan-keputusan otoritatif tentang alokasi
sumberdaya dan nilai- nilai sosial”. Maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain adalah
sebuah bisnis politik. Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga-lembaga
pendidikan. Bahkan menurut Baldridge, lembaga-lembaga pendidikan dipandang
sebagai sistem politik mikro, yang melaksanakan semua fungsi utama sistem-sistem
politik.
Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling
berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu
mengandung unsur-unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada
kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan,
meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia. Perilaku organisasi berupaya
mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku individu atau kelompok.
Pertama, penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal
penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran
lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja
tersebut.
Kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi
kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab
munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-
akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan
pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi.
Ketiga, yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi
menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok.
Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif
merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok.
Berhasil atau tidaknya organisasi mencapai visi dan misinya juga dipengaruhi
oleh perilaku kepemimpinan dalam organisasi seperti “membuat keputusan,
menetapkan sasaran, memilih dan mengembangkan personalia, mengadakan
komunikasi, memberikan motivasi, dan mengawasi pelaksanaan manajemen”.
Kemudian, pendidikan adalah suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya
dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-
jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan individu
yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Politik adalah bagian dari
paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan. Hal ini menegaskan bahwa
pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling
mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu mengandung unsur- unsur politik,
begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitanya dengan aspek- aspek
kependidikan.
pendidikan dan politik adalah dua hal yang berhubungan erat dan saling
mempengaruhi. Dengan kata lain, berbagai aspek pendidikan senantiasa mengandung
unsur–unsur politik. Begitu juga sebaliknya, setiap aktivitas politik ada kaitannya
dengan aspek–aspek kependidikan. Terkait peran Negara terhadap proses pendidikan
secara teoritis dapat dikemukakan dua perspektif, yaitu perspektif mikro dan
perspektif studi cultural. Dalam perspektif mikro yang dijadikan pusat perhatian ialah
peserta didik dalam proses belajar mengajar. Dalam perspektif studi cultural, sistem
pendidikan merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem budaya, sosial, politik dan
ekonomi sebagai suatu keutuhan.
Danim, Sudarwan dan Khairil. 2010. Psikologi Pendidikan: Dalam Perspektif Baru.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Maulana, Rizky. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit Lima Bintang.
Sofyandi, Herman dan Iwa Garniwa. 2007. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.