NIM : E042181001
Secara umum, Antropologi agama adalah sebuah studi yang mengkaji agama
berdasarkan pendekatan budaya atau mengakaji manusia yang beragama.
Koentjaraningrat (dalam Ghazali, 2011: 6) bahwa religi merupakan bagian dari
kebudayaan, yang kemudian menunjuk pada konsep E. Durkheim tentang dasar-dasar
religi. Koentjaraningrat mengemukakan tiga unsur atau komponen yang ada dalam religi,
yaitu:
1
menjadi makhluk yang religius. Merupakan juga dalam bagian dari tujuh unsur-unsur
kebudayaan sendiri, diantaranya: (1). Bahasa, merupakan verbal dan non verbal yang
menjadikan media interaksi komunikasi antar individu maupun kelompok, (2). Religi,
merupakan keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang tertanam dalam diri
manusia, (3). Sistem pengetahuan, merupakan sekumpulan pengetahuan, pengalaman
manusia, baik itu melalui proses belajar maupun penyampaian informasi. (4). Sistem
mata pencaharian, merupakan sekumpulan aktivitas-aktivitas manusia yang dapat
menghidupi dirinya, baik secara sosial maupun individu. (5). Organisasi sosial,
merupakan kesatuan hidup manusia, baik itu dari keluarga kecil, keluarga besar, sampai
pada organisasi yang dibentuk secara sengaja, (6). Teknologi, merupakan segala bentuk
yang dapat mempermudah aktivitas-aktivitas manusia, (7). Kesenian, merupakan simbol-
simbol, artefak-artefak yang memiliki makna dan arti oleh manusia.
1). Dimensi pengalaman, mencakup semua perasaan persepsi dan sensasi yang
dialami waktu berkomunikasi dengan realitas supernatural,
2). Dimensi ideologis, mencakup serangkaian kepercayaan,
3). Dimensi ritual, mencakup semua aktivitas seperti upacara, berdoa, dan
partisipasi dalam berbagai kewajiban agama,
4). Dimensi intelektual ideal, berhubungan dengan pengetahuan tentang ajaran
agama,
5). Dimensi konsekuential, mencakup semua efek dari kepercayaan, praktik,
pengetahuan dari orang yang menjalankan agama, dengan perkataan lain,
semua perbuatan dan sikap sebagai konsekuensi beragama.
2
2. Pendekatan dalam Antropologi Agama
Memahami uraian singkat dalam kedua sub bab sebelumnya, dapat dipahami
cabang studi antropologi agama, di satu sisi mencolok pada aspek budaya karena
menyangkut pada kepercayaan-kepercayaan, keyakinan-keyakinan, pada diri dalam
manusia, melainkan di pikiran manusia. Seperti dalam R. Keesing (dalam Amri Marzali:
1) mengemukakan bahwa budaya adalah bentuk hal-hal yang ada dalam pikiran (mind)
manusia, model-model yang dipunyai manusia untuk menerima, menghubungkan, dan
kemudian mencoba menafsirkan fenomena-fenomena.
Akan tetapi, aspek sosial juga ikut berperan dalam antropologi agama. Sebab,
manusia bukan makhluk yang tunggal tetapi makhluk sosial. Memiliki struktur dan fungsi,
yang berarti setiap aturan-aturan memiliki fungsi yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Seperti dalam penjelasan B. Malinowski (dalam Erickson dan Murphy, 2018: 89)
mengemukakan bahwa budaya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dengan
respons dasar. Dengan melakukan hal itu, ia menciptakan tingkat kedua kebutuhan
budaya, atau kebutuhan instrumental, yang dipuaskan dengan respon budaya
instrumental. Respon instrumental menciptakan kebutuhan budaya integratif, yang pada
gilirannya mengarah pada kebutuhan integrative.
3
Sehingga dengan kesimpulan, aspek sosial maupun aspek budaya dalam cabang
studi antropologi agama adalah sama pentingnya karena agama ada pada diri setiap
manusia dan manusia tersebut saling berinteraksi agama.
Referensi:
1. Ghazali, Andeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama. Alfabeta: Bandung.
2. Erickson, Paul A & Erikson L. D. Murphy. 2018. Sejarah Teori Antropologi:
Penjelasan Komprehensif. Kencana: Jakarta
3. Marzali, Amri. Teori-Teori Budaya. Jurnal Online